• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Kekerabatan Masyarakat Arab Kasus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Kekerabatan Masyarakat Arab Kasus"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola hidup masyarakat Arab yang tersusun oleh beberapa instrumen,

seperti faktor agama, faktor sosial, faktor budaya, dan sebagainya. Masyarakat

Arab adalah masyarakat teks yang cenderung mengekspresikan

kebanggaannya melalui syair, sehingga wajar ketika al-Qur’an tetap survive

(eksis) sampai sekarang tanpa perubahan bahasa sedikitpun. Selain itu, alasan

yang paling logis terhadap faktor survivalitas al-Qur’an adalah status quo

masyarakat terhadap prasasti teks.1 Selain itu, pola hidup masyarakat juga

dipengaruhi oleh struktur sosial masyarakat yang memegang teguh

kekerabatan dan klen mereka.

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam

struktur sosial, yang merupakan sebuah jaringan hubungan kompleks

berdasarkan hubungan darah atau perkawinan. Berdasarkan hubungan darah

dapat diambil pengertian bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila

memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga

yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota

kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman,

bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Pada kajian sosiologi-antropologi, ada

beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil

hingga besar. keturunan adalah merupakan unsur yang hakiki serta mutlak

(2)

bagi suatu klan, suku ataupun kerabat yang menginginkan agar garis

keturunannya tidak punah, sehingga ada generasi penerusnya.

Banyak peran sosial kekerabatan yang ada pada masyarakat, yakni

menatalaksana kehidupan rumah tangga, memelihara harta kelompok,

kesatuan dalam mencarai mata pencaharian hidup, melaksanakan gotong

royong, melindungi dan member bantuan kepada warga yang berada dalam

keadaan darurat, membina rasa persatuan kelompok, memelihara

norma-norma dan adat tradisional, menyelenggarakan kehidupan keagamaan dari

seluruh kelompok kesatuan, dan menjadi dasar organisasi politik.2

Pelaksanaan kehidupan rumah tangga mencakup pula hal yang salah satunya

ialah memberi dan menerima warisan.

Maka, pada kesempatan tersebut, penulis akan membahas mengenai

pemikiran Abdullah Ahmed An-Na’im dalam pembaharuan hukum Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur sosial masyarakat Arab ?

2. Bagaimana sistem kekerabatan masyarakat Arab ?

C. Tujuan

1. Mengetahui struktur sosial masyarakat Arab

2. Mengetahui sistem kekerabatan masyarakat Arab

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Sosial Masyarakat Arab

Letak Arab dibagi menjadi bagian yaitu Arab Selatan dan Arab Utara.

Jika ditilik dari sisi genealogis, orang Arab Selatan termasuk keluarga bangsa

Arab asli (A’ribah) yang berasal dari keturunan Qathan. Termasuk dalam

kelompok ini adalah orang-orang Madinah yang mendukung Nabi. Mereka

adalah keturunan dari suku-suku di Yaman. Orang-orang Ghassan di Suriah

Timur dan orang Lakhmi di Hirah (Iraq) adalah orang Arab Selatan yang

berdomisili di Utara. Kebalikan dari Arab Selatan, orang Arab Utara

merupakan masyarakat nomad yang tinggal di rumah-rumah bulu di Hijaz dan

Najed. Mereka menggunakan bahasa Arab yang paling unggul. Peradaban

mereka tidak pernah muncul hingga datangnya Islam.3

Masyarakat Arab sering berpindah-pindah karena melakukan

perdagangan atau alasan lainnya. Meski banyak masyarakat pra Islam yang

nomaden karena perdagangan, banyk dari mereka menetap di daerah tempat

mereka berdagang, namun mereka tetap mempertahankan kesukuan mereka,

serta nama klen mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Wael B. Hallaq berikut:

Tribal societies were not uniform throughout Arabia. While the eastern and central parts of the Peninsula were largely nomadic and did preserve the ancient tribal ties and customary laws, regions of western and southwestern Arabia were often only nominally tribal. It was often the case that nomadic tribes would finally settle on the fringes of sedentary communities, and would maintain their tribal affiliation and even genealogies. But in all other respects, they would be full participants in the sedentary lives of these communities. To argue that Arabia was predominantly nomadic because our sources continued to transmit tribal genealogies is therefore to ignore the more recent evidence concerning a significant movement toward tribal settlement. Yet, this is not to say that, once settled, the tribes of Arabia (even those of the western and

