• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

# Ko re sp o nd e nsi: Ke lo m p ok Ke ilm uan Ge net ika d an Bio t e kno lo gi Mo le kule r, Se ko lah Ilm u d an Te kno lo gi Hayat i, Inst it ut Te kno lo gi Band ung. Jl. Gane sha No .10, Lb. Siliwangi,

Co blo ng, Ko t a Band un g, Jawa Barat 40132 Te l. + 62 898 93 87809

E-m ail: anni sa.fi t r i ah.f ai sal @ gmai l .com

Tersedia online di: ht t p://ej ournal-balit bang.kkp.go.id/index.php/j ra

DETEKSI DINI Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) PADA UDANG VANAM E

(Litopenaeus vannamei) M ENGGUNAKAN M ETODE PCR (POLYM ERASE CHAIN REACTION)

Annisa Fitriah Faisal# dan Adi Pancoro

Kelompok Keilmuan Genetika dan Bioteknologi Molekuler, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No.10, Lb. Siliwangi, Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40132

(Naskah dit erima: 9 Juli 2018; Revisi final: 9 November 2018; Diset ujui publikasi: 9 November 2018)

ABSTRAK

Sejak akhir tahun 2014, wabah kotoran putih atau yang sering disebut juga WFD (Whit e Feces Disease), merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada petambak udang di Indonesia. Wabah ini diketahui disebabkan oleh Ent erocyt ozoon hepat openaei (EHP) dan telah mengakibatkan retardasi pertumbuhan hingga kematian pada udang. Hingga saat ini, penyakit WFD dapat dideteksi dengan cara uji histologi, hibridisasi in sit u, dan PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode deteksi dini penyakit EHP pada udang vaname dengan metode PCR melalui perancangan primer yang spesifik dan sensitif. Pada penelitian ini dilakukan isolasi EHP pada udang vaname yang terinfeksi, kemudian dideteksi dengan metode PCR yang mentarget SWP (spore wall prot ein) dari EHP serta pengujian spesifitas dan sensitivitasnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa EHP dapat diisolasi dari udang yang terinfeksi dan dapat didesain dua pasang primer yaitu SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 yang mentarget spore wall prot ein EHP. Kedua primer ini dapat digunakan untuk deteksi EHP menggunakan PCR, dengan produk PCR pada primer SWP-EHP1 yaitu 398 bp dan primer SWP-EHP3 sebesar 415 bp, serta nilai suhu annealing optimal pada 48oC.Hasil pengujian sensitivitas primer, diketahui bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga jumlah DNA target sebanyak 7,74 x 102 kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 102 kopi.

KATA KUNCI: udang vaname; WFD; Enterocytozoon hepatopenaei; PCR

ABSTRACT: Detection of EHP (Ent erocyt ozoon hepat opanaei) from whiteleg shrimp (Lit openaeus vannamei) by Polymerase Chain Reaction (PCR) method. By: Annisa Fitriah Faisal and Adi Pancoro

Since 2014, whit e feces disease (WFD) is one of t he emerging problems for whit eleg shrimp farming indust ries in Indonesia. This out break is known t o be caused by Ent erocyt ozoon hepat openaei (EHP) infect ion t o shrimp. EHP infect ion result ed in growt h ret ardat ion t o a mass mort alit y in shrimp. To dat e, WFD can be det ect ed by hist ology, in sit u hybridizat ion and PCR. This st udy aimed t o obt ain an early det ect ion met hod of EHP on whit eleg shrimp by PCR met hod t hrough specific and sensit ive primers design. In t his st udy, we isolat ed t he DNA of EHP from infected whiteleg shrimp, t hen det ect ed by PCR met hod which t arget ed spore wall prot ein (SWP) from EHP as well as sensit ivit y and specificit y t est ing. As a result , EHP can be isolat ed from infect ed shrimp and can be designed 2 pairs of primers (SWP-EHP1 and SWP-EHP3) t arget ing spore wall prot ein of EHP. These primers could be used for EHP det ect ion using PCR, wit h PCR product s from primers SWP-EHP1 was 398 bp and from SWP-EHP3 primers was 415 bp, wit h an optimum annealing t emperat ure of 48oC. Primers sensit ivit y t est result s revealed t hat primers SWP-EHP1 could det ect EHP t o

7.74 x 102 copies while t he primers SWP-EHP3 could det ect up t o 16.2 x 102 copies.

(2)

PENDAHULUAN

Udang vaname merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan andalan Indonesia yang memiliki nilai jual tinggi. Komoditas ini berkontribusi besar dalam perolehan devisa negara dengan t otal nilai ekspor perikanan mencapai 30-55%. Pada tahun 2011 hingga 2014 volume ekspo r udang Indo nesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 158.062 t o n de ngan nilai eksp o r US$ 1.30 9.6 74 m enjadi se b e s ar 1 9 6 .6 2 3 t o n d e n ga n n ila i e ksp o r US$ 2.140.862 (Aristiyani, 2017). Meningkatnya volume ekspo r udang juga sejalan dengan meningkat nya produksi udang setiap tahunnya. Menurut data Dirjen Perikanan Budidaya (2014), produksi udang vaname selama lima tahun terakhir dari tahun 2010-2014 terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 20,49%.

