• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH BIOGAS MIKROBIOLOGI PADA PEMBUAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH BIOGAS MIKROBIOLOGI PADA PEMBUAT"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH BIOGAS

MIKROBIOLOGI PADA PEMBUATAN BIOGAS

Disusun oleh:

Wahyu Permana Aji 12.14.014

Rina Eka M. 12.14.016

Dio Alif Tricahyo 12.14.021

Syariuddin Ubaidillah 12.14.023

Wayan Pratama 12.14.058

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun makalah tentang mikrobiologi pada pembuatan biogas ini. Makalah ini dibuat untuk memahami peran mikrobiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembuatan biogas. Makalah ini disusun dari berbagai sumber. Makalah ini berisi tentang uraian–uraian yang berhubungan dengan peran mikrobiologi dalam pembuatan biogas, proses biologi pada pembuatan biogas, bakteri yang berperan dalam pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari mikroba. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Sesuai pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, kami pun menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, karena kami maih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...1

Daftar isi...3

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah...4

1.2. Tujuan Penulisan...4

1.3. Manfaat Penulisan...4

BAB II Pembahasan 2.1. Mikrobiologi...5

2.2. Penerapan Mokrobiologi dalam pembuatan Biogas...6

2.3. Proses Pencernaan Anaerobik...8

2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas...11

2.5. Kondisi Operasi Anaerobik...16

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroba...16

BAB III Kesimpulan dan Saran 3.1. Kesimpulan...21

Daftar pustaka...22

BAB I

PENDAHULUAN

(4)

Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus. Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan, kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Untuk itu kita harus memahami penerapan mikrobiologi dalam pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor yang mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme.

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya: 1. Menjelaskan peran mikrobiologi dalam pembuatan Biogas.

2. Menjelaskan pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses pembuatan biogas. 3. Menjelaskan kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.

4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam pembuatan biogas.

1.3. Manfaat Penulisan

Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa: 1. Pengetahuan pembaca tentang penerapan mikrobiologi dalam pembuatan biogas. 2. Pengetahuan pembaca tentang pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses

pembuatan biogas.

3. Pengetahuan pembaca terhadap kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob. 4. Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme

dalam pembuatan biogas.

BAB II

TIN JAUAN PUSTAKA

(5)

Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus. Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.

1) Bakteri

Bakteri adalah suatu mikroorganisme prokariotik, yaitu tidak mempunyai membran inti sel. Pada umumnya bakteri mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 µm kali 2,0-5,0 µm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu berbentuk bulat atau kokus, berbentuk batang atau basilus, dan berbentuk spiral.

2) Fungi (jamur)

Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia.

3) Algae

Algae termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin),

dan merah (fikoeritrin). Morfologi algae ada yang berbentuk uniseluler, ada pula yang multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada sel-sel komponennya. 4) Protozoa

Protozoa merupakan kelompok lain yang termasuk protista eukariotik. Walaupun kadang-kadang antara algae danprotozoa kurang jelas perbedaannya. Protozoa dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.

(6)

Beberapa diantara mereka memiliki sifat-sifat yang dapat memungkinkan mereka menjadi salah satu bentuk-bentuk kehidupan yang pertama di bumi. Archaebakteria merupakan sel prokariotik, memiliki dinding sel tetapi sama sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain.

Suatu bahan yang ditumbuhi oleh mikroba akan mengalami perubahan susunan kimianya. Perubahan kimia yang terjadi ada yang dikenal sebagai fermentasi (pengkhamiran) dan pembusukan (putrefaction). Fermentasi merupakan proses yang menghasilkan alkohol atau asam organik, misalnya terjadi pada bahan yang mengandung karbohidrat. Pembusukan merupakan proses peruraian yang menghasilkan bau busuk, seperti pada peruraian bahan yang mengandung protein. Proses fermentasi tertentu disebabkan oleh aktivitas mikroba tertentu pula, yang spesifik untuk proses fermentasi tersebut. Sebagai contoh fermentasi alkohol oleh khamir, fermentasi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus, dan fermentasi asam sitrat oleh jamur Aspergillus.

