• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN RISET UNTUK MENDAPATKAN SISTEM SAMBUNGAN BALOK-KE-KOLOM PADA SRPM BETON BERTULANG PRACETAK YANG BERKARAKTERISTIK KINERJA DAN KEMUDAHAN KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN RISET UNTUK MENDAPATKAN SISTEM SAMBUNGAN BALOK-KE-KOLOM PADA SRPM BETON BERTULANG PRACETAK YANG BERKARAKTERISTIK KINERJA DAN KEMUDAHAN KERJA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

125

TINJAUAN RISET UNTUK MENDAPATKAN SISTEM SAMBUNGAN

BALOK-KE-KOLOM PADA SRPM BETON BERTULANG PRACETAK

YANG BERKARAKTERISTIK KINERJA DAN KEMUDAHAN KERJA

D.I.WAHJUDI 1,P.SUPROBO 2,H.SUGIHARDJO 3&TAVIO 4

Dep. Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, ITS Surabaya.

34

Abstrak Di dalam merencanakan suatu sistem rangka pemikul momen (SRPM) beton pracetak,

penetapan sistem sambungan antara balok-balok dengan kolom-kolom bangunan menempati kedudukan yang penting. Analisis dan bukti-bukti yang dikumpulkan dari banyak struktur yang mengalami keruntuhan atau menjelang runtuh menunjukkan terjadinya konsentrasi gaya-gaya yang tingggi pada tempat-tempat di sekitar sambungan. Di daerah yang memiliki aktifitas seismik tinggi, respons kuat pada struktur yang ditimbulkan oleh gempa dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius pada sambungan yang akan menyebabkan terjadinya mekanisme keruntuhan. Karenanya, untuk mendapatkan suatu bangunan yang aman terhadap gempa, pemasangan sambungan balok-ke-kolom (SBK) yang berkinerja baik pada pembebanan siklik kuat sangat diperlukan. Kinerja yang baik ini secara ringkas diwakili oleh nilai-nilai kekuatan dan daktilitas. Sayangnya, upaya untuk mendapatkan kinerja yang baik ini sering dilakukan dengan mengorbankan sisi kemudahan kerjanya. Di dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa jenis SBK, dari yang sederhana sampai ke yang canggih, yang umum dipakai di dalam praktek konstruksi. Karakterisitk SBK akan diuraikan, baik dari sisi kinerjanya pada perilaku pemikulan beban, dan juga dari sudut pandang kemudahan kerjanya. Dari pengkajian yang dilakukan, akan didapatkan butir-butir evaluasi untuk pertimbangan yang akan berguna bagi seorang insinyur bangunan dalam menentukan pilihan sistem sambungannya.

Kata kunci — beton pracetak, SRPM, respons oleh gempa, SBK, kinerja, kemudahan kerja.

1.

PENDAHULUAN

Pengertian konstruksi pracetak meliputi ba-ngunan yang sebagian besar komponen strukturnya distandarisasi dan diproduksi oleh pabrik di tempat yang jauh dari lokasi bangunan, dan kemudian di-transportasikan ke tapak untuk dirakit. Komponen-komponen ini dihasilkan oleh metoda industri yang berbasis produksi massal yang bertujuan untuk menghasilkan bangunan-bangunan dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat dan biaya yang rendah. Proses konstruksi yang seperti ini memiliki karakteristik: (1) pembagian dan pengkhususan tenaga kerja manusia, dan – (2) penggunaan perka-kas, mesin dan peralatan lainnya, yang biasanya serba automatik, di dalam standar produksi dimana bagian-bagiannya bisa dengan mudah saling meng-gantikan.

Sejak sekitar tahun 1950-an sampai dengan se-karang, penggunaan beton pracetak pada struktur bangunan telah tumbuh dengan pesat. Hal ini juga

(2)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

126

Di Indonesia, beton pracetak telah diperguna-kan secara meluas pada bangunan gedung sejak tahun 1980-an. Bangunan-bangunan gedung yang menggunakan beton pracetak beragam, mulai dari gedung perkantoran (Bank JATIM Surabaya, Bank BUKOPIN Jakarta, Bank BDN Jakarta), hotel (Hotel Sheraton Surabaya, Hotel Hyatt Surabaya, Hotel Mercure Surabaya), pusat perdagangan (ITC Mangga Dua dan Mangga Dua Square Jakarta), apartemen (Klender Jakarta, Tanah Abang Jakarta) sampai dengan bangunan perumahan murah untuk rakyat (Perumnas Palembang).

Menurut UBC-1997 [10], bangunan-bangunan dikelompokkan menurut jenis sistem pemikul be-bannya. Sehubungan dengan sistem pemikul beban lateralnya, peraturan bangunan tersebut mengatur-nya di dalam Tabel 16-N. Peraturan SNI-2002 [3] mengutipnya dan memasukkannya ke dalam Tabel 3. Disebutkan, bahwa bangunan gedung beton

di-klasifikasikan ke dalam jenis dinding geser (

shear-wall), rangka berikat (braced frame), sistem rangka

pemikul momen (SRPM), dan sistem ganda (dual

system). Satu daripadanya, yaitu SRPM, akan men-jadi batu pijakan di dalam studi ini, karena dia menjadi rumah bagi sambungan balok-ke-kolom (SBK) yang akan dibicarakan di dalam studi ini. Dengan tidak mengecilkan peran sambungan untuk komponen-komponen struktur yang lainnya, SBK memiliki fungsi yang sangat penting, karena meka-nisme respons struktur terhadap beban-beban ter-utama terjadi pada distribusi gaya-gaya dari balok-balok ke kolom-kolom bangunan. Biasanya, sam-bungan ini dipasang pada ujung-ujung balok, sebagai yang diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1

2.

SYARAT KINERJA SAMBUNGAN

: Letak SBK pada SRPM.

Dapat dipahami, bahwa untuk memperoleh peri-laku struktur yang memuaskan, SRPM sangat

ter-gantung pada kinerja (performance) SBK-nya. Dari

pengalaman dengan beberapa gempa besar, disim-pulkan terjadinya kerusakan-kerusakan yang meluas pada bangunan beton pracetak adalah disebabkan oleh kinerja yang buruk pada sambungan-sambung-an sambungan-sambung-antar komponennya. Hal ini terungkap melalui beberapa publikasi, misalnya sebagai yang dilapor-kan dari kejadian gempa Spitak (Armenia) 1988 [4], gempa Northridge 1994 [13], gempa Tokachi-oki 1968 [9], dan gempa Turki 1997 dan 1999 [7].

Peraturan bangunan ACI, sampai dengan edisi-nya yang paling mutakhir, ACI 318-08, masih tetap mempertahankan syarat daktilitas, disamping

ke-kuatan (strength) dan kelayanan (serviceability),

untuk meyakinkan keamanannya [1]. Karena

filoso-fi desainnya berbasis pada metoda LRFD (load &

resistance factored design), maka daktilitas diperlu-kan untuk mencegah terjadinya keruntuhan total ba-ngunan. Daktilitas sendiri didefinisikan sebagai ke-mampuan struktur untuk melakukan deformasi in-elastik dalam jumlah besar sambil tetap memperta-hankan sebagian besar kekuatannya semula. Perila-ku daktail struktur diperoleh dengan penerapan pen-detailan daktail, yaitu dengan cara penyediaan/pe-masangan komponen-komponen dan sambungan yang memiliki faktor daktilitas tinggi. Peraturan ASCE 7-05, dalam Pasal C1.4 menyebutkan, bahwa sambungan antar komponen struktur harus bersifat daktail dan memiliki kesanggupan untuk melakukan deformasi dan menyerap energi dalam jumlah besar yang timbul pada keadaan-keadaan abnormal [2]. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pendetailan daktail termasuk ke dalam sebelas cara untuk mendapatkan integritas struktur secara umum. Disebutkan, bahwa kriteria ini dapat mencegah keruntuhan lokal ber-kembang menjadi keruntuhan total bangunan mela-lui mekanisme yang lazim disebut dengan fenomena

keruntuhan berantai (progressive collapse).

Pada umumnya, daktilitas SBK dapat dicapai dengan beberapa parameter desain seperti: (1) mutu beton, (2) mutu dan banyaknya baja tulangan longi-tudinal, (3) mutu, banyaknya dan konfigurasi baja tulangan transversal, dan – (4) pemakaian baja-baja pratekanan, yang dimasukkan dari satu ujung balok – menembus kolom – dan kemudian diakhiri pada ujung balok bentang berikutnya. Juga sudah diketahui, bahwa daktilitas dapat diperoleh dengan pemakaian mutu beton yang tinggi, tegangan leleh baja yang rendah, dan tulangan longitudianal yang sedikit. Tulangan-tulangan transversal, yang

biasa-Balok-balok pracetak

Sambungan luar (Exterior connection)

(3)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

127

nya berwujud sengkang-sengkang tertutup berjarak rapat, dipasang pada balok, kolom dan sambungan dengan maksud: (1) memberikan efek pengekangan

pada inti (core) beton, (2) mencegah tekuk

(buckling) tulangan longitudinal, dan (3) mencegah terjadinya kegagalan struktur pada ragam geser.

(a) (b)

Gambar 2: Konsentrasi besar gaya-gaya pada SRPM

terbentuk di sekitar SBK oleh gempa.

(a) Momen lentur (b) Gaya geser

(a) (b) (c)

Gambar 3

(a) Gaya-gaya

: Gaya-gaya dan deformasi yang terbentuk

pada SBK oleh gempa.

(b) Grafik beban vs. perpindahan

(c) Pola retak

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4

(a) Selimut beton mengelupas

: Beberapa contoh kerusakan pada SBK.

(b) Tekuk pada tulangan kolom

(c) Balok kuat – kolom lemah

(d) Kolom kuat – balok lemah.