Seiring dengan meningkat nya pro duksi udang, kegiatan budidaya komoditas ini tidak terlepas dari berbagai masalah terut ama yang disebabkan o leh adanya infeksi penyakit. Penyakit udang merupakan salah sat u masalah bagi pembudidaya udang dan menjadi faktor pembatas bagi pengembangan budidaya udang (Selvin et al., 2015). Pada lima tahun terakhir ini, Ent er ocyt ozoon hepat openaei (EHP) m erupakan parasit mikrosporidian yang bertanggung jawab dalam t erjadinya wabah WFD (W hit e Feces Disease) yang mengakibatkan penghambatan pert umbuhan pada udang hingga kemat ian (Rajendran et al., 2016 ). Penyakit ini baru teridentifikasi pada tahun 2009 di Thailand dan saat ini telah menyebar ke beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Beberapa wilayah yang terkena dampak wabah WFD di Indone-sia di antaranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Bali, Lombok, dan Sulawesi (Tang et al., 2016). Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh in fe ksi EHP in i se m akin b e rk e m b a n g s e h in gga dianggap menjadi ancaman bagi indust ri budidaya u d a n g d i t a n a h a ir. Maka d a r i it u d ip e r lu ka n pengembangan metode diagnosis yang spesifik dan s e n s it if ag a r p a t o g e n d a p at d im o n it o r d a n ditanggulangi dengan cepat.

Saat ini, sudah dikembangkan metode deteksi EHP pada udang melalui uji histologi, hibridisasi in sit u dan PCR. Metode deteksi PCR yang telah ada yaitu mentarget gen 18S rRNA EHP yang memungkinkan memberikan hasil positif palsu dikarenakan reaktivitas silang. Pada penelit ian ini dilakukan perancangan primer spesifik untuk uji PCR EHP pada udang dengan mentarget SWP (Spore Wall Prot ein) yang terdapat pada EHP. SWP d ike t ah u i m e m ilik i fu n g s i m e n ja g a m o rfo lo gi sp o ra d an ce kam an lingkun gan se rt a m e miliki p eran an p e nt in g d alam p ro se s in feksi terhadap sel inang (Yang et al., 2014). Berdasarkan hal t erse b ut m aka t u ju an dari pe n elit ian in i adalah

melakukan upaya det eksi keberadaan infeksi EHP secara dini dengan merancang primer spesifik dan sensitif untuk uji PCR pada udang vaname.

BAHAN DAN M ETODE

Perancangan prim er (in silico)

Perancangan primer dilakukan melalui studi in silico dimulai dengan mengumpulkan semua sekuen spore wall protein Enterocytozoon hepatopenaei (SWP EHP) yang t e rd ap at p ad a d at ab ase Gen Ban k NCBI (h t t p s:// dengan memilih sekitar 18-23 sekuen nukleotida pada daerah yang lestari yang ditentukan berdasarkan hasil p e n se jaja ran ke t u ju h s e ku e n SWP EHP. Prim e r dirancang menjadi 2 pasang yang setiap pasangnya diberi kode primer SWP-EHP1 dan primer SWP-EHP3.

Persiapan Sam pel

Samp e l ud an g van am e yan g d igu n akan pad a penelitian ini sebanyak 24 ekor, diperoleh dari LP2IL (Lo ka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan), Serang. Sementara untuk pengujian spesifitas primer digunakan sampel kepiting yang berasal dari perairan di Lampung dan lobster yang berasal dari perairan di Sukabumi. Sampel yang telah didapatkan t ersebut masing-masing di ambil bagian o rgan insang dan hepatopankreas sekitar 10-30 mg dan diawetkan pada larutan fiksatif berupa ethanol 85% sebagai persiapan untuk isolasi DNA.

Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Ge-no mic DNA Mini Kit (Geneaid). Hasil iso lasi DNA kemudian dilakukan pengujian kualitas dan kuantitas DNA nya dengan elektroforesis dan spektrofotometer.

Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

Reaksi PCR dilakukan menggunakan kedua primer hasil desain pada tahap sebelumnya dan menggunakan kit MyTaqTM HS Red Mix (BioLine). Sebanyak 1 L DNA

hasil isolasi dimasukkan ke dalam tabung 0,2 mL berisi 12,5 L My Taq HS Red Mix; 0,5 L Primer-F (20 M); 0,5 L Primer-R (20 ìM); dan 10,5 L ddH2O hingga volume reaksi PCR sebanyak 25 L. Siklus PCR dimulai dengan denat urasi awal pada suhu 95oC selama 1

menit, sebanyak 1 siklus. Kemudian denaturasi pada suhu 95oC selama 15 detik. Proses annealing optimal

pada suhu 48oC selama 15 detik. Proses selanjutnya

(3)

10 detik serta ekstensi akhir pada suhu 72oC selama

7 menit . Proses denat urasi hingga ekst ensi akhir d ila k u ka n se b a n ya k 3 0 s ik lu s. Has il PCR dielektrofo resis selama 30 menit dengan tegangan 70 vo lt dan divisualisasi dengan menggunakan UV Transilluminator.

