PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Luas wilayah negara Indonesia kira-kira dua per tiga daerahnya adalah
perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari
luas laut sebesar itu di dalamnya banyak sekali terkandung sumberdaya
alam.
Sumberdaya alam laut yang paling nyata manfaatnya bagi kita adalah ikan. Ikan merupakan sumberdaya yang dihasilkan oleh alam secara terus-menerus atau dengan kata lain ikan merupakan sumberdaya alam yang bisa
diperbaharui.
Selain merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui ikan juga tergolong sumberdaya milik umum (common resouces). Sifat yang terakhir ini cenderung
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengelolaan sumberdaya ikan.
Selain merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui ikan juga tergolong sumberdaya milik umum (common resouces). Sifat yang terakhir ini cenderung
SIFAT SUMBERDAYA ALAM IKAN
SIFAT SUMBERDAYA ALAM IKAN
berkaitan dengan sumberdaya alam ikan ada dua golongan
penting yang perlu diperhatikan.
Pertama
, ikan tergolong
sumberdaya alam yang bisa
diperbaharui
(renewable)
,
Pertama
, ikan tergolong
sumberdaya alam yang bisa
diperbaharui
(renewable)
,
kedua
, ikan tergolong juga
pada sumberdaya alam milik
umum
(common resources)
.
kedua
, ikan tergolong juga
pada sumberdaya alam milik
umum
(common resources)
.
sumberdaya alam ikan terhadap dua penggolongan
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Renewable
Sumberdaya alam ikan merupakan sumberdaya alam yang tergolong dapat dipulihkan (renewable). Sifat dapat dipulihkan berarti
sumberdaya alam yang dengan proses alamiah (biologis) bisa
memperbanyak dengan sendirinya atau reproduksi.
Sumberdaya alam ikan merupakan sumberdaya alam yang tergolong dapat dipulihkan (renewable). Sifat dapat dipulihkan berarti
sumberdaya alam yang dengan proses alamiah (biologis) bisa
memperbanyak dengan sendirinya atau reproduksi.
Reproduksi ini bisa terjadi jika ikan yang dieksploitasi sebagian (tidak seluruhnya), sehingga sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya
dengan berkembang biak.
Reproduksi ini bisa terjadi jika ikan yang dieksploitasi sebagian (tidak seluruhnya), sehingga sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya
dengan berkembang biak.
Populasi atau persediaan ikan dapat sangat berfluktuasi
Populasi atau persediaan ikan dapat sangat berfluktuasi
dan tidak dapat diramalkan disebabkan karena adanya
dan tidak dapat diramalkan disebabkan karena adanya
perubahan-perubahan iklim.
perubahan-perubahan iklim.
Upaya untuk menjaga proses pemulihan
Upaya untuk menjaga proses pemulihan
(renewable)
(renewable)
sumberdaya alam ikan dapat dilakukan dengan cara
sumberdaya alam ikan dapat dilakukan dengan cara
Penutupan musim penangkapan ikan
Penutupan musim penangkapan ikan
Menurut Beddington dan Retting (1983), paling tidak ada bentuk
penutupan musim penangkapan ikan, yaitu:
Menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk
memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari bentuk ini adalah perikanan ikan teri (anchovi) di Peru yang biasanya menutup kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan ukuran kecil sangat banyak di perairan.
Menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk
memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari bentuk ini adalah perikanan ikan teri (anchovi) di Peru yang biasanya menutup kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan ukuran kecil sangat banyak di perairan.
Penutupan kegiatan penangkapan karena sumberdaya ikan telah
mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Oleh karena itu, kebijakan penutupan musim harus dilakukan untuk
membuka peluang pada sumberdaya ikan yang masih tersisa memperbaiki populasinya.
Penutupan kegiatan penangkapan karena sumberdaya ikan telah
mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Oleh karena itu, kebijakan penutupan musim harus dilakukan untuk
membuka peluang pada sumberdaya ikan yang masih tersisa memperbaiki populasinya.
Penutupan daerah penangkapan ikan
Pendekatan penutupan daerah penangkapan berarti menghentikan
kegiatan penangkapan ikan di suatu perairan. Biasanya pada
musim tertentu atau secara permanen.
Kebijakan penutupan penangkapan ikan dapat juga dilakukan secara
selektif dengan cara mengkhususkan daerah yang bersangkutan bagi
kelompok nelayan dengan skala usaha atau alat penangkapan ikan tertentu. Contoh kebijakan seperti ini sangat populer di negara berkembang yang dikenal dengan nama coastal belt atau
fishing belt.
Kebijakan penutupan penangkapan ikan dapat juga dilakukan secara
selektif dengan cara mengkhususkan daerah yang bersangkutan bagi
kelompok nelayan dengan skala usaha atau alat penangkapan ikan tertentu. Contoh kebijakan seperti ini sangat populer di negara berkembang yang dikenal dengan nama coastal belt atau
fishing belt.
Di Indonesia, kebijakan
Di Indonesia, kebijakan
fishing belt
fishing belt
juga diberlakukan meskipun tidak
juga diberlakukan meskipun tidak
begitu efektif karena banyaknya pelanggaran yang disebabkan
begitu efektif karena banyaknya pelanggaran yang disebabkan
kurangnya pengawasan lapangan atau miskinnya penegakan hukum.
kurangnya pengawasan lapangan atau miskinnya penegakan hukum.
Fishing belt
Fishing belt
di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu
di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu
(Victor, 2002):
(Victor, 2002):
•
Perairan pada radius 4 mil laut dari
garis pantai
•
Perairan pada radius 4 mil hingga 12
mil laut dari pantai
•
Perairan di atas 12 mil laut.
Secara resmi pembagian fishing belt seperti ini telah diakomodasikan dalam Undang-Undang (UU) No.32 tahun 2004 tentang pemerintah
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Milik Umum
Ikan Sebagai Sumberdaya Alam Milik Umum
Sumberdaya alam milik umum (common resources) mempunyai
dua ciri pokok yaitu:
pertama, tidak terbatasnya cara-cara pengambilan
pertama, tidak terbatasnya cara-cara pengambilan
kedua, terdapat interaksi diantara para pemakai
sumberdaya itu sehingga terjadi saling berebut
satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam
biaya yang sifatnya disekonomi
kedua, terdapat interaksi diantara para pemakai
sumberdaya itu sehingga terjadi saling berebut
satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam
biaya yang sifatnya disekonomi
Satu istilah yang berlaku bagi sumberdaya alam milik umum
adalah “every one’s and no one’s property is every one property”
artinya bahwa karena sumberdaya alam tersebut milik semua
Memang dalam banyak hal ada banyak peraturan yang mengatur
atau membatasi, namun peraturan tersebut pada dasarnya tidak
efektif dan efisien, sehingga timbul hal-hal sebagai berikut:
• Penangkapan akan berlebihan
• Punahnya populasi ikan akan lebih pasti dibanding dengan di bawah pemilikan perorangan
• Dapat menjadikan biaya penangkapan mahal (Suparmoko, 1987).
Sedangkan menurut (Victor, 2002) pengelolaan sumberdaya alam
milik umum akan meninbulkan dilema dalam pengelolaannya.
Dilema yang pertama adalah eksternalitas, eksternalitas muncul ketika nelayan mengambil ikan dari laut tanpa memperhitungkan akibat
pengambilan ikan tersebut bagi nelayan lain. Dilema muncul karena ketika nelayan yang mengambil ikan memetik keuntungan, nelayan lain ternyata mengalami kerugian karena berkurangnya ikan.
Dilema ketiga berkaitan dengan masalah penentuan lokasi penangkapan ikan. Oleh karena ikan biasanya berkumpul atau berkonsentrasi di lokasi dan perairan tertentu, seperti lokasi berlindung ikan, mereka yang
KONDISI SUMBERDYA ALAM IKAN
KONDISI SUMBERDYA ALAM IKAN
Luas teritorial wilayah laut Indonesia keseluruhannya berkisar
3,1 juta km
2.
Selain itu, Indonesia juga
memiliki hak pengelolaan dan
pemanfaatan ikan di Zone
Ekonomi Eksklusif (ZEE), yaitu
perairan yang berada 12
hingga 200 mil dari garis
pantai titik-titik terluar
kepulauan Indonesia. Luas
ZEE Indonesia sekitar 2,7 juta
km
2.
Dengan demikian,
Indonesia dapat
memanfaatkan
sumberdaya alam hayati
dan non hayati di perairan
yang luasnya sekitar 5,8
juta km
2.
Dari luas perairan teritorial maupun ZEE, diperkirakan ada potensi ikan sebesar 6,1 juta ton yang dapat ditangkap secara lestari sepanjang tahun. Pemanfaatan potensi ini sudah sekitar 60 %.
Prosentase ini sebenarnya sudah merupakan suatu peringatan, karena berdasarkan tanggung jawab komitmen internasional mengenai perikanan yang dibuat Food and Agriculture Organization (FAO) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), hanya sekitar 80% ikan yang boleh
Kondisi Sumberdaya Alam Ikan di Indonesia
Jika dipotret setiap perairan,
umumnya dapat dikatakan bahwa
perairan teritorial di kawasan
barat Indonesia seperti Malaka,
Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut
Cina Selatan, telah mengalami
atau menunjukkan gejala tangkap
lebih (over fishing) bagi
jenis-jenis ikan yang tinggi nilai
ekonomisnya.
Gambaran indikasi over fishing
dapat dilihat dari produksi
tangkapan ikan laut pada
tahun 1999 telah mencapai
3,68 juta ton atau sekitar 60%
dari perkiraan MSY (Maximum
Sustainable Yield) sekitar 6,1
juta ton.
Akan tetapi jika tolak ukurnya bukan MSY, tapi TAC (Total
Allowable Catch) yang memperkirakan potensi ikan di Indonesia
sekitar 5 juta ton, maka sebetulnya pada akhir tahun 1999
Meskipun secara agregat nasional baru 74% sumberdaya ikan
Meskipun secara agregat nasional baru 74% sumberdaya ikan
Indonesia yang dimanfaatkan, namun distribusinya
Indonesia yang dimanfaatkan, namun distribusinya
berdasarkan daerah sangat tidak seimbang.
berdasarkan daerah sangat tidak seimbang.
Sebagai refleksi, dari
banyaknya nelayan di Pantai
Utara Jawa, Selat malaka, dan
Sulawesi Selatan, perairan
yang berbatasan dengan
ketiga pantai tersebut
cenderung telah mencapai
status tangkap penuh
(full-exploitation) atau bahkan
tangkap lebih
(over-exploitation).
Sebagai refleksi, dari
banyaknya nelayan di Pantai
Utara Jawa, Selat malaka, dan
Sulawesi Selatan, perairan
yang berbatasan dengan
ketiga pantai tersebut
cenderung telah mencapai
status tangkap penuh
(full-exploitation) atau bahkan
tangkap lebih
(over-exploitation).
Perairan yang berindikasi telah
mencapai status tangkap penuh
atau tangkap lebih adalah Laut
Jawa, Selat Malaka, dan Laut Flores.
Selain itu, sumberdaya udang di
Laut Arafura diindikasikan telah
mencapai status tangkap penuh.
Demikian juga, ikan tuna dan
cakalang di perairan utara timur
Indonesia cenderung dimafaatkan
secara penuh dilihat dari semakin
kurangnya produksi, semakin
kecilnya ukuran ikan yang
ditangkap, dan semakin jauhnya
daerah penangkapan (fishing
ground).