(4)

south-western regions) abandoned their laws and customs. The tribal structure no doubt continued to operate, as evidenced by the fact that it represented one of the major challenges that the new religion of Islam attempted to combat.4

Sistem sosial yang berkembang di Arabia adalah sistem kesukuan yang

bersifat traditional. Dalam sistem tersebut, berlaku aturan-aturan yang sifatnya

terbatas dan hanya berlaku untuk satu komunitas tertentu. Meskipun

menempati wilayah geografis yang sama, namun tidak terdapat kesatuan, baik

dalam politik maupun hukum. Akibatnya, hukum primitif pun berlaku the

survival of the fifttest, suku yang kuat menindas suku yang lemah.

Sistem kesukuan tersebut juga memandang kesatuan tindakan

anggotanya. Setiap perbuatan anggota menjadi tanggung jawab suku secara

kolektif. Jika terjadi pelanggaran atau kriminalitas yang dilakukan oleh

anggota suku, semua anggota wajib bertanggung jawab. Hal tersebut

menunjukkan tidak adanya pengakuan hak individu. Pelaku kriminal tidak

selamanya berkewajiban untuk menjalani hukuman dari perbuatannya. Semua

diserahkan kepada keputusan kepala suku tentang siapa yang menjadi wakil

suku untuk menerima hukuman.

Nilai senioritas bagi masyarakat Arab masih tetap penting hingga

sekarang sebagai indikator status sosial, namun berubahnya pola komunikasi

yang ada sekarang ini menyebabkan peran mereka tidak menonjol seperti

masa-masa yang telah lalu. Nilai tambah seperti ilmu khususnya ilmu agama,

kekayaan, pengalaman, dan jaringan sosial menyebabkan perbedaan posisi

dari para senior ini.

(5)

Umumnya orang Arab dewasa mengetahui silsilah keluarganya

beberapa generasi keatas. Mereka bahkan mengetahui sejarah dari nenek

moyang yang mula-mula membentuk kelompok besar ini. Merupakan hal

yang biasa di rumah keturunan Arab memiliki silsilah keturunan yang

dijadikan hiasan dinding di rumahnya. Pada masyarakat keturunan Arab

tampaknya nama keluarga hanya berperan sebagai identitas seseorang

termasuk dari golongan mana dia berasal. Hal tersebut merupakan ciri dari

negara asal mereka di mana keanggotaan klen merupakan hal yang amat

penting sebagai identitas seseorang, sehingga orang harusnya

bertanggungjawab dan bangga atas nama kelompok yang disandangnya.

B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Arab

Sistem kekerabatan secara bahasa disebut dengan hubungan darah.

Kerabat ialah mereka yang bertalian berdasarkan ikatan darah dengan

seseorang.5 Sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Arab ialah sistem

patrilineal. Sestem kekerabatab patrilineal ialah sistem dimana seseorang itu

selalu menghubungkan dirinya kepada ayahnya dan karena itu termasuk ked

lam klan ayahnya.6 Sistem kekerabatan tersebut lebih condong pada garis

keturunan ayah. Selain itu, anak juga menghubungkan diri dengan kerabat

ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral. Susunan

masyarakat dalam sistem patrilineal yang berdasarkan garis keturunan bapak

(laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai

5 Robert M. Kessing, Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1980), h. 212.

(6)

kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih

banyak.

Adapun sistem kekerabatan patrilineal adalah sistem kekerabatan yang

hubungan keluarga didasarkan pada garis ayah (laki-laki). Adapun ciri-ciri

kekerabatan patrilineal adalah:

1. Pasti menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan besar, seperti klan,

marga dan suku, sama dengan sistem kekerabatan matrilineal;

2. Garis kekeluargaan dihubungkan lewat garis ayah (laki-laki);

3. Bentuk perkawinan adalah exogami, sama dengan matrilineal, bahwa

nikah hanya boleh dengan orang di luar marga/suku/klan. Berarti dilarang

perkawinan antar-satu suku (indogami). Dengan demikian, tidak mungkin

terjadi indogami.7

Perkawinan endogami masih dipertahankan karena dilator belakangi

oleh kebudayaan yang masih dipegang kuat oleh masyarakat keturunan Arab,

kuatnya keinginan untuk tetap mempertahankan identitas dirinya sebagai

keturunan Arab yang dilakukan dengan cara membuat batasan dalam

pemilihan pasangan dalam perkawinan sehingga upaya untuk kemurnian

keturunan darah, kepercayaan dan keamanan harta tetap dijaga. Selain

perkawinan dilakukan atas dasar emosional saling menyukai, peran orang tua

juga memiliki peranan penting dalam proses pemilihan jodoh yaitu dengan

melakukan sistem perjodohan.