Uji Spesifit as Prim er

Uji Spesifitas primer dilakukan dengan pengujian PCR t erhadap DNA cet akan sam pel selain ud ang vaname yaitu organ insang dan hepatopankreas dari kepiting dan lobster. Hasil yang diperoleh dapat dilihat berdasarkan keberadaan pita DNA pada rentang ukuran 398 bp ataupun 415 bp, sesuai dengan ukuran produk PCR masing-masing primer.

Uji Sensit ivitas Prim er

Pengujian sensit ivitas primer dilakukan dengan mengkloning produk PCR SWP-EHP yang diperoleh dari hasil PCR menggunakan primer-primer di atas. Vektor kloning yang digunakan yaitu vektor pGEM®

-T Easy. Proses kloning meliputi 3 tahap utama yaitu: persiapan produk sekuen DNA yang akan diligasi, pro ses ligasi ke dalam vekt or kloning yait u vektor pGEM®-T Easy kemudian dilakukan transformasi pada

sel kompeten E. coli DH5. Terdapat dua plasmid hasil konstruksi yaitu pGEM-EHP1 dan pGEM-EHP3. Metode transformasi yang digunakan yaitu dengan metode kejut panas.Hasil transformasi dikultur pada medium LB padat yang telah mengandung Ampisilin 100 ìg/mL, IPTG (100 mM), dan x-gal (50 g/mL) selama 16 jam. Ko n firmasi ke b erh asilan t ransfo rm asi d ilaku kan d e ngan PCR ko lo n i. Ko lo n i yan g d id u ga p o sit if membawa fragmen gen sisipan dikultur kembali pada medium LB cair yang mengandung Ampisilin 100 ìg/ m L s e lam a 1 6 jam . Pla s m id d iis o la s i d e n g a n menggunakan Prest o Mini Plasm id Kit (Geneaid). Konstruk plasmid dikonfirmasi kembali dengan reaksi p e m o t o n ga n m e n g g u n ak a n Fas t Dige s t EcoR1 (Thermo Scient ific) dan sekuensing menggunakan primer universal SP6 dan primer T7 (Macrogen, Ko -rea). Sekuen hasil pembacaan kemudian dilakukan p e n s e jaja r an p ad a sit u s NCBI (h t t p s:// blast .ncbi.nlm.nih.go v/Blast .cgi). Plasmid dihit ung dengan rumus bilangan Avogadro kemudian dilakukan serial pengenceran untuk digunakan pada pengujian sensitivitas primer. Pengenceran dilakukan hingga 10 kali. Masing-masing plasmid digunakan 1 ìL sebagai tempat untuk dilakukan pengujian PCR.

HASIL DAN BAHASAN

Perancangan Prim er

Perancangan primer unt uk uji PCR pada udang van am e yan g t e rin fe ksi EHP d ila ku kan d e n gan

mentarget SWP (Spore Wall Prot ein) yang terdapat pada EHP. SWP merupakan bagian protein dinding spora yang dimiliki oleh EHP yang bersifat resisten terhadap lingkungan dan berfungsi menjaga morfologi spora. Protein ini diketahui terlibat dalam interaksi inang-patogen pada penambatan spora terhadap permukaan sel inang heparin selama proses infeksi terhadap sel inang (Jaroenlak et al., 2018; Yang et al., 2014). Langkah pertama pada perancangan primer dimulai dengan pencarian semua sekuen SWP EHP yang terdapat pada database (Tabel 1).

Semua sekuen SWP EHP yang diperoleh kemudian dilakukan pensejajaran dan sekuen primer dipilih se kit ar 1 8 -2 3 se ku e n d a ri d ae rah yan g le s t ari. Perancangan primer yang tepat dan spesifik merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan d ari re aksi PCR t e rut am a yang be rt u juan u n t u k mendeteksi penyakit. Primer dirancang sebanyak dua pasang yaitu primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 (Tabel 2). Masing-masing primer dirancang berdasarkan pa-rameter primer yang baik. Menurut Lo renz (2012), parameter primer yang baik meliputi panjang primer yang terdiri atas sekitar 17-30 nukleotida, kandungan GC ideal yait u 50%, t idak ada sekue n nukleo t ida t unggal yang berulang 3-4 kali, t idak membentuk struktur sekunder maupun hairpin, tidak komplemen antara dua primer dan perbedaan nilai Tm (melt ing t em-perat ure) antara primer forward dan reverse tidak lebih dari 5oC.

Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

Produk PCR yang dihasilkan menggunakan primer SWP-EHP1 yaitu berukuran 398 bp, sedangkan primer SWP-EHP3 yaitu 415 bp. Elektroferogram hasil PCR pada semua sampel dengan menggunakan masing-masing primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Jumlah keseluruhan sampel u d a n g van am e ya n g d id ap a t kan yait u 2 4 e ko r. Berdasarkan hasil PCR yang dipero leh, 12 sampel t ernyat a dinyat akan po sit if t erinfeksi EHP dan 12 sampel lainnya negatif EHP. Kedua belas sampel yang dinyatakan positif EHP tersebut di antaranya sampel no 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, dan 21 sedangkan yang negatif EHP yaitu sampel no 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 15, 20, 22, 23, dan 24. Hasil PCR yang d ip e r o le h in i sa m a a n t ar a h a s il PCR d e n g a n menggunakan primer SWP-EHP1 maupun SWP-EHP3.

