• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM BAHTERAMAS PROVINSI docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM BAHTERAMAS PROVINSI docx"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM BAHTERAMAS

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang Program BAHTERAMAS

Semangat desentralisasi kemudian hadir untuk membangkitkan inovasi daerah, dalam melaksanakan pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang lebih akuntabel serta dalam pemberdayaan masyarakat. Daerah kemudian diberikan kewenangan untuk dapat melakukan terobosan baru dalam alur pemerintahannya, sudah menjadi tuntutan daerah untuk memberikan yang terbaik bagi perkembangan daerah dan tentunya bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Saat ini masalah kemiskinan, akses pendidikan, kesehatan dan keberdayaan masyarakat didaerah adalah salah satu isu krusial dalam pembangunan daerah. persoalan ini pula yang menjadi alasan bagi beberapa daerah yang dinilai rendah dalam pelaksanaan otonomi daerahnya. Lemahnya inovasi dari pemerintah daerah kemudian menjadi kendala utama, disamping ketergantungan terhadap dukungan fiskal dari pusat.

Perkembangan selanjutnya dalam memecahkan persoalan tersebut, adalah dengan lebih membangun pemerintahan daerah yang lebih partisipatif, akuntabel dan membawa jiwa pembaharu di daerah. dengan lebih mengedepankan adanya kebijakan maupun program pemerintah yang lebih diorientasikan kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga esensi otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat tercapai.

Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari NKRI yang memiliki kewenangan dalam mengatur pemerintahannya sendiri dan berorientasi dalam pembangunan masyarakatnya. Terpilihnya Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 melalui pemilukada yakni Nur Alam dan Saleh Lasata, kemudian merancang visi misi daerah sesuai dengan visi misi gubernur dan wakil gubernur. Rancangan visi dan misi ini kemudian dinamakan program BAHTERAMAS.

(2)

b. Deskripsi Singkat Program BAHTERAMAS

Berawal dari Visi Misi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam pemilukada Sultra 2008-2013. maka, terpilihnya pasangan Nur Alam dan Saleh La Sata menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013 menjadi awal pelaksanaan program BAHTERAMAS. Dimana Visi dan Misi Gubernur kemudian menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) selama lima tahun.

Program BAHTERAMAS sebagai visi dan misi kepala daerah dalam pencalonannya pada pemilukada, kemudian menjadi dasar dalam pembentukan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara 2008-2013 yang merupakan Rencana Strategis Daerah, secara sistematis telah menjabarkan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih yang merupakan pedoman bagi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam merumuskan rencana-rencana pembangunan daerah selama lima tahun.

Sebagai bagian dari Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, kemudian program Bahteramas menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), disisi lain hal itu juga sebagai rencana strategis dari satuan perangkat kerja dibawahnya. Adapun gambaran program Bahteramas dalam penerjemahan sebagai Rencana Pembangunan Daerah adalah, sebagai berikut;

Gambar 1.1. Kerangka Program BAHTERAMAS dalam RPJMD SULTRA

(3)

program BAHTERAMAS dalam RPJMD Provinsi adalah juga merupakan skema yang akan diperhatikan oleh pemerintah daerah dibawahnya. Berdasar pada hal tersebut diatas kemudian RPJMD tertuang menjadi Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tingkat Provinsi.

Dari dokumen RPJMD tingkat provinsi tersebut kemudian dijabarkan menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang menjadi pedoman bagi seluruh SKPD dibawahnya untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) masing-masing. Sama halnya juga, dalam hirarki pembentukan RPJMD tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah 5 (lima) tahunan sehingga membentuk suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan daerah dan nasional.

Lebih jelasnya hirarki dalam perumusan RPJM terhadap RPJP Nasional adalah ;

Gambar 1.2 Hirarki Penyususan Rencana Pembangunan

Dari kerangka diatas dapat dilihat keterhubungan (linkage) dari program pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten, dalam implementasi program Bahteramas. Sehingga keberhasilan dalam implentasi program tersebut dipengaruhi juga dengan konsensus atau komunikasi yang dibangun antara pemerintah provinsi dan pemerintah daerah dibawahnya.

Adapaun jabaran dari tiga program utama BAHTERAMAS tersebut adalah, ditujukan pada ;

1. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP)

(4)

standart pelayanan minimal, (c) menciptakan cakupan pendidikan secara merata kepada seluruh penduduk usia sekolah pada jenjang Sekolah Dasar s.d Sekolah Menengah, (d) Meningkatkan AngkaPartisipasi Kasar (APK) dalam rangka mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun menuju pada pelaksanaan wajib belajar pendidikan 12 tahun.

Biaya Operasional Pendidikan (BOP) adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berjalan secara teratur dan berkelanjutan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Adapun sasaran program adalah :

1. Bebas biaya pendaftaran siswa baru

2. Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan ajar dan LKS 3. Pemberian Insentif Guru

4. Pengembangan Profesi guru

5. Pembiayaan Perpustakaan dan Administrasi Sekolah 6. Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler

7. Pengadaan Alat Peraga dan bahan praktikum 8. Pembiayaan Ujian Sekolah dan

9. Perawatan langganan Daya dan Jasa.

2. Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP)

Cakupan dalam program ini adalah pembebasan biaya pelayanan pengobatan kepada masyarakat miskin, disamping itu penanggungan biaya perujukan berobat hingga kelas III pada Rumah Sakit Daerah (RSUD). Disamping itu ditunjang dengan peningkatan penggunaan anggaran dalam bidang kesehatan dalam realiasasi APBD Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni memberikan besaran 10 % realisasi APBD untuk membiayai program tersebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya (Dokumen RPJMD SULTRA 2008-2013).

3. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan. Pada tahun 2008, Gubernur Sulawesi Tenggara mencanangkan program Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat). Program ini mencakup pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP), pelayanan kesehatan gratis, serta dana block grant kepada pemerintah desa sebesar Rp. 100 juta per tahun. Untuk merealisasikan program Bahteramas yang terkait dengan block grant, pemerintah provinsi telah mengalokasikan sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer, yakni dalam bentuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa.

