• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak Robusta In Vitro dengan Variasi Lama Fermentasi dan Dosis Ragi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak Robusta In Vitro dengan Variasi Lama Fermentasi dan Dosis Ragi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

80

Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak

Robusta

In Vitro

dengan Variasi Lama

Fermentasi dan Dosis Ragi

Muhammad Fauzi

1

dan Nur Wahyu Hidayati

2

1Dosen Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember 2Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember

Jalan Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto jember 68121 1email: muhfauzi_60@yahoo.com

2email: nurwahyuhidayati20@yahoo.com

Abstract

Civet coffee production currently should not depend on civet animals only because its only be able to produce civet coffee about 1,5 kg

per night, so this amount can’t fill demand of local and international market. Therefore, it needed production alternative is to use civet coffee yeast with robusta coffee rind extract media which is then added the micro flora agent of civet feces. However, changes in the chemical characteristics of civet coffee in vitro is not yet known so the purpose of this research was to assess changes in the chemical characteristics of civet coffee in vitro by fermentation and yeast dosage. The research result shows that variations of fermentation time and additional yeast dosage be capable of affecting the chemical characteristics on robusta civet coffee in vitro. In addition, the treatment can also increase the water content and total acid titration up to 9.19% and 0.0267%, while the glucose, pH and caffeine levels drop to 9.02%; 5.65; and 8.39%.

Keywords: Civet coffee, civet coffee yeast, micro flora

I. PENDAHULUAN

Kopi luwak merupakan salah satu produk olahan kopi khas Indonesia yang dihasilkan dari buah kopi matang optimum yang dipilih oleh luwak berdasarkan rasa dan aroma, biji kopi beserta lendirnya akan dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak [4], [12]. Selama proses pencernaan, biji kopi akan mengalami fermentasi secara alami dengan bantuan mikroba spesies BAL (Lactobacillus plantarum dan L. Brevis, Leuconostoc paramesenteroides dan L. mesenteroides serta Streptococcus faecium) dan enzim protease yang ada pada pencernaan luwak [9], [16], [18]. Fermentasi tersebut dapat menghasilkan cita rasa dan aroma khas yang mampu memberikan daya tarik tersendiri terhadap penikmat kopi, sehingga pasar lokal maupun internasional menunjukkan permintaan kopi luwak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun [24].

Permintaan kopi luwak datang dari negara-negara ASEAN, Timur Tengah, hingga Eropa sebesar 600 kg per bulan [17], sedangkan ketersediaan kopi luwak hanya sekitar 250-300 kg per bulan [20]. Permintaan yang meningkat dan terbatasnya pasokan kopi luwak membuat produksi kopi luwak tidak dapat hanya mengandalkan

hasil dari feses luwak saja. Salah satu alternatif untuk memproduksi kopi luwak adalah dengan proses fermentasi in vitro (diluar pencernaan hewan luwak) menggunakan ragi/kultur kering. Dari hasil implementasi ragi kering multi kultur dengan media tepung beras [3], tepung maizena [1], dan tapioka [26] dihasilkan kopi beras yang mempunyai skor citarasa preference 7,0-7,5 yang mendekati citarasa kopi luwak (7,75; good, chocolaty) pada fermentasi semi basah 24 jam. Selain itu penggunaan ragi cair dari mikroflora feses luwak yang ditumbuhkan pada media MRS broth dan difermentasi selama 16 atau 24 jam menghasilkan kopi dengan kadar kafein 6600-11000 mg/kg sesuai dengan penelitian Chan dan Garcia [5] sebesar 10000 mg/kg [22], [27].

(2)

81

mudah disediakan dan digunakan. Namun, perubahan

karakteristik kimia kopi luwak in vitro belum diketahui terutama berdasarkan lama fermentasi dan dosis ragi yang ditambahkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian kopi luwak in vitro menggunakan ragi kopi luwak sehingga diketahui perubahan kimianya.

II. BAHAN DAN METODE

A.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses luwak segar, MRS broth, kulit buah kopi, gula pasir, aquades, tepung beras dan biji kopi robusta yang diperoleh dari Desa Sidomulyo kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Untuk analisa digunakan MgO, kloroform, KOH 1%, NaOH 0,01N, kertas saring dan phenolphtalein.

B.

Metode

3) Pembuatan ekstrak: Pembuatan ekstrak kulit buah kopi menggunakan ekstraksi bertingkat. Perbandingan antara kulit buah dan aquades yaitu 1:4.

4) Pembuatan Inokulum: Feses luwak diinokulasi sebanyak satu ose pada media 10 ml MRS Broth dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37-39oC. Sementara itu juga disiapkan media steril berupa ekstrak kulit buah kopi yang telah diperkaya dengan nutrisi gula (2,3% dari ekstrak kulit buah kopi). Kultur awal yang dihasilkan diinokulasi pada media steril dan kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37o-39o C.

