• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan yang Efektif dalam gereja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kepemimpinan yang Efektif dalam gereja "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Dalam suatu organisasi, pasti memerlukan seseorang dengan atau tanpa dibantu oleh oranglain, untuk menempati posisi sebagai pimpinan/pemimpin (leader). Seseorang yang menduduki posisi pemimpin di dalam suatu organisasimengemban tugas melaksanakan kepemimpinan. Dengan kata lain pemimpin adalah orangnya dan kepemimpinan (leadership) adalah kegiatannya. Sehubungan dengan itu untuk sementara dari segi organisasi, kepemimpian dapat diartikan sebagai kemampuan/kecerkasan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.

A. Kepemimpinan dalam Konteks Struktural

Kepemimpinan dalam konteks struktural ini terikat pada pembidangan kerja yang disebut struktur organisasi. Apabila suatu unit dipandang sebagai total sistem, maka pembidangannya sebagai unit yang lebih kecil merupakan sub-sistem. Sehubungan dengan itu sistem diartikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dari berbagai unsur atau elemen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Contohnya apabila sebuah departemen ditempatkan sebagai total sistem, maka elemen-elemen atau unsur-unsurnya sebagai sub-sistem terdiri dari Sekretariat Jendral, Direktorat Jenderal, dan Kantor-Kantor Wilayah.

Selanjutnya sub-sistem yang terdapat di dalam suatu organisasi pada dasarnya merupakan unit-unit kegiatan/kerja yang berisi pekerjaan sejenis yang disebut Struktur Organisasi. Dengan kata lain struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas/kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang/tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang tingkatannya, antara yang satu dengan yang lain.

(2)

memiliki kewenangan untuk itu. Pengangkatan dilakukan secara resmi/formal, dengan mengeluarkan Surat Keputusan.

B. Kepemimpinan dalam Konteks Non-Struktural

Sebuah organisasi non-formal memang tidak dapat melepaskan diri dari pembidangan tugas. Sehingga terjadi unit-unit didalamnya. Organisasi non-formal yang tidak terikat pada struktur yang pasti dan statis itu, pada dasarnya merupakan suatu total sistem yang memiliki juga sub-sistem berupa unit-unit sebagai pembidangan tugas pokoknya. Unit-unit tersusun secara hirarkis atau berjenjang/bertingkat, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Pada setiap unit tersebut diperlukan para pemimpin, selain seorang pucuk pimpinan sebagai pimpinan tertinggi.

Dalam konteks non-struktural seperti tersebut, baik pucuk pimpinan maupun para pemimpin unit adalah orang-orang yang diangkat oleh anggotanya karena berbagai sebab. Diantaranya adalah karena berpengaruh dan dipercayai. Pengangkatannya sebagai pemimpin dilakukan secara tidak resmi/formal dan tanpa Surat Keputusan. Tugas pokok pemimpin dalam konteks non-struktural berorientasi pada kebersamaan, dimulai daru penentuan tujuan kelompok/organisasi sesuai bidang gerak/garapannya.

II. DINAMIKA KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai faktor yang penting dan berpengaruh besar terhadap kemampuan mewujudkannya. Bakat kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain dimiliki oleh setiap orang, namun berbeda kualitas dan kuantitasnya, antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendapat ini berarti kepemimpinan akan berlangsung efektif dan efisien di tangan orang-orang yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya tinggi.

(3)

memimpin. Kemampuan itu dapat diperoleh melalui proses belajar dan melatih diri secara intensif.

A. Hubungan Manusiawi dalam Kepemimpinan

Di muka bumi ini setiap manusia tidak hidup sendiri-sendiri, terpisah antara individu yang lain. Setiap manusia yang menginginkan kehidupan yang bersifat manusiawi harus berusaha menjalin hubungan antara sesamanya. Hubungan itu tidak cukup hanya dalam batas saling kenal-mengenal, tetapi lebih jauh lagi berupa hubungan saling tolong-menolong, saling membantu, dan saling isi-mengisi, sehingga terwujud pergaulan yang harmonis. Hubungan yang wajar itu disebut hubungan manusiawi yang efektif, disamping terdapat juga hubungan manusiawi yang tidak efektif, disamping terdapat juga hubungan manusiawi yang tidak efektif, berupa penolakan individu yang satu terhadap individu yang lain.

