REPELITA IV- DAN KONDISI EKONOMI INDONESIA YANG MENYERTAI
A. Kerangka Rencana Dan Pembiayaan Pembangunan
Pembangunan nasional sebagai salah satu pengalaman dari pancasila yang dilaksanakan secara bertahap di dalam rangkaian repelita-repelita tertentu, Seperti halnya dengan Repelita III yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari Repelita II, maka Repelita IV juga merupakan kelanjutan dan peningkatan dari Repelita III dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
Garis-garis Besar Haluan Negara juga secara khusus mengamanatkan bahwa dalam Repelita IV harus diusahakan terciptanya kerangka landasan bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus, yang kemudian landasan ini dimantapkan di Repelita V, sehingga dalam Repelita VI nanti bangsa Indonesia sudah benar-benar dapat tinggal landas untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang kita cita-citakan, yakni masyarakat adil dan makmur yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Ini berarti bahwa terciptanya landasan yang kuat yang merupakan sasaran Utama Pembangunan Jangka Panjang diharapkan telah dapat dicapai pada akhir Repelita V. Sebagaimana digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, sasaran Utama Pembangunan Jangka Panjang itu meliputi bidang Ekonomi, Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya, Politik.
B. Kebijaksanaan Moneter Dan Perkreditan
secara bersama mengusahakan tercapainya sasaran-sasaran Repelita IV, terutama dalam mewujudkan ketiga unsur dari Trilogi Pembangunan. Oleh karena itu, sasaran-sasaran tersebut juga merupakan sasaran yang diusahakan tercapainya dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter untuk Repelita IV.
Dengan bekal sistem moneter termasuk lembaga-lembaga keuangan yang telah diciptakan dalam Repelita-repelita terdahulu, kebijaksanaan moneter dan perkreditan merupakan sarana untuk pembentukan tabungan masyarakat dan pengarahan penggunaannya untuk pembangunan. Bersama-sama dengan tabungan Pemerintah serta penyisihan keuntungan perusahaan dan bentuk-bentuk tabungan lain, tabungan masyarakat lewat lembaga-lembaga keuangan merupakan dana-dana yang terkumpul dari dalam negeri. Dan semua ini bersama dengan dana yang berasal dari luar negeri, lewat penanaman modal langsung, bantuan dan pinjaman, merupakan keseluruhan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan investasi dalam pembangunan nasional.
C. Pembangunan Daerah
Selain pembahasan di atas di dalam Repelita IV, usaha dan kegiatan pembangunan daerah yang telah dilaksanakan dalam Repelita III akan dilanjutkan dan makin ditingkatkan. Dalam hubungan ini Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan arah pokok pembangunan daerah dalam Repelita IV sebagai berikut :
a. Pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu dilaksanakan dengan selaras, sehingga pembangunan sektoral yang berlangsung di daerah-daerah benar-benar sesuai dengan potensi dan prioritas daerah, sedang keseluruhan pembangunan daerah juga benar-benar merupakan satu kesatuan, demi terbinanya Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan di dalam mewujudkan tujuan nasional.
b. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang lebih merata di seluruh tanah air, diusahakan keserasian laju pertumbuhan antar daerah dan di dalam masing-masing daerah. Untuk itu perlu ditingkatkan kelancaran perhubungan baik di satu daerah atau pulau maupun antar daerah dan antar pulau. Khususnya perlu diberikan perhatian daerah-daerah kepulauan yang terpencil dan daerah-daerah yang lebih besar kepada pembangunan daerah-daerah yang relatif terbelakang, perbatasan. Di samping itu perhatian perlu tetap diberikan kepada daerah-daerah minus dan daerah-daerah padat penduduk antara lain untuk mengurangi arus perpindahan penduduk ke kota-kota besar. Dalam rangka itu perlu makin ditingkatkan kemampuan aparat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan di daerah-daerah.
sumber-sumber keuangan baru yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam rangka ini kemampuan serta perbaikan aparatur pemerintahan di daerah perlu terus ditingkatkan baik aparatur otonom maupun aparatur vertical guna mewujudkan otonomi daerah secara lebih nyata dan bertanggung jawab.
d. Dalam melaksanakan pembangunan, masing-masing daerah perlu lebih meningkatkan kesadaran dan kemampuan penduduknya untuk memanfaatkan serta memelihara kelestarian berbagai sumber alam, mengatasi berbagai masalah yang mendesak dan membina lingkungan pemukiman yang sehat. Untuk itu perlu ditingkatkan usaha penyuluhan dan peningkatan ketrampilan penduduk.
e. Koordinasi fungsional perwilayahan dan kerjasama pembangunan antar daerah perlu lebih ditingkatkan untuk lebih melancarkan pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan-kegiatan pembangunan.
f. Perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak langsung diperuntukkan bagi pembangunan pedesaan, seperti bantuan-bantuan Inpres dan sebagainya.
g. Pembangunan perkotaan perlu dilakukan secara berencana dengan lebih memperhatikan keserasian hubungan antara kota dengan lingkungan dan antara kota dengan daerah pedesaan sekitarnya, serta keserasian pertumbuhan kota itu sendiri.
h. Dalam rangka peningkatan efisiensi pelaksanaan pembangunan daerah dan peningkatan administrasi Pemerintah Daerah, maka untuk daerah-daerah tertentu perlu ditata kembali batas-batas administratif dari daerah-daerah yang bersangkutan.
relatif masih tinggi di berbagai daerah dan penyebarannya yang kurang seimbang. Penduduk Pulau Sumatera diperkirakan meningkat dari 31,0 juta pada tahun 1983 menjadi 36,0 juta pada tahun 1988, penduduk Pulau Jawa meningkat dari 96,9 juta menjadi 106,0 juta, penduduk Kalimantan dari 7,4 juta menjadi 8,4 juta, penduduk Sulawesi dari 11,1 juta menjadi 12,3 juta, Bali dan Nusa Tenggara dari 8,9 juta menjadi 9,8 juta, Maluku dan Irian Jaya dari 2,8 juta menjadi 3,1 juta. Demikian juga kepadatan penduduk per km2 di berbagai pulau dan propinsi diperkirakan akan meningkat selama Repelita IV. Kepadatan penduduk per km2 di Sumatera diperkirakan meningkat dari 66 orang pada tahun 1983 menjadi 76 orang pada tahun 1988, di Jawa dari 733 orang menjadi 801 orang, di Kalimantan dari 14 orang menjadi 16 orang, di Sulawesi dari 59 orang menjadi 65 orang, di Bali dan Nusa Tenggara dari 101 orang menjadi 111 orang, di Maluku dan Irian Jaya dari 5 orang per km2 menjadi 8 orang pada waktu yang sama.
Kebijaksanaan pembangunan selama Repelita IV di berbagai daerah perlu memperhitungkan secara cermat perkiraan keadaan kependudukan ini. Penyebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan di satu pihak ada daerah-daerah yang terlampau padat penduduknya dengan pengangguran tenaga kerja, dan di pihak lain ada daerahdaerah yang proses pembangunannya terhambat karena kekurangan tenaga kerja, baik dalam jumlah maupun dalam ketrampilan ser ta keahliannya. Daerah-daerah yang secara relatif masih terbelakang pada umumnya adalah daerah-daerah yang kurang penduduknya, sehingga kekurangan tenaga kerja untuk mengolah keka Kebijaksanaan pembangunan selama Repelita IV di berbagai daerah perlu memperhitungkan secara cermat perkiraan keadaan kependudukan ini.
D. Tugas Repelita IV
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan
Pada tahun-tahun terakhir Repelita IV, perekonomian Indonesia semakin
dibebani dengan meningkatnya hutang luar negeri sebagai akibat depresiasi
mata uang dollar Amerika Serikat terhadap Yen dan DM kurang lebih sebesar
35%. Namun dalam situasi sulit seperti ini, APBN tahun 1987/1988 naik kurang
lebih 6,6% di bandingkan dengan anggaran sebelumnya. Penyebab utamanya
adalah bahwa negara minyak sudah meningkat pada tingkat rata-rata US$ 15
per barel. Yang juga sedikit menggembirakan adalah pada tahun 1987 ekspor
non-migas telah dapat melampaui ekspor migas. oleh para pengamat naiknya
ekspor non-migas ini disambut dengan dua pandangan. Di satu pihak
beranggapan bahwa meningkatnya ekspor non-migas ini disebabkan karena
deregulasi yang selama ini secara intensif dilakukan, namun pengamat yang
lain berpendapat bahwa naiknya ekspor non-migas ini disebabkan karena
depresiasi dollar Amerika terhadap Yen dan DM, karena ternyata ekspor
indonesia ke Jepang dan Jerman Barat merupakan bagian tindakan kecil dari
keseluruhan ekspor Indonesia. Pengamatan masih perlu dilakukan untuk
menyusun kebijakan. Namun yang pasti bahwa target pertumbuhan sebesar
DAFTAR PUSTAKA
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5968/ www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5852 /
www.bappenas.go.id/node/42/1720/ repelita - iv ---buku-iii/
http://dianae.blog.com/2011/03/09/dampak-repelita-terhadap-perekonomian-indonesia/ Suroso,P.C.1997. Perekonomian Indonesia.Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Nama : Abd. Wafi