5) Pembuatan Ragi Kopi Luwak: Pembuatan ragi kopi menggunakan bahan pengisi berupa tepung beras dan ekstrak kulit buah kopi (2:1), kemudian dicampurkan dengan starter mikroflora secara homogen dan aseptik. Hasil campuran dibentuk bulatan kecil, lalu diinkubasi selama 24-48 jam dengan suhu 37o-39oC dan dikeringkan.

6) Fermentasi Kopi Luwak In Vitro [22]: Sebanyak 3 kilogram buah kopi robusta pulping difermentasi selama 24 jam dengan suhu 37-39oC secara semi basah menggunakan ragi kopi luwak dengan dosis 0,5% (A1); 1,5% (A2); dan 2,5% (A3). Pengambilan sampel dilakukan setiap 8 jam sekali yaitu pada saat fermentasi kopi mencapai 8 jam (B1), 16 jam (B2), dan 24 jam (B3). Setelah itu masing-masing sampel dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3-4 hari hingga kadar air mencapai 10-12%. Biji kopi kering kemudian dihulling untuk mendapatkan kopi beras.

7) Uji Kimia Kopi Luwak In Vitro: Uji kimia biji kopi luwak in vitro yang dilakukan meliputi kadar air (Metode Pemanasan; AOAC, 2005), kadar glukosa (Metode Elektrokimia; GlucoDr Strip, 2013), pH (AOAC, 1984), total asam tertitrasi (Metode Acidi-alkalimetri; Fardiaz, 1992), dan kadar kafein (Cara Bailey-Andrew).

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air

Hasil uji kadar air biji kopi luwak in vitro menunjukkan semakin lama fermentasi dan semakin banyak konsentrasi ragi yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kadar air yang terdapat dalam biji kopi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengujian kadar air menunjukkan rata-rata sampel memiliki kadar air 8,5-9,5%. Pengujian kadar air sangat erat hubungannya dengan potensi tumbuhnya jamur seperti Aspergillus ochraeceus dan Aspergillus niger, penyebab okratoksin (OTA). OTA merupakan senyawa toksin atau racun yang menjadi standar kualitas mutu kopi dunia [13].

Gambar 1. Kadar air kopi luwak in vitro

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi 8 jam, 16 jam, dan 24 jam serta penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5% secara keseluruhan mengalami peningkatan kadar air bila dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi (8,51%). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi dan semakin banyak ragi yang ditambahkan maka aktivitas mikroorganisme yang ada pada ragi kopi luwak semakin meningkat, sehingga proses degradasi senyawa biji kopi dan pengikatan molekul air juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz [8] bahwa pada fermentasi terjadi perombakan glukosa menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) sehingga akan meningkatkan kadar air pada bahan kering.

Fermentasi akan mempengaruhi kandungan air yang terdapat dalam biji kopi hasil fermentasi. Hasil analisa kadar air biji kopi luwak in vitro tertinggi didapatkan pada perlakuan lama fermentasi 16 jam dengan ragi kopi luwak sebanyak 2,5% yaitu 9,19%. Hal ini dikarenakan dalam pertumbuhannya, mikroorganisme yang terdapat pada ragi kopi luwak berada dalam fase eksponensial sehingga air (H2O) yang dihasilkan lebih banyak daripada fermentasi 8

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

Ka

d

a

r

a

ir

(

%

)

Jumlah Ragi

8 jam

16 jam

24 jam

(3)

82

jam. Hal ini didukung dengan kadar glukosa yang rendah

pada fermentasi 16 jam.

Analisa kadar air dari fermentasi 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki hasil yang fluktuatif. Fluktuatifnya hasil kadar air ini menurut Sudarmadji, et al [23] dikarenakan kadar air merupakan komponen yang tidak tetap karena mudah terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar. Secara keseluruhan sampel biji kopi hasil fermentasi ini dapat dikatakan bermutu baik, karena menurut SNI kadar air biji kopi tidak boleh lebih dari 12%.

B. Kadar Glukosa

Glukosa merupakan bahan fermentasi yang apabila keberadaannya semakin sedikit menunjukkan keefektifan fermentasi yang terjadi. Perubahan kadar glukosa pada biji kopi robusta yang difermentasi menggunakan ragi kopi luwak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kadar glukosa kopi luwak in vitro

Dari Gambar 2. diketahui bahwa rata-rata kopi luwak in vitro memiliki kadar glukosa 9-9,6%. Kadar glukosa pada sampel semakin menurun seiring dengan penambahan ragi dan lama fermentasi. Pada sampel dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5% perlakuan 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki kadar glukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu 9,72%. Penurunan kadar glukosa ini disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah glukosa menjadi asam.