Kepemimpinan memerlukan bentuk hubungan manusia yang efektif bukan hubungan manusiawi sebaliknya atau yang tidak efektif. Hubungan manusiawi yang efektif tidak digunakan untuk mempersulit dan memperalat oranglain demi kepentingan pribadi pemimpin. Mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif bukan tujuan, tetapi merupakan alat dalam kepemimpinan sebagai proses. Hubungan itu dipelihara, dikembangkan dan dibina.

B. Proses Pengambilan Keputusan

Kegiatan kelompok orang dalam bentuk kerjasama sebagai wujud hubungan manusiawi yang efektif, untuk mencapai sesuatu tujuan, pada dasarnya merupakan pelaksanaan keputusan-keputusan. Tujuan kelompok yang dirumuskan secara jelas, tegas dan terinci, jika mungkin bersifat tertulis merupakan pedoman bagi pemimpin dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan. Dari sisi lain tujuan itupun sebenarnya adalah keputusan yang sangat prinsipiil sifatnya, karena akan mewarnai seluruh keputusan lainnya yang akan diwujudkan menjadi kegiatankegiatan kelompok organisasi.

(4)

terjadi di dalam diri pemimpin sendiri, tetapi mungkin pula ditetapkan dengan mengikutsertakan orang-orang yang dipimpin, atau beberapa orang lainnya yang berkedudukan sebagai pembantu pemimpin.

C. Pengendalian dalam Kepemimpinan

Pemimpin melakukan pengendalian apabila berusaha menjalin hubungan kerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam kerjasama itu pemimpin selalu mempunyai kesempatan untuk membimbing dan mengarahkan kegiatan anggota kelompok/organisasinya, tanpa dirasakan sebagai suatu paksaan atau penekanan. Usaha itu dapat dilakukan seiring dengan usaha mengembangkan dan mendorong agar orang yang dimpimpin tidak saja menjadi orang yang berprestasi, tetapi juga bertanggungjawab dan memiliki keinginan untuk maju. Dengan demikian semua program kerja akan terwujud berkat bantuan orang-orang yang dipimpin, karena setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri, dan tidak mungkin bertindak dengan kekuasaannya untuk memerintahkan oranglain bekerja semata-mata untuk dirinya.

III. KEPRIBADIAN PEMIMPIN

Pemimpin dengan sifat-sifat di dalam kepribadiannya harus menyesuaikan diri dengan kepribadian anggota kelompok/organisasinya. Demikian pula sebaliknya, penyesuaikan diperlukan karena tidak ada dua orang didunia ini yang sama kepribadiannya, di dalam sebuah kelompok berkumpul atau terdapat kepribadian sebanyak anggotanya. Kepribadian bersifat subjektif, karena menyentuh diri manusia sebagai individu. Namun dalam kepemimpinan yang dimaksud adalah perilaku dan sikap yang diperlihatkan pemimpin pada oranglain dalam menghadapi segala sesuatu, terutama dalam berkomunikasi dalam dengan orang-orang yang dipimpinnya.

A. Hubungan Kepribadian dengan Motivasi

(5)

pada dasarnya berisi kesibukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, agar dapat hidup layak secara manusiawi. Dalam hubungan ini bahkan tidur sekalipun merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain, setiap kegiatan berlangsung karena di dorong oleh kehendak, keinginan, atau kemauan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.

Kebutuhan merupakan pendorong atau motif terjadinya kegiatan. Sedang kondisi yang menyebabkan seseorang menyadari kebutuhannya dan mendorongnya melakukan suatu kegiatan disebut motivasi. Demikian pula dalam kegiatan kepemimpinan, baik pemimpin maupun orang yang dipimpin masing-masing memiliki motivasi dalam berbuat sesuatu, yang mungkin berbeda atau sama.