Di dalam proses desain SRPM, penentuan sis-tem SBK merupakan tahapan pekerjaan yang

pen-ting. Analisis dan bukti-bukti yang didapatkan dari struktur yang berada pada keadaan runtuh atau ham-pir runtuh menunjukkan terjadinya konsentrasi gaya-gaya yang besar di sekitar SBK. Pada Gambar 2 ditunjukkan terjadinya konsentrasi gaya-gaya yang besar pada SRPM akibat gempa. Di daerah-daerah yang seismik-aktif, respons kuat dari struk-tur yang ditimbulkan oleh serentetan beban bolak-balik dari gempa akan menyebabkan kerusakan serius pada SBK, yang akan berakibat pada kerun-tuhan struktur secara keseluruhan. Pada Gambar 3 disampaikan ilustrasi gaya-gaya dan deformasi yang terbentuk pada SBK akibat beban lateral siklik, dan contoh kerusakan-kerusakan yang terjadi padanya disampaikan pada Gambar 4. Karenanya, untuk mendapatkan bangunan yang aman terhadap gempa, pemasangan SBK yang berkinerja bagus pada beban siklik kuat sangat mutlak diperlukan.

Keunggulan yang sebenarnya dari bangunan beton pratekan adalah aspek kemudahan kerja (constructability)-nya, yaitu kemudahan dan kece-patannya untuk dibangun. Dengan menggunakan komponen-komponen yang dipersiapkan dari pa-brik, pelaksanaan di tapak akan menjadi lebih seder-hana dan cepat dikerjakan. Bagaimanapun, upaya-upaya untuk mendapatkan kinerja yang tinggi sering dilakukan dengan mengorbankan kemudahan kerja-nya. Misalnya, untuk mendapatkan penyaluran gaya-gaya yang menerus, ujung-ujung batang tu-langan longitudinal harus disambungkan dengan alat penyambung mekanis, yang berupa selongsong (sleeves), perangkai (coupler), atau sambungan las

(weld). Hal ini tentu saja akan mengurangi

kemu-dahan dan kesederhanaan dalam pelaksanaan, di-samping juga menambah biaya. Alangkah baiknya, bila produk desain dihasilkan dengan melakukan kompromi dengan menampung kepentingan-kepen-tingan dari kedua sisi pertimbangan tersebut. Kare-nanya, perencana harus mengetahui karakteristik dari masing-masing jenis SBK yang umum diterap-kan di dalam praktek konstruksi sebelum memutus-kan sistem sambungan yang amemutus-kan dipakainya.

3.

SUDUT PANDANG PERATURAN

BA-NGUNAN

Peraturan 1994 dari NEHRP (National

Earth-quake Hazard Reduction Program) menyebutkan

tentang dua metoda yang dipakai di dalam perenca-naan struktur beton pracetak yang terletak di zona kegempaan tinggi (Zone 3 – 4 menurut UBC, atau

Mka , Vka , Nka Mbl , Vbl

Mo

m

en

t

Beam Rotation 2% Drift

3% 4%6%

Mkb , Vkb , Nkb

Mbl , Vbl Vjh

(4)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

128

Zona 5 – 6 menurut SNI), yaitu Emulation of

Mono-lithic Reinforced Concrete Construction (EMRC), dan Jointed Precast relying on Unique Properties

(JPUP) [8]. Metoda EMRC, yang dianut oleh

sebagian besar peraturan bangunan di dunia, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sambungan monolith (dikerjakan secara basah), dan sambungan kuat (dikerjakan secara basah ataupun kering). Sedang-kan kelompok JPUP terutama didominasi oleh sam-bungan kering. Illustrasi samsam-bungan basah disam-paikan pada Gambar 5, sedangkan berbagai cara pe-nyambungan batang-batang tulangan disampaikan pada Gambar 6.

Gambar 5

Peraturan ACI menetapkan prosedur desain ba-ngunan beton pracetak tahan gempa dimulai sejak edisi 318-02-nya, yaitu di dalam persyaratan khusus

mengenai Special Moment Frames (SMF), atau

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) menurut SNI. Di dalam Pasal 21.6 peraturan ACI tersebut dikatakan, bahwa bangunan beton pracetak

di daerah berintensitas kegempaan tinggi harus

me-makai SMF yang meliputi penerapan SBK daktail

(Pasal 21.6.1) atau SBK kuat (Pasal 21.6.2).

: SBK yang dikerjakan secara basah (contoh untuk sambungan luar).

Untuk pemakaian sambungan monolith, harus dipenuhi semua kriteria untuk struktur beton bertu-lang yang monolith, yaitu kekuatan, kekakuan, dak-tilitas, dst.). Sementara bila sambungan kuat yang akan dipakai, harus diyakinkan akan berlangsung-nya mekanisme kolom kuat – balok lemah, dan aksi nonlinier tidak boleh terjadi di dalam sambungan, melainkan paling tidak pada suatu tempat sejarak setengah tinggi balok di luar muka kolom. Persya-ratan ini disetujui dan dimasukkan ke dalam UBC-1997, dan diterapkan sampai sekarang. Pada umum-nya, dapat dikatakan, bahwa konsep sambungan daktail lebih mudah dicapai dengan pendekatan sambungan monolith (baca: basah) ini.

Gambar 6

4.