Uji Spesifit as Prim er

(4)

Tabel 1. Sekuen spor e wall prot ein Ent erocyt ozoon hepat openaei yang terdapat pada database NCBI

Table 1. Ent erocyt ozoon hepat openaei spore wall prot ein sequences from NCBI

Tabel 2. Perancangan primer SWP EHP untuk deteksi dini EHP dengan metode PCR Table 2. SWP EHP primer design for early det ect ion of EHP by PCR met hod

Gambar 2. Elektroferogram hasil PCR semua sampel udang menggunakan primer SWP-EHP3. L: ladder 100 pb, sampel: 1-24(1-18: organ insang & hepatopankreas; 19-24: organ hepatopankreas), K(-): kontrol negatif, K(+ ): kontrol positif. Figure 2. Elect ropherogram PCR result of all shrimp sample using SWP-EHP3 primers. L:

ladder 100 bp, sample: 1-24 (1-18: gill & hepat opancreas; 19-24: hepat opancreas), K(-): negat ive cont rol, K(+ ): posit ive cont rol.

Gambar 1. Elektroferogram hasil PCR semua sampel udang menggunakan primer SWP-EHP1. L: ladder 100 pb, sampel: 1-24 (1-18: organ insang & hepatopankreas; 19-24: organ hepatopankreas), K (-): Kontrol negatif, K(+ ): Kontrol positif. Figure 1. Elect ropherogram PCR result of all shrimp sample using SWP-EHP1 primers. L:

lad-der 100 bp, sample: 1-24 (1-18:gill & hepat opancreas; 19-24:hepat opancreas), K(-): Negat ive cont rol, K(+ ): Posit ive cont rol.

Nam a kode No. akses

SWP_EHP_A KX258197.1

SWP_EHP_B KY483639.1

SWP_EHP_C KY593133.1

SWP_EHP_D KY593129.1

SWP_EHP_E KY674357.1

SWP_EHP_F KY593132.2

L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K(-) K(+ )

L 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K(-) K(+ )

L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K(-) K(+ )

L 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K(-) K(+ )

Se kue n (Sequence) CCA TTG GTC AAA TAC AAT TTC Se kuen (Sequence) GCA TAA ATT CAT CCA TTT CTA C Panjang basa (Base l engt h) 21 Panjang basa (Base lengt h) 22

GC (%) 33.3 GC (%) 31.8

Tm (oC) 53.5 Tm (oC) 54.7

Se kue n (Sequence) GGT CAA ATA CAA TTT CAA ACA C Se kuen (Sequence) CTC CAT TTA TCA TAC TTA AAT GC Panjang basa (Base l engt h) 22 Panjang basa (Base lengt h) 23

GC (%) 31.8 GC (%) 30.4

Tm (oC) 54.7 Tm (oC) 55.7

Primer 1 (SW P-EHP1F) Prim er 1 (SW P-EHP1R)

(5)

3, dapat dilihat tidak adanya keberadaan pita DNA pada semua sampel. Hal ini menunjukkan baik lobster dan kepiting bukan merupakan inang yang coco k bagi parasit EHP. Seperti beberapa kasus wabah WFD yang terjadi selama ini di Thailand dan India, organisme yang diserang oleh EHP yaitu organisme penaeid seperti udang vaname (Lit openaeus vannamei) dan udang windu (Penaeus monodon) (Tangprasittipap et al., 2013; Tourtip et al., 2009).

Uji Sensit ivitas Prim er

Pe n g u jia n s e n sit ivit a s d ila k u ka n t e r h ad a p rancangan primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 unt uk mengetahui konsentrasi t erkecil patogen EHP yang dapat dideteksi dengan PCR menggunakan primer tersebut. Tahap awal yang dilakukan pada pengujian ini yaitu memperbanyak DNA cetakan SWP EHP dengan cara kloning. Kloning merupakan teknik yang digunakan u nt u k p e rban yakan fragm e n ge n t arge t d e n gan mengintroduksi DNA rekombinan ke dalam suatu sel inang (Bertero et al., 2017; Brown, & Vallier, 2017). Uji sensitivitas primer dilakukan terhadap primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3, maka pada penelitian ini dibuat 2 konstruk: pGEM-HP1 dan pGEM-HP3.

Keb e rh asilan hasil t ran sfo rm asi diko n firm asi melalui beberapa cara, yaitu pertama dengan seleksi a n t ib io t ik (Ja n g & Ma g n u s o n , 2 0 1 3 ). Ha l in i memungkinkan sel yang telah berhasil ditransformasi untuk bertahan dan tumbuh pada kondisi di mana sel yan g t id ak m e m b a w a t r an s fo r m an ak a n m a t i. Sedangkan pada seleksi koloni biru/putih, hidrolisis X-gal oleh -galactosidase akan menyebabkan warna biru pada koloni dan mengindikasikan bahwa koloni t e rsebu t men gandu ng ve kt o r t an pa DNA t arge t . Sebaliknya koloni putih mengindikasikan bahwa koloni mengandung insersi DNA target (Padmanabhan et al., 2011). Selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan PCR ko loni serta analisis menggunakan enzim restriksi EcoR1. Pada plasmid pGEM®-T Easy terdapat dua sisi

pengenalan oleh EcoR1, maka ketika dilakukan reaksi restriksi hasilnya akan terbentuk 2 pita DNA yaitu pita

yang ukuran besar merupakan plasmid dan pita DNA yang berukuran kecil merupakan DNA target. Pada Gambar 4 dapat dilihat elektroferogram hasil reaksi restriksi dari 10 sampel yang diduga membawa gen target. Sumur 1 hingga 6 merupakan konstruk HP1 sedangkan sumur no 13-16 merupakan pGEM-HP3. Hasil restriksi dapat terlihat adanya 2 pita pada semua sampel. Hal ini mengkonfirmasi kembali bahwa hasil transformasi yang dilakukan berhasil.

Konfirmasi terakhir yaitu sekuensing menggunakan primer T7 dan SP6. Berdasarkan hasil BLAST, sekuen teratas yang muncul merupakan 6 sekuen SWP EHP. Hal in i m en gko n firm asi bah wa klo n ing be rh asil dilakukan. Untuk mengetahui hubungan evolusi dari sekuen SWP EHP yang didapatkan pada penelitian ini d e n g a n s e k u e n SWP EHP b e s e rt a SWP d a r i mikrosporidian lainnya, maka dilakukan pembuatan pohon filogenetika (Gambar 5).

Pada gambar p o ho n filo genet ik, dapat dilihat sekuen isolat SWP pGEM-HP1/pGEM-HP1berada pada klade yang sama dengan SWP EHP A-B karena memiliki ansest or yang sama dibandingkan dengan SWP D. Dike t ah ui bahwasanya seku en SWP EHP ko de D berasal dari Venezuela sedangkan SWP EHP ko de lainnya berasal dari Asia Tenggara (Tang et al., 2017). Dilihat berdasarkan hasil pensejajaran (Gambar 6), pada deretan sekuen SWP pGEM-HP1/pGEM-HP3 EHP yang didapatkan pada penelitian ini terdapat perbedaan satu nukleotida yaitu G yang mana pada sekuen SWP EHP keenam kode lainnya menunjukkan A. Hal ini dapat disebut juga dengan subtitusi transisi. Perubahan yang terjadi kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan (Rùz¡ièka et al., 2017). Perbedaan ini juga bisa diakibat kan karena SWP EHP yang digunakan d ip e ro le h d ari n e gara yan g b e rbe d a. Walau p u n demikian, apabila sekuen nukleotida SWP pGEM-HP1/ pGEM-HP3 EHP dit ranslasikan, t idak menyebabkan perubahan asam amino pro teinnya. Apabila dilihat berdasarkan hasil BLAST, nilai ident it y antara sekuen SWP EHP dalam penelitian ini dengan SWP EHP lainnya mencapai 99%. Dilihat dari parameter lainnya seperti

Gambar 3. Elektroferogram hasil PCR sampel lobster dan kepiting menggunakan primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3. M: ladder 100 pb, L: lo bster, K: kepiting, 1: primer SWP-EHP1, 3: primer SWP-EHP3, a: insang, b: hepatopankreas, dan K(-): kontrol negatif.

Figure 3. Elect ropherogram PCR result of lobst er and crab samples using SWP-EHP1 and SWP-EHP3 primers. M : ladder 100 bp, L: lobst er, K: crab, 1: primer SWP-EHP1, 3: primer SWP-EHP3, a: gill, b: hepat opancreas and K(-): nega-t ive connega-t rol.

(6)

max score, e-value, dan lain-lain bisa disimpulkan bahwa sekuen SWP EHP ini memiliki tingkat similaritas yang t inggi dengan SWP EHP lainnya. Menurut Pearso n (2014), pencarian t ingkat similarit as sekuen DNA merupakan salah sat u cara unt uk mengidentifikasi sekuen homolog. Apabila ada dua/lebih sekuen yang berbagi lebih banyak kesamaan, maka bisa dikatakan bahwa kedua sekuen t ersebut ho mo lo g. Adapun sekuen SWP EHP pada penelitian ini dapat disimpulkan h o m o lo g de ngan se ku en SWP EHP kelima ko d e lainnya.

Proses terakhir yaitu pengujian sensitivitas kedua pasang primer dengan dilakukan PCR terhadap serial pengenceran pGEM-HP1 maupun pGEM-HP3 sehingga t ingkat sensit ivitas primer dalam mendet eksi EHP dapat diketahui. Hasil perhitungan dapat diketahui jumlah ko pi pGEM-HP1 yait u 7,74 x 1010 kopi dan

p GEM-HP3 ya it u 1 6 ,2 x 1 01 0 k o p i. Pa d a

elektroferogram hasil PCR serial pengenceran pGEM-HP1dan pGEM-HP3, dapat dilihat keberadaan pita DNA t e r d a p a t p a d a p e n ge n ce r a n 1 01 0 h in g g a 1 02

(Gambar 7). Hal ini dapat disimpulkan bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga 7,74 x 102

kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 102 kopi. Menurut Lorenz (2012), jumlah

molekul target yang optimal untuk reaksi PCR yaitu berkisar antara 104-107 kopi DNA. Hasil penelitian ini

t e n t u n ya b e lu m m e le b ih i s p e sifika s i d e t e k s i menggunakan real t ime PCR. Pada penelitian (Forootan et al., 2017), diket ahui bahwa jumlah DNA t arget terendah yang yang dapat terdeteksi menggunakan real time PCR yaitu hingga ± 2,5 molekul.

