See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/299570146
RANCANG BANGUN ALAT KONTROL SUHU
DAN KELEMBABAN PADA SISTEM TENAGA
LISTRIK KUBIKEL 20kV
Conference Paper · September 2015
CITATIONS 0
READS 1,612
1 author:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Analisa pengaruh faktor dielektrif terhadap koronaView project Zuansah Rachmat
Universitas Mercu Buana
4PUBLICATIONS 0CITATIONS SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Zuansah Rachmat on 02 April 2016.
RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
Program Pendidikan Strata I
Disusun Oleh :
ZUANSAH RACHMAT MUNGGARAN
3111101006
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir yang berjudul:
RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA
SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV
Tugas Akhir ini telah disidangkan
Pada Tanggal 21 September 2015
Telah Diterima dan Disahkan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menempuh
Pendidikan Strata I (S1) Program Studi Fisika
Cimahi, 2015
Menyetujui,
Dekan Fakultas MIPA
Hernandi Sujono, S.Si., M.Si.
NIP. 412 139 370
Ketua Jurusan Fisika
Instrumentasi
Abdi Wadud Syafi’i, S.Si, M.Si
NIP. 412 217 782 Pembimbing Tugas Akhir
Abdi Wadud Syafi’i, S.Si, M.Si
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA
SISTEM DISTRIBUSI KUBIKEL 20kV
Yang dibuat untuk memenuhi persyaratan menjadi sarjana sains pada program studi
fisika fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, sejauh yang saya ketahui
adalah asli dan bukan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan
dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan
Universitas Jendral Achmad Yani ataupun institusi lainnya kecuali bagian yang
sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Cimahi, 15 Maret
2015
Zuansah Rachmat M
ABSTRAK
Kubikel 20 kV adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada
gardu distribusi yang berfungsi sebagai pembagi, pemutus, penghubung, pengontrol
dan proteksi system penyaluran tenaga listrik tegangan 20 kV.
Permasalahan yang sering terjadi di kubikel saat ini adalah korona, yaitu
suatu fenomena yang terjadi pada saat udara di sekitar konduktor atau penghantar
terionisasi. Dari proses tersebut terjadilah pelepasan muatan yang dapat
mengakibatkan kegagalan isolasi pada udara. Akibatnya sangat fatal karena bisa
merusak peralatan di dalam kubikel dan menyebabkan rugi – rugi daya.
Penelitian ini menganalisis pengaruh dari kondisi udara terhadap tegangan
pemunculan korona, dengan melakukan pengujian terhadap kelembaban, suhu dan
tegangan tembus dalam kubikel dan membuat alat kendali kelembaban dan suhu.
Diharapkan alat yang dibuat dapat mengatasi masalah pemunculan korona
akibat pengaruh dari kelembaban.
ABSTRACT
Cubicle 20 kV is a set of electrical equipment installed in contacts
distribution substation that serves as a divider, breakers, control and protection for
electric power distribution system voltage of 20 kV. Cubicle usually mounted in or
substation distribution, ,grid form or kios.
Problems usually occur in Cubicle today is the corona, which is a
phenomenon that occurs when air can not withstand capability appearance voltage
corona and ionized, corona effect causing fatal problem because it can damage the
equipment inside the cubicle and power loss on electrical system.
In this study the authors attempted to analyze and make a solution to
prevent corona in cubicles by analyzing the characteristics of the air inside the
cubicle and the effectiveness of the tools being made in reducing the risk of the
appearance of the corona.
The author hoped that the tools created in this research will solve the
problem of the appearance of the corona due to the influence of moisture as
expected.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR. WB.
Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia Allah
SWT.Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul,
“RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV.”
Penulis menyadari bahwa karya tulis yang sederhana ini masih jauh dari
sempurna, bahkan terdapat kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis
akan menerima dengan sangat lapang dada, kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap agar
karya ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi mereka yang membaca
dan mempergunakannya.
Pada saat yang baik ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
dan penghargaan yang setinggi – tingginya pada semua pihak yang telah ikut
membantu baik secara moril maupun materi, langsung ataupun tidak langsung dari
berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Abdi Wadud Syafi’I, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing serta Ketua
Jurusan Fisika Instrumentasi, Yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis, serta memberikan bimbingan dan masukan sehingga
penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua yang kusayangi Ayahanda Akhmad Supriatna S.T dan Ibunda
Iik Kartika Antadipura S.Pd.
3. Rekan – rekan pegawai PT.PLN (Persero) Area Garut
4. Rekan – rekan mahasiswa Fisika Instrumentasi angkatan 2010 dan 2011 terima
kasih atas bantuannya dan semangat yang diberikan kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir
ii
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas akhir ini semoga
Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan balasan yang berlipat atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
Wassalamu’alaikum WR.WB.
Cimahi, 21 September 2015
iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Kegagalan Isolasi Dalam Gas ... 5
2.1.1. Ionisasi Dalam Udara atau Gas ... 5
2.1.2. Ionisasi Karena Tumbukan ... 6
2.2. Mekanisme Kegagalan Dalam Gas ... 7
2.2.1. Mekanisme Towsend ... 7
2.2.2. Mekanisme Streamer ... 10
2.3. Proses Terjadinya Korona ... 12
2.3.1. Pengaruh Tekanan Parsial Udara Terhadap Korona ... 15
2.4. Kubikel 20kV ... 17
2.4.1 Jenis dan fungsi kubikel. ... 17
2.4.2 Bagian – bagian kubikel ... 18
2.5. Kelembaban ... 19
2.5.1. Kelembaban Udara ... 19
2.5.2. Kerapatan Uap Air ... 20
2.5.3. Relative humidity ... 21
2.6. Kontrol suhu dan kelembaban ... 23
2.6.1. Arduino Uno ... 23
2.6.2. DHT112 ... 27
2.6.3. Relay ... 30
iv
2.6.5 LCD ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36
3.1 Sistematika Penelitian ... 36
3.1.1 Pengujian Tegangan Tembus ... 36
3.2 Perakitan Alat ... 38
3.3 Penelitian alat ... 41
3.4 Pemasangan Alat pada kubikel ... 42
BAB IV HASIL DAN ANALISA UJI ALAT ... 43
4.1 Pengolahan Data ... 43
4.2 Hasil Uji Dan Perhitungan Sebelum Pemasangan Alat ... 44
4.3 Hasil Uji Dan Perhitungan Setelah Pemasangan Alat ... 47
4.4 Analisa hasil penelitian ... 49
BAB V KESIMPULAN ... 52
5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Rangkaian Uji Ionisasi ... 6
Gambar 2. 2 Pelipatgandaan Elektron ... 7
Gambar 2. 3 Grafik hubungan V vs I berdasarkan kriteria Towsend 1 ... 10
Gambar 2. 4 Mekanisme awal terjadinya pelepasan muatan ... 14
Gambar 2. 5 Mekanisme Ionisasi sekunder ... 14
Gambar 2. 6 Banjiran elektron akibat proses yang berlangsung terus menerus ... 15
Gambar 2. 7 Bagian-bagian kubikel ... 19
Gambar 2. 8 Konstruksi Jalur Rangkaian Arduino Uno ... 27
Gambar 2. 9 Konstruksi Rangkaian Sensor Berbasis Kapasitansi ... 28
Gambar 2. 10 Rangkaian Sensor DHT 11 ... 29
Gambar 2. 11 Konstruksi Relay ... 31
Gambar 2. 12 Konstruksi Rangakaian Relay ... 33
Gambar 2. 13 Bagan Satu Garis Rangkaian Arduino dan Relay ... 33
Gambar 3. 1 Konstruksi Elektroda alat Break down test ... 37
Gambar 3. 2 Bagan kerja sistem ... 38
Gambar 3. 3 Blok Diagaram Alat ... 39
Gambar 3. 4 Single Line Rancang Bangung Alat ... 40
Gambar 4. 1 Perbandingan rata-rata perhari RH dan Ev ... 49
Gambar 4. 2 Grafik hubungan tegangan pemunculan korona sebelum dan sesudah pemasangan alat ... 50
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tekanan Uap Air Jenuh ... 22
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Hari Pertama Tanpa Alat ... 45
Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Hari Kedua Tanpa Alat ... 45
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Hari Ketiga Tanpa Alat ... 46
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Hari Pertama Dengan Alat ... 47
Tabel 4. 5 Hasil Pengujian Hari Kedua Dengan Alat ... 47
Tabel 4. 6 Hasil Pengujian Hari Ketiga Dengan Alat ... 48
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Scetch Pemrograman Arduino ... 54
Lampiran 2 Simulasi Perhitungan ... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kubikel selalu dilengkapi dengan sarana penunjang berupa heater, yaitu alat untuk memanaskan udara di dalam kubikel agar terhindar dari
kelembaban, namun heater tersebut pada kondisi suhu beranjak naik akibat beban atau arus yang besar tidak bisa menolong, justru panas yang dikeluarkan oleh heater
tersebut menyebabkan kenaikan tingkat uap air jenuh udara yang ada di
dalam kubikel tersebut. Kondisi ini akan meningkatkan nilai kelembaban yang
bi sa menyebabkan terjadinya korona dan kegagalan isolasi udara.
Bila kondisi ini tidak segera diatasi, nilai tegangan pemunculan korona yang
tinggi dan berkurangnya kemampuan dielektrik udara akan membuat fungsi udara
sebagai isolator menjadi konduktor, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hubung singkat antara penghantar dengan bumi dan dampaknya langsung
berpengaruh pada terganggunya sistem penyaluran tenaga listrik ke konsumen atau
system distribusi akan terganggu, juga kerusakan atau kerugian material akan
dialami oleh perusahaan.
Selain itu heater yang berfungsi terus menerus selain mengakibatkan
overheat dan buruknya lifetime dan kondisi pada kubikel, heater juga memakan daya yang cukup besar dan meningkatkan pemakaian sendiri gardu distribusi,
sehingga meningkat kan rugi- rugi daya. Oleh karena itu diperlukan alat kontrol
suhu dan kelembaban yang bisa memaksimalkan kondisi kubikel agar tetap handal
dan efisien.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Heater berpotensi menyebabkan terjadinya uap air jenuh pada perangkat
pendukung di dalam kubikel yang disebabkan oleh kondisi sirkulasi udara
yang buruk .
2. Uap air jenuh menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan
2
pada udara yang dapat mengakibatan kegagalan isolasi udara dan korona yang
mengakibatkan udara yang berfungsi sebagai isolasi murni menjadi konduktor
yang dapat mengalirkan arus listrik dan menyebabkan rugi – rugi daya dan
kerusakan pada peralalat di dalam kubikel.
3. Apakah alat pengatur suhu dan kelembaban udara yang dibuat dapat
menjadi solusi yang tepat untuk keandalan kinerja kubikel?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian pada Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Meneliti pengaruh kondisi udara terhadap tegangan tembus dan tegangan
pemunculam korona.
2. Meneliti pengaruh alat yang dibuat terhadap kondisi udara dan tegangan
pemunculan korona.
3. Menyediakan sistem baru yang bisa dimanfaatkan oleh
perusahaan-perusahaan penyedia jasa tenaga listrik dalam hal pendistribusian.
4. Meningkatkan keandalan kubikel dan efisiensi penggunaan heater
1.4 Pembatasan Masalah
Suhu di set 40° C dan standar kelembaban (RH) 40 %.
Sensor kelembaban menggunakan sensor kapasitif dengan merk DHT11,
sensor diasumsikan standar dan terkalibrasi, penelitian ini tidak membahas
detail sistem kerja DHT11
Kontrol alat menggunakan Arduino uno, dimana board arduino adalah
komponen rangkaian mikrokontrol yang sudah dirakit dan bisa langsung
digunakan, sehingga penulis tidak merancang dan merakit rangkaian mikro
kontrol, dan penelitian ini tidak membahas detail sistem kerja arduino
Aktuator pada sistem yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini
3
1.5 Metodologi
Untuk mencapai tujuan Tugas Akhir, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Studi Literatur
Mengumpulkan buku serta referensi yang berhubungan dengan kelembaban,
kondisi udara pengaruh kondisi udara terhadap kemampuan dielektrik udara,
kemampuan isolasi udara, korona dan pengaruh kondisi udara terhadap sistem
ketenaga listrikan.
2. Pemodelan dan Simulasi Konvensional
Simulasi pertama yang akan dilakukan adalah pengujian tegangan tembus,
kelembaban, dan suhu dalam kubikel, setelah itu dilakukan perakitan rancang
bangun sistem yang coba di aplikasikan pada salah satu kubikel yang terpasang
di lapangan dan dilakukan pengujian ulang.
3. Analisa data
Dari simulasi yang dilakukan akan didapatkan suatu hasil yang akan dianalisis.
Data yang akan dianalisis adalah kondisi udara, kemapuan dielektrik udara,
tegangan tembus dan pemunculan korona.
4. Kesimpulan
Kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari permasalahan yang dianalisis.
Selain itu juga akan diberikan saran sebagai masukan berkaitan dengan apa
yang telah dilakukan. Berdasarkan analisa data, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan tentang kemampuan alat yang dibuat.
1.4 Relevansi
Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
a. Dapat menjadi referensi bagi PLN untuk merancang sistem kontrol yang dapat
menjadi solusi alternatif pada permasalahan kubikel sehingga dapat menjadi
handal, dan efisien
b. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang hendak mengambil masalah
4
1.6 Sistematika
Dalam penulisan buku Tugas Akhir ini sistematika penulisan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang penjelasan latar belakang, permasalahan, batasan
masalah, tujuan, metode penelitian, sistematika penulisan, dan relevansi dari
penelitian yang dilakukan untuk Tugas Akhir ini.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang dasar teori mengenai kubikel sebagai objek yang akan
dipasang alat ini, pengaruh suhu dan kelembaban dan faktor faktor yang menjadi
parameter dan acuan untuk dibuatnya alat ini.
BAB 3 Metodologi
Bab ini berisi tentang uraian langkah-langkah yang digunakan dalam
menganalisis data penelitian mulai dari membuat alat dan sistem yang digunakan,
menjelaskan karakteristik dan prinsip kerja serta perhitungan matematis parameter
dan pemodelan sistem yang akan di di pergunakan untuk mebuat alat ini.
BAB 4 Analisis dan Hasil Simulasi
Bab ini berisi tentang hasil simulasi sistem dengan prototype yang dibuat dan
dapat dilihat bagaimana hasil dari simulasi sistem yang dirancang.
BAB 5 Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai hasil penulisan laporan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kegagalan Isolasi Dalam Gas
Bahan isolasi berfungsi untuk memisahkan dua penghantar listrik atau lebih
yang bertegangan sehingga dapat mencegah terjadinya lompatan listrik (flashover) dan percikan listrik (sparkover). Salah satu bahan yang sering digunakan sebagai bahan isolasi peralatan ketenagalistrikan adalah gas atau udara karena pada kondisi
normal udara hanya terdiri dari molekul-molekul netral.
Akan tetapi, dapat terjadi kegagalan pada isolasi gas atau udara yang berupa
pelepasan muatan. Pelepasan muatan itu terjadi karena tegangan yang digunakan
sangat tinggi dan sudah melewati kemampuan bahan isolasi. Proses pelepasan
muatan tersebut dapat terjadi karena ionisasi yang bisa disebabkan beberapa faktor
seperti adanya tabrakan antara atom dan elektron bebas, cahaya, emisi elektron.1
2.1.1. Ionisasi Dalam Udara atau Gas
Pada kondisi normal, gas atau udara terdiri dari molekul-molekul netral. Akan
tetapi, pada kenyataannya pada udara terdapat ion-ion dan elektron-elektron bebas.