SEJARAH RINGKAS

PENGEMBANG-AN SBK

: Berbagai cara penyambungan batang tulangan

Pada SBK daktail harus didesain terjadinya pelelehan lentur di dalam sambungan, sementara pada SBK kuat pelelehan harus terbentuk di luar sambungan, yaitu paling tidak pada jarak setengah tinggi balok di luar muka kolom. Selanjutnya, baik SBK daktail maupun SBK kuat harus memenuhi semua persya-ratan yang dibutuhkan oleh bangunan

beton bertu-lang cor setempat (CIP = cast-in-place).

Ketentuan ini tetap dipakai di dalam dua peraturan berikutnya, yaitu ACI 318-05 (Pasal 21.6) dan ACI 318-08 (Pa-sal 21.8).

Beberapa riset tentang sambungan telah dilaku-kan, dan beberapa jenis SBK telah pula dipublikasi-kan. Kodifikasi tentang jenis-jenis sambungan juga telah diterbitkan, misalnya yang telah dilakukan

K olom beton pracetak Beton cor setempat

Balok beton pracetak Sambungan mekanis ( selongsong berisi grout )

Sambungan mekanis ( selongsong berisi grout )

Beton cor setempat Tipikal SBK yang dikerjakan secara basah

Selongsong dengan grout matriks

Perangkai berulir Perangkai dengan batang berulir Selongsong dengan grout

metalik

Las tumpul Las dengan batang lewatan

(5)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

129

oleh Martin dkk. ini [12]. Khusus mengenai SBK, telah dikompilasikan sebanyak 25 jenis, dan hanya 4 darinya yang berupa sambungan basah, yaitu yang diberi nama BC16, BC17, BC18 dan BC19. Illustra-si dari keempatnya disampaikan pada Gambar 7. Satu darinya, yaitu BC16 akan diulas secara ringkas di sini. Pada era 1960-1980, SBK ini menjadi jenis favorit untuk dipakai. Pertama, balok pracetak di-letakkan di atas ujung kolom yang berbentuk kepala palu. Kemudian, pelat baja di bawah balok

diikat-kan pada baja siku pada ujung konsol (bracket)

de-ngan pengelasan. Lalu, batang-batang tulade-ngan atas

disisipkan pada balok, dan beton topping komposit

dituangkan. Setelah menyelesaikan masa perawatan (curing) beton topping, barulah kolom-kolom lantai atasnya bisa di-ereksi. SBK jenis ini memiliki ke-unggulan dalam menyediakan momen tahanan pe-nuh dan kemudahan dalam penyetelan di lapangan. Kekurangannya adalah kecepatan pelaksanaannya yang rendah, karena ereksi kolom-kolom lantai di atasnya baru bisa dilaksanakan setelah selesainya

perawatan beton topping, disamping adanya

kesulit-an pada pelakskesulit-anakesulit-an pengelaskesulit-an menghadap ke atas.

Gambar 7

Berikutnya, Englekirk pada 1992 memperkenal-kan jenis baru SBK. Jenis ini kemudian dikenal

dengan nama DDC (Dywidag Ductile Connection),

sebagai yang ditunjukkan pada Gambar 8. Keung-gulan jenis ini disebutkan: (1) tahanan penuh, baik pada momen maupun geser, dengan karakteristik perilaku respons siklik yang sangat stabil dan

dengan batas drift yang tinggi, (2) waktu

pelaksana-an ypelaksana-ang lebih cepat dengpelaksana-an pemakaipelaksana-an konstruksi pracetak total, (3) tanpa atau minimal dalam pema-kaian perancah sementara, (4) tanpa pengelasan, (5) semua penyambungan dilaksanakan dengan baut,

dan – (6) tanpa grouting struktural. Di dalam

publi-kasi yang diterbitkannya, disebutkan bahwa spesi-men SBK ini telah diuji dengan beban siklik yang dilaksanakan di University of California at San Diego (UCSD). Di dalam pengujian yang diawasi oleh Profesor Priestley & Seible ini, spesimen me-nampilkan retak-retak yang lebih kecil dan sedikit,

tetapi mampu melakukan drift yang lebih besar bila

dibandingkan dengan spesimen cast-in-place [6].

Kerugiannya adalah: (1) memerlukan kecakapan teknik yang lebih tinggi pada pemasangannya, dan (2) biaya pelaksanaannya lebih tinggi dengan peng-gunaan baja-baja dengan kwalitas yang lebih tinggi yang dihasilkan oleh suatu proses manufaktur yang lebih teliti. Lebih lanjut, pelaksanaannya juga di-bawa ke dalam suatu kontrak yang bersifat menye-luruh, yang meliputi penyediaan material dan pema-sangannya. Pada Gambar 8 disampaikan ilustrasi

sambungan DDC, dan hasil pengujiannya disajikan

pada Gambar 9.

: SBK dengan pengerjaan basah yang

dikompilasi ole Martin dkk. [12].

Gambar 8: Sambungan DDC.

Gambar 9

(a) Spesimen cast-in-place

: Hasil pengujian SBK di UCSD

(b) Spesimen DDC

BC16 BC17

BC18 BC19

6"

d

(

va

ri

es)

1' - 3"

TEM PORARY CORBEL

ELEVATI ON PRECAST COLUM N PL 4"X 5"X 1' - 21/

2" FOR EACH 2 ROD GROUP (2) - 13/8" DYWIDAG THREADERS W/ HEX NUTS PRECAST BEAM

PLAN VI EW 11/

2" DIA. A490 BOLTS PRETENSIONED TO 148k EACH

13/ 4" DIA. DYWIDAG DUCTILE RODS 5" DIA. SHIM PL'S DUCTILE ROD

TIE ROD

POCK ET

PRECAST COLUM N

CORBEL

CORBEL PRECAST BEAM

1'

4"

(6)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

130

Berikutnya, pada tahun 1997 telah

dipublikasi-kan suatu jenis sambungan baru lainnya oleh S.K.

Ghosh dkk. Disebutkan, bahwa SBK jenis ini me-menuhi semua syarat desain dan kinerja yang telah

ditentukan oleh PCI Design Handbook, yaitu

ke-kuatan, daktilitas, kemampuan untuk menampung perubahan volume, keawetan, ketahanan bakar, dan kemudahan kerja [8]. Ilustrasinya sebagai disam-paikan pada Gambar 10. SBK jenis ini dikatakan se-bagai bagian yang harus ada pada SRPM yang ter-utama dimaksudkan untuk memikul beban lateral dan yang diharuskan berperilaku daktail penuh (SRPMK). Lebih lanjut, sambungan ini di-klaim

memiliki faktor R setinggi 8.50, walaupun tidak

di-sebutkan data yang mendukungnya. Demikian juga, sepertinya butir-butir kemudahan kerjanya pantas untuk diperdebatkan lagi, karena adanya kerumitan pada pemasangan tulangan-tulangan pada bidang antarmuka dari pertemuan balok dan kolomnya.

Gambar 10

Program riset lainnya yang juga istimewa ada-lah apa yang disebut dengan nama PRESSS (PREcast Seismic Structural System). Serangkaian penelitian telah dilakukan di dalam kerangka pro-gram ini, yaitu pada 1991, 1996 dan 1999. Propro-gram ini disponsori bersama oleh

: SBK yang diusulkan oleh Ghosh dkk.

NSF (National Science

Foundation), PCI (Precast/Prestressed Concrete

Institute), and PCMAC (Precast/Prestressed Con-crete Manufacturers Association of California, Inc.) dan dipimpin oleh Prof. M.J.N. Priestley. Di dalam-nya dilakukan koordinasi dari upaya-upaya riset yang diselenggarakan oleh lusinan team peneliti yang tersebar di seluruh negeri A.S., yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja struktur bangunan beton bertulang pracetak. Darinya telah dihasilkan empat

jenis baru dari SBK, yaitu: (1) Sambungan

Prate-gang, (2) Sambungan Leleh Tarik-Tekan (TCY =

Tension-Compression Yielding), (3) Sambungan

TCY dengan gap, dan – (4) Sambungan Hibrida.

Ilustrasinya disampaikan pada Gambar 11.

Gambar 11

Bagaimanapun, perkembangan pada tahun-tahun terakhir ini sungguh sangat menarik untuk di-: Jenis SBK yang dihasilkan oleh PRESSS.

(a) Sambungan Prategang (b) Sambungan TCY

(c) Sambungan TCY dengan gap (d) Sambungan Hibrida

Dari program ini telah dihasilkan jenis-jenis SBK yang sama sekali baru. Sambungan-sambung-an ySambungan-sambung-ang termasuk dalam kelompok JPUP ini berki-nerja sangat efisien terhadap pengaruh pembebanan gempa. Kelebihan-kelebihannya didapatkan dari pe-makaian batang-batang tulangan dan tendon

prate-kanan licin (unbonded = ungrouted), grouting

seba-gian pada baja-baja lunak, atau kombinasi daripada-nya. Salah satu jenis sambungan yang dihasilkan, yaitu sambungan hibrida. SBK jenis ini memakai tendon licin bersama-sama dengan baja-baja lunak untuk tulangan longitudinal untuk meningkatkan kapasitas pemencaran energinya. Bila didesain dan dilaksanakan dengan benar, sistem akan berkinerja sebanding dengan struktur yang monolith. Tambah-an lagi, sambungTambah-an ini memiliki kemampuTambah-an untuk memperkecil kerusakan dan melakukan pemulihan

diri sendiri (self-restoring = self-centering) segera

setelah gempa berlalu. Sambungan ini telah diuji dengan memakainya pada bangunan Paramount Building berlantai 38 di San Francisco, yang meru-pakan bangunan beton pracetak tertinggi di wilayah kegempaan tertinggi di A.S.