(5)

tertinggi kepada lembaga atau organisasi dibawahnya yang bersifat hibah. Bantuan ini menjadi dasar atau acuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

Tujuan khusus dari bantuan ini adalah meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemerintahan tingkat desa dan kelurahan, terutama dalam kewenangannya pada pengelolaan keuangan. Disamping itu, tujuan khusus dari bantuan keuangan ini adalah mengembangkan serta singkronisasi program-program pemerintah tingkat diatasnya, mendorong partisipasi masyarakat ditingkat desa dan kelurahan dalam program pemerintah, serta meningkatkan kapasitas Pemerintah Lokal dalam melaksanakan kewenangan dibidang perencanaan, penganggaran dan pembangunan pada umumnya.

Dari gambaran tersebut nampak bahwa, program BAHTERAMAS tersebut selain ditujukan pada membangun kesejahteraan masyarakat namun juga ditujukan pada peningkatan partisipasi masyarakat serta derajat kesehatan masyarakat. sehingga prospek pemberdayaan masyarakat sebagai potensi bidang sumberdaya manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat tercapai dengan baik.

Selanjutnya akan diberikan gambaran umum pelaksanaan program BAHTERAMAS, karena lingkup provinsi yang mana menjadi acuan pemerintahan Kota/ Kabupaten dalam menyusun RPJMD Kota/ Kabupaten, dan tentunya RPJMD kota/kabupaten mengacu pada penjabaran visi dan misi dari kepala daerah (Walikota/ Bupati). Disisi ini kemudian tentunya pelaksanaan program Bahteramas tersebut, dangat dipengaruhi dengan konsesus yang dibanguan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten. Maka alur pelaksanaan akan dijabarkan secara umum berdasarkan kondisi wilayah, didukung pula dengan data BPS, Bappenas Provinsi Sulawesi Tenggara, serta dokumen terkait pelaksanaan program, disamping itu juga keterlibatan SKPD di tingkat daerah dibawah juga sebagai aktor dalam pelaksanaan implementasi program.

c. Pelaksanaan Program BAHTERAMAS

Secara umum pelibatan aktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi Tenggara, BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian Keuangan cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di kota Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat penerima manfaat.

(6)

Disamping itu juga akan dikemukakan secara beruntun yakni keterlibatan aktor/ Implementator, Mekanisme Pelaksanaanya hingga kelompok sasaran dalam program tersebut.

a. Pembebasan Biaya Operasional Sekolah.

Diawali dengan pembentukan Peraturan Gubernur No 24 tahun 2008 tentang Pembebasan BOP Pendidikan dasar dan Menengah. Dimana pada fokus program ini adalah pembebasan biaya operasional pendidikan (BOP), kemudian melibatkan aktor sebagai implementator program ini adalah yakni Dinas Pendidikan Provinsi dan juga tentu Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, Kepala Sekolah, serta guru-guru sekolah dan Komite Sekolah.

Mekanisme pelaksanaan program ini yakni dengan pelibatan stakeholder, kepala sekolah, dewan guru dan juga komite sekolah dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS). Walaupun mekanisme ini kurang berjalan baik disebabkan pelibatan dewan guru dan komite sekolah terkadang terabaikan terutama didaerah.

Menurut hasil analisis keuangan publik provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, Setidaknya sejak tahun 2009 diperkirakan sebagian besar belanja pendidikan pemerintah provinsi dialokasikan melalui transfer (bantuan keuangan, hibah, dll). Proporsi belanja pendidikan provinsi meningkat hingga 12 persen tahun 2009, namun kembali menurun hingga 4 persen pada tahun 2011. Penurunan belanja pendidikan dalam dua tahun terakhir diperkirakan karena sebagian besar belanja pendidikan provinsi dialokasikan melalui belanja bantuan kependidikan seperti Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), beasiswa, dll.

Program yang ditujukan pada sekolah tingkat SD hingga SMA ini, mencakup pada pembebasan biaya pendaftaran siswa baru, Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan ajar dan LKS, Pemberian Insentif Guru, Pengembangan Profesi guru, Pembiayaan Perpustakaan dan Administrasi Sekolah, Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler, Pengadaan Alat Peraga dan bahan praktikum, Pembiayaan Ujian Sekolah dan Perawatan langganan Daya dan Jasa.

b. Pembebasan Biaya Pengobatan

(7)

Mekanisme pelaksanaan program ini didasarkan pada hak-hak masyarakat di bidang kesehatan dalam bentuk hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai sehingga risiko penularan penyakit dan kekurangan gizi semakin berkurang. Untuk itu dalam pelaksanaanya, pemerintah daerah melakukan pendataan terhadap jumlah dan pesebaran masyarakat miskin didaerah, yang kemudian diberikan kesempatan untuk mendapatkan pembebasan biaya pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah.

Namun pada posisi ini, belum diketahu lebih jelas mekanisme yang diberikan kepada penerima manfaat dari program ini yakni masyarakat miskin. Terutama dalam penanganan di RSUD karena yang dipakai standarisasi bantuan ini adalah RSUD kelas III, sedangkan RSUD kelas III tersebut hanya berada di wilayah perkotaan. Sehingga masyarakat di daerah pedesaan dan terluar belum dapat merasakan manfaat tersebut.

Sebagai contoh adalah seperti yang dikemukakan dalam hasil analisis keuangan publik provinsi Sulawesi Tenggara, bahwa Meskipun pada skala provinsi berbagai rasio fasilitas maupun tenaga kesehatan per penduduk sudah mengalami perbaikan, namun masih diwarnai kesenjangan yang tinggi antar kabupaten/kota. Dua kabupaten yang baru mekar (Buton Utara dan Konawe Utara) masih belum memiliki RSUD. Meskipun di beberapa daerah sudah terdapat rumah sakit, namun rasio tempat tidur RS per penduduk masih timpang. Rasio ketersediaan Puskesmas, Pustu dan tenaga kesehatan pada skala provinsi sudah cukup baik, namun pada tingkat kabupaten/kota masih menunjukkan kesenjangan. Peran pemerintah provinsi diperlukan dalam mendorong pengurangan ketimpangan rasio fasilitas dan tenaga kesehatan antar kabupaten/kota.

c. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan Bantuan Keuangan (Block Grant) berupa bantuan dana sebesar 100 juta perdesa dalam setahun, yang dijabarkan melalu Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 25a Tahun 2008 tentang Block Grant. Adapun keterlibatan aktor atau implementator pada bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamayan, yakni melibatkan Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa hingga tokoh masyarakat tingkat desa.

Disamping itu juga, pemerintah Provinsi membentuk lembaga keuangan berupa Bank sebagai sarana penyalur bantuan keuangan yakni; melalui Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Bank Pengkreditan Rakyat Bahteramas. Dengan tujuan (Pasal 6) untuk untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat Sulawesi Tenggara dan pembangunan daerah serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.

(8)

Tenggara mencanangkan program Bahteramas dimana Program block grant merupakan salah satu prioritas dalam dalam program tersebut. Untuk merealisasikan program Bahteramas yang terkait dengan block grant, pemerintah provinsi telah mengalokasikan sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer, yakni dalam bentuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa. Alokasi block grant bersifat sama untuk semua desa tanpa memperhitungkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dll.

Pentahapan penetapan Program Bantuan Keuangan/Block Grant Desa/Kelurahan ditetapkan melalui mekanisme pengambilan keputusan masyarakat dalam Musrenbangdes/kel, dengan kegiatan :

a. Pra Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), yakni melakukan Identifikasi Potensi dan Permasalah, dan Melakukan evaluasi program yang belum terdanai tahun sebelumnya.

b. Pelaksanaan Musrenbang,

Musrenbang Desa/ Kelurahan merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi bagi masyarakat Desa dalam pengambilan keputusan terhadap program dan kegiatan pembangunan Desa/ Kelurahan yang dihadiri oleh seluruh stakeholder. pelaksanakan musrenbang yang substansinya terdiri dari :

 Penjelasan mekanisme musrenbang

 Evaluasi kegiatan tahun lalu atau kendala-kendala pelaksanaan pembangunan desa/kelurahan

 Diskusi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan

 Menetapkan skala prioritas program dan kegiatan, lokasi, volume, pelaksana serta sumber dan besarnya dana setiap kegiatan.

 Mengesahkan program dan kegiatan yang telah tersusun dalam matrik Daftar Kegiatan dan Anggaran (DKA).

 Menutup kegiatan musrenbang dengan membacakan hasil – hasil yang telah ditetapkan dalam musrenbang.

c. Pasca Musrenbang

Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pelaksnaan hasil musrenbang maka program dan kegiatan yang telah ditetapkan disebarluaskan kepada masyarakat melalui :  Diumumkan melalui papan pengumuman di Kantor/Balai Desa, di tempat Ibadah dan

lain – lain.

(9)

Tentunya dalam pelaksanaan musrembang tersebut membutuhkan partisipan dalam implementasi program tersebut, yaitu ;

a. Kepala Desa/Lurah dan Aparat Desa/Kelurahan b. Badan Perwakilan Desa (BPD)

c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) d. Wakil dari masing-masing Dusun/RW/RT e. Tim Penggerak PKK / Dasa Wisma f. LSM / Organisasi Masyarakat g. Tokoh Masyarakat, tokoh agama

h. Anggota masyarakat lainnya yang berminat untuk hadir

Kemudian pihak-pihak yang mengikuti Musrembang tersebut diberikan Bimbingan Teknis Pengelolaan Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan, Kepala Desa beserta seluruh warga masyarakat secara bersama – sama dapat menyusun atau membuat Proposal Program dan Kegiatan prioritas Desa/Kelurahan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam hal ini adalah Tim Verifikasi Proposal dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi.

Secara umum gambaran mengenai pelaksanaan program Bahteramas seperti disebut diatas, walaupun memang sampai saat ini belum ada data pasti mengenai capaian program, mekanisme serta implikasi yang menyertainnya. Terakhir melalui Analisis keuangan publik yang dilakukan dan tertulis dalam dokumen hasilnya, bahwa masih banyak seputar kinerja program Bahteramas ini yang belum menunjukkan adanya realisasi nyata.

(10)

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

a. Diskusi Teoritik

Kebijakan Publik

Istilah kebijakan (policy) serigkali penggunaanya salaing dipertukarkan dengan istilah tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar (Wahab, 1997). Kebijakan pada intinya adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi sederhana atau kompleks, kualitatif atau kuantitatif, khusus atau umum, luas atau sempit, serta publik atau privat.

Sejalan dengan itu, Frederick (dalam Islamy, 1997) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Sebuah kebijakan tentunya berasal dari adanya sebuah masalah publik yang perlu dicarikan jalan keluar oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan publik. James E. Anderson (1979) mengatakan masalah publik sebagai suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan pada rakyat, sehingga perlu dicarikan cara-cara penanggulangannya. Kemudian Dunn (1998; 210-213) menambahkan bahwa masalah publik sebagai kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir dan hanya dapat dicapai melalui tindakan kebijakan publik.

Sebagai sebuah kebijakan publik, Program Bahteramas sejalan dengan pendapat Carl I. Friederick (Nugroho, 2012; 119) yang menyatakan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Merujuk pada posisi daerah, tentu sebuah kebijakan publik hendaknya didasarkan pada potensi yang ada serta ancaman yang dapat muncul didaerah tersebut.

(11)

Sebenarnya masih banyak pendefenisian mengenai kebijakan publik selain yang diatas, namun secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan pada intinya mengandung beberapa rumusan yaitu; (1) adanya serangkaian tindakan; (2) dilakukan oleh seseorangan atau sekelompok orang; (3) adanya pemecahan masalah (4) adanya tujuan tertentu (Domai, 2011; 65-66).

Meskipun demikian, istilah dari beberapa pengertian diatas secara umum pada kenyataannya lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah serta perilaku negara pada umumnya, yang kemudian lebih sering dikenal dengan kebijakan negara atau kebijakan pemerintah.

Seperti yang dikemukakan Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan pemerintah (Nugroho, 2012; 124). Lebih lanjut Dya menambahkan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujua objektifnya dan kebijakan negara itu harus meliputi semua tindakan pemerintan. Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.

Sedangkan menurut Winarno (2011) bahwa dalam mendefinisikan kebijakan haruslah melihat apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan mengenai suatu persoalan. Alasannya adalah karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi, sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.