Hasil analisa kadar glukosa terendah didapatkan pada perlakuan lama fermentasi 16 jam dan 1,5% ragi kopi luwak yaitu 9,02%. Glukosa merupakan substrat bagi mikroorganisme, sehingga keberadaannya semakin berkurang seiring dengan lama fermentasi dan dosis ragi yang ditambahkan. Bakteri pemecah gula ini bekerja 5 sampai 24 jam dalam proses fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar [19]. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa penurunan kadar glukosa diikuti dengan penurunan nilai pH serta

meningkatnya kandungan total asam tertitrasi pada biji kopi. Penurunan kadar glukosa diikuti oleh penambahan keasaman substrat atau nilai pH semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi dan konsentrasi ragi yang ditambahkan.

C. pH

Menurut Day dan Underwood [7], pH didefinisikan sebagai logaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Hasil pengujian nilai pH pada biji kopi luwak in vitro dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. pH kopi luwak in vitro

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa fermentasi dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5% selama 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki pH sekitar 5,6-5,9. Keseluruhan sampel memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu 5,8. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan asam-asam organik yang terbentuk selama proses fermentasi. Pembentukan asam-asam organik terjadi akibat adanya aktivitas metabolisme yang ada pada ragi terutama bakteri asam laktat.

Berdasarkan penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa isolasi biji kopi luwak segar menghasilkan lima spesies BAL yang teridentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis dan Streptococcus faecium yang menghasilkan asam laktat sekitar 90%, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum yang akan memecah glukosa menghasilkan ± 50% asam laktat dan sisanya dapat berupa etanol, asam asetat, asetaldehid, diasetil, dan CO2 [9], [21]. Asam laktat yang terbentuk menyebabkan pH semakin menurun. Menurut Afifah [2], pada umumnya semakin meningkatnya kandungan asam suatu bahan, maka nilai pH akan semakin menurun.

Hasil pengukuran pH biji kopi luwak in vitro terendah didapatkan pada sampel dengan perlakuan lama fermentasi 16 jam dan penambahan ragi kopi luwak sebanyak 2,5% yaitu 5,65. Penurunan pH selama fermentasi menunjukkan penambahan jumlah ragi kopi luwak mampu meningkatkan aktivitas metabolisme dalam 0,00

2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

Ka

d

a

r

Gl

u

k

o

sa

(

%

)

Jumlah ragi

8 jam

16 jam

24 jam

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

pH

Jumlah Ragi

8 jam

16 jam

24 jam

Lama Fermentasi

(4)

83

mendegradasi gula seiring dengan perlakuan lama

fermentasi, sehingga asam yang terbentuk meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang terdapat dalam ragi kopi luwak mengandung kelompok mikroba yang mampu menghasilkan asam-asam organik. Hal ini diperkuat dengan pendapat Fauzi [10] yang menyatakan bahwa penurunan nilai pH disebabkan produksi asam laktat oleh inokulum ragi yang ditambahkan, dan juga dari mikroba kontaminasi dari lingkungan sekitar.

D. Total Asam Tertitrasi

Total asam tertitrasi (TAT) merupakan salah satu indikator terjadinya fermentasi yang dinyatakan dalam persen asam laktat. Perubahan total asam tertitrasi pada biji kopi luwak in vitro dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Total asam tertitrasi kopi luwak in vitro

Pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa jumlah total asam tertitrasi cenderung semakin meningkat seiring dengan penambahan ragi dan lama fermentasi. Pada sampel dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5% pada perlakuan 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki total asam tertitrasi sekitar 0,025-0,027%. Keseluruhan sampel memiliki total asam tertitrasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu 0,0254%. Hal ini disebabkan karena kopi luwak in vitro telah mengalami proses fermentasi.

Asam tertitrasi mengalami peningkatan seiring dengan lama fermentasi dan jumlah ragi kopi luwak yang ditambahkan, karena mikroorganisme yang melakukan metabolisme juga semakin meningkat. Hal ini diperkuat oleh Legowo et al., [15] yang menyatakan bahwa peningkatan kadar asam laktat disebabkan adanya aktivitas BAL yang memecah laktosa dan gula-gula lain menjadi asam laktat.

Hasil pengukuran total asam tertitrasi biji kopi luwak in vitro tertinggi didapatkan pada sampel dengan perlakuan lama fermentasi 16 jam dan penambahan ragi kopi luwak sebanyak 2,5% yaitu 0,0267%. Pemberian ragi hingga

konsentrasi 2,5% menyebabkan asam laktat yang terbentuk semakin meningkat dan pH cenderung turun, yang kemudian mengakibatkan nilai total asam tertitrasi meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Charalampopoulus et al., [6] yang menyatakan bahwa aktivitas mikroba selama fermentasi akan menyebabkan penurunan pH seiring dengan meningkatnya keasaman produk sebagