Banyak orang pernah mengalami disentri. Disentri merupakan gangguan peradangan pada usus, terutama pada usus besar yang mengakibatkan diare berat.
Adapun gejala yang biasanya diderita oleh orang yang terkena disentri meliputi sakit perut dan banyak buang air besar yang encer. Disentri apabila tak segera diobati maka akibatnya bisa fatal.
Dulu disentri dianggap hanya disebabkan oleh dua hal yakni disentri basiler yang disebabkan oleh basil Shigelal spp dan juga disentri amuba yang disebabkan oleh parasit Entamoeba hitolytica.
Kini, telah diketahui bahwa penyebab disentri ada banyak yang terdiri dari bakteri, mikroba, dan juga parasit yakni Salmonella spp., Campylobacter spp., Vibrio parahaemolyticus, Shigella spp., Pleisomonas shigelloides, Enteriinnasive E. Coli, Aeromonus spp., dan
Entamoeba histolytica. Shigella spp. merupakan penyebab terbanyak terjadinya disentri. Mari kita simak satu per satu bakteri yang banyak menyebabkan timbulnya penyakit diare.
Shigella spp.
Sesungguhnya Shigelloides bisa ditemukan di mana saja. Namun, kasus disentri yang terbanyak ditemukan di negara-negara dengan tingkat kesehatan individual yang sangat buruk.
Sejauh ini, ada beberapa jenis Shigella yang telah diketahui berdasarkan reaksi biokimia dan serologi yakni Sh. Dysentria, Sh. Sonnei, Sh. Bydii, dan juga Sh. Jlexneri.
Manusia sendiri merupakan sumber penularan dari penyakit ini yang cara penularannya yakni kuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan keluar dari tubuh orang yang sakit lewat fesesnya.
Penularannya dapat terjadi pada orang yang makan dengan tangan kotor setelah buang air besar. Shigella spp. diketahui sebagai penyebab terbanyak dari disentri dibandingkan dengan penyebab yang lainnya.
Campylobacter spp.
Selain Shigella spp., Campylobacter spp. juga akhir-akhir ini banyak disebut sebagai penyebab penting terjadinya penyakit disentri. Pada umumnya, penyakit ini zoonosis meskipun penularan dari orang lewat air yang telah terkontaminasi.
Utamanya infeksi Campylobacter ini terjadi pada masa kanak-kanak di mana diare yang ditimbulkannya biasanya lebih dari 7 hari meskipun dengan gejala yang tak terlalu berat dan merepotkan.
Entero Invaisve Escherichia Coli (EIEC)
EIEC ini sangat identik dengan Shigella disebabkan sifat biokimia yang sering sama yakni laktosa negatif, tidak bergerak, antigen somatik 0 yang bersamaan, dan juga dekarboksilasi lysinya negatif.
Sejak tahun 1967, para ilmuwan dari Brazil, Jepang, dan banyak negara lainnya telah berhasil membuktikan serotipe tertentu dari Escherichia coli selain dari EPEC yang merupakan serotipe lainnya dari E. coli, telah berhasil diisoliasi dari tinja penderita anak dan dewasa yang menderita diare invasif.
Saat ini telah diketahui bahwa serotipe dari E. coli yang invasif ini ialah 028ac, 029, 0112ac, 0124, 0136, 0143, 0144, 0152, 0164 dan 0167. Dan serotipe dari 0124 ini merupakan EIEC yang disebutkan paling sering menimbulkan letusan epidemik sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat.
Salmonella spp.
Salmonella spp. merupakan penyakit zoonosis dimana unggas merupakan reservoir-nya dan manusia tertular melalui makanan, unggas, daging, dan juga telur.
Beberapa spesies Salmonella yang bukan S. typhi, S. paratyphi A dan B bisa menyebabkan timbulnya diare invasif. Untuk disentri yang disebabkan oleh Salmonella spp. ini banyak terjadi di negara yang penduduknya banyak mengonsumsi daging.
Oleh sebab itu, langkah yang bisa menjadi faktor pencegahan untuk meminimalisir terjadinya penyakit disentri ini ialah dengan memperhatikan pola hidup yang sehat dan bersih.
Anda sebaiknya cermat dalam memperhatikan kebersihan makanan, menjaga kebersihan lingkungan, membersihkan tangan sebelum menyantap makanan, dan juga menjaga kebersihan makanannya itu sendiri.
Disentri
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifkasi
artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah [1]. Gejala-gejala
disentri antara lain adalah:
Buang air besar dengan tinja berdarah Diare encer dengan volume sedikit
Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus)
Nyeri saat buang air besar (tenesmus)
Daftar isi
1 Etimologi 2 Patofsiologi
o 2.1 Disentri basiler
2.1.1 Shigella dan EIEC
2.1.2 Salmonella
2.1.3 Campylobacter jejuni
o 2.2 Disentri amoeba
o 2.3 Komplikasi
3 Diagnosis
o 3.1 Simtoma klinis
3.1.1 Disentri basiler
4 Penanganan
5 Referensi dan pranala luar
Etimologi
1. Bakteri (Disentri basiler)
o Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60%
kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2].
o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
o Salmonella
o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun
Patofisiologi
Referensi:[3][4][5][6]
Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.
Disentri basiler
Shigella dan EIEC
MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal invasi ke sel epitel mukosa usus --> multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel --> produksi enterotoksin
--> ↑ cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang --> nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus --> tinja bercampur darah.--> invasi ke lamina propia ? --> bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)
Salmonella
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> sintesis Prostaglandin --> produksi heat-labile cholera-like enterotoksin > invasi ke Plak Peyeri > penyebaran ke KGB mesenterium -->hipertrofi --> penurunan aliran darah ke mukosa --> nekrosis mukosa --> ulkus menggaung --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.
Campylobacter jejuni
cholera-like enterotoksin --> produksi sitotoksin ?? --> nekrosis mukosa --> ulkus --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.--> masuk ke sirkulasi (bakteremia).
Disentri amoeba
Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> nekrosis jaringan mukosa ususproduksi enzim histolisin --> invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba
--> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa -->
malabsorpsi --kerusakan permukaan absorpsi > ↑ massa intraluminal --> tekanan osmotik
intraluminal --> diare osmotik.
Komplikasi
Referensi:[2][3][4][7]
1. Dehidrasi
2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
3. Kejang
4. Protein loosing enteropathy
5. Sepsis dan DIC
6. Sindroma Hemolitik Uremik
7. Malnutrisi/malabsorpsi
8. Hipoglikemia
9. Prolapsus rektum
10.Reactive arthritis
11.Sindroma Guillain-Barre
12.Ameboma
13.Megakolon toksik
14.Perforasi lokal
15.Peritonitis
Diagnosis
Referensi:[2][3][4][7][6]
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui
gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.
Pemeriksaan tinja
o Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila
ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
o Benzidin test
o Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
Biakan tinja :
o Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3),
kadang-kadang dapat ditemukan leukopenia.
Simtoma klinis
Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada
1/3 kasus).
Penanganan
Referensi:[2][3][4][7][8][9][10][6]
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
Ad. b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.
Ad. c. Antibiotika
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan
menurunkan risiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10. • Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. • Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. • Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Ad. d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Referensi dan pranala luar
1. ^ Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001
2. ^ab cd Dharma, Andi Pratama. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung :
Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS; 2001
3. ^ab cd Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.
4. ^ab cd Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian
IKA FK-UI; 1998.
5. ^ Gandahusada, Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2000.
6. ^ab c Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2004-2005.
7. ^ab c Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating
Procedure) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; 2004.
8. ^ A, Dini, et al. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
9. ^ Nafanti, Selvi, et al. Efektivitas Pemberian
Trimetoprim-Sulfametoksazol pada Anak dengan Diare Disentri Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
10. ^ Cahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan Bakteri Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004