Dengan penegertian kebijakan negara tersebut diatas bagaimanapun rumusannya pada hakekatnya bahwa kebijakan negara mengarah pada kepentingan publik (public interest), dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada. Seseorang atau sekelompok orang aktor politik (administrator publik) harus senantiasa memasukkan pikiran-pikiran publik dalam wacana politiknya, dan bukan hanya pikirannya atau kemauannya semata-mata dalam pengambilan keputusan (Domai, 2011; 67).

Implementasi Kebijakan

Sebagai proses lebih lanjut setelah suatu program dirumuskan dalam kepusan-keputusan (decision) oleh para aktor adalah bagaimana program itu diimplementasikan. Tentunya suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Ketika sebuah kebijakan publik dapat mencapai tujuannya maka kebijakan tersebut harus diimplementasikan (Nugroho, 2012;674).

(12)

melaksanakan keputusan/kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden).

Sebuah kebijakan akan diketahui manfaat dan tujuannya ketika diimplementasikan, disamping itu pengendalian dan faktor pelaksananya juga menjadi point penting disini. Menurut Barret dan Fudge, Implementasi kebijakan adalah kegiatan untuk menjabarkan keputusan kebijakan ke langkah yang lebih operasional untuk dilakukan melalui tindakan koordinasi substansial berbagai faktor dan lembaga untuk memastikan sumber-sumber tersedia dan memastikan segala sesuatu terjadi sebagaimana yang diinginkan

Secara lebih ekplisit Jones (1987) menyatakan Implementasi sebagai proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya. Dalam Nugroho (2012; 674) untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplemntasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijkan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut.

Ditambahkan pula bahwa, kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antaralain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain.

Proses implementasi lebih rinci dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier (1981, dalam Nugroho, 2012; ) menyatakan bahwa “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata....baik yang dikehendaki atau yang tidak...dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan.

(13)

kebijakan-kebijakan erat dengan faktor manusia, dengan pelbagai latar belakang aspek sosial, budaya, politik dan sebagainya.

Terakhir mengenai proses Implementasi dapat kita mengutip apa yang dikemukakan oleh Anderson (1979, dalam Nugroho, 2012), secara ringkas menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu; (1) who is involved in policy implementation (siapa yang dilibatkan dalam implementasi); (2) the nature of the administrative process (hakekat proses implementasi); (3) compliance with policy (kepatuhan atas suatu kebijakan); dan (4) the effect of implementation or policy contetnt and impact (efek atau dampak dari isi implementasi).

Sejalan dengan pemikiran Anderson bahwa untuk menunjukkan prasyarat bagi keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Brigman dan Davis (2004 dalam Domai 2011; 71-72) adalah ;

a. Disadari oleh postulat atau hipotesis yang baik mengenai sebab akibat, maka kemungkinan besar kebijakan tersebut sulit diimplementasikan.

b. Memiliki langkah-langkah yang tidak terlalu banyak dan kompleks. c. Memiliki prosedur akuntabilitas yang jelas.

d. Pihak yang bertanggungjawab memberikan pelayanan harus terlibat dalam perumusan desain kebijakan.

e. Melibatkan monitoring dan evaluasi yang teratur.

f. Para pembuat kebijakan harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap implementasi seperti halnya dalam perumusan kebijakan.

b. Implementasi Program Bahteramas

Otonomi daerah memberikan ruang bagi daerah untuk dapat mengatur pemerintahannya sendiri, daerah kemudian dituntut untuk memberi prakarsa bagi pemanfaatan potensinya dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Melalui kebijakan yang ditujukan kepada upaya mensejahterakan masyarakat tersebut, tentu pemerintah daerah harus melahirkan sebuah kebijakan yang dapat menjawab permasalahan yang ada didaerah.

Sebuah kebijakan publik dirumuskan karena adanya beberapa hal, diantaranya adalah untuk memecahkan sebuah masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, mengatur dan mengendalikan masyarakat, melakukan kegiatan tertentu, untuk mencapai tujuan tertentu, mengalokasikan sumberdaya kepada masyarakat, dan tentunya kebijakan publik dilakukan oleh instansi yang berwenang, yang dalam hal ini adalah pemerintah.

(14)

dan misi gubernur dan wakil gubernur terpilih di Sulawesi Tenggara. Adanya pengelolaan Sumberdaya yang belum optimal dikelola, karena belum memberikan manfaat yang maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun dalam upaya peningkartan pendapatan daerah. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya konkrit, sistematis dan lebih terfokus untuk memanfaatkan sumberdaya daya yang tersedi dalam upaya meningkatkan dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Dokumen RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013).

Melalui potensi yang belum dikelola masksimal tersebut, maka dibuatlah program Bahteramas sebagai sebuah kebijakan publik. kemudian dijabarkan secara ekplisit dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013 (Lihat Gambar 1.1). Dengan mengangkat dua Klausul Membangun dan Kesejahteraan yang tujuannya tentu menciptakan Kesejahteraan Masyarakat. Kebijakan ini difokuskan pada tiga program yakni Pembebasan Biaya Operasional Sekolah (BOP), Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP) dan Bantuan Keuangan Block Grant kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan.

Program Bahteramas yang merupakan turunan dari visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara yang terpilih, yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013 adalah sebuah rumusan kebijakan pemerintah provinsi yang ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat daerah. kebijakan tersebut kemudian disusun dengan fokus pada tiga program utama, sejumlah mekanisme, pelibatan struktur organisasi pemerintahan dibawahnya serta kelompok sasaran dari kebijakan tersebut (beneficaries).

Terlihat bahwa Program Bahteramas tersebut merupakan usulan dari Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai janji politik mereka dalam pilkada. Sehingga program ini bukanlah diawali dari adanya permasalahan yang muncul dari masyarakat. namun dari data menunjukkan bahwa potensi serta sumberdaya yang belum optimal dimanfaatkan menjadi titik persoalan di putuskannya program tersebut. Sehingga dalam alur formulasi kebijakan Program Bahteramas langsung menjadi agenda kebijakan yang mana pemerintah merasa terdorong untuk melakukan tindakan tersebut.