KESIM PULAN

Det eksi dini keberadaan infeksi Ent er ocyt ozoon hepatopenaei (EHP) pada udang vaname dapat dilakukan dengan uji PCR menggunakan pasangan primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 (For w ar d dan Rever se). Hasil pengujian sensitivitas primer, diketahui bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga 7,74 x 102

kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 102 kopi.

Gambar 4. Elektroforegram hasil reaksi restriksi menggunakan EcoR1. Keterangan: M: ladder 1Kb, 1-6: sampel pGEM-HP1, 13-16: sampel pGEM-HP3. Figure 4. Elect ropherogram rest rict ion result using EcoR1. M : ladder 1 Kb, 16: pGEM

-HP1 sample, 13-16: pGEM -HP3 sample.

Gambar 5. Pohon filogenetika pGEM-HP1 dan pGEM-HP3 beserta SWP lainnya. Figure 5. Phylogenet ic t ree of pGEM -HP1 and pGEM -HP3 wit h ot her SWP.

M 1 2 3 4 5 6 13 14 15 16

14

SWP EHP E KY674357.1 SWP EHP C KY593133.1 SWP EHP F KY93132.2 SWP EHP A KX258197.1 SWP EHP pGEMHP1 SWP EHP pGEMHP3 SWP EHP D KY593129.1

SWP Ent erocyt ozoon bieneusiXM 002649457.1 SWP12 Nosema bombycisEF683112.1 687

SWP Encephalitozoon cuniculimRNA AJ133745.1 SWP12 Nosema philosamiaeKT287071.1 687 SWP12 Nosema ant heraeaeKC193258.1 687 SWP12 Nosema pernyiKJ210726.1 687

SWP Encephalitozoon int est inalisAF355750.1 1370 SWP Encephalitozoon hellemFJ870923.1 1530 SWP Encephalitozoon romaleaeXM 009267193.1 1293 SWP Vitt aforma corneaeXM 007604116.1

Vibrio harveyi16SrRNA DQ420168.1 12

70

100

100

12 53

63 100

98

38 82

94 44

97 60

(7)

SWP_EHP_D_KY593129.1 --- 0

SWP_EHP_pGEMHP3 --- 0

SWP_EHP_pGEMHP1 --- 0

SWP_EHP_B_KY483639.1 TTTGCAGAGTGTTGTTAAGGGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 60

SWP_EHP_E_KY674357.1 ---GGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 41

SWP_EHP_A_KX258197.1 -TTGCAGAGTGTTGTTAAGGGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 59

SWP_EHP_C_KY593133.1 ---AAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 36

SWP_EHP_F_KY593132.2 ---AAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 36

SWP_EHP_D_KY593129.1 -TTTCATCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACGGTAAATCTTAAAGCTTTAAAGAGAGA 59

SWP_EHP_pGEMHP3 ---GGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 49

SWP_EHP_pGEMHP1 ---CCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 54

SWP_EHP_B_KY483639.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 120

SWP_EHP_E_KY674357.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 101

SWP_EHP_A_KX258197.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 119

SWP_EHP_C_KY593133.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 96

SWP_EHP_F_KY593132.2 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 96

********************** ***** ******** ***** *****

SWP_EHP_D_KY593129.1 TGATATTCATGCAGATACAGCATTTGTAGGATACGAACTTTCAAATACAGTTGGTGACAA 119

SWP_EHP_pGEMHP3 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTGGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 109

SWP_EHP_pGEMHP1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTGGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 114

SWP_EHP_B_KY483639.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 180

SWP_EHP_E_KY674357.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 161

SWP_EHP_A_KX258197.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 179

SWP_EHP_C_KY593133.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 156

SWP_EHP_F_KY593132.2 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 156

****** * **** *********** ***** ** ***************** *****

SWP_EHP_D_KY593129.1 GCAACTAAAAGAAGTTTGTAATGATTTTTCTAAAGCATACGAATGTATAGCAGAAGATAA 179

SWP_EHP_pGEMHP3 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 169

SWP_EHP_pGEMHP1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 174

SWP_EHP_B_KY483639.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 240

SWP_EHP_E_KY674357.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 221

SWP_EHP_A_KX258197.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 239

SWP_EHP_C_KY593133.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 216

SWP_EHP_F_KY593132.2 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 216

** ** *********** ******************** ***** *** **********

SWP_EHP_D_KY593129.1 AAGAAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAGTTGAGTATTTTAAAAAAGAA 239

SWP_EHP_pGEMHP3 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 229

SWP_EHP_pGEMHP1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 234

SWP_EHP_B_KY483639.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 300

SWP_EHP_E_KY674357.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 281

SWP_EHP_A_KX258197.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 299

SWP_EHP_C_KY593133.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 276

SWP_EHP_F_KY593132.2 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 276

*** *********************************** ** *****************

SWP_EHP_D_KY593129.1 ATGCAAACAAATTGATCATCAACGTAAAACTGTAAGCAATTTGAGATATGATTTAGAAGA 299

SWP_EHP_pGEMHP3 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 289

SWP_EHP_pGEMHP1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 294

SWP_EHP_B_KY483639.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 360

SWP_EHP_E_KY674357.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 341

SWP_EHP_A_KX258197.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 359

SWP_EHP_C_KY593133.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 336

SWP_EHP_F_KY593132.2 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 336

*********************** ********** ** * *****************

SWP_EHP_D_KY593129.1 AATATTACAATCAAATATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAGTTAGG 359