Ion dan elektron bebas itu dapat menyebabkan udara mengalirkan arus listrik
walaupun dengan jumlah terbatas. Banyaknya elektron dan ion bebas di udara
mempengaruhi terjadinya kegagalan listrik.1
Apabila di antara dua elektroda yang terpisah oleh udara diterapkan tegangan
tinggi, maka akan timbul medan listrik (E). Dalam medan listrik tersebut, elektron
dan ion-ion bebas di udara akan mendapat energi yang cukup kuat, sehingga dapat
memicu terjadinya proses ionisasi. Besar energi sebesar :
= ………...………..(2.1)
U = Energi Potensial listrik (Joule)
e = jumlah elektron (e)
6
2.1.2. Ionisasi Karena Tumbukan
Ionisasi adalah proses pelepasan elektron dari molekul gas yang bersamaan
dengan itu menghasilkan ion positif. Dalam proses ionisasi karena tumbukan,
elektron bebas bertumbukan dengan molekul netral dari gas dan akan menyebabkan
terbentuknya electron dan ion positif baru. Jika pada medan listrik yang melintas
antara bidang elektroda paralel seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1 dibawah
ini terdapat gas bertekanan rendah, maka setiap elektron akan semakin dipercepat
karena tumbukan antar molekul gas dalam perjalanannya dari katoda menuju ke
anoda. Apabila energy ( ) meningkat sepanjang lintasan karena tumbukan dan
telah melampaui potensial ionisasi (Vi) yaitu energi yang diperlukan untuk melepas
elektron dari kulit atom, maka akan terjadi ionisasi. Proses tersebut ditunjukan
dalam persamaan :
Gambar 2. 1 Rangkaian Uji Ionisasi
Beberapa elektron dihasilkan di katoda yang disebabkan karena faktor luar
misalnya seperti sinar ultraviolet yang jatuh pada katoda, menyebabkan terjadinya
ionisasi pada partikel gas netral yang menghasilkan ion positif dan elektron
tambahan. Elektron tambahan tersebut kemudian yang menyebabkan terjadinya
7
ionisasi karena tumbukan dan proses itu berlangsung terus menerus. Hal ini juga
berarti menyebabkan meningkatnya arus elektron, karena jumlah elektron yang
sampai ke anoda lebih banyak dari yang dibebaskan pada katoda. Elektron-elektron
yang terus menerus bertumbukan akan menuju anoda dan terus berlipat ganda
sehingga akan menimbulkan banjiran elektron. Peristiwa pelipatgandaan elektron
tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2. 2 Pelipatgandaan Elektron
2.2.Mekanisme Kegagalan Dalam Gas
2.2.1. Mekanisme Towsend
Jika elektron diemisikan dari katoda, maka apabila elektron bertumbukan
dengan partikel netral akan terbentuk ion positif dan elektron. P eristiwa ini
disebut ionisasi karena tumbukan. 1
Peristiwa ini akan menyebabkan banjiran elektron yang berturut-turut
sesuai dengan mekanisme Townsend. Jumlah elektron ( ne) dalam banjiran
elektron pada lintasan (dx) akan bertambah dengan dne elektron.1
Banyaknya jumlah penambahan elektron bebas yang terjadi pada lapisan dx
tersebut sesuai dengan Persamaan :
� =α . ne . dx ………….……….………..……….(2.3)
α = jumlah rata-rata tumbukan elektron persentimeter dalam lintasan biasa disebut
koefisien pertama ionisasi Towsend.
ne = jumlah elektron
dne = Penambahan elektron bebas
8
Koefisien towsend adalah perbandingan dari Tegangan pemunculan korona
(Ev)terhadap tekanan parsial udara (ea)sehingga,
α = Ev / ea (2.4)
Banyaknya jumlah elektron bebas dn yang dihasilkan dalam proses ionisasi
sama jumlahnya dengan ion positif dne baru yang dihasilkan. Sehingga persamaan
diatas sapat ditulis menjadi :
dne= dn+= α . ne (t). vd. dt……….……….………...…(2.5)
Pada medan seragam dengan syarat keadaaan awal � = � , x = 0, dan dengan
kondisi α konstan maka jumlah elektron yang terjadi adalah menjadi sebagai
berikut :
ne=n0 eα x……...……….………...…(2.6) jumlah elektron yang menumbuk anoda dengan jarak d dari katoda sama dengan
jumlah dari ion positif yang dinyatakan dalam persamaan :
n+=nd αd………...…(2.7)
Jumlahelektronbaruyangdihasilkanolehtiapelektrondalamrata-rata :
αd− = − ………..………...…(2.8)
Oleh karena itu, arus rata-rata dalam celah, yang sama dengan jumlah elektron
yang melintas tiap detik adalah :
� = � α ………..……….…...(2.9)
Dimana � arus awal pada katoda.1
Proses banjiran elektron yang dijelaskan di atas akan selesai ketika kumpulan
elektron awal mencapai anoda. Akan tetapi, karena penguatan elektron � yang
terjadi dalam medan, kemungkinan dibebaskannya elektron tambahan baru dalam
celah yang disebabkam oleh mekanisme lain akan meningkat, dan elektron baru ini
akan menyebabkan proses banjiran berikutnya. Mekanisme lain itu adalah seperti
berikut :
Ion positif yang dibebaskan mungkin masih memiliki cukup energy untuk
melepaskan elektron dari katoda ketika ion positif tersebut mengenai katoda.
Atom atau molekul yang mengalami peluruhan mungkin memancarkan
9
Partikel metastabil yang disebarkan kembali yang menyebabkan emisi
elektron.
Elekton yang dihasilkan pada proses banjiran elektron sekunder ini disebut
elektron sekunder. Koefisien dari proses ionisasi sekunder didefinisikan sebagai
jumlah elektron sekunder yang dihasilkan tiap insiden ion positif, photon,
peluruhan partikel, atau partikel metastabil, nilai total dari adalah jumlah tiap
koefisien dari tiga proses yang berbeda, seperti = + + .
Koefisien disebut sebagai koefisien ke-2 ionisasi Towsend. Sehingga persamaan
jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan mencapai anoda di atas menjadi :
� = − αα − ……….…...(2.10)
Dan besar arus rata-rata dalam celah menjadi :
� = − � αα − ……….…...(2.11)
Arus I akan terus mengalami kenaikan hingga terjadi peralihan menjadi
pelepasan bertahan sendiri (self sustaining discharge). Peralihan yang terjadi berupa percikan (spark), dan kemudian akan terjadi perubahan arus yang sangat cepat hingga penyebut pada persamaan arus di atas menjadi nol. Kondisi ini disebut
criteria breakdown Towsend, dan dapat ditulis dalam persamaan :
α − = ……….…...(2.12)
Dimana α sangat besar atau α >>1, sehingga persamaan diatas menjadi :
α = ………....……..(2.13)
Pada kondisi ini, secara teori arus menjadi tidak berhingga, tetapi hal ini sulit
terjadi karena arus akan dibatasi oleh impedansi rangkaian dan sirkuit eksternal.
Towsend membagi kriteria kondisi dumulainya percikan menjadi tiga ketentuan,
yaitu :
a) α <1, arus pelepasan tidak bisa bertahan sndiri sehingga jika sumber arus
primer � dihilangkan, arus pelepasan akan berhenti mengalir.
b) α =1, banjiran elektron menghasilkan jumlah ion α yang cukup besar
sehingga ion positif yang dihasilkan pada peristiwa penumbukan dengan
katoda akan membebaskan satu elektron sekunder, dan proses banjiran
10 Self sustaining discharge
Non-self sustaining discharge
Breakdown
� = � α
V
c) α >1, ionisasi yang disebabkan banjiran berturut-turut akan bertumpuk,
sehingga hal ini akan menyebabkan pelepasan percikan tumbuh dengan cepat
sebanding dengan kelebihan α dari 1.
Persamaan dan kriteria arus yang terbentuk di atas dapat dijelaskan melalui gambar
grafik di bawah ini.
Gambar 2. 3 Grafik hubungan V vs I berdasarkan kriteria Towsend 1
Pada daerah , arus meningkat perlahan-lahan tetapi secara terus-menerus. Pada
daerah dan arus meningkat dengan tetap sesuai dengan mekanisme Towsend.
Pada gambar terlihat bahawa pada tegangan V rendah, maka α <<1. Jika
tegangan V dinaikan, maka α juga akan meningkat, sehingga maka α =1.
Penyebut persamaan menjadi nol dan I menjadi tak hingga, pada kondisi ini terjadi
breakdown (kegagalan). Melewati daerah maka arus akan meningkat dengan tajam dan akan muncul percikan (spark).1
2.2.2. Mekanisme Streamer
Menurut mekanisme Towsend, arus akan menigkat sebagi hasil dari proses
ionisasi.akan tetapi, pada kondisi sebenarnya tegagna breakdown tergantung pada tegangan gas dan ukuran dari celah. Semua kondisi-kondisi yang ada pada keadaan
sebenernya yang tidak bisa dijelaskan dalam mekanisme Towsend dapat dijelaskan
11
Pelepasan pada kegagalan mekanisme Streamer diawali dengan banjiran
tunggal, kemudian dari banjiran tersebut tersebut akan terjadi muatan ruang dimana
muatan ruang tersebut akan mengubah banjiran menjadi streamer plasma (celah aliran/kanal) kemudian konduktivitas akan mengalami kenaikan dengan ceapt, dan
akan terjadi kegagalan dalam streamer tersebut. Ada dua jenis mekanisme
Streamer, yaitu streamaer yang mengarah ke katoda yang disebut streamer positif dan streamer yang mnuju ke anoda yang disebut streamer negatif.
Dalam streamer positif untuk geometri medan deragam, pada waktu banjiran telah melewati celah, maka elektron akan tertarik ke arah anoda, dan ion-ion dalam
anoda akan membentuk kerucut. Medan muatan ruang yang tinggi terjadi di dekat
anoda dan d tempat lain kerapatan ionnya rendah. Oleh karena itu, kehadiran
ion-ion positif tidak akan menimbulkan kegagalan dalam celah.1
Gas yang terionisasi pada tangkai banjiran akan mengeluarkan foton, dan hal
ini akan menimbulkan fotoelektron-fotoelektron yang menyebabkan terjadinya
proses banjiran sekunder. Apabila medan muatan yang disebabkan banjiran primer
besarnya sama dengan medn luar, peralihan dari banjiran elektron ke streamer akan terjadi apabila medan � yang dihasilkan oleh ion-ion positif pada kepala banjiran sama dengan medan E yang diterapkan agar terjadi peningkatan ionisasi.1
Pelipatgandaan paling besar terjadi sepanjang sumbu banjiran promer.
Ion-ion positif yang ada di belakang banjiran akan memanjang dan memperkuat muatan
ruang banjiran primer ke arah katoda. Kemudian akan terbentuk plasma dan hal ini
tentu saja akan memperpendek jarak anoda dengan katoda. Streame akan terus memanjang hingga merintangi celah dan membentuk saluran penhantar yang
berupa gas terionisasi di antar elektroda.1
Pada streamer negatif atau streamer yang menuju ke anoda, diawali dengan mekanisme banjiran primer akan menghasilkan jumlah elektron ( � )yang cukup
untuk menimbulkan medan ruang yang sebanding dengan medan yang diterapkan.
Jumlah medan karena muatan ruang dan medan yang diterapkan akan
meningkatkan banjiran elektron sekunder yang menuju anoda mendahului streamer
negative yang terbentuk. Banjiran elektron terjadi disebabkan karena fotoionisasi
12
Persamaan empiris yang menyatakan criteria spark streamer adalah sebegai berikut :
�� = 7.7 + ln � + ln �� ……….…...(2.14)
Dimana � adalah medan yang dihasilkan di kepala banjiran, E adalah medan yang diterapkan, dan � adalah panjang banjiran dimana dihasilkannya elektron sekunder
akibat fotoionisasi.
Peralihan dari banjiran elektron ke streamer terjadu pada saat medan � kira-kira sama dengan medan E yang diterapkan sehingga persamaan di atas menjadi :
�� = 7.7 + �� � ……….……….…....(2.15)
Nilai breakdown minimun untuk celah medan seragam pada mekanisme streamer
yaitu pada saat terjadi peralihan dari banjiran ke streamer terjadi pada saat � = . Medan yang dihasilkan di kepala banjiran pada radius r adalah :
� = . 7 � − � ��
�/� / (2.16)
Dimana � adalah koefisien pertama ionisasi Towsend, p adalah tekanan gas dalam torr, dan x adalah jarak dimana streamer telah muncul dalam celah. Karena tegangan minimum breakdown terjadi pada saat � = � dan x=d, maka persamaan tersebut menjadi :
� + �� �� = . + � �� + �� �………...(2.17)
2.3.Proses Terjadinya Korona
Bila dua elektroda yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan jarak
antara kedua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik, maka akan mungkin
terjadi fenomena korona. Pada tegangan yang cukup rendah, tidak akan terjadi
apa-apa. Bila tegangan tersebut dinaikan, maka akan terjadi korona secara bertahap.
Pertama-tama, pada elektroda akan kelihatan bercahaya, mengeluarkan suara suara
mendesis (hissing), dan berbau ozon. Warna cahaya yang terlihat adalah ungu muda
(violet). Apabila tegangan dinaikan secara terus-menerus, maka karakteristik yang
terjadi di atas akan semakin jelas terlihat, terutama pada bagian yang kasar, runcing,
atau kotor. Apabila tegangan masih terus dinaikan, maka akan muncul busur api.
Korona akan mengeluarkan panas, hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran
13
nitrogen (nitrous acid), yang menyebabkan elektroda berkarat bila kehilangan daya
cukup besar. Apabila tegangan yang digunakan adalah tegangan searah, maka pada
elektroda positif korona akan menampakan diri dalam bentuk cahaya yang seragam
(uniform) pada permukaan elektroda, sedangkan pada elektroda negatifnya hanya
pada tempat-tempat tertentu saja.2
Korona terjadi disebabkan karena medan listrik di sekitar penghantar cukup
kuat sehingga elektron di udara saling bertabrakan (collision) dan mengionisasi udara, Karena terjadi ionisasi molekul dalam udara dan energi saat terionisasi cukup
kuat atom melepaskan elektron lebih yang selanjutnya mengionisasi atom yang lain.
Saat gradien potensial udara cukup besar pada suatu titik, maka udara yang
terionisasi tersebut akan bersifat konduktif.1
Karena adanya medan listrik yang berada di sekitar elektroda penghantar
yang mempercepat gerak elektron hasil ionisasi tersebut, maka elektron tersebut
akan menumbuk molekul-molekul gas atau udara di sekitarnya. Karena hal ini
terjadi secara terus-menerus maka jumlah ion dan elektron bebas menjadi berlipat
ganda. Apabila terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan
elektron gradien tegangan menjadi cukup besar maka akan timbul fenomena korona.
Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron juga
menyebabkan dari orbital awalnya ke tingkat orbital yang lebih tinggi. Pada saat
elektron berpindah kembali ke tingkat orbital yang lebih rendah, maka akan terjadi
pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan suara bising. 2
Mekanisme Terjadinya korona :
1. Sebuah molekul atau atom netralnya medium, di dalam sebuah wilayah medan
listrik yang kuat (seperti gradien potensial yang tinggi di dekat elektrode
melengkung) diionisasikan oleh peristiwa tumbukan, dan menciptakan sebuah
14
Gambar 2. 4 Mekanisme awal terjadinya pelepasan muatan
2. Medan listrik lalu beroperasi pada partikel-partikel bermuatan lalu
memisahkan, mencegah penggabungan kembali, serta mempercepat
partikel-partikel itu, memberikan energi kinetik ke setiap partikel-partikel.
3. Sebagai akibat dari peningkatan energi pada elektron (yang memiliki nisbah
massa/muatan dan kecepatan yang jauh lebih tinggi), lebih jauh lagi sejumlah
pasangan ion elektron/positif bisa diciptakan dengan menabrakkan atom-atom
netral. Lalu mereka mengalami proses pemisahan yang sama. Proses
pemisahan ini menciptakan sebuah longsoran elektron (Bahasa
Inggris: electron avalanche).
15
4. Dalam berbagai proses yang membedakan korona positif dengan negatif,
proses energi plasma ini diubah menjadi disosiasi elektron tahap awal untuk
menyebabkan longsoran lebih jauh lagi.
5. Banyak ion terbentuk di dalam rangkaian longsoran ini (yang berlainan antara
korona positif dengan negatif) ditarik ke elektrode tak melengkung,
melengkapi sirkuit, dan mempertahankan aliran arus.
Gambar 2. 6 Banjiran elektron akibat proses yang berlangsung terus menerus
Tegangan awalnya korona atau Tegangan Insepsi Korona (TIK) bisa dicari
dengan hukum Peek (1929), yang diformulasikan dari pengamatan empiris.2
2.3.1. Pengaruh Tekanan Parsial Udara Terhadap Korona
Ionisasi udara mengakibatkan redistribusi tegangan gradien tegangan. Bila
redistribusi ini menyebabkan gradien udara di antara dua elektroda lebih besar dari
gradien udara normal maka bisa terjadi lompatan api. Bila hanya sebagian udara
antara dua elektroda yang terionisasikan, maka korona merupakan sampul
(envelope) mengelilingi elektroda. Gradien tegangan seragam yang dapat
menimbulkan ionisasi kumulatif di udara normal (250 C, 76 cmHg) adalah 30
kV/cm. Gradien potensial yang menyebabkan terjadinya kerusakan dielektrik
disebut kekuatan dielektrik material. Pada daerah yang sangat lebar kekuatan
16
tekanan, dan berbanding terbalik terhadap temperatur, dimana kekuatan dielektrik
dalam kondisi tersebut adalah g0δ. Gradien memiliki nilai yang konstan pada semua
titik dalam suatu medan dielektrik seragam seperti terdapat di antara piringan
paralel. Apabila tegangan bertambah secara perlahan-lahan secepat dicapainya
gradien kegagalan 30kV/cm, maka kegagalan udara dan flashover akan menjadikan
hubungan singkat kedua piringan. Untuk mencari tegangan tembus udara bisa
didapatkan dari alat uji tegangan tembus dan untuk melihat pengaruh kondisi udara
dapat digunakan persamaan dari Hukum Peek.2
Pengaruh udara terhadap korona di jabarkan secara matematis oleh Peek
pada jurnalnya, hukum peek menjelaskan bagaimana tegangan listrik yang
dibutuhkan untuk memancing munculnya pelepasan muatan korona diantara dua
penampang baik kawat fasa terhadap kawat fasa lainnya maupun kawat fasa ke
netral atau pembumian pada body suatu sistem.2
Persamaannya tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Ev = mo . gv . r . ln ( ...(2.18) Dimana,
Ev = tegangan pemunculan korona (kV)
mo = Tetapan kekasaran penghantar/elektroda (0,8 untuk kabel)
r = Jari – jari (cm)
S = Jarak antara kawat penghatar (cm)
gv = Medan listrik visual kritis (kV/cm), gradien pada medan listrik untuk
mempengaruhi collision pada molekul bebas disekitar penghantar
gv bisa didapatkan dengan persamaan berikut :
gv = g0 ( 1 +
√ )...(2.19)
dimana,
g0 = medan listrik pengrusak ( kV/cm)
δ = faktor densitas
c = konstanta dimensi empiris dimana untuk udara adalah 0,301 [2]
r = jari-jari penghantar (cm)
Untuk rugi – rugi daya yang didapat dari korona bisa menggunakan
17
Ploss = 241 . (f + 25) . √ . (En– Ev )2 .10-5 ...(2.20)
dimana,
Ploss = Rugi daya akibat korona (kW)
En = Tegangan kerja pada penghantar fasa ke netral (kV)
Ev = Tegangan pemunculan korona (kV)
f = frekuensi kerja pada penghantar ( f )
2.4.Kubikel 20kV
Kubikel 20 kV adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada
Gardu Hubung Distribusi yang berfungsi sebagai pembagi, pemutus, penghubung
pengontrol dan proteksi sistem penyaluran tenaga listrik tegangan 20 kV.
Kubikel biasanya terpasang pada gardu hubung distribusi atau gardu hubung
Yang berupa beton maupun kios.
Kubikel yang terdapat di dalam gardu hubung (GH) merupakan panel
tegangan menengah yang berfungsi sebagai salah satu sarana penunjang Utama
Untuk mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen, dimana di dalam GH selain
terdapat Trafo Distribusi terdapat pula beberapa kubikel dengan beberapa
peralatan bantu sesuai kebutuhan antara lain, pemutus beban pasangan dalam,
disconecting switch , isolator, Rel busbar, Vacum sircuit breaker, Kabel saluran masuk atau keluar, Tranformator instrumen atau pengukuran antara lain Current Tranformer dan Potential Transformer.3
2.4.1 Jenis dan fungsi kubikel.
Berdasarkan fungsi dan penempatannya, kubikel 20 kV di Gardu Induk antara
lain :
• Cubicle Incoming berfungsi sebagai penghubung dari sisi sekunder trafo daya ke busbar 20 Kv
• Cubicle Outgoing : sebagai penghubung / penyalur dari busbar ke beban
• Cubicle Pemakaian sendiri (Trafo PS) : sebagai penghubung dari busbar ke beban pemakaian sendiri GI
18
• Cubicle PT / LA:: sebagai sarana pengukuran dan proteksi pengaman tegangan surja.
• Cubicle Bus Riser / Bus Tie (Interface): sebagai penghubung antar sel. 3
2.4.2 Bagian – bagian kubikel
Cubicle TM 20 kV terdiri dari empat kompartemen, yaitu : a) Kompartemen PMT.
Pada kompartemen ini terpasang “Withdrawable Circuit Breaker”. PMT
dan mekanisme penggeraknya dapat dengan mudah dikeluarkan/dimasukkan
ke dalam kubikel untuk keperluan pemeliharaan.
b) Kompartemen Busbar
Semua tertutup oleh bagian metal. Kompartemen busbar didesain agar bagian bagian yang bergerak pada bagian ini seminimum mungkin. Busbar
dibuat dari tembaga atau aluminium dengan bentuk sesuai dengan desain dari
masing-masing pabrik.
c) Kompartemen Sambungan Kabel
Pada Kompartemen ini terdapat :
• Terminasi kabel tegangan menengah
• 3(tiga) pembagi tegangan (potensial divider), dilengkapi pada setiap pasa
terminasi kabel, yang disambung dengan tiga neon indikator yang
dipasang di muka panel. Fungsinya untuk melihat secara visual bahwa
kabel tersebut dalam keadaan bertegangan atau tidak, sehingga aman
terhadap petugas yang melaksanakan pengoperasian.
• Satu rangkaian hubung pendek dan pemisah tanah untuk sisi kabel.
Dioperasikan dari depan panel, dilengkapi dengan mekanisme operasi
kecepatan tinggi sehingga mempunyai kecepatan masuk yang tidak
tergantung kecepatan operator.
• Trafo arus
• Trafo tegangan (sesuai permintaan). Bisa type tetap atau lepasan.
Dilengkapi dengan pelebur dengan kapasitas pemutusan tinggi.
19
Kompartemen ini didisain untuk memperkecil resiko propagasi saat terjadi
kegagalan. Auxiliary disambung ke PMT oleh susunan multi pin connector.
Gambar 2. 7 Bagian-bagian kubikel
2.5.Kelembaban
2.5.1. Kelembaban Udara
Definisi kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer.
Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban
udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung
dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara hangat lebih banyak daripada
kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau udara banyak mengandung uap air
didinginkan maka suhunya turun dan udara tidak dapat menahan lagi uap air
sebanyak itu. Uap air berubah menjadi titik-titik air. Udara yang mengandung uap
air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh.4
Macam-macam kelembaban udara sebagai berikut :
1) Kelembaban relatif atau nisbi yaitu perbandingan jumlah uap air di udara
dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama.
2) Kelembaban absolut atau mutlak yaitu banyaknya uap air dalam gram pada 1
m3.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
20
Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu :
1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di
dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).
2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan volume
udara lengas.
3. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara
basah.
4. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai
jenuhnya dan dinyatakan dalam %.
Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah
kelembaban nisbi yang diukur dengan psikrometer atau higrometer. Kelembaban
nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari kelembaban nisbi berangsur
– angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan tekanan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap
air. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung
pada suhu udara Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh
dengan tekanan uap aktual. Pengembunan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai
100 %.4
Karena Hukum Gas Ideal adalah :
p V= n R T...(2.22)
Dimana :
p = Tekanan uap air (bar)
21 Berdasarkan persamaan di atas, kerapatan uap air (ρ) ditentukan oleh tekanan
(p) suhu udara (T). (2)
2.5.3. Relative humidity
Perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk
menampung uap air.
RH = � . %...(2.24)
dimana :
ea = kelembaban aktual atau tekanan uap air parsial
es = kapasitas udara untuk menampung uap air/tekanan uap jenuh diambil dari tabel
Bila kelembaban Relatif ( RH )100% maka, ea = es, untuk tekanan saturasi (es)
tergantung pada suhu udara (T) Makin tinggi suhu, kapasitas untuk menampung
uap air atau tekanan satuari (es) meningkat pada tekanan aktual (ea) yang tetap, RH
akan lebih kecil bila suhu udara meningkat, sebaliknya RH makin tinggi bila suhu
udara rendah.
Tekana aktual uap air jenuh (ea) yang tetap antara siang dan malam,
menyebabkan RH akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam
hari, RH lebih tinggi pada malam hari dam mencapai maksimum pada pagi hari
sebelum matahari terbit. Hal tersebut menyebabkan proses pengembunan bila udara
bersentuhan dengan bidang/permukaan yang suhunya lebih rendah dari suhu titik
embun. Embun terbentuk pada tempat-tempat yang terbuka atau tidak ternaungi
seperti bagian terluar dari tajuk pohon dan di rumput (tidak terlindungi benda
lain). Tempat tersebut memiliki suhu terendah karena paling banyak kehilangan
22
2.6 Perhitungan Tekanan Parsial Udara
tekanan parsial uap air jenuh (ea) adalah hasil akhir perhitungan yang
didapat dari kelembaban, untuk mencari ea sendiri bisa didapat dari persamaan 2.24
untuk tekanan saturasi es bisa didapatkan dari tabel tekanan uap air jenuh dibawah
ini
Tabel 2. 1 Tekanan Uap Air Jenuh
Dari tabel di atas kita bisa dapatkan tekanan uap air jenuh (es), lalu dari es kita bisa
mendapatkan tekanan air parsial uap air dengan memasukan ke persamaan (2.24).
Untuk kerapatan partikel udara relatif bisa didapatkan dari perbandingan massa
jenis udara pada kondisi standar per masa jenis uap jenuh.
Karena tekanan parsial (ea) adalah tekanan udara (p) maka kita pergunakan
persamaan (2.23) untuk mencari kerapatan uap air jenuh di udara
ρ(uap air jenuh) = � . �
23
Massa jenis udara relatif adalah perbandingan antara massa jenis udara standar
dan massa jenis udara jenuh sehingga,
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ ρ(uap air jenuh)...(2.25)
untuk mencari faktor densitas atau faktor kerapat partikel udara maka bisa
menggunakan persamaan sebagai berikut,
= ρ(udara) / ρ(SATP) ...(2.26)
dimana,
= rapat partikel udara relatif pada saat pengukuran
ρ(uap air jenuh) = masa jenis uap air jenuh dalam udara (kg/cm3)
ρ(udara standar)= masa jenis udara standar (1,2 kg/cm3 pada 760 mmhg 27 0C)
ρ(udara relatif) = masa jenis relati udara saat pengukuran (kg/cm3)
ρ(SATP) = 1 (faktor densitas pada SATP)
2.6.Kontrol suhu dan kelembaban
Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah kelembaban,
dikarenakan kelembaban dapat mempengaruhi faktor densitas ( ), dimana apabila
faktor densitas makin kecil maka angka tegangan pemunculan korona akan semakin
kecil, sehingga kemungkinan terjadina korona akan semakin besar.
Untuk menangani hal tersebut maka dibuatlah rancang bangun alat kendali
kelembaban dan suhu yang dapat digunakan di dalam kubikel, bahan – bahan yang
dipergunakan adalah :
1. Board Arduino uno sebagai mikrokontrol
2. Fan sebagai Aktuator
3. Heater sebagai Aktuator
4. Relay sebagai kendali I/O aktuator
5. LCD sebagai user interface
2.6.1. Arduino Uno
Arduino Merupakan board modul dari rangkain microcontroller yang telah
dirangkai sehingga pengguna bisa membuat suatu rangkaian tanpa perlu marakit
24
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328. Uno
memiliki 14 pin digital input / output (dimana 6 dapat digunakan sebagai output
PWM), 6 input analog, resonator keramik 16 MHz, koneksi USB, jack listrik,
header ICSP, dan tombol reset. Uno dibangun berdasarkan apa yang diperlukan
untuk mendukung mikrokontroler, sumber daya bisa menggunakan power USB
(jika terhubung ke komputer dengan kabel USB) dan juga dengan adaptor atau
baterai.
Arduino Uno berbeda dari semua papan sebelumnya dalam hal tidak
menggunakan FTDI chip driver USB-to-serial. Sebaliknya, fitur Atmega16U2
(Atmega8U2 sampai versi R2) diprogram sebagai konverter USB-to-serial. Revisi
2 dari Uno memiliki resistor pulling 8U2 HWB yang terhubung ke tanah, sehingga
lebih mudah untuk menggunakan mode DFU.
Sumber Daya / Power
Arduino Uno dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan catu daya
eksternal. Sumber daya dipilih secara otomatis. Untuk sumber daya Eksternal
(non-USB) dapat berasal baik dari adaptor AC-DC atau baterai. Adaptor ini dapat
dihubungkan dengan memasukkan 2.1mm jack DC ke colokan listrik board. Baterai
dapat dimasukkan pada pin header Gnd dan Vin dari konektor DAYA.
Board dapat beroperasi pada pasokan eksternal dari 6 sampai 20 volt. Jika Anda
menggunakan tegangan kurang dari 6 volt mungkin tidak akan stabil. Jika
menggunakan lebih dari 12V, regulator tegangan bisa panas dan merusak papan.
Rentang yang dianjurkan adalah 7 sampai 12 volt.
Pin listrik yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. VIN. Input tegangan ke board Arduino ketika menggunakan sumber daya
eksternal. Anda dapat menyediakan tegangan melalui pin ini, atau, jika Anda
ingin memasok tegangan melalui colokan listrik, gunakan pin ini. Pin ini
merupakan output 5V yang telah diatur oleh regulator papan Arduino. Board
dapat diaktifkan dengan daya, baik dari colokan listrik DC (7 - 12V), konektor
USB (5V), atau pin VIN board (7-12V). Jika Anda memasukan tegangan
melalui pin 5V atau 3.3V secara langsung (tanpa melewati regulator) dapat
25
3V3. 3.3Volt dihasilkan oleh regulator on-board. Menyediakan arus
maksimum 50 mA.
2. GND. Pin Ground.
3. IOREF. Pin ini di papan Arduino memberikan tegangan referensi ketika
mikrokontroler beroperasi. Sebuah shield yang dikonfigurasi dengan benar
dapat membaca pin tegangan IOREF sehingga dapat memilih sumber daya
yang tepat agar dapat bekerja dengan 5V atau 3.3V.
Memori
ATmega328 memiliki 32 KB (dengan 0,5 KB digunakan untuk bootloader).
ATmega328 juga memiliki 2 KB dari SRAM dan 1 KB EEPROM (yang dapat
dibaca dan ditulis dengan perpustakaan / library EEPROM).
Input dan Output
Masing-masing dari 14 pin digital Uno dapat digunakan sebagai input atau output,
menggunakan fungsi pinMode(), digitalWrite(), dan digitalRead(). Mereka
beroperasi pada tegangan 5 volt. Setiap pin dapat memberikan atau menerima
maksimum 40 mA dan memiliki resistor pull-up internal (terputus secara default)
dari 20-50 kOhms. Selain itu, beberapa pin memiliki fungsi spesial:
1. Serial: pin 0 (RX) dan 1 (TX) Digunakan untuk menerima (RX) dan
mengirimkan (TX) data serial TTL. Pin ini terhubung dengan pin
ATmega8U2 USB-to-Serial TTL.
2. Eksternal Interupsi: Pin 2 dan 3 dapat dikonfigurasi untuk memicu interrupt
pada nilai yang rendah (low value), rising atau falling edge, atau perubahan
nilai. Lihat fungsi attachInterrupt() untuk rinciannya.
3. PWM: Pin 3, 5, 6, 9, 10, dan 11 Menyediakan 8-bit PWM dengan fungsi
analogWrite()
4. SPI: pin 10 (SS), 11 (MOSI), 12 (MISO), 13 (SCK) mendukung komunikasi
SPI dengan menggunakan perpustakaan SPI
5. LED: pin 13. Built-in LED terhubung ke pin digital 13. LED akan menyala
ketika diberi nilai HIGH
Arduino Uno memiliki 6 input analog, berlabel A0 sampai A5, yang
masing-masing menyediakan resolusi 10 bit (yaitu 1024 nilai yang berbeda). Secara default
26
menggunakan pin AREF dan fungsi analogReference(). Selain itu, beberapa pin
tersebut memiliki spesialisasi fungsi, yaitu TWI: pin A4 atau SDA dan A5 atau SCL
mendukung komunikasi TWI menggunakan perpustakaan Wire.