(15)

V I S I

Membangun Kesejahteraan Masyarakat Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013

M I S I

Membangun Kualitas SDM Revitalisasi Pemerintahan Pembangunan Ekonomi Memantapkan Kebudayaan

Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Daerah

RPJMD SUL-TRA 2008 - 2013

Pembebasan Biaya Operasional PendidikanPembebasan Biaya Pengobatan Bantuan Keuangan (Block Grant)

Kelompok Sasarannya;

Anak Sekolah mulai SD hingga SMA, Guru, dan peralatan sekolahMasyarakat Miskin, dengan skema bantuan hingga pada pelayanan kelas III di Kelompok Sasarannya;Pemerintah Desa (100 juta/tahun), Kelurahan dan KecamatanKelompok Sasarannya;RSUD

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Untuk itu dalam hal ini kebijakan Bahteramas yang merupakan bagian dari keputusan Kepala Daerah tingkat Provinsi merupakan Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalisasikan. Namun dalam salah satu program Bahteramas yakni Block Grant, yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian kinerjanya Pemerintah Provinsi mengeliarkan Peraturan Gubernur SULTRA Nomor 25 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Desentralisasi Fiscal Kegiatan Bantuan Keuangan pada Desa/ kelurahan se-Sulawesi Tenggara, yang kemudian dirubah kembali menjadi Peraturan Gubernur SULTRA Nomor 33 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Operasional (PTO) Program Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan/Kecamatan se-Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dalam fokus kebijakan Bahteramas kemudian mencakup tiga fokus program yakni, Pembebasan Biaya Operasional Sekola, Pembebasan Biaya Pengobatan dan Block Grant bagi desa/kelurahan/kecamatan se-Provinsi Sultra. Secara garis besar kemudian hal ini diterjemahkan dalam RPJMD Provinsi dan Rensra SKPD hingga menjadi rujukan bagi daerah membuat RPJMD Kota/Kabupaten. Secara ringkas dapat digambarkan mekanisme implementasi kebijakan tersebut adalah ;

Gambar 2.1. Kerangka Kebijakan

(16)

Lingkungan Kebijakan

Sebuah kebijakan publik tentu tidak terlepas dari ruang dan waktu dimana kebijakan tersebut dilaksanakan. Disisi ini, Kebijakan Bahteramas kemudian hadir dalam konsesus yang terbangun diantara kepala daerah provinsi beserta kepala daerah dibawahnya. Sehingga untuk melihat jalannya implementasi potensi seperti yang disebutkan diatas akan sangat memberi pengaruh pula.

Seperti yang dikemukakan Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa proses yang terjadi dalam administrasi publik inilah yang menghasilkan kebijakan publik (public policy) sebagai sebuah respons terhadap masalah bersama yang dilihat melalui perspektif proses politik yang ada (exiting political process). Untuk itu, sebuah kebijakan publik senantiasa berinteraksi dengan dinamika kondisi politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan itu eksis. Bahkan dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah melting pot atau hasil sintesis dinamika politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan itu sendiri berada.

Sehingga dinamika lingkungan kebijakan tidak saja dipengaruhi oleh adanya kepentingan politik namun juga ada dimensi hukum dan manajemen. Dimensi hukum disini menyangkut bahwa kebijakan merupakan produk hukum yang mengikat kepada seluruh penyelenggara negara dalam hal ini penyelenggara pemerintahan. Maka, dapat dilihat bahwa kebijakan Bahteramas yang dirumuskan dalam RPJMD Daerah Provinsi menjadi kerangka acuan bagi Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun RPJMD Daerah Kota/Kabupaten, dan pada gilirannya pelibatan unsur penyelenggara pemerintahan tingkat Kota/Kabupaten menjadi berpengaruh juga dalam implementasi sebuah kebijakan, tidak terlepas juga dari kebijakan Bahteramas tersebut.

Dalam melakukan model implementasi kebijakan publik harus disesuaikan dengan isu kebijakannya, sebagaimana yang digambarkan Matland (dalam Nugroho, 2012; 710), pendekatan ini relevan kerana dalam penelitian ataupun analisis tentang implementasi kebijakan, kita cenderung tidak membedakan karakter kebijakan publik yang satu dan yang lain, kebijakan publik tentang pajak adalah relevan diimplementasikan secara administratif. Kebijakan publik tentang penanggulangan korupsi atau penanggulangan kemiskinan sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan politik. Kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya seharusnya dilaksanakan secara selektif hanya pada kawasan-kawasan yang siap, dan pola penyelenggaraan bersifat eksperimentasi, guna membatasi risiko kegagalan.

(17)

Provinsi Sulawesi Tenggara, maka dapat disebutkan kebijakan ini bersifat top down yang menjadi turunan dalam perumusan kebijakan di tingkat pemerintah bawahnya.

Secara umum dari gambaran diatas dapat dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam implementasi program ini adalah Top Down Model, yakni dengan mengacu pada program yang diturunkan dari visi dan misi kepala daerah dan buka berasal dari keinginan-keinginan publik. walaupun memang anggapan dalam pembuatan visi misi tersebut didasarkan pada pembacaan lingkungan daerah serta permasalahannya.

Namun kemudian jika dilihat pada salah satu fokus kegiatannya yakni melalui program block grant yang dalam mekanisme penyalurannya melalui Pra Musrembang-Musrembang dan pasca musrembang tingkat desa. Untuk kemudian dijadikan acuan dalam monitoring dan evalusi dalam penggunaan anggaran. Jadi, walaupun secara umum terlihat bahwa kebijakan ini terlihat top down namun juga dilakukan secara bottom up.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan model implementasi dari kebijakan Bahteramas ini adalah Birokrasi dalam arti luas adalah faktor administratif. Seperti yang digambarkan oleh Nugroho (2012; 705) dalam model implementasi yang salah satunya adalah dengan pendekatan Self Implemented atau menggunakan model administratif. Masuk dalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar dan itu dilakukan secara langsung oleh pemerintah sendiri. Tentu dari definisi ini menyangkut pada dua fokus program tersebut yakni Pendidikan dan Kesehatan sebagai pelayanan dasar di daerah.

Pelaksana/Implementor Kebijakan

Aktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi Tenggara, BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian Keuangan cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di kota Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat penerima manfaat.

Disisi lain, Pelaksana atau implementor kebijakan dalam hal ini bisa berasal dari pemerintah maupun pihak diluar pemerintah seperti LSM, Organisasi, Partai Politik dan Lain-lain. Untuk program Bahteramas tersebut jelas bahwa keterlibatan Pemerintah Provinsi terutama SKPD Provinsi yang ada kaitannya dengan program tersebut, disamping itu juga pelaksanan tingkat pemerintah daerah.