SWP_EHP_pGEMHP3 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 349

SWP_EHP_pGEMHP1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 354

SWP_EHP_B_KY483639.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 420

SWP_EHP_E_KY674357.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 401

SWP_EHP_A_KX258197.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 419

SWP_EHP_C_KY593133.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 396

(8)

UCAPAN TERIM A KASIH

Penelit ian ini dibiayai oleh Pro gram Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Inovasi (P3MI) Kelo mpok Keahlian ITB. Ucapan t erima kasih juga disampaikan kepada Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang, yang telah membantu dalam penyediaan sampel udang vaname.

DAFTAR ACUAN

Aristiyani, R. (2017). Analisa Daya Saing Udang Indo -nesia di Pasar Internasional. Universitas Lampung.

Bertero, A., Brown, S., & Vallier, L. (2017). M et hods of Cloni ng. Basi c Sci ence M et hods f or Cl i ni cal Re-searchers. Elsevier Inc.

Dirjen Perikanan Budidaya. (2014). Dat a St at ist ik Series Pro duksi Perikanan Budidaya Indonesia. Dire k t o r a t Je n d e r a l Pe r ik a n an Bu d id aya , Kementerian Kelautan & Perikanan.

Forootan, A., Sjöback, R., Björkman, J., Sjögreen, B., Linz, L., & Kubista, M. (2017). Methods to deter-mine limit of detection and limit of quantifica-t io n in q u an quantifica-t iquantifica-t a quantifica-t ive r e a l-quantifica-t im e PCR (q PCR). Biomolecular Det ect ion and Quant ificat ion, 12, 1–6. Gambar 7. Elektroferogram hasil PCR serial pengenceran HP1 (atas) dan

pGEM-HP3 (bawah). L: ladder 100 bp, 1-10: pengenceran 1010- 101 dan K(-): kontrol

negatif.

Figure 7. Elect ropherogram PCR result of pGEM -HP1(Top) and pGEM -HP3 (bot t om) serial dilut ion. L: ladder 100 bp, 1-10: dilut ion of 1010- 101 and K(-): negat ive cont rol.

M 1010 109 108 107 106 105 104 103 102 101 K(-)

M 1010 109 108 107 106 105 104 103 102 101 K(-)

Gambar 6. Hasil pensejajaran sekuen pGEM-HP1 dan pGEM-HP3 dengan SWP-EHP kode lainnya. Figure 6. M ult iple sequence alignment result of pGEM -HP1 and pGEM -HP3 wit h ot her SWP EHP code

sequences.

SWP_EHP_D_KY593129.1 AGAAACAGCTGAAAAAACACTGGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGCATGATAAA 419

SWP_EHP_pGEMHP3 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 409

SWP_EHP_pGEMHP1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGC--- 398

SWP_EHP_B_KY483639.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCAT--- 466

SWP_EHP_E_KY674357.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 461 SWP_EHP_A_KX258197.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 479 SWP_EHP_C_KY593133.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 456 SWP_EHP_F_KY593132.2 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 456 ******* ************* ********************** SWP_EHP_D_KY593129.1 TGGCGTAATTAA--- 431

SWP_EHP_pGEMHP3 TGGAGA--- 415

SWP_EHP_pGEMHP1 --- 398

SWP_EHP_B_KY483639.1 --- 466

SWP_EHP_E_KY674357.1 TGGAGTAATCAAGAAAATTGCAAAGACACATCGTGAGACCTAAATCTCCCTACTCTCGTC 521 SWP_EHP_A_KX258197.1 TGGAGTAATCAAGAAAATTGCAAAGACACATCGTG--- 514

SWP_EHP_C_KY593133.1 TGGAGTAATCAA--- 468

SWP_EHP_F_KY593132.2 TGGAGTAATCAA--- 468

SWP_EHP_D_KY593129.1 -- 431

SWP_EHP_pGEMHP3 -- 415

SWP_EHP_pGEMHP1 -- 398

SWP_EHP_B_KY483639.1 -- 466

SWP_EHP_E_KY674357.1 CT 523 SWP_EHP_A_KX258197.1 -- 514

SWP_EHP_C_KY593133.1 -- 468

(9)

Jang, C. & Magnuson, T. (2013). A Novel Selection Mar k e r fo r Efficie n t DNA Clo n in g an d Recombineering in E . coli, PLoS ONE, 8(2), 1-7. Jaro e n lak, P., Bo ak ye , D.W., Van ich viriyakit , R.,

W illiam s , B.A.P., Sr it u n yalu cks a n a, K., & Itsathitphaisarn, O. (2018). Identification, charac-terization and heparin binding capacity of a spore-w a ll, vir u le n ce p r o t e in fr o m t h e s h rim p micro spo ridian, Ent ero cyto zo on hepat openaei (EHP). Parasit es and Vect ors, 11(1), 1-15.