Perairan yang berindikasi telah
mencapai status tangkap penuh
atau tangkap lebih adalah Laut
Jawa, Selat Malaka, dan Laut Flores.
Selain itu, sumberdaya udang di
Laut Arafura diindikasikan telah
mencapai status tangkap penuh.
Demikian juga, ikan tuna dan
cakalang di perairan utara timur
Indonesia cenderung dimafaatkan
secara penuh dilihat dari semakin
kurangnya produksi, semakin
kecilnya ukuran ikan yang
Kondisi Sumberdaya Alam Ikan Dunia
Kondisi Sumberdaya Alam Ikan Dunia
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Food and
Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa produksi
ikan dunia cenderung stabil atau meningkat dengan prosentase
yang kecil yaitu sekitar 1,5% per tahun selam lima tahun
terakhir.
Produksi ikan dari kegiatan
penangkapan di laut justru
menunjukkkan gejala mulai
menurun, yaitu dari 84,7 juta
ton pada tahun 1994 menjadi
84,1 juta ton pada tahun
1999.
Produksi ikan dari kegiatan
penangkapan di laut justru
menunjukkkan gejala mulai
menurun, yaitu dari 84,7 juta
ton pada tahun 1994 menjadi
84,1 juta ton pada tahun
1999.
Kestabilan produksi ikan dunia
lebih disebabkan kontribusi
positif dari kegiatan budidaya
perikanan yang meningkat
sekitar 10 % per tahun pada
periode 1994 sampai dengan
1999, dari sekitar 28,8 juta ton
pada tahun 1994 menjadi 32,9
juta ton pada tahun 1999.
Kestabilan produksi ikan dunia
lebih disebabkan kontribusi
positif dari kegiatan budidaya
perikanan yang meningkat
sekitar 10 % per tahun pada
periode 1994 sampai dengan
1999, dari sekitar 28,8 juta ton
pada tahun 1994 menjadi 32,9
juta ton pada tahun 1999.
Dengan demikian, jika pola ini tetap berjalan, ketergantungan produksi pada kegiatan penangkapan ikan makin kecil. Sebaliknya,
FAO juga mengevaluasi status pemanfaatan sumberdaya ikan menurut
perairan-perairan penting di dunia. Untuk itu, perairan di seluruh dunia
dikelompokkan menjadi 16 perairan yang terdiri:
6 wilayah perairan di Samudera
Atlantik
6 wilayah perairan di Samudera
Atlantik
2 wilayah perairan di Samudera
Indonesia
2 wilayah perairan di Samudera
Indonesia
6 wilayah perairan di Samudera
Pasifik,
6 wilayah perairan di Samudera
Pasifik,
masing-masing 1 wilayah untuk
perairan Laut Mediteranea dan
perairan Antartik
masing-masing 1 wilayah untuk
perairan Laut Mediteranea dan
perairan Antartik
Hasil evaluasi FAO berdasarkan rasio produksi pada tahun 1998 dengan
potensi lestari MSY (Maximum Sustainable Yield) atau rasio produksi dengan MLTAY (Maximum Long-Term Average Yield) menunjukkan bahwa :
•Empat wilayah perairan telah mencapai puncak pemanfaatan sumberdaya. Keempat wilayah perairan tersebut termasuk perairan Indonsia dan Pasifik Barat Daya (Southwest Pacific)
•Delapan perairan lainnya telah dimanfaatkan sekitar lebih dari 70%
KRITERIA PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
KRITERIA PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
Kriteria dan indikator pengelolaan sumberdaya alam ikan yang baik
setidaknya ada tiga yaitu antara lain:
kriteria dan indikator
efisiensi
kriteria dan indikator
efisiensi
kriteria dan indikator
berkelanjutan
kriteria dan indikator
berkelanjutan
kriteria dan indikator pemerataan
kriteria dan indikator pemerataan
Kriteria dan Indikator Efisiensi
Kriteria dan Indikator Efisiensi
Kriteria efisiensi disebut juga dengan produktivitas, yaitu Kriteria efisiensi disebut juga dengan produktivitas, yaitu
kriteria penilaian kinerja pengelolaan dengan melihat besaran kriteria penilaian kinerja pengelolaan dengan melihat besaran (magnitude) output yang dihasilkan rezim tersebut secara
(magnitude) output yang dihasilkan rezim tersebut secara relatif dibandingkan output pengelolaan lain atau biaya yang relatif dibandingkan output pengelolaan lain atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh output itu.