B. Aspek-Aspek Kepribadian Pemimpin

Kepribadian sebagai totalitas itu tampak berupa sikap dan perilaku, tidak terkecuali pada pemimpin. Sehubungan dengan itu proses kepemimpinan akan berlangsung efektif, bilamana kepribadian pemimpin aspek-aspek sebagai berikut: a. Mencintai kebenaran dan beriman pada Tuhan Yang Maha Esa

b. Dapat dipercaya dan mampu mempercayai oranglain. c. Mampu bekerja sama dengan oranglain.

d. Ahli dibidanya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan yang memadai.

e. Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong, dan memberikan petunjuk serta terbuka pada kritik oranglain.

f. Memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetiaan yang tinggi, serta kreatif dan penuh inisiatif.

g. Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan, konsekuen, berdisiplin dan bijaksana.

h. Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani.

IV. FUNGSI DAN TIPE KEPEMIMPINAN

(6)

mengarahkan serta mengawasi oranglain dalam berbuat sesuatu, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Kepemimpinan berarti juga proses pemberian motivasi, agar oranglain secar ikhlas dan sungguh-sungguh mengerjakan sesuatu. Dalam keadaan itu berarti berbagai motivasi lain yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan yang dimaksud pimpinan harus diperlemah.

A. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/organisasinya.

Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut :

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.

Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah : 1. Fungsi Instruktif

(7)

Gaya Kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yang secara terinci dijabarkan lagi menjadi delapan pola. Ketiga pola dasar dalam Gaya Kepemimpinan tersebut adalah :

1. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.

2. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerjasama.

3. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok/organisasi.

Ketiga pola dasar yang mencerminkan Gaya Kepemimpinan seperti tersebut di atas, dalam proses kepemimpinan secara operasional tidaklah terpisah secara deskrit.

V. KETERBATASAN PEMIMPIN

Pemimpin yang menginginkan keberhasilan dalam mewujudkan kepemimpinannya, harus menyadari bahwa dirinya dan orang yang dipimpinnya, adalah manusia. Dari sisi lain, pemimpin harus berusaha membantu orang-orang yang dipimpinnya, agar memiliki kemampuan mengatasi kekurangan dan kelemahannya masing-masing. Anggota organisasi tidak dibolehkan tenggelam dalam kekurangan atau kelemahannya, karena dapat mengakibatkan partisipasi dan produktivitasnya tidak berlangsung secara maksimal.

A. Keterbatasan Manusiawi

Setiap manusia memiliki kelemahan dan kekurangan yang melekat di dalam hakekat penciptaannya. Tidak ada seorangpun manusia yang berkesempatan menjadi pemimpin dapat melepaskan diri dari kelemahan yang bersifat universal dan kodrati itu. kelemahan-kelemahan iu mengakibatkan keterbatasan dalam merealisasikan kepemimpinannya. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain : a. Keterbatasan Normatif/Spiritual

(8)

Kondisi itu menempatkan manusia menjadi makhluk yang mulia dengan harkat kemanusiaan yang tinggi. Keterbatasan perilaku kepemimpinan berdasarkan norma-norma yang bersifat spiritual, sangat tergantung pada agama yang dipeluk seorang pemimpin. Dalam agama islam pemimpin duwajibkan bekerjasama dengan anggotanya untuk berbuat amal kebaikan. Disamping itu, dilarang untuk berbuat kekufuran dan keburukan, sehingga menjadi pembatas terhadap perilaku kepemimpinannya. Dengan keimanan yang tinggi, maka pemimpin tidak mengambil keputusan atau memerintahkan pelaksanaan keputusan pada anggotanya, yang bersifat akan menghasilkan kegiatan yang tidak diridhai Tuhan Yang Maha Esa.

b. Keterbatasan Fisik

Semua manusia diviptakan dengan memiliki unsur tubuh yang bersifat material. Unsur seperti itu juga benda-benda lainnya bersifat mengisi atau memerlukan ruangan, karena memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi dengan memiliki juga ukuran berat. Keterbatasan kepemimpinan karena unsur fisik ini antara lain adalah :

1. Pada masa muda perkembangan fisik menunjukkan peningkatan, sehingga pada awal kedewasaan setiap orang memiliki energi fisik yang bersifat maksimal.

2. Fisik manusia dapat letih, sakit, memerlukan istirahat dan tidur cukup, memerlukan makanan yang bersih dan bergizi.

3. Manusia diciptakan dengan fisik yang bervariasi.

4. Manusia yang mempunyai tubuh sebagai unsur material bersifat menempati ruang dan waktu.

c. Keterbatasan Psikis

(9)

Para pemimpin harus menyadari bahwa energi dan kemampuan psikis yang luar biasa itu bukan sesuatu yang tidak memiliki kelemahan dan kekurangan. Dari satu sisi kekurangan dan kelemahan organ tubuh tertentu. Berdasarkan keterbatasan kemampuan psikis ini, seorang pemimpin harus menyadari bahwa keputusan atau perintahnya tidak selamanya pasti benar. Keputusan atau perintah-perintahnya itu mungkin seluruhnya atau sebagian diantaranya keliru, tidak jelas atau terlalu rumit sehingga sulit dilaksanakan. Oleh karena itu pemimpin tidak boleh tergesa-gesa menyalahkan atau menimpakan kesalahan pada pelaksanaan keputusan atau perintahnya.

B. Keterbatasan Administratif

Setiap pemimpin menjalankan kepemimpinannya di lingkungan suatu kelompok/organisasi, meskipun jumlah anggotanya sedikit. Keterbatasan ini bersumber dari dalam kelompok/organisasi sebagai wadah kerjasama untuk mewujudkan kepentingan bersama yang disebut tujuan organisasi. Beberapa keterbatasan administratif sebagai berikut :

a. Keterbatasan karena misi dan posisi

Setiap pemimpin dibatasi oleh misi organisasinya, berupa kepentingan bersama dari orang-orang yang berhimpun didalamnya, misi tersebut secara definitif dirumuskan berapa tujuan organisasi. Misi setiap organisasi berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena perbedaan misi inilah, maka didalam masyarakat terdapat berbagai jenis organisasi, meskipun diantaranya mungkin perbedaannya sangat kecil dan tidak jelas.

VI. HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM KEPEMIMPINAN

(10)

dilindungi dan diperlakukan sesuai dengan harkat manusia, baik berdasarkan norma yang dibuat oleh manusia sendiri maupun sesuai dengan norma-norma dari Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dipeluk masing-masing individu. Harkat manusia itu menyangkut tiga aspek sebagai berikut : A. Harkat Individu sebagai Pribadi

Manusia sebagai kesatuan tubuh dan jiwa merupakan suatu kebulatan yang disebut individu. Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, karena masing-masing memiliki jati diri yang tidak sama. Setiap individu sebagai makhluk hidup yang aktif secara terus-menerus melakukan aktualisasi, baik untuk menemukan maupun mengembangkan identitas dirinya. Sehubungan dengan itu, terlihat bahwa hak asasi manusia yang utama adalah hak hidup dan keselamatan diri. Untuk itu manusia mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan diri secara jasmaniah dari ancaman dan perilaku manusia lain yang akan mengakhiri kehidupannya.

B. Harkat Manusia sebagai Makhluk Sosial

Kehidupan dalam bentuk kebersamaan merupakan kodrat manusiawi, dalam arti manusia memang diciptakan sebagai makhluk yang saling membutuhkan, dan harus saling tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah kehidupan masing-masing. Untuk itu manusia harus menjalin hubungan antara satu dengan yang lainnya, yang hanya akan terwujud jika saling mengerti dan saling menghormati. Dengan kata lain manusia hanya akan berhasil mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis, dalam suasana saling mengasihi dan saling menyayangi.

C. Harkat sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa

(11)

semua kondisi diluar dirinya, adalah milik Tuhan Yang Maha Esa yang dipinjamkan sementara kepada manusia.

VII. PENINGKATAN KUALITAS KEPEMIMPINAN

Usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan harus dilakukan secara terus-menerus, mengingat kondisi kehidupan masyarakat yang dinamis. Usaha itu harus dimulai dari pengembangan kemampuan berpikirnya, agar berlangsung sebagai proses yang efektif dalam membuat keputusan yang akan mengawali aktivitas kepemimpinan dalam menggerakkan orang-orang yang dipimpin. Diperlukan juga usaha meningkatkan komunikasi kepada keputusan dan kebijaksanaan.