B B

L 8x8x1/ 2x1'-6" TOP & BOTTOM

1/ 2" THICK T SECTION X 1'-8" TOP & BOTTOM (2) # 7 U-SHAPED TOP & BOTTOM (2) # 8 U-SHAPED TOP & BOTTOM # 4 CLOSED STIRUPS @ 4" O/ C

1/2" JOINT - FILL W/FIBER GROUT PRIOR TO STRESSING

0.50"φPRESTRESSING

STRANDS ( DEBONDED IN BEAMS )

REBAR SPLICE

0.50" φ BONDED PRESTRESSING

STRANDS MILD REINFORCING STEEL IN CORRU-GATED SLEEVES - SOLID GROUTED

MAIN BEAM REINFORCING TOP &

BOTTOM W/90o HOOKS AT COLUMN

FACES ADDITIONAL 2 - #4 EACH FACE OF BEAM TERMINATING 1" CLEAR FROM COLUMN FACE UNBONDED POST-TENSIONING

1/2" JOINT - FILL W/FIBER GROUT 3"WRAP REBAR IN

SLEEVES - TOP & BOTTOM

MILD REINFORCING STEEL - TOP & BOTTOM IN METAL CORRUGATED SLEEVES - SOLID GROUTED

ADDITIONAL REINFORCING

1/2" JOINT - FILL W/FIBER GROUT MILD REINFORCING STEEL AT TOP IN METAL CORRUGATED SLEEVES SOLID GROUTED IN BEAM & COLUMN

1" JOINT - FILL BOTTOM 4" OF JOINT W/FIBER GROUT PRIOR TO STRESSING ADDITIONAL REINFORCING

PER BEAM SECTIONS

BACKER RODS AROUND PVC SLEEVES AT JOINT TO KEEP JOINT FREE OF GROUT

MILD REINFORCING STEEL -TOP & BOTTOM IN METAL CORRUGATED SLEEVES

-1/2" JOINT - FILL W/FIBER GROUT PRIOR TO STRESSING

1/2" JOINT - FILL W/FIBER GROUT PRIOR TO STRESSING 0.50" UNBONDED POST-TENSIONED

STRANDS IN PVC SLEEVE W / NO GROUT

0.50" φ BONDED PRESTRESSING

(7)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

131

perhatikan. Sebagai yang terlihat dari beberapa pu-blikasi terakhir tentang sambungan beton pracetak, para peneliti mengikuti kecenderungan para insi-nyur bangunan yang mencari jenis sambungan yang sederhana dan cepat pemasangannya, disamping ti-dak terlalu mahal biayanya. Terdapat satu pokok pi-kiran yang penting di dalam merencanakan sam-bungan, yaitu menjadikannya sesederhana mungkin sambil tetap mempertahankan persyaratan kinerja-nya. Nilai ekonomi yang optimum akan diperoleh melalui desain yang sederhana sambil tetap mem-pertahankan kinerjanya pada level yang dapat ditema. Berdasarkan pertimbangan ini, dilakukanlah ri-set-riset pada sambungan-sambungan yang lebih sederhana, misalnya oleh para peneliti dari Turki ini [7]. Di dalam risetnya, mereka malah lebih suka memeriksa sambungan-sambungan yang sederhana, disamping banyak dipakai di dalam praktek, daripa-da mengembangkan lebih lanjut sambungan-sam-bungan yang lebih canggih dengan kinerja yang le-bih tinggi, seperti sambungan PRESSS misalnya. Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada kinerjanya, mereka melakukan beberapa modifikasi pada detail konstruksinya. Beberapa jenis SBK yang diteliti itu disampaikan pada Gambar 12.

Gambar 12

Dari keempat jenis SBK yang diperlihatkan pa-da Gambar 12 di atas, akan dipilih satu yang paling sederhana dan paling memungkinkan untuk di-implementasikan di Indonesia. Yang terpilih adalah sambungan cor setempat pada balok, seperti pada Gambar 12-(c). Sambungan tersebut kemudian di-modifikasi untuk keperluan pengecoran secara

kom-posit, sehingga dihasilkan SBK seperti yang diperli- hatkan pada Gambar 13-(a). Tambahkan dengan satu jenis lagi, yaitu yang paling sering dipakai di dalam praktek konstruksi di Indonesia, sebagai yang disajikan pada Gambar 13-(b), sehingga menjadikan keseluruhan kelompok berisi 12 (dua belas) jenis SBK.

: Jenis-jenis SBK yang diteliti oleh Ertas

dkk., 2006.

(a) SBK monolith

(b) SBK cor setempat pada kolom (c) SBK cor setempat pada balok (d) SBK komposit dengan konsol

Gambar 13

5.

STUDI PERBANDINGAN PADA

KI-NERJA DAN KEMUDAHAN KERJA

: Dua jenis SBK ditambahkan ke dalam studi ini.