2.2. Penerapan Mikrobiologi dalam Pembuatan Biogas

Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan, kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami merupakan bagian penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam. Melalui proses inilah biogas terbentuk sebagai sumber dari energi terbarukan.

Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa

mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara

(7)

memiliki sifat mudah terbakar. Gas methan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas.

Secara alami, gas methan terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.

Mamalia termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa. Di dalam lambung, bahan-bahan berselulosa dari rumput-rumputan atau bahan lain yang menjadi makanan hewan pemamah biak dengan penambahan air diubah menjadi asam organik. Asam organik ini selanjutnya diurai secara anaerob menjadi gas metan dan karbondioksida. Biomasa yang mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.

Kotoran sapi, dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas. Substrat dalam kotoran sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat di dalam perut hewan ruminansia. Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu proses fermentasi, sehingga proses pembentukan gas bio pada digester dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kotoran dalam kondisi segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama dan atau dikeringkan, disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama waktu pengeringan (Gunnerson and Stuckey, 1986).

(8)

global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaranbahan bakar fosil.

2.3. Pencernaan Anaerobik pada Pembuatan Biogas

Proses pencernaan anaerobik, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Dibawah ini memperlihatkan alur proses perombakan selulosa hingga terbentuk gas (Nurtjahya et al., 2003) :

Gambar 2.1. Alur Reaksi Proses Pembuatan Biogas

Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap yaitu: hidrolisis, asidifikasi (pengasaman) dan pembentukan gas metana.

(9)

Pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Proses hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang disekresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis molekul kompleks dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Lipida berubah menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula (mono dan disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan pirimidin. Sejumlah besar mikroorganisme anaerob dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik antara lain adalah Clostridium.

b) Tahap Asidifikasi (Pengasaman)

Pada tahap ini komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana. Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi.

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol)

Tahap pengasaman dibagi menjadi 2 yaitu: - Asidogenesis

(10)

anaerob fakultatif. Contoh bakteri asedogenik (pembentuk asam) adalah

Clostridium (Said, 2006). - Asetogenesis

Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Sekitar 70 % dari COD semula diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionate, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomas wolfei (Said, 2006). Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik

c) Tahap Metanogenik (pembentukan gas metana)

Pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan dengan mengubah senyawa yang dihasilkan dari proses asidifikasi menjadi metana dan CO2

dalam kondisi anaerob. Bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri Methanobacterium omelianski menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri penghasil asam

dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida. Proses pembentukan gas metana ini termasuk reaksi eksotermis.

CH3COO- + H+ CH4 + CO2 (-36 Kj per mol)

(11)

Gambar 2.1. Tahap-tahap Proses Pembuatan Biogas 2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas

Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik , bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat dan bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat, hidrogen dan karbondioksida.

Jenis-jenis bakteri ini sudah terdapat di dalam kotoran-kotoran hewan yang digunakan. Jenis-jenis bakteri tersebut perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. A. Bakteri Hidrolitik

Golongan bakteri hidrolitik memiliki berbagai enzim hidrolitik ekstraseluler yang disekresikan ke luar sel untuk memecah senyawa kompleks seperti polisakarida, asam nukleat, dan lipid, menjadi molekul yang lebih kecil sehingga dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elekton donor (Bibiana,1994; Madigan et al, 2003), contohnya yaitu bakteri genus Bacillus sp. Bacillus mampu hidup dalam lingkungan aerob atau fakultatif aerob, dapat membentuk spora dengan tipe sentral, atau terminal yang menyebabkan Bacillus

(12)

Bakteri Hidrolitik dibedakan menjadi bakteri lipotilik, amilolitik, dan proteolitik. Bakteri yang mampu mendegradasi protein disebut bakteri proteolitik yaitu Bacillus, Clostridium, Pseudomonas dan Proteus. Bakteri proteolitik akan mensekresikan enzim protease yang akan menguraiakan protein menjadi asam amino dan asam nukleat. Bakteri lipolitik merupakan bakteri yang memiliki kemampuan mensintesis lemak dari 1 molekul gliserol dan 3 molekul asam lemak. Sehingga dalam perombakannya lemak akan dirombak menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Jenis mikroba yang bersifat lipolitik contohnya adalah bakteri Pseudomonas,

Alcaligenes dan Stapylococcus. Sedangkan bakteri yang mendegradasi pati atau karbohidrat menjadi monomernya yaitu mikroorganisme yang bersifat amilolitik, contoh bakteri pemecah pati yaitu Bacillus subtilis.