A. Berpikir Efektif dalam Menetapkan Keputusan

Berpikir merupakan potensi psikis yang sangat istimewa, yang kualitasnya pada manusia jauh melampaui kemampuan berpikir yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa pada hewan, sebagai makhluk Ciptaan-Nya yang sama-sama menjadi penghuni bumi. Seorang pemimpin harus mampu menampilkan kualitas berpikir yang tinggi, sebagai gambaran bahwa proses berlangsung kritis, logis, rasional, kreatif, dan produktif. Proses berpikir yang berlangsung didalam diri seseorang, dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Berpikir yang bersifat intra-personal, yakni yang berlangsung di dalam psikis/otak seseorang, yang bersangkutan dengan atau untuk dirinya sendiri. 2. Berpikir yang bersifat inter-personal, yakni yang berlangsung di dalam

psikis/otak seseorang, yang berhubungan dengan dan berakibat sesuatu pada oranglain.

B. Mengkomunikasikan Hasil Berpikir

(12)

kemampuan membuat komitmen didalam proses berpikirnya. Usaha mengkomunikasikan hasil berpikir secara lisan berarti kemampuan menyampaikan pesan berupa pendapat, kritik, gagasan dan lain-lain kepada oranglain.

C. Meningkatkan Partisipasi dalam Pemecahan Masalah

Kemampuan mewujudkan dan membina kerja sama itu pada dasarnya berarti mampu mendorong dan memamfaatkan partisipasi anggota organisasi secara efektif dan efisien. Partisipasi itu dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan, yang seluruhnya dapat disebut sebagai partisipasi dalam memecahkan masalah. Kemampuan mewujudkan dan membina partisipasi dalam memecahkan masalah itu akan bermuara pada perkembangan rasa tanggungjawab dalam melaksanakan setiap tugas secara operasional. Kondisi seperti itu dapat terjadi karena pemecahan masalah karena berarti menghasilkan keputusan dan perintah, yang harus diwujudkan menjadi kegiatan organisasi.

D. Menggali dan Meningkatkan Kreatifitas

Setiap pemimpin yang menyadari pentingnya menggali dan memafaatkan kreativitas anggota organisasi, juga akan selalu berusaha meningkatkan kemampuan tersebut. Pemimpin secara terus-menerus berusaha memberikan motivasi agar anggota organisasi menjadi potensi yang kreatif dan berani menyampaikannya. Untuk memberikan motivasi itu, pemimpin dapat menempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menciptakan dan mengembangkan suasan atau iklim organisasi yang merangsang kreatifitas. Usaha ini harus dimulai dari sikap keterbukaan yang terlihat pada kesediaan mendengar, menanggapi, menghargai dan mempertimbangkan setiap kreatifitas dari anggota organisasinya. Usaha ini bahkan dapat dikembangkan dengan memberikan intensif, baik dalam bentuk material maupun non-material.

(13)

3. Merumuskan tujuan yang menyentuh kepentingan bersama, diiringi dengan usaha memasyarakatkan dilingkungan anggota organisasi. Usaha itu dilakukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran bahwa pencapaian tujuan merupakan kepentingan setiap anggota, yang akan lebih mudah dan cepat terwujud apabila anggota kreatif dalam menciptakan dan melaksanakan kegiatan masing-masing.

VIII. MENGENDALIKAN KONFLIK DALAM KEPEMIMPINAN

Seorang pemimpin adalah manusia. Orang-orang yang dipimpin juga manusia. Manusia yang berbeda-beda itu mewujudkan kebersamaan dalam wadah yang disebut organisasi. Kepribadiannya tidak sama satu dengan yang lain, kepentingannya pun berbeda-beda. Di dalam kebersamaan itu pribadi yang satu harus menyesuaikan diri dengan pribadi yang lain. Untuk itu kepentingannya harus dikurangi dan ditekan, karena harus menghormati kepentingan orang lain. Dengan ketidaksamaan itu banyak ditemui individu yang senang memaksakan kehendak atau kepentingannya, dengan tidak menghiraukan dan bahkan menantang kepentingan individu yang lain. Persaingan menjadi runcing dan terjadilah konflik antar individu dalam suatu organisasi.