Lorenz, T.C. (2012). Polymerase Chain Reaction: Ba-sic Protocol Plus Troubleshooting and Optimiza-tion Strategies. Journal of Visualized Experiment s, (63), 1-15.

Padmanabhan, S., Banerjee, S., & Mandi, N. (2011). Screening of Bacterial Recombinants: Strategies and Preventing False Positives. M olecular Cloning-Select ed Applicat ions in M edicine and Biology. Pearson, W.R. (2014). An Introduct ion to Sequence

and Series. Int ernat ional Journal of Research, 1(10), 1286-1292.

Rajendran, K.V., Shivam, S., Ezhil Praveena, P., Joseph Sahaya Rajan, J., Sathish Kumar, T., Avunje, S., & Vija ya n , K. K. (2 0 1 6 ). Em e r ge n ce o f Ent ero cyto zoo n hepat openaei (EHP) in farmed Penaeus (Litopenaeus) vannamei in India. Aqua-cult ure, 454, 272-280.

Rùz¡ièka, M., Kulha´ nek, P., Radova´ , L., Èechova´ , A., S¡paèkova´ , N., & Fajkusova´ , L. (2017). DNA mutation motifs in the genes associated with in-herited diseases, PLoS ONE, 12(8), 1-16.

Selvin, J., Ninawe, A., Ramu, M., & Kiran, S. (2015). Control of Pathogenic Vibrios in Shrimp Aquacul-t ure using AnAquacul-t iinfecAquacul-t ives from Marine NaAquacul-tural Products. Conference Papper, p .102-141.

Tang, K.F.J., Aranguren, L.F., Piamsomboo n, P., Han, J.E., Maskaykina, I.Y., & Schmidt, M.M. (2017). De-t ecDe-t io n of De-the micro spo ridian EnDe-t ero cyDe-to zoo n hepatopenaei (EHP) and Taura syndrome virus in Penaeus vannamei cultured in Venezuela. Aquacul-t ure, 480, 17-21.

Tang, K.F.J., Han, J.E., Aranguren, L.F., White-Noble, B., Schmidt, M.M., Piamsomboon, P., & Hanggono, B. (2 0 1 6 ). De n se p o p u la t io n s o f t h e micro spo ridian Ent ero cyt o zo o n hepat o penaei (EHP) in feces o f Penaeus vannamei exhib it ing white feces syndrome and pathways of their trans-mission to healthy shrimp. Journal of Invert ebrat e Pat hology, 140, 1-7.

Tan gp r as it t ip a p , A., Sr isa la , J., Ch o u w d e e , S., So m bo o n , M., Chu chird , N., Lim suwan , C., & Sritunyalucksana, K. (2013). The microsporidian Entero cyt ozoo n hepat openaei is not the cause o f whit e feces synd ro me in whit e le g sh rimp Penaeus (Litopenaeus) vannamei. BM C Vet erinar y Research, 9.

Tourtip, S., Wongtripop, S., Stentiford, G.D., Bateman, K.S., Sr iu r a ira t a n a , S., Ch a vad e j, J., & Withyachumnarnkul, B. (2009). Ent erocyto zoon h e p a t o p e n ae i sp . n o v. (Micro s p o r id a : Enterocytozo onidae), a parasite of t he black ti-g e r s h r im p Pe n a e u s m o n o d o n (De ca p o d a : Penaeidae): Fine structure and phylogenetic rela-tionships. Journal of Invert ebrat e Pat hology, 102(1), 21-29.

Gambar

Gambar 1.Elektroferogram hasil PCR semua sampel udang menggunakan primer SWP-
Gambar 4.Elektroforegram hasil reaksi restriksi menggunakan EcoR1. Keterangan:M: ladder 1Kb, 1-6: sampel pGEM-HP1, 13-16: sampel pGEM-HP3.Figure 4.Electropherogram restriction result using EcoR1
Gambar 6.Hasil pensejajaran sekuen pGEM-HP1 dan pGEM-HP3 dengan SWP-EHP kode lainnya.Figure 6.Multiple sequence alignment result of pGEM-HP1 and pGEM-HP3 with other SWP EHP codesequences.

Referensi

Dokumen terkait

Awal proses diciptakannya manusiayaitu sebagai berikut; pertama, awal dicipatakan dari saripati tanah, kedua, dari saripati tanah berubah menjadi sperma/air mani, ketiga,

Arthritis gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium

RMA2 adalah model numerik elemen hingga dua dimensi dengan perataan-kedalaman, yang dapat digunakan menghitung elevasi muka air dan komponen kecepatan

Kendatipun demikian, pada waktu yang sama harus ditunjukkan bahwa dewasa ini umat Kristen tidak melihat terpenuhinya ramalan ini pada seseorang sebagai suatu

Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi , berisi keuletan dan ketangguhan yang

Dalam pada ituv Menteri sependapat dengan Tengku H,M, Sa­ leh, bahwa dimanapun ummat Islam beradav perkawinannya harus dilakukan menurut tatacara agamanya, dan hal ini te­