Enzim yang dimiliki oleh bakteri hidrolitik diantaranya adalah amilase, protease, lipase, gelatinase, selulase (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim amilase mengkatalis hidrolisis polisakarida menjadi disakarida seperti maltosa. Enzim protease mengkatalis hidrolisis pemutusan ikatan peptida. Enzim lipase mengkatalis trigliserida menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserol (Bibiana, 1994). Enzim gelatinase mengkatalis hidrolisis gelatin, gelatin merupakan suatu protein yang dapat diperoleh dari hidrolisis kolagen (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim selulase mengkatalis hidrolisis selulosa (Makoi & Ndakidemi, 2008).

B. Bakteri Asidogenik

Bakteri menghasilkan asam, seperti bakteri Acetobacter aceti akan menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek yang dihasilkan pada proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida. Bakteri yang dapat melakukan fermentasi asam campuran adalah Escherichia coli, sedangkan contoh bakteri yang dapat melakukan fermentasi 2,3-butanediol adalah

Enterobacter, Klebsiella, dan Serratia. Bakteri fermentatif lain yang bukan golongan bakteri usus adalah Clostridium, Bakteri golongan Clostridia mampu memfermentasi gula menghasilkan sejumlah besar asam butirat sebagai produknya.

CO2 merupakan produk utama metabolisme bakteri golongan kemoorganotrof

(13)

metanogenesis. Contoh bakteri yang melakukan proses asetogenesis adalah

Acetoanaerobium noterae, Acetogenium kivui, Clostridium aceticum, Desulfotomaculum. Clostridium sporangeus, menguraikan asam amino menjadi amonia. Desulfovibrio desulfuricans, menguraikan bangkai dan menguraikan sulfat di tempat becek dan menghasilkan H2S.

C. Bakteri Metanogenik

Bakteri metanogenik termasuk salah satu golongan Archaebacteria selain halofilik, dan termofilik, sesuai dengan nama golongannya Archaebacteria merupakan mikroorganisme yang tahan hidup di daerah ektrim seperti perairan dengan kadar garam tinggi (halofil) contoh Halobacterium, serta daerah dengan temperatur tinggi seperti hydrothermal vent (extreme thermofil) contoh Sulfolobus,

Pyrodictium. Bakteri Metanogenik bersifat prokariotik, memiliki dindimg sel tetapi sama sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain. Metanogen merupakan hemoautotrof yang memperoleh keperluan metabolismenya dengan menghasilkan metana dari karbon dioksida dan nitrogen.

4H2 + CO2 CH4 + 2H2O

Secara lebih rinci karakteristik bakteri metanogen disajikan pada tabel di bawah ini :

Tabel Karakteristik bakteri metanogen

Karakteristik Metanogen

Bentuk sel Batang, kokus, spirilla, filament, sarcina Sifat Gram + / Gram

-Klasifikasi Archaebacteria

Struktur dinding sel Pseudomurein, protein, heteropolysaccharida Metabolisme Anaerob

Sumber energi dan sumber karbon H2 + CO2, H2 + metanol, format, metilamin,

metanol(30 % diubah menjadi CH4),

asetat (80 % diubah menjadi CH4)

Produk katabolisme CH4 atau CH4 + CO2

(sumber: Dubey,2005)

(14)

berikatan dengan lipid. Ikatan antara gugus eter dan lipid ini membentuk membran bilayer dari gliserol-dieter, membran monolayer dari digliserol-tetraeter.