(a) Komposit cor setempat pada balok (b) Jenis yang umum di Indonesia

Berikut ini akan dilakukan evaluasi pada ke 12 pilihan jenis SBK sebagai yang telah diuraikan di depan, yaitu: (1) BC16, (2) BC17, (3) BC18, (4) BC19, (5) SBK Ghosh, (6) SBK DDC, (7) SBK Prategang, (8) SBK TCY, (9) SBK TCY dengan gap, (10) SBK Hibrida, (11) SBK Gambar 13-(a), dan – (12) SBK Gambar 13-(b). Hasil penilaian di-tampilkan pada Tabel 1. Pada masing-masing jenis akan diuraikan karakteristiknya dari segi kinerja dan kemudahan kerjanya. Beberapa butir penilaian me-liputi kemudahan fabrikasi, kemudahan

ereksi/insta-lasi, penegangan & grouting, keawetan, kemudahan

perbaikan sesudah terjadi kerusakan, ketahanan

ba-kar, kemampuan self-centering, penyerapan energi,

dan kapasitas drift. Metoda penilaian dengan skor

akan dilakukan di dalam studi ini untuk mendapat-kan jenis sambungan yang bernilai paling tinggi. Cara ini telah pernah dilakukan dalam studi yang serupa [5], dan akan diterapkan di sini dengan modifikasi. Untuk mendapatkan keseragaman di dalam skala skor, masing-masing butir penilaian di-jabarkan menjadi 5 sub-item. Skor akan diberikan berdasarkan pemenuhan pada kriteria yang di-maksudkan.

Ternyata evaluasi menghasilkan nilai-nilai ter-tinggi jatuh pada 2 jenis sambungan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, yaitu Pilihan 11 dan Pilihan 12. Posisi ke-3 diduduki oleh Pilihan 6 berdasarkan pada nilai-nilai keunggulan kinerjanya.

15.75 in Steel Plate - Welded

(a) (b)

(c) (d)

(8)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

132

*) Catatan :

Pilihan 1 - SBK BC16 (Gbr. 7) Pilihan 5 - SBK Ghosh (Gbr. 10) Pilihan 9 - SBK TCY dgn. gap (Gbr. 11-c)

Pilihan 2 - SBK BC17 (Gbr. 7) Pilihan 6 - SBK DDC (Gbr. 8) Pilihan 10 - SBK Hibrida (Gbr. 11-d)

Pilihan 3 - SBK BC18 (Gbr. 7) Pilihan 7 - SBK Prategang (Gbr. 11-a) Pilihan 11 - SBK Gbr. 13-a

Pilihan 4 - SBK BC19 (Gbr. 7) Pilihan 8 - SBK TCY (Gbr. 11-b) Pilihan 12 - SBK Gbr. 13-b

(9)

Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

133

Kenyataan ini menarik untuk diperhatikan, karena aspek kemudahan kerja dianggap memiliki prioritas yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan aspek kinerja. Pada keadaan yang sebenarnya, kebu-tuhan pada masing-masing bangunan memang tidak bisa sama atau seragam. Berdasarkan suatu pertim-bangan tertentu, suatu bangunan mungkin lebih membutuhkan kinerja daripada kemudahan kerja, sedangkan bangunan lainnya menghendaki keadaan yang sebaliknya. Untuk situasi seperti inilah, dipan-dang perlu di masa mendatang untuk lebih me-ngembangkan penelitian yang mengarah pada penemuan jenis-jenis sambungan yang baru dengan mengedepankan aspek kemudahan kerjanya sambil tetap mempertahankan kinerjanya pada aras yang

memadai (reasonable).

6.

KESIMPULAN

Pengetahuan tentang karakteristik SBK harus dimiliki oleh seorang insinyur bangunan. Keterang-an mengenai keunggulKeterang-an dKeterang-an kelemahKeterang-an dari berba-gai jenis sambungan sangat penting untuk diketahui bila dia bermaksud membangun bangunan SRPM beton pracetak. Kriteria pertama untuk dipertim-bangkan adalah kinerja sambungan. Kinerja ini yang akan memberikan penjelasan tentang bagaima-na struktur berperilaku dalam merespons beban-be-ban, dan seberapa besar faktor keamanan yang bisa dikerahkan terhadap bahaya keruntuhan. Hal ini akan lebih dirasakan esensinya bila SRPM akan dibangun di daerah rawan bencana gempa. Untuk maksud ini, bukan saja kekuatan, melainkan juga daktilitas dan kemampuan penyerapan/pemencaran energi, diperlukan untuk meyakinkan keamanan para penghuni dari bencana yang ditimbulkan oleh runtuhnya bangunan akibat gempa.

Kriteria kedua adalah kemudahan kerjanya, yaitu kemudahan dan kesederhanaan sambungan untuk dipasang. Kriteria ini tidak kalah pentingnya daripada yang pertama, karena dengan pertimbang-an inilah nilai-nilai desain akpertimbang-an ditupertimbang-angkpertimbang-an ke da-lam pelaksanaan. Tidak menjadi masalah, bagaima-napun bagusnya kinerja yang ditetapkan di dalam perencanaan, bila sulit dilaksanakan maka akan kurang berguna. Dengan kesulitan dan kerumitan di dalam pelaksanaan, beberapa detail konstruksi tidak bisa dipasang secara benar, sehingga mekanisme penyaluran gaya-gaya di dalam struktur akan ter-ganggu. Lebih lanjut, mutu tenaga kerja setempat yang kurang bagus akan menyebabkan nilai-nilai

yang telah ditetapkan di dalam desain sepertinya tidak akan bisa dicapai.

Karenanya, adalah penting untuk juga membe-rikan ruang bagi aspek kemudahan kerja untuk SBK ini. Dengan memberikan tempat bagi kedua kriteria tersebut, akan diperoleh hasil desain yang masih berkinerja cukup bagus yang masih dapat diimple-mentasikan dengan baik. Kuncinya adalah pada pengendalian proses desain sehingga menghasilkan sambungan-sambungan yang mudah dikerjakan dan dengan kinerja pada aras yang memadai.