Ada beberapa pin lainnya yang tertulis di board:
1. AREF. Tegangan referensi untuk input analog. Dapat digunakan dengan
fungsi analogReference().
2. Reset. Gunakan LOW untuk me-reset mikrokontroler. Biasanya digunakan
untuk menambahkan tombol reset.
Komunikasi
Arduino Uno memiliki sejumlah fasilitas untuk berkomunikasi dengan
komputer, Arduino lain, atau mikrokontroler lainnya. ATmega328 menyediakan
UART TTL (5V) komunikasi serial, yang tersedia pada pin digital 0 (RX) dan 1
(TX). Pada ATmega16U2 saluran komunikasi serial melalui USB dan muncul
sebagai com port virtual untuk perangkat lunak pada komputer. Firmware 16U2
menggunakan standar driver USB COM, dan tidak ada driver eksternal diperlukan.
Namun, pada Windows, diperlukan file .inf. Perangkat lunak Arduino termasuk
monitor serial yang memungkinkan data tekstual sederhana akan dikirim ke dan
dari papan Arduino. RX dan TX LED di papan akan berkedip ketika data sedang
dikirim melalui chip USB-to-serial dan koneksi USB komputer (tetapi tidak untuk
komunikasi serial pada pin 0 dan 1). ATmega328 juga mendukung I2C (TWI) dan
komunikasi SPI. Perangkat lunak Arduino termasuk perpustakaan Wire berfungsi
menyederhanakan penggunaan bus I2C. Untuk komunikasi SPI, menggunakan
perpustakaan SPI.
Pemrograman
Arduino Uno dapat diprogram dengan software Arduino
Karakteristik Fisik
Panjang maksimum dan lebar PCB Uno masing-masing adalah 2,7 dan 2,1
inci, dengan konektor USB dan colokan listrik yang melampaui dimensi tersebut.
Empat lubang sekrup memungkinkan board harus terpasang ke permukaan.
Perhatikan bahwa jarak antara pin digital 7 dan 8 adalah 0,16", tidak seperti pin
lainnya.
27
Mikrokontroler : ATMEGA328
Tegangan Operasi : 5V
Tegangan Input (recommended) : 7 - 12 V
Tegangan Input (limit) : 6-20 V
Pin digital I/O : 14 (6 diantaranya pin PWM)
Pin Analog input : 6
Arus DC per pin I/O : 40 mA
Arus DC untuk pin 3.3 V : 150 mA
Flash Memory : 32 KB dengan 0.5KB digunakan untuk bootloader
SRAM : 2 KB
EEPROM : 1 KB
Kecepatan Pewaktuan : 16 Mhz
Gambar 2. 8 Konstruksi Jalur Rangkaian Arduino Uno
2.6.2. DHT112
DHT11 adalah sensor lokal yang biasa dipergunakan sebagai bahan
percobaan karena harga yang murah dan akurasi pembacaan yang cukup baik.
DHT11 memanfaatkan kemampuan kapasitif dari suatu bahan yang akan
28
Bahan dan material DHT11 terdiri dari :
Film tipis polimer / oksida logam antara dua elektroda konduktif.
Permukaan penginderaan / sensor dilapisi dengan logam berpori elektroda untuk melindunginya kontaminasi. bahan kaca, keramik, atau silikon.
Perubahan dalam konstanta dielektrik sensor kelembaban kapasitif hampir
berbanding lurus dengan kelembaban relatif lingkungan sekitarnya.
Spesifikasi :
Supply Voltage: +5 V
Temperature range : 0-60 °C error of ± 2 °C
Humidity : 15-90% RH ± 5% RH error
Interface : Digital
Resistansi dari banyak konduktor nonmetal secara umum tergantung pada
kandungan air konduktor tersebut, yang merupakan suatu dasar dari sensor
kelembaban resistif atau hygrostator
Sensor tersebut berisi suatu material yang secara relative resistivitasnya
rendah yang berubah secara signifikan dibawah perubahan kondisi kelembaban.
Contoh lainnya dari sensor kelembaban konduktivitas adalah disebut dengan
“Pope element”, yang terdiri dari polystyrene yang dilakukan/diperlakukan dengan
asam sulfur untuk memperoleh karakteristik surface-resistivitas yang diinginkan.
Material lainnya yang menjanjikan untuk pembuatansuatu film dalam sensor
konduktivitas adalah solidpolyelectrolytes karena konduktivita elektrik dari bahan
itu bervariasi/berubah terhadap kelembaban.
Gambar 2. 9 Konstruksi Rangkaian Sensor Berbasis Kapasitansi
Sensor kelembaban solid-state dapat dibuat dengan substrat silicon (gbr. A)
29
dari elektroda aluminium hampa udara/vacuum yang ditempatkan pada permukaan
sensor. Suatu lapisan oksida yang dibentuk pada bagian atas lapisan aluminium
konduktiv, dan pada bagian atas itu, alektroda lainnya dibentuk. Lapisan aluminium
tersebut dianodized dalam suatu cara untuk membentuk permukaan oksida berpori.
Elektroda bagian paling atas/diatasnya terbuat dari suatu bentuk emas berpori yang
dapat ditembus gas, dan diwaktu yang sama dapat menyediakan kontakelektric.
Oksida aluminium (Al2O3), seperti banyak material-material lainnya, yang dengan
siap mengabsorbsi air ketika terkontak/terhubung dengan campuran gas yang
mengandung air dalam keadaan beruap air.
Gambar 2. 10 Rangkaian Sensor DHT 11
Cara kerja sensor sesuai dengan prinsip kapasitansi, ketika ada bahan dielektrik
diantara dua bahan konduktor maka ada faktor kapasitif. Dalam kondisi sensor
DHT 11 bahan dieletriknya adalah udara, ketika kelembaban (RH) dari sensor
berubah maka nilai konstanta permitivitas dari udara tersebut berubah sehingga
mempengaruhi nilai kapasitansi (C) sesuai dengan persamaan:
C= ( ) . 8,84.1014 . k (2.27)
Dimana konstana permitivitas (k) adalah
k = 1 + ( ea + RH ) 10-6 (2.28)
C = kapasitansi (Farad)
A = Luas penampang bahan konduktor (cm2)
S = Jarak antar konduktor (cm)
T = Suhu (Kelvin)
30
es = Tekanan Saturasi Uap air jenuh (bar)
RH = Kelembaban (%)
Dari persamaan diatas terlihat kelembaban dan suhu mempengaruhi nilai
kapasitansi dielektrik udara, sensor DHT 11 bekerja secara digital dimana di dalam
DHT11 terdapat sistem prosesor komplek yang membaca perubahan waktu dimana,
C = � (2.29)
C = Kapasitansi (Farad)
I = Arus (Ampere)
V = Tegangan (Volt)
t = waktu sampai tegangan maksimal tercapai (s)
Arus dan tegangan tetap, tetapi waktu pengisian muatan sampai tegangan
maksimal pada nilai kapasitif yang berubah.
Karakteristik sensor
Perubahan kapasitansi 0,2-0,5 pF untuk RH 1%
Kapasitansi antara 100 dan 500 pF sebesar 50% RH pada 25 ° C.
Rentang waktu respon antara 30 hingga 60 s untuk perubahan RH 63%.
2.6.3. Relay
Relay maupun kontaktor magnet memiliki kumparan (coil) yang apabila di
aliri arus listrik DC maka besi sebagai inti dari kumparan akan menjadi magnet,
sehingga batang bergerak yang sama sama terbuat dari besi akan di tarik sehingga
lengket pada inti besi. Hal ini mengakibatkan kontak NC ( Normaly close ) akan
berubah menjadi kontak NO ( Normally Open ).
Di sebuah Relay sederhana terdiri dari 4 komponen dasar yaitu :
1. Electromagnet (Coil)
2. Armature
3. Switch Contact Point (Saklar)
31
Berikut ini merupakan gambar dari bagian-bagian Relay (Struktur Sederhana
sebuah relay)
Gambar 2. 11 Konstruksi Relay
Kontak Poin (Contact Point) Relay terdiri dari 2 jenis yaitu :
Normally Close (NC) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu
berada di posisi CLOSE (tertutup)
Normally Open (NO) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu
berada di posisi OPEN (terbuka)
Berdasarkan gambar diatas, sebuah Besi (Iron Core) yang dililit oleh
kumparan Coil yang berfungsi untuk mengendalikan Besi tersebut. Apabila
Kumparan Coil diberikan arus listrik, maka akan timbul gaya Elektromagnet yang
kemudian menarik Armature untuk berpindah dari Posisi sebelumnya (NC) ke
posisi baru (NO) sehingga menjadi Saklar yang dapat menghantarkan arus listrik di
posisi barunya (NO). Posisi dimana Armature tersebut berada sebelumnya (NC)
akan menjadi OPEN atau tidak terhubung. Pada saat tidak dialiri arus listrik,
Armature akan kembali lagi ke posisi Awal (NC). Coil membutuhkan arus listrik
yang relatif kecil untuk mengaktifkan electromagnet dan menarik Contact Poin ke
32
Karena Relay merupakan salah satu jenis dari Saklar, maka istilah Pole dan
Throw yang dipakai dalam Saklar juga berlaku pada Relay. Berikut ini adalah
penjelasan singkat mengenai Istilah Pole and Throw :
Pole : Banyaknya Kontak (Contact) yang dimiliki oleh sebuah relay
Throw : Banyaknya kondisi yang dimiliki oleh sebuah Kontak (Contact)
Berdasarkan penggolongan jumlah Pole dan Throw-nya sebuah relay, maka
relay dapat digolongkan menjadi :
Single Pole Single Throw (SPST) : Relay golongan ini memiliki 4 Terminal,
2 Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.
Single Pole Double Throw (SPDT) : Relay golongan ini memiliki 5 Terminal,
3 Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.
Double Pole Single Throw (DPST) : Relay golongan ini memiliki 6 Terminal,
diantaranya 4 Terminal yang terdiri dari 2 Pasang Terminal Saklar sedangkan
2 Terminal lainnya untuk Coil. Relay DPST dapat dijadikan 2 Saklar yang
dikendalikan oleh 1 Coil.
Double Pole Double Throw (DPDT) : Relay golongan ini memiliki Terminal
sebanyak 8 Terminal, diantaranya 6 Terminal yang merupakan 2 pasang
Relay SPDT yang dikendalikan oleh 1 (single) Coil. Sedangkan 2 Terminal
lainnya untuk Coil.
Selain Golongan Relay diatas, terdapat juga Relay-relay yang Pole dan
Throw-nya melebihi dari 2 (dua). Misalnya 3PDT (Triple Pole Double Throw)
ataupun 4PDT (Four Pole Double Throw) dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas
mengenai Penggolongan Relay berdasarkan Jumlah Pole dan Throw, silakan lihat
33
Gambar 2. 12 Konstruksi Rangakaian Relay
Spesifikasi modul relay yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah
bertipe SPDT (Single Pole Double Throw) berukuran mini dengan 5 pin ini dengan
dimensi 14 x 9 x 10 mm (di luar pin setinggi 3,5 mm). Tegangan untuk aktivasi
membutuhkan 3 Volt DC, dengan batas arus maksimum pada terminal kontak
sebesar 1 Ampere pada 24 Volt DC atau 500 mA pada 125 Volt AC (catatan: jangan
digunakan untuk switching peralatan dengan listrik PLN yang bertegangan 220
VAC, maksimum tegangan kontak untuk relay ini adalah 60 VDC / 125 VAC).
Tipikal resistansi pada koil sebesar 60Ω (dibutuhkan arus sebesar 50 mA untuk
mengaktivasi relay ini).
34
2.6.4. Fan
Sebelum Daya dari blower/ fan dapat dihitung, sejumlah parameter operasi
harus diukur, termasuk kecepatan udara, head tekanan, suhu aliran udara pada fan. Dalam rangka mendapatkan gambaran operasi yang benar harus diyakinkan bahwa:
1. Fan dan komponennya beroperasi dengan benar pada kecepatannya
2. Operasi berada pada kondisi stabil; suhu, berat jenis, resistansi sistim yang
stabil
Disini akan dihitung daya dari blower dan Perhitungan efisiensi blower/fan,
perhitungan dibagai beberapa tahap agar dapat mudah dimengerti.
Tahap 1: Menghitung berat jenis gas
Tahap pertama adalah menghitung berat jenis udara atau gas. Koefisien
berat jenis adalah perbandingan relatif dari massa jenis suatu bahan terhadap massa
jenis air murni yaitu 100g/cm3 . Koefisien berat jenis tidak memiliki satuan atau
dimensi. Koefisien berat jenis didapat dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
γ = ρ / 1000 ...(2.30)
Dimana,
γ = Koeffisien berat jenis ρ = massa jenis (kg/m3)
Tahap 2: Mengukur tekanan pada Fan
Tekanan pada Fan adalah tekanan yang akan di atur oleh fan, di asumsikan
kelembaban tertinggi di kubikel rata-rata di angka 80%, apabila set point untuk
kondisi di dalam kubikel adalah 40% maka fan harus bisa mengurangi tekanan
parsial uap air jenuh sebesar tekanan pada kelembaban 40%, di asumsikan suhu
pada kondisi 400C maka tekanan yang menjadi beban fan dapat dihitung dengan
persamaan 2.24.
Tahap 3: menghitung aliran volumetrik
Tahap ketiga adalah menghitung aliran volumetrik, ukur diameter saluran
35
Hitung volum udara atau gas dalam saluran dengan hubungan sebagai berikut:
Q = v x A...(2.31)
Q = debit gas (m3/s)
v= laju gas (m/s)
A= Diameter saluran (m2)
Untuk laju efektif gas ideal adalah :
v= √ �/ρ...(2.32)
p = tekanan udara (N/m2)
ρ = Massa Jenis udara (kg/m3)
Tahap 4:Menghitung Daya Blower
Daya blower yang dibutuhkan adalah hubungan berat jenis (γ), tekanan yang
akan di kendalikan oleh fan dan aliran volumetrik udara dimana,
Daya blower = γ. pfan . Q Dimana
γ = berat jenis udara pfan = tekanan fan (N/m2)
Q = aliran volumetrik udara (m3/s)
Fan yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah exhaust fan dengan daya 40 watt
untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
2.6.5 LCD
LCD adalah user interface untuk melihat hasil ukur dari sensor, layar LCD yang digunakan berupa LCD 12x2 dimana kemampuan dari layar nya dapat
menampilkan 2 baris kolom, dan setiap barisnya bisa menampilkan 12 huruf dan
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari dibuatnya rancang bangun sistem kendali kelembaban ini adalah
untuk membuat kondisi suhu dan kelembaban di dalam kubikel stabil dan sesuai set
point yang diharapkan.
Tujuan dari penelitian dan pengujian dalam proses pembuatan skripsi ini
adalah untuk menganalisa pengaruh dari kondisi udara terhadap, tingkat tegangan
tembus, tegangan pemunculan korona, kegagalan isolasi dan rugi-rugi yang
dihasillkan oleh korona, dengan meneliti kondisi real di lapangan.
Hasil akhir dari penelitian dan pengujian ini adalah melihat sampai sejauh
mana pengarunh dari alat yang dibuat oleh penulis dan dampak postitif yang
didapatkan apabila sitem ini di implementasikan.
3.1 Sistematika Penelitian
Tempat penelitian di laksanakan di Lab PT.PLN (Persero) dan di Gardu
yang telah di pilih yaitu Gardu Swiss Van java dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
1. Pengujian tegangan tembus
2. Perakitan Alat
3. Penelitian Alat
4. Pemasangan Alat di kubikel
5. Penghitungan tegangan tembus setelah dipasang alat
6. Pengolahan Data
3.1.1 Pengujian Tegangan Tembus
Pengujian dilaksanakan secara real pada rancang bangun alat yang di buat
dan di gardu yang telah dipilih, Pengujian peralatan listrik dengan tegangan tinggi