A. Pengertian Ketegangan dan Konflik

Ketegangan dan konflik adalah kondisi batin, yang tidak mudah merumuskan pengertiannya, meskipun setiap orang mudah sekali mengalaminya. Kondisi batin yang menyentuh aspek perasaan itu berpengaruh pada proses berpikir, dalam bentuk memperturutkan atau mengingkari kondisi yang dialaminya itu. kondisi ketengangan pada dasarnya merupakan batin yang berisi unsur-unsur perasaan terancam, tidak menyenangkan, rasa tidak puas, bingung, tidak berdaya, dan lain-lain.

Dilihat dari segi organisasi dan kepemimpinan ada tiga kondisi psikologis yang mendasari terjadinya ketegangan. Ketiga kondisi psikologis itu adalah : 1. Manusia menyenangi kehidupan yang seimbang, yang dirasakan memberikan

(14)

terkecuali dalam kehidupan organisasi. Tekanan yang menganggu keseimbangan itu akan menimbulkan keresahan dan dapat mengarah pada terjadinya ketegangan.

2. Dalam mengaktualisasi dan merealisasikan diri, setiap manusia mengejar peningkatan. Setiap anggota organisasi selalu berusaha untuk ikut peran dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasinya. Peran itu diharapkan akan berkembang terus menjadi lebih besar dan lebih penting, dari waktu ke waktu. Dalam keadaan peluang tersebut tampaknya tertutup oleh berbagai sebab, maka akan timbul keresahan dan kegelisahan yang mengarah pada ketegangan dan konflik.

3. Kecendrungan terjadinya pengurangan status yang dihargai dan dibanggakan. Hal itu akan menyebabkan munculnya dan berkembang perasaan resah, gelisah, dan terancam, yang mengarah pada ketegangan dan bahkan konflik dan frustasi.

B. Bentuk-Bentuk Ketegangan Batin

Pemimpin dan orang yang dipimpin sebagaimana telah berulang kali telah dikatakan adalah manusia, yang tidak dapat melepaskan diri dari kemanusiannya. Ketegangan merupakan bagian dari kondisi hidup yang bersifat manusiawi. Dengan demikian berarti juga mengalami ketegangan adalah sesuatu yang wajar, selama tidak menjadi gangguan psikis yang ekstrim dan merugikan. Dengan bantuan pimpinan mengatasi ketegangan yang dialami anggota organisasi, dapat diharapkan peran dan sertanya dalam usaha mengembangkan dan memajukan organisasi dapat dilaksanakan secara baik.

Bentuk-bentuk ketegangan yang perlu dikenali itu adalah: 1. Kegelisahan

2. Kecemasan 3. Perasaan bersalah 4. Konflik

5. Perasaan takut 6. Stres

7. Frustasi

(15)

Perasaan tegang anggota kelompok dapat disebabkan oleh oranglain, sehingga dapat menjadi sebab terjadinya konflik dan pertikaian dengan oranglain. Oleh karena itu setiap anggota kelompok perlu mengendalikan diri, karena dalam interaksinya dengan anggota lain mungkin saja akan mengalami rasa gelisah, takut, frustasi dan lain-lain. Sebaliknya jga harus mampu mengendalikan diri karena jika berada dalam keadaan tegang, sangat mudah memberikan reaksi yang tidak menyenangkan anggota yang lain.

Di lingkungan suatu organisasi dalam menyelesaikan konflik dan pertikaian seperti disebutkan di atas pada umumnya ditempuh empat cara, keempat cara tersebut adalah :

1. Paksaan 2. Kekuasaan

3. Acuh dan dibiarkan 4. Ditindak dan disisihkan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

94 LAMPIRAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisi dapat dikemukakan dalam penelitian ini: (1)Terdapat pengaruh yang signifikan dari Efikasi Diri terhadap Hasil Belajar

Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila, sehingga Pancasila itu pada hakikatnya nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali

 Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional

Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah

Pelaksanaan Praktik Pengalaman lapangan di SMK Dr.Tjipto Semarang dapat memberikan manfaat yang sangat berarti kepada mahasiswa praktikan agar memiliki kompetensi

Berangkat dari pemikiran itu, telah dilakukan peneli- tian bahan isolasi dari tandan kosong sawit yang ter- nyata banyak mengandung selulosa dan belum diman- faatkan secara