KEPUSTAKAAN

[1]. ACI Committee (2008) Building Code

Re-quirements for Structural Concrete (ACI

318-08). Farmington Hills, Michigan, U.S.A., 477

h.

[2]. ASCE-SEI (2005) Minimum Design Loads

for Buildings and Other Structures (ASCE 7-05 Standard). Reston, Virginia, U.S.A., 418 h.

[3]. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002)

Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). Bandung, Indonesia, 69 h.

[4]. Brzev, S. and Perez, T.G (2004) Precast

Concrete Construction. Publikasi British Co-lumbia Institute of Technology, Canada. (Tanpa identitas tempat dan waktu publikasi).

[5]. Camarena, D. (2006) Finite Element Analysis

of Precast Prestressed Beam-Column Con-crete Connection in Seismic Construction. Master’s Thesis, Chalmers University of Technology, Gotheborg, Sweden, 106 h.

[6]. Englekirk, R.E. (1995) The Development and

Testing of A Ductile Connector for Assem-bling Precast Concrete Beams and Columns, PCI Journal, March-April, pp. 36-51.

[7]. Ertas, O., Ozden, S. and Ozturan, T. (2006)

Ductile Connections in Precast Concrete Mo-ment Resisting Frames, PCI Journal, May-June, h 2-12.

[8]. Ghosh, S.K., Nakaki, S.D. and Krishnan, K.

(1997) Precast Structures in Region of High

Seismicity – 1997 UBC Design Provision, PCI Journal, November-December, h 76-94.

[9]. Hirosawa, M., Akiyama, T., Kondo, T. and

Zhou, J. (2000) Damages to Beam-to-Column

(10)

Confer-Manajemen dan Rekayasa Struktur C-

134

ence on Earthquake Engineering, New Zea-land, Paper No. 1321.

[10]. International Conference on Building Official

(ICBO) (1997) Uniform Building Code 1997

(UBC 1997) – Vol. 2. Whittier, California, U.S.A., 545 h.

[11]. Joint ACI-ASCE Committee 352 (2002)

Re-commendations for Design of Beam-Column Connections in Monolithic Reinforced Con-crete Structures (ACI 352R-02). Farmington Hills, Michigan, U.S.A., 37 h.

[12]. Martin, L.D. and Korkosz, W.J. (1982)

Connections for Pre-cast Concrete Buildings – Including Earthquake Resistance – A

Re-search Investigation. Glenview, Illinois,

U.S.A., 302 h.

[13]. Mitchell, D., De Vall, R.H., Saatcioglu, M.,

Simpson, R., Tinawi, R. and Tremblay, R.

(1995) Damage to Concrete Structures due to

The 1994 Northridge Earthquake, Canadian Journal of Civil Engineering, Vol. 22, h 361-377.

[14]. Nakaki, S.D., Stanton, J.F. and Sritharan, S.

(1999) An Over-view of The PRESSS

Five-Story Precast Test Building, PCI Journal, March-April, p 26-39.

[15]. Priestley, M.J.N., Sritharan, S. and Conley,

J.R. (1999) Preliminary Results and

Conclu-sions from The PRESSS Five-Story Precast

Test Building, PCI Journal,

Gambar

Gambar 1:  Letak SBK pada SRPM.
Gambar 4:  Beberapa contoh kerusakan pada SBK.
Gambar 5:  SBK yang dikerjakan secara basah  (contoh untuk sambungan luar).
Gambar 8: Sambungan DDC.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Teknik persuasif yang digunakan di dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 19 teknik persuasif, dan setelah melewati proses analisis dan coding ditemukan bahwa

Hasil menunjukkan indeks vigor setelah perendaman dalam etanol selama 30 menit memiliki korelasi yang erat dengan daya berkecambah benih setelah disimpan selama enam bulan

Sejalan dengan perlambatan total kredit yang disalurkan oleh industri perbankan pada triwulan laporan, pertumbuhan penyaluran kredit produktif kepada sektor korporasi juga

Simulasi dilakukan dengan menggunakan Electromagnetic Transients Program (EMTP) sebagai perangkat lunak dengan cara memodelkan gardu induk sesuai representasi peralatan-peralatan

Pemilihan pelarut pada saat ekstraksi secara umum menggunakan prinsip like dissolves like, yang berarti senyawa non polar akan larut pada larutan nonpolar, begitu pula senyawa

2) Algoritme Dijkstra dapat diimplementasikan/digunakan sebagai alternatif dalam penentuan jarak efisien suatu daerah kedaerah yang lain dalam hal ini adalah

Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan energi yang berasal dari ubi kayu dan olahannya adalah pendapatan rumah tangga, besar anggota rumah tangga dan lingkungan

menyatakan, wanita yang menyusui secara ekslusif selama 6- 9 bulan pertama setelah melahirkan berhubungan dengan penurunan persen lemak tubuh dan ratio pinggal-pinggul,