(18)

sarana penyaluran dana Block Grant selain tugas-tugas sebagai lembaga keuanga di daerah Sulawesi Tenggara.

Menurut Winarno (2011; 221-224) membagi dua aktor dalam implementasi kebijakan yaitu aktor resmi dan tidak resmi. Yakni aktor resmi terdiri dari agen Pemerintah (Birokrasi), eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan aktor tidak resmi terdiri dari kelompok penekan dan organisasi masyarakat.

Sedangkan karakteristik aktor yang mucul dari program tersebut adalah dengan model implementasi yang dikemukakan oleh Gerge Edward III (1981; 1) menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic structures. Akan dijelaskan satupersatu kaitannya dengan implementasi program Bahteramas untuk melihat kecenderungan yang terjadi.

Komunikasi (communication) berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik dan sikap serta tanggapan dari para pihak yang terlibat. Dalam implementasi kebijakan Bahteramas terlihat bahwa kecenderungan komunikasi dibangun dalam kerangka kebijakan peraturan daerah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Kota/Kabupaten. Sebagai contoh adalah dalam hal pengawasan mengenai dana Block Grant tidak langsung dilakukan SKPD tingkat Provinsi, sehingga banyak ditemukan adanya kepala desa/kelurahan yang “agak nakal” dan tidak tahu peruntukan dana tersebut.

Resources, menyangkut ketersediaan sumberdaya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Pada kebijakan Bahteramas sumberdaya memang dianggap kurang, karena sebagian besar sumberdaya yang dialokasikan dalam bentuk anggaran. Contoh terlihatnya hal ini pada pendampingan Dewan Guru dan Komite Sekolah dalam penyusunan Anggaran Belanja Sekolah.

Disposition or Attitude berkenaan dengan kesediaan para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut. Karena kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Hal ini terlihat pada masih banyaknya porsi anggaran untuj kesehatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai atau administratur.

(19)

yang notebene berkerjasamanya dengan Bank BRI. Disini terjadi ketimpangan dan kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah yang ada.

Keterlibatan aktor dalam implementasi kebijakan Bahteramas dapat digambarkan sebagai berikut ;

Gambar 2. 2

Aktor/ Implemetator Kebijakan Bahteramas

Permasalah yang Muncul

Hal tersulit dalam pelaksanaan implementasi sebuah kebijakan adalah bagaimana melakukan pengendalian terhadap masalah atau ancaman yang muncul. Dalam pelaksanaan program Bahteramas ini juga tentunya tidak terlepas dari adanya masalah yang muncul, yakni masalah mekanisme pelaksanaan, pelibatan aktor di daerah, hingga dukungan kesiapan basis data. Masalah dalam implementasinya akan dijelaskan menurut pembagian fokus program masing-masing, yaitu;

a. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan.

Dalam program ini masih ditemukan beberapa permasalahan, salah satunya adalah data yang diturunkan dalam Dokumen Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, yang mana menunjukkan tidak adanya data yang pasti dalam penggunaan belanja daerah bidang pendidikan.

Namun Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah Sulawesi Tenggara relatif lebih baik dibanding nasional pada tingkat SD dan SMA, dengan tingkat pemerataan dan kesetaraan gender dalam pendidikan yang juga baik. Pada tingkat SD dan SMA, APM Sulawesi Tenggara sudah lebih baik dari nasional, namun untuk tingkat SMP sedikit dibawah rata-rata

(20)

nasional. Tingkat partisipasi sekolah antar kelompok pendapatan juga menunjukkan adanya pemerataan pendidikan. Bahkan, pada tingkat SMP dan SMA kelompok termiskin memiliki APM lebih tinggi dibanding kelompok terkaya. Dari sisi kesetaraan gender, Sulawesi Tenggara juga lebih baik dari nasional. Untuk tingkat SMP dan SMA, APM perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, dari sisi pencapaian target RPJMD, provinsi Sulawesi Tenggara sudah mencapai target APM SD yang telah ditetapkan antara 95-100, namun belum mencapai target untuk APM SMP dan SMA yang berturut-turut ditetapkan antara 95-100 untuk SMP, dan 65-75 untuk SMA. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Sulawesi Tenggara, bahkan untuk APK-pun, target RPJMD provinsi untuk tingkat SMP dan SMA belum tercapai.

Disisi lain, dalam ditemukan bahwa Terdapatnya hanya sebagian kecil stakeholder yang berpartisipasi, misalnya pada aspek perencanaan pendidikan belum semua satuan pendidikan melibatkan dewan guru dan komite sekolah dalam pembuatan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (Isnian, 2011). Dalam posisi ini kemudian, dapat dikatakan bahwa ketepatan dalam basis data dan pelibatan aktor masih menjadi permasalah yang muncul.

b. Pembebasan Biaya Pengobatan

Beberapa permasalah yang muncul dari program ini dalam segi pembiayaanya adalah Pertama, pembuatan program asuransi jaminan kesehatan masyarakat yang merupakan bagian dari program Bahteramas belum konsisten, dimana pada tahun 2009 dianggarkan sebesar 4,6% dari belanja langsung, kemudian di tahun 2010 menurun menjadi setengah dan pada tahun 2011 tidak dianggarkan sama sekali.

Kedua, adanya penggunaan belanja langsung bidang kesehatan yang sebagian besar masih dialokasikan untuk belanja terkait administrasi/aparatur (Dokumen AKP Prov. Sultra 2012). Ketiga, banyaknya masyarakat miskin yang tidak terdata masuk dalam obyek kegiatan Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP) seolah mengindikasikan dalam perencanaan program ini mengesampingkan menggunakan pendekatan kebutuhan masyarakat dimana program harus didasarkan atas kondisi riil masyarakat di lapangan, yang hal ini dapat berimplikasi pada rendahnya implementasi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam Program BAHTERAMAS.

c. Bantuan Keuangan (Block Grant)

(21)

perencanaan dan peruntukan pelaksanaan Dana block grant sekitar 20%, serta ketidaksesuaian hasil Musrembang dengan pelaksanaannya sekitar 40% .

Kedua, pada tahap pelaksanaanya ditemukan sekitar 80% pengerjaan dilakukan sendiri oleh pemerintah desa tanpa melibatkan LPM yang merupakan standar operasional block grant tersebut, serta sekitar 70% pelaksanaan tidak melibatkan masyarakat sehingga hanya berpusat pada kelompok kepentingan di desa saja.

Ketiga, Banyak ditemukan kepala Desa/Kelurahan yang “agak nakal” dan kurang berhasil memanfaatkan dana block grant tersebut, partisipasi masyarakat juga dinilai kurang pada program tersebut, walaupun untuk pengetahuan mengenai program ini masyarakat mengetahuinya.

Keempat, Alur pencairan dana yang terkesan sulit terutama ditingkan pemerintah kelurahan dan kecamatan. Serta pertanggungjwaban terhadap penggunaan anggaran, hanya sekitar 20% yang baru melakukan pertanggungjawaban.

Dari ketiga program tersebut dengan beberapa permasalah yang muncul dalam implementasinya, dapat dikemukakan secara umum permasalah yang muncul dalam program Bahteramas tersebut seperti yang dikemukakan oleh James Anderson (1979) melalui 4 aspek Implementasi Kebijakan yaitu; aktor pelaksana, hakekat dari proses administrasi (data), kepatuhan pada kebijakan, dan dampak dari pelaksanaan kebijakan.

Efek atau Dampak Implementasi Kebijakan BAHTERAMAS

Secara umum dapat diperhatikan perkembangan mengenai sektor-sektor yang menjadi fokus dari program Bahteramas, sehingga dari itu dapat dilihat bahwa perkembangan efek atau dampak yang diberikan terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan tampilan kecenderungan pencapaian yang diperoleh oleh Sulawesi Tenggara dengan adanya program tersebut pada periode 2008-2012 lalu, secara umum memberikan peningkatan terhadap beberapa sektor terkait fokus kebijakan Bahteramas walaupun beberapa hal belum mencapai hasil yang signifikan.

(22)

Gambar 2.3

Realisasi Indikator Program Bahteramas

Pada sektor pendidikan menunjukkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulawesi Tenggara tergolong tinggi pada hampir seluruh jenjang usia. Meskipun pada usia 7-12 tahun APS Sulawesi Tenggara masih dibawah angka nasional, namun tidak berpaut jauh. Sementara untuk usia 13-15, dan usia 19-24, provinsi Sulawesi Tenggara sudah lebih baik dibanding rata-rata nasional dan berada pada posisi ke-2 tertinggi dibanding provinsi lain di Sulawesi. Untuk usia 16-18, Sulawesi Tenggara merupakan provinsi dengan APS tertinggi di Sulawesi. Meskipun angka APS tingkat provinsi sudah cukup baik, namun angka partisipasi sekolah antar kabupaten/kota di Sulawesi tenggara masih menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi (BPS Sultra 2011)

Sedangkan untuk dampak pada bidang kesehatan hasil susenas 2010-2011 menunjukkan, Jaminan kesehatan gratis di Sulawesi Tenggara sudah cukup baik, namun tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan masih rendah. Pada tahun 2010, Sulawesi Tenggara termasuk provinsi ke-5 tertinggi secara nasional, dan tertinggi diantara provinsi di Sulawesi dalam hal cakupan jaminan kesehatan gratis. Cakupan kesehatan gratis di Sulawesi Tenggara sudah mencapai 38,4 persen dari seluruh penduduk dan 57 persen penduduk termiskin, sementara angka nasional baru 37 persen penduduk termiskin. Namun demikian, meskipun ketersediaan dan aksesibilitas kesehatan yang meningkat, serta jaminan kesehatan gratis yang relatif baik, namun hanya 9 persen penduduk yang pernah memanfaatkan fasilitas kesehatan. Angka tersebut lebih tinggi dari angka nasional, namun masih terhitung rendah jika dibanding dengan tingkat kesakitan penduduk di Sulawesi Tenggara yang masih termasuk 10 tertinggi di Indonesia.

(23)

tahun 2009; dan 41,7 persen tahun 2010. Dengan kata lain, pelaksanaan program block grant ke desa belum pernah mencapai 50 persen dari yang direncanakan. Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat realisasi pelaksanaan block grant, beberapa diantaranya bisa terkait tingginya kebutuhan belanja block grant (bisa mencapai 19 persen belanja provinsi) dibanding sumberdaya anggaran yang tersedia, atau karena belum lancarnya proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan untuk pencairan tahap berikutnya; jelasnya realisasi untuk program block grant tersebut adalah ;

Gambar 2. 4 Realisasi anggaran block grant

Sumber; Dokumen Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012

(24)

BAB III

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

a. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam Implementasi program Bahteramas adalah sebagai berikut;

a. Bahteramas (Membangun Kesejahteraan Masyarakat) Sulawesi Tenggara, berfokus pada tiga program utama yakni Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan, Pembebasan Biaya Pengobatan, dan Bantuan Dana block grant ke desa/kelurana/kecamatan.

b. Implementasi yang cenderung menunjukkan pendekatan top down sehingga melemahkan partisipasi masyarakat disamping itu juga monitoring dan evaluasi yang belum optimal di tingkat fasilitator kota/kabupaten, lemahnya komunikasi dengan pemerintah di tingkat bawah, kecenderungan birokratis, kepatuhan dari masyarakat dan terutama pada aktor atau implementor di tingkat bawah dari program tersebut. c. Capaian hasil program Bahteramas menunjukkan hasil yang meningkat dari tahun ke

tahun, hal ini diperlihatkan dalam peningkatan pada indikator kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan kecuali dana block grant yang tersalurkan belum sepenuhnya 100% terealisasi.

d. Kurangnya kerjasama, terutama ditemukan pada program block grant dimana pemerintah desa belum melibatkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sehingga masih banyak program yang tidak tepat sasaran.

(25)

b. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan oleh penulis adalah evaluasi, dalam artian bahwa evaluasi terhadap program Bahteramas dilakukan secara menyeluruh. hal ini dimaksudkan untuk melihat peluang serta ancaman terhadap realisasi program bahteramas tersebut secara berkesinambungan nantinya. Disamping itu juga, evaluasi yang dilakukan sebagai sebuah pengendalian terhadap dampak negatif ataupun realisasi yang masih belum optimal dari program Bahteramas. Dalam evaluasi tersebut, tentunya dimaksudkan untuk lebih bisa menjadi masukkan untuk mengusahakan kebijakan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Disisi lain evaluasi yang dimaksud penulis adalah evaluasi yang melibatkan semua aktor, tidak terlepas juga bahwa dengan masyarakat dalam evaluasi dan juga monitoring selanjutnya. Secara terperinci evaluasi tersebut akan dinampakkan pada setiap fokus program yang ada dalam program Bahteramas, adalah sebagai berikut;

a. Evaluasi terhadap Program Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP), yakni dengan melibatkan Dinas Pendidikan tingkat Kota/Kabupaten Sekolah, Dewan Guru serta komite sekolah. Hal ini untuk lebih mengefektifkan sasaran dari pembebasan biaya operasional pendidikan tersebut, terutama peruntukkannya bagi siswa dari keluarga miskin dan kurang mampu. Disamping itu, dalam peruntukkannya pada perbatuan fasilitas sekolah juga kemudian evaluasi dimana pemfokuskan untuk fasilitas sekolah yang ada di daerah-daerah terpencil. sehingga pembebasan Biaya Operasional Pendidikan tersebut bukan saja menyangkut kebutuhan siswa secara keseluruhan namun juga menyangkut siswa dari keluarga miskin serta fasilitas sekolah pada daerah terpencil.

b. Evaluasi terhadap Program Pembebasan Biaya Pengobatan, yakni dilakukan dengan pelibatan secara intens pemerintah kota/kabupaten bahkan hingga kecamatan/Kelurahan dan Desa sebagai basis data penduduk miskin dan layak mendapat fasilitas program tersebut. Disamping itu, evaluasi terhadap kuantitas dari RSUD di wilayah sulawesi tenggara karena pemusatan RSUD yang memberi pelayanan ini masih terpusat disekolah. Sehingga melalui kerjasama dengan pemerintah Kota/Kabupaten untuk menurunkan pelayanan tersebut pada puskesmas atau polindes hingga ke daerah-daerah yang dianggap rentang pelayanan terhadap program ini cukup jauh. Evaluasi disini juga menyangkut kesiapan tenaga kesehatan, dimana perlu kirannya mempertimbangkan rasio dokter atau tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di daerah agar tercukupi dan seimbang.

(26)

bantuan tersebut dengan kebutuhan yang ada di desa yang mendapatkan bantuan tersebut. Namun perlu juga kiranya melakukan evaluasi jenjang administrasi terhadap bantuan tersebut, sehingga alur jalannya bantuan tersebut lebih transparan dan tepat sasaran. Pada posisi ini pelibatan LSM, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat diperlukan bahkan hingga tingkat kecamatan untuk bersama melakukan monitoring dan evaluasi terhadap jalannya serta realisasi terhadap program tersebut. Evaluasi juga dilakukan pada tingkat implementator tingkat kecamatan atau tim fasilitator, untuk kemudian dilakukan pengendalian terhadap beberapa temuan penyimpangan bantuan, sehingga diketahui penyimpangan karena komunikasi yang kurang sehingga masyarakat kurang mengerti peruntukkan bantuan tersebut atau kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh tim fasilitator tersebut.

(27)

Referensi

Abdul Wahab, Solichin, 1997. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua. Bumi Aksara; Jakarta.

..., 1999. Analisis Kebijaksanaan Negara; Teori dan Aplikasinya. PT. Danar Wijaya, Brawijaya University Press: Malang.

..., 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UMM Pres: Malang Domai, Tjahjanulin, 2011. Sound Governance, Universitas Brawijaya Press; Malang

Islamy, M. Irfan, 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Edisi 2 Cet.1. Bina Aksara; Jakarta.

Isnian, Siti Nur.,2011. Tesis, Evaluasi Perencanaan Program Bahteramas Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kota Kendari, Pascasarjana Universitas Gajah Mada; Yogyakarta.,tidak dipublikasikan.

Nugroho, Riant, 2012. Cet.ke-4, Public Policy, Elex Media Komputindo: Jakarta.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Universitas Haluoleo, 2012. Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Tenggara 2012 ; Kinerja Pelayanan Publik dan Tantangan Pembangunan di Bumi Haluoleo

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara 2008 – 2013

Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 25a Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksaaan Program Desentralisasi Fiskal Kegiatan Bantuan Keungan/ Block Grant pada Desa/ Kelurahan.

Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pembebasan Biaya Pengobatan.

Peraturan Gubernur Sulawesi Tanggara Nomor 24 Tahun 2008 tentang pembebasan Biaya Operasional Sekolah Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah.

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Program BAHTERAMAS dalam RPJMD SULTRA
Gambar 1.2  Hirarki Penyususan Rencana Pembangunan
Gambar 2.1.Kerangka Kebijakan
Gambar 2. 2Aktor/ Implemetator Kebijakan Bahteramas
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk Penanganan Kandungan Sedimen dan Sampah pada Intake, penanganan selain Relokasi intake dapat direkomendasikan. Relokasi intake tidak dapat direkomendasikan karena

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis dan

Klik Single Account dan input Nomor Rekening (untuk melihat rekening) klik Multiple Account atau cari Branch/Cabang kemudian klik Jenis Rekening atau Jenis Mata Uang (untuk

Data berasal dari sediaan arsip di Departemen Patologi Anatomik yang didiagnosis secara histopatologik sebagai karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan

Perubahan arah perpindahan dari stasiun pengamatan terletak di bagian utara pulau Sumatera, yang disebabkan oleh gempa bumi Aceh yang terjadi pada bulan Desember 2004

Dalam penelitian ini gempa yang terjadi pada tanggal 11 April 2012 dijadikan subjek untuk melihat pergeseran salah satu stasiun SuGAr (UMLH) yang terletak di Provinsi

Kalau temperatur sebuah bintik Matahari (sunspot) adalah 4500 K, maka energi paling besar akan dipancarkan pada panjang gelombang.. Pada suatu malam yang cerah,

sebelumnya karena pada kondisi ini air menuju surut, air laut sudah mulai turun sehingga kecepatan aliran juga mulai cepat karena desakan air laut mulai