Kriteria dan Indikator Berkelanjutan
Kriteria dan Indikator Berkelanjutan
Kriteria berkelanjutan suatu manajemen pengelolaan sumberdaya Kriteria berkelanjutan suatu manajemen pengelolaan sumberdaya alam ikan dapat dinilai dari sisi sikap masyarakat untuk menjaga alam ikan dapat dinilai dari sisi sikap masyarakat untuk menjaga lingkungan dan sumberdaya
lingkungan dan sumberdaya (stewardship) dan kelenturan (stewardship) dan kelenturan
(resilience)
(resilience) sistem. Sikap atau tindakan masyarakat yang sistem. Sikap atau tindakan masyarakat yang
stewardship
stewardship adalah kecenderungan masyarakat untuk adalah kecenderungan masyarakat untuk
mempertahankan produktivitas serta karakteristik ekologi mempertahankan produktivitas serta karakteristik ekologi sumberdaya.
sumberdaya. Stewardship dapat dibagi menjadi tiga komponen Stewardship dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu: horizon waktu, pemantauan, dan penegakan hukum.
yaitu: horizon waktu, pemantauan, dan penegakan hukum.
Kiteria dan Indikator Pemerataan
Kiteria dan Indikator Pemerataan
Kriteria pemerataan adalah yang paling banyak disoroti Kriteria pemerataan adalah yang paling banyak disoroti
mayarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak puas mayarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak puas
dengan apa yang terjadi, yang mereka terima, dan yang mereka dengan apa yang terjadi, yang mereka terima, dan yang mereka
alami. Ketidakpuasan masyarakat disebabkan karena adanya alami. Ketidakpuasan masyarakat disebabkan karena adanya
ketimpangan di tengah-tengah mereka atau antara mereka ketimpangan di tengah-tengah mereka atau antara mereka
Menurut Hann (1994) kriteria pemerataan memiliki empat
Menurut Hann (1994) kriteria pemerataan memiliki empat
komponen utama, yaitu:
komponen utama, yaitu:
• Representasi: suatu pengelolaan yang lebih adil harus mampu mewakili keseluruhan keinginan dan mengakomodasi seluruh keragaman yang ada dalam masyarakat.
• Kejelasan proses: proses manajemen harus memiliki tujuan yang jelas dan pelaksanaannya dilakukan secara transparan.
• Harapan yang homogen: seluruh pihak yang terlibat atau semua pemegang kepentingan harus memiliki kesepakatan tentang proses dan tujuan pengelolaan sumberdaya.
• Dampak distribusi: proses dan pelaksanaan manajemen harus mampu memberikan perubahan distribusi barang dan jasa. Hal tersebut harus merupakan suatu opini yang perlu dipertimbangkan sejak awal.
• Representasi: suatu pengelolaan yang lebih adil harus mampu mewakili keseluruhan keinginan dan mengakomodasi seluruh keragaman yang ada dalam masyarakat.
• Kejelasan proses: proses manajemen harus memiliki tujuan yang jelas dan pelaksanaannya dilakukan secara transparan.
• Harapan yang homogen: seluruh pihak yang terlibat atau semua pemegang kepentingan harus memiliki kesepakatan tentang proses dan tujuan pengelolaan sumberdaya.