Klen besar patrilineal amat jelas eksistensinya pada orang Arab di mana

pun dia berada dan gambaran ini merupakan karakteristik yang dominan dari

(7)

orang Arab di tanah asal mereka. Peran yang paling nyata dari prinsip

patrilineal ini adalah penurunan nama keluarga, sehingga anak laki-laki

memegang peranan penting dalam masyarakat Arab bukan saja sebagai

penerus keturunan, tetapi juga sebagai penerus nama keluarga dari klen besar

mereka. Menurut sistem patrilineal, kedudukan pria lebih menonjol

pengaruhnya dalam pembagian warisan daripada kedudukan wanita sehingga

hanya anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris

Jazirah Arab merupakan sentrum peradaban Islam. Karena di

semenanjung tersebutlah Nabi Muhammad lahir dan al-Qur’an sebagai kitab

pedoman manusia diturunkan. Struktur kekerabatan masyarakat Arab adalah

matriarchal dan patriarchal. Sistem matriarchal ditandai dengan adanya

nama-nama feminine yang disandang beberapa klan.8 Namun yang paling dominan

ialah prinsip patrilineal. Pada pertengahan abad ke 20, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi terutama informasi dan komunikasi berlangsung

sangat cepat. Hal tersebut juga berpengaruh pada perubahan masyarakat.

Begitu pula perubahan sistem masyarakat berdasarkan sistem kekeluargaan

bilateral mulai mempengaruhi sistem kekerabatan masyarakat Islam.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi masyarakat merangsang timbulnya

gerakan-gerakan yang menganut perubahan-perubahan untuk kembali pada

Al-Qur’an serta Sunnah, dibukanya kembali pintu ijtihad, dan ditinggalkan

doktrin taqlid.

Negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah pada masa sekarang

banyak yang melakukan pembaharuan hukum kewarisan dengan metoda

pembaharuan hukum Islam, seperti perundang-udangan tentang kewarisan

(8)

Islam. Kedudukan perempuan dalam hukum kewarisan tersebut telah banyak

diperbaharui, antara lain dengan memberikan warisan kepada cucu dari anak

perempuan yang meninggal lebih dahulu, melalui doktrin fiksi washiyat

wajibah dan waris pengganti.

(9)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarakan pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem sosial yang dianut oleh masyarakat Arab adalah sistem kesukuan

yang bersifat traditional

2. Sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Arab ialah sistem

patrilineal. Sistem kekerabatan tersebut lebih condong pada garis

keturunan ayah.

B. Saran

Perkembangan modern dari struktur sosial masyarakat Arab dapat

memberikan sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Arab. Sehingga

keberagaman sistem kekerabatan masyarakat Arab dapat membantu

memahami berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi keluarga, sistem

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Hallaq, Wael B., The Origins and Evolution of Islamic Law, (New York: Cambridge University Press, 2005).

Hitti, Philip K., History of the Arabs, Terj. R Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi, 2005).

Kessing, Robert M., Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1980).

Khair, Damrah, Hukum Kewarisan Islam, (Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 1991).

Khiruddin Nasution, Arah Pembangunan Hukum Keluarga Indonesia,

(Yogyakarta: Asy-Syaria Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh Person Organization Fit PO-Fit terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada BPRS Bumi Artha Sampang... Untuk

Bagi membangunkan Sistem Sokongan Pembelajaran Kendiri atas Talian bagi topik Growth and Reproduction ini, beberapa ciri dititikberatkan untuk menghasilkan sebuah

Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan

Setiap akhir siklus, dilakukan analisis mengenai kekurangan dan kelebihan penerapan strategi dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga dapat

Salah satu media pembelajaran yang dapat membantu Anak untuk belajar membaca yakni dengan Alat Permainan Edukatif (APE) berbasis Multimedia interaktif,.. dimana peneliti

Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Makassar Utara. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 133.864

Sistem akan menampilkan textbox untuk mengisi kode pengguna dan password. Sistem akan membatalkan proses login dan keluar dari aktivitas yang dilakukan. Kondisi Akhir Jika

Jadi dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching And Learning memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil siswa dalam pembelajaran lay up bola basket.. Dari