Dinding sel berfungsi untuk melindungi sitoplasma dari perubahan tekanan osmotik dan memberi bentuk sel sehingga ada yang berbentuk kokus atau batang. Struktur dinding sel Gram positif dan Gram negatif tidak memiliki peptidoglikan, namun memiliki lapisan pseudopeptidoglikan yaitu suatu lapisan yang tersusun dari ulangan N-asetilglukosamin dan N-asam asetiltalosaminuronik (1-3 rantai, tahan terhadap lisozim ) dengan 7 group L-asam amino yang saling bertumpang tindih (Methanobacterium), memiliki lapisan polisakarida merupakan polimer tebal yang terdiri dari galaktosamin, asam glukoronat, glukosa, dan asetat. Lapisan ketiga berupa lapisan glikoprotein merupakan protein bermuatan negatif dengan banyak sisa asam amino terutama asam aspartat yang berikatan dengan polimer lain seperti glukosa, glukosamin, mannose, galaktosa, ribose, arabinosa. Lapisan protein merupakan lapisan terakhir dari struktur dinding sel Archaebacteria yang terdiri dari subunit polipeptida tunggal yang berbentuk lembaran (pada golongan

Methanospirillum) atau beberapa subunit polipeptida yang berbeda (pada

Methanococcus, Methanomicrobium) (Stevenson, 2008).

Gambar 2.3. Bakteri Metanogen

Kebanyakan metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum antara 200C - 400C, namun metanogen juga dapat ditemukan di lingkungan ektrim seperti

hydrothermal vent yang memiliki temperatur sampai 1000C (Dubey,2005).

(15)

dan antibiotik cukup efektif digunakan untuk seleksi antara bakteri methanogen dan bakteri non methanogen (Nakatsugawa,1992).

Perbedaan bakteri methanogen dengan mikroorganisme lainnya yaitu kemampuannya untuk menghasilkan metan sebagai hasil katabolisme utama. Bakteri metanogen bersifat anaerob obligat dan mungkin dapat bertahan dalam kondisi yang diduga telah ada dibumi massa awal. Sekarang mereka hidup ditepi rawa bisa dinamakan gas rawa. Semuanya ada di lingkungan air tawar yang anaerob seperti sedimen serta pada saluran pencernaan hewan. Metanogen juga menghuni rumen sapi, terdapat pada hidrogen dan karbon dioksida yang dihasilkan mikroorganisme lain yang hidup disitu. Makanan diperoleh melalui pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang mati. Proses pembusukan tersebut menghasilkan metana. Metana disebut juga biogas. Beberapa jenis bakteri metanogen dapat hidup bersimbiosis dalam rumen herbivora yang berfungsi memfermentasi selulosa. Bakteri metanogen hidup sebagai pengurai.

Terdapat beberapa spesies metanogenik dengan berbagai karateristik. Bakteri ini mempunyai beberapa sifat fisiologi yang umum, tetapi mempunyai morfologi yang beragam. Morologi bakteri ini dapat berupa batang, bulat, pseudosacrina, spiral dan kelompok multiseluler motile atau non motile. Famili metanogen digolongkan menjadi 4 genus berdasarkan perbedaan- perbedaan sitologi, yaitu: (a) berbentuk batang, tidak berspora disebut Methanobacterium , (b) Methanobacillus (ber-spora, berbentuk batang), (c) Methano- sarcina (bertbentuk Sarcine) dan (d) Tidak termasuk group sarcinal, yaitu Methanococcus dan Methanospirillum.

Methanobacterium merupakan genus dari bakteri methanogen yang memiliki kemampuan untuk meghasilkan energi alternatif metana berupa biogas, spesiesnya berupa Methanobacterium omelianski dan Methanobacterium ruminatum yang berungsi untuk menguraikan asam cuka menjadi metana dan karbondioksida.

2.5. Kondisi Operasi pada Pencernaan Anaerobik

(16)

lignoselulosa melalui perlakuan awal. Bakteri yang terlibat dalam pembuatan biogas memerlukan kondisi tertentu dan sensitif terhadap lingkungan mikro dalam digester seperti temperatur, keasaman dan jumlah material organik yang akan dicerna.

Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas. Adapun kondisi operasi pada saat pencernaan anaerobik yaitu:

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroorganisme Penghasil Biogas

Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum. Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada faktor-faktor berikut:

1. Temperatur

Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7 0C, bakteri mesophilic pada temperatur 13–40 0C sedangkan thermophilic pada temperatur 55–60 0C (Fry,). Temperatur yang

optimal untuk digester adalah temperatur 30–35 0C, kisaran temperatur ini

(17)

mati karena perubahan temperatur, keluaran/ sludge memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau dan tidak ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur yang tinggi, khususnya pada iklim dingin (Fry).

Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Bakteri metanogenik tidak aktif pada temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu sekitar 35°C. Jika temperatur turun menjadi 10°C, produksi gas akan terhenti. Produksi gas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik yaitu antara 25-30°C. Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar temperatur tersebut mempunyai kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Pada temperatur yang rendah 15 0C laju

aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju aktivitas pada temperatur 35 0C. Pada

temperatur 10oC–7 oC dan dibawah temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti

beraktivitas dan pada range ini bakteri fermentasi menjadi dorman sampai temperatur naik kembali hingga batas aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 oC

produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit (Fry). Seperti halnya proses secara biologi, tingkat produksi metana berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar 10 oC–15 oC. Jumlah total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap,

meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur (Meynell, 1976).

(18)

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.

3. Nutrisi

Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Space and McCarthy didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester.

4. Nitrogen Penghambat dan Rasio C/N

Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunerson and Stuckey, 1986). Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen . Hubungan antara jumlah karbondan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen(C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20-30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat

meningkatkan pH . Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen.

5. Faktor Penghambat

(19)

mg/l; Mg++ dan NH

4+ > 3000 mg/l, sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam

konsentrasi rendah dapat menjadi racun bagi kehidupan bakteri anaerob (Bitton, 1999).

6. Waktu Tinggal

Lama proses atau jumlah hari bahan terproses didalam biodigester. Pada digester tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu bahan akan keluar dengan sendirinya. Misalnya apabila lama proses atau pengisian bahan ditetapkan selama 30 hari, maka bahan akan berada didalam biodigester atau menuju outlet selama 30 hari. Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu, sebagai contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20–30 hari. Sebagian gas diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Fry, 1974), pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa hari ke–10 adalah puncak dari jumlah relatif gas yang diproduksi, setelah hari ke-10 maka produksi gas mulai menurun.

7. Kandungan Bahan Kering

Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas adalah 7-9 % kandungan kering. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob menjadi berjalan dengan baik. Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Misalnya kotoran sapi, mempunyai kadar bahan kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku tersebut perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:1 atau 1:1,5. Adonan tersebut lalu diaduk sampai tercampur rata.

8. Pengadukan

(20)

memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi pengadukan. Pada digester yang berlokasi di Eropa dimana pemanasan diperlukan jika proses dilakukan pada musim dingin, sirkulasiudara juga merupakan proses pengadukan. Pengadukan selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.

BAB III

KESIMPULAN

(21)

Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan, kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami merupakan bagian penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam.

Proses pembuatan biogas melalui 3 tahap yaitu hidrolisis, pembentukan asam dan metanogenik. Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik , bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat dan bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat, hidrogen dan karbondioksida.

Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30–35 0C dan

kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme yaitu: pH, suhu, nutrisi, rasio C/N, Nitrogen penghambat, faktor penghambat, perbandingan bahan kering, pengadukan dan waktu tinggal.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Dyah Wulandani. “Rancang Bangun Konverter Biogas untuk Motor Bensin Silinder Tunggal”. Jurnal Teteknika Pertanian IPB Vol. 28, No. 1 April 2014.

Murjito , “Desain Alat Penangkap Gas Methan Pada Sampah Menjadi Biogas”. Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Malang.

Nurfitri Astuti, dkk. (2014). “Produksi Biogas Dari Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms) Dan Limbah Ternak Sapi Di Rawapening”. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.

Roy Renatha Saputro Dan Rr. Dewi Artanti Putri, “Pembuatan Biogas Darilimbah Peternakan”. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.

Sri Sumarsih. 2003. “Diklat Mikrobiologi Dasar”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Upn Veteran: Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2.1. Alur Reaksi Proses Pembuatan Biogas
Gambar 2.1.  Tahap-tahap Proses Pembuatan Biogas
Tabel  Karakteristik bakteri metanogen
Gambar 2.3. Bakteri Metanogen

Referensi

Dokumen terkait