BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi
untuk mewujudkan proses perkembangan kualitas potensi peserta didik
tersebut. Perubahan Kurikulum 2013 merupakan awal tahun perubahan
pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia berubah dari
penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP 2006 diganti
menjadi kurikulum 2013. kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada
kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah; (2) manusia terdidik yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga Negara yang demokratis, bertanggung
jawab. Kurikulum 2013 memfokuskan mengembangkan keseimbangan antara
pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja
sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik serta menggunakan
pembelajaran tematik integratif.
Prinsip kurikulum 2013 sudah ideal, dan mampu menjadi alternatif
solusi bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan ke depan, namun
pelaksanaan kurikulum 2013 belum maksimal dan banyak masalah yang
dihadapi dalam penerapannya. Adapun masalah yang dihadapi diantaranya
kurikulum 2013 bertentangan dengan UU No 20 tahun 2003 yang berisi
tentang Sistem Pendidikan Nasional hal ini karena penekanan pengembangan
kurikulum hanya didasarkan pada aspek orientrasi pragmatis. Selain itu
kurikulum 2013 sendiri tidak didasarkan pada aspek evaluasi dari
pelaksanaan sistem KTSP di tahun 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa
saja membingungkan guru dan pemangku pendidikan, guru sebagai elemen
penting juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses upaya
dan siswa tersebut mempunyai kapasitas yang sama. Tidak adanya
keseimbangan antara orientasi dari proses pembelajaran dengan hasil dalam
kurikulum 2013 itu sendiri, pendistribusian buku yang terlambat, kesiapan
pelaksanaan penerapan kurikulum 2013 yang kurang maksimal, sarana dan
prasarana yang kurang memadai, tidak semua sekolah mampu menyediakan
fasilitas yang bisa menunjang keberhasilan pembelajaran pada kurikulum
2013, dan belum ada kejelasan tentang kapan buku-buku itu akan disalurkan
atau sampai ke sekolah, sistem penilaian yang memiliki terlalu banyak aspek,
pelatihan-pelatihan yang menjelaskan tentang kurikulum 2013 yang berbeda
antara pelatihan pertama, kedua, dan ketiga. Seharusnya sebelum diterapkan,
terlebih dahulu menyiapkan guru-guru bukan hanya dari segi teknis
penerapan kurikulum 2013 dalam hal pembelajaran.
Dengan adanya berbagai kekurangan dan kendala yang dihadapi pada
penerapan kurikulum 2013, maka pemerintah mengambil kebijakan baru
untuk menghentikan sementara kurikulum yang diterapkan sekarang ke
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang diterapkan pada
tanggal 5 Desember 2014 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis
Bawedan. Perubahan pelaksanaan kurikulum 2013 ke Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 terjadi karena banyak kendala yang
ditemukan pada proses penerapan Kurikulum 2013, antara lain menurut
menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan Kurikulum 2013 terlalu
dipaksakan pelaksanaan dan penerapannya. Pada penerapan kurikulum 2013
banyak terjadi masalah antara lain pendistribusian buku yang tidak sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan, kurikulum 2013 tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, dan kesiapan pelaksanaan penerapan kurikulum 2013
yang kurang maksimal sedangkan kurikulum 2006 memberikan peluang
kepada sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri selain menggunakan
kurikulumnya sendiri selain menggunakan kurikulum nasional.
Perubahan kurikulum di Indonesia kembali lagi ke Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, ini berarti kebijakan pemerintah mengubah
yang semula tematik integrative berubah menjadi mata pelajaran. Perbedaan
mencolok kurikulum 2013 dengan kurikulum-kurikulum lama yaitu
penyajian pembelajaran menggunakan tema tidak lagi mata pelajaran, fokus
tujuan pembelajaran kurikulum 2013 yang mengutamakan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan kurikulum-kurikulum
sebelumnya yang lebih mengutamakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan,
serta penggantian Standar Kompetensi (SK) menjadi Kompetensi Inti (KI).
Karena tujuan pembelajaranya menggutamakan sikap maka dalam kurikulum
2013 ini proses pembelajaranya haruslah berbeda dari kurikulum-kurikulum
sebelumnya yang lebih menggutamakan pengetahuan. Misalnya saja saat
mereka akan dihadapkan dengan perhitungan harga (Matematika), aneka
ragam makanan sehat (IPA), konsep tawar menawar harga (IPS), kejujuran
dalam menimbang (Agama) dan beberapa materi pelajaran lainnya. Melalui
pembelajaran tematik proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam
suatu peristiwa atau objek juga lebih terorganisir. Kenyataan di lapangan
fokus anak untuk memahami suatu konsep terpecah-pecah.
Berdasarkan hasil observasi penulis dari beberapa siswa, peneliti masih
melihat proses pembelajaran yang belum menerapkan metode pembelajaran
yang memiliki potensi untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA. Pemahaman materi IPA sendiri dapat diperoleh melalui
aktivitas belajar yang menarik dan menyenangkan sehingga tujuan
pembelajaran dapat dinyatakan berhasil apabila siswa mampu memahami
konsep materi yang dipelajarinya. Penerapan IPA di Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 merupakan disiplin ilmu dan penerapannya
dalam kehidupan bermasyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting.
IPA bukan saja hanya untuk memahami pengetahuan tentang fakta-fakta,
konsep-konsep, dan pengertian IPA saja, tetapi juga mengembangkan
keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap ilmiah yang diperlukan
mengembangkan pengetahuan itu. IPA melatih anak berfikir kritis, meskipun
Menurut PERMEN No. 22 Tahun 2006, tujuan dari pembelajaran IPA itu
sendiri antara lain: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya ; 2)
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diciptakan dalam kehidupan sehari-hari; 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan teknologi dan
masyarakat ; 4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan ; 5)
meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam ; 6) meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam semesta dan segala keteraturanny sebagai salah satu ciptaan
Tuhan ; 7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.
Dalam kurikulum IPA disediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami konsep dan proses pengetahuan alam dan menekankan agar
peserta didik menjadi pelajar yang aktif. Belajar merupakan suatu proses aktif
dari siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang
hanya transfer ilmu dari guru kepada siswa. Oleh karena itu tugas guru di
kelas tidak hanya sekedar menyampaikan informasi demi pencapaian tujuan
pembelajaran, tetapi juga menciptakan pengalaman belajar siswa. Guru harus
berupaya agar kegiatan di kelas dapat memberikan kesempatan yang
seluas-seluasnya bagi pengalaman siswa.
Belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar,
namun kenyataannya masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dari
hasil observasi pada pembelajaran dikelas IV SD Negeri Kalisari 3
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, pembelajaran IPA masih
berpusat pada guru. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya
kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru
dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa kurang berperan dan pasif.
menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mereka
butuhkan. Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, masih banyak
siswa yang asyik bermain sendiri dan berbincang-bincang dengan temannya
tanpa memperhatikan penjelasan dari guru karena siswa merasa jenuh dalam
mengikuti pembelajaran.
Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
yang masih rendah, dibuktikan dengan hasil ulangan formatif IPA yang
diprogramkan guru untuk siswa. Masih banyak siswa yang mendapat nilai di
bawah kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 60. Dari 30 siswa yang mengikuti
ulangan tersebut masih 21 siswa atau 70% dari jumlah siswa yang belum
mencapai KKM. Kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran
dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa yang
terjadi dapat mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan IPA di
sekolah dasar sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih
tinggi, disamping kemampuan dan kemauan untuk belajar terusmenerus
sepanjang hayatnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan peningkatan
kualitas proses pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Dalam hal ini guru memegang peranan yang sangat penting
untuk memberikan suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa
turut aktif dalam suatu kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah yang dapat
ditempuh antara lain memperbaiki kegiatan pembelajaran dengan
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang lebih interaktif, artinya ada
komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Guru tidak hanya melakukan
transfer ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa juga harus aktif.
Peserta didik yang aktif dalam mengikuti pembelajaran, akan
mencapai hasil belajar yang optimal dibandingkan dengan peserta didik yang
pasif.oleh karena itu, guru harus mempu menciptakan pembelajaran yang
melibatkan peserta didik secara aktif untuk mencapai kompetensi yang telah
ditentukan. Salah satunya dengan menerapkan pembelajaran Group
menyenangkan (PAKEM), serta pembelajaran kooperatif yang
mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. PAKEM dirancang untuk mengaktifkan dan mengembangkan
kreativitas anak. Dengan diterapkannya pembelajaran group investigation
(GI) pada pembelajaran IPA maka peserta didik dapat lebih bersemangat dan
aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar serta hasil belajar yang
didapat menjadi lebih maksimal.
Metode pembelajaran yang kompleks dengan siswa bekerja dalam
sebuah kelompok yang heterogen dan untuk setiap kelompok terdiri dari 5-6
orang untuk menginvestigasi suatu topik yang berbeda pada setiap kelompok
dan menggunakan skill berpikir dalam memecahkan topik yang diberikan.
Pembelajaran Group Investigation dapat mengubah peran guru dari
peran terpusat ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan
demikian peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa
semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan
permasalahan yang dianggap sulit sekalipun.
Penerapan pembelajaran group investigation dinilai lebih memudahkan
siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan
model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru, pada
pembelajaran group investigation siswa perlu berkomunikasi satu sama lain.
Sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa hanya duduk
berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya sehingga siswa
merasa bosan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini penulis memberi
judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Metode Group Investigation (GI) Pada Siswa Kelas IV SD
1.2Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang dihadapi kelas IV dalam pembelajaran IPA antara lain:
a. Hasil belajar siswa masih rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam
memahami materi pelajaran IPA, dibuktikan dengan hasil belajar siswa
yang masih rendah atau banyak yang berada dibawah KKM yaitu 60.
b. Pembelajaran bersifat informatif atau hanya transfer ilmu pengetahuan dari
guru ke siswa sehingga siswa belum terlibat aktif dalam proses
pembelajan.
c. Banyak siswa yang ramai, bicara sendiri, bermain, bahkan ramai bersenda
gurai tanpa memperhatikan guru yang sedang memberikan penjelasan.
1.3Cara Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dari permasalahan tersebut adalah dengan
menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk menumbuhkan keaktifan
belajar sehingga mewujudkan hasil belajar siswa yang maksimal pada mata
pelajaran IPA. Pembelajaran yang dimaksud adalah dengan pembelajaran
Group Investigation pada mata pelajaran IPA.
Dengan menerapkan salah satu model pembelajaran yang ada yaitu model
pembelajaran Group Investigation, proses pembelajaran akan menjadi lebih
efektif karena dalam kegiatannya guru menyuguhkan pembelajaran yang
kreatif dan menyenangkan. Siswa juga terlibat langsung dalam proses belajar
mengajar, dengan mudah dapat melakukan interaksi dengan teman-temannya
selama proses pembelajaran sehingga tidak merasa bosan. Masalah yang
dihadapi bersama akan dipecahkan bersama dan disimpulkan bersama, guru
hanya berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Interaksi belajar yang terjadi dominan interaksi siswa
lainnya, karena dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antar kelompok
dan interaksi antar siswa untuk membahas siswa dan jawaban sehingga dapat
meningkatkan antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa
terlibat aktif selama proses pembelajaran. Dengan menerapkan pembelajaran
group investigation, siswa benar-benar mmberdayakan potensinya untuk
permasalahan ke dalam kelompoknya sehingga hal ini akan berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Kalisari 3
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran
2014/2015.
2. Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode group
investigation dalam meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV
SD Negeri Kalisari 3 Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan semester
II tahun pelajaran 2014/2015.
1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.51 Penelitian bertujuan untuk:
1. Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif dengan
metode Group Investigation pada siswa kelas IV SD Negeri Kalisari 3
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran
2014/2015.
2. Mendiskripsikan pembelajaran kooperatif dengan metode group
investigation dalam meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV
SD Negeri kalisari 3 Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan semester
II tahun pelajaran 2014/2015.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
a. Menambah kajian teori hasil belajar khususnya dalam
pembelajaran IPA.
b. Menambah kajian teori tentang implementasi pembelajarn Group
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Siswa lebih aktif selama proses belajar mengajar dan dapat
mengidenifikasi permasalahan dalam kerja kelompok sehingga
siswa dapat berkomunikasi dan saling bertukar pengetahuan
terhadap materi pembelajaran kepada kelompok belajarnya dan
terjalin interaksi yang baik dalam pelajaran IPA ehingga
meningkatkan hasil belajar IPA.
b. Bagi guru
Menambah wawasan untuk memperbaiki pembelajaran IPA
melalui pemilihan model pembelajaran kooperatif metode group
investigation dalam mengajar dan menambah pemahaman yang di
ajarkan.
c. Bagi sekolah
Sebagai dasar untuk melakukan sepervisi kepada guru khususnya
dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan sebagai acuan untuk
mengembangkan proses belajar mengajar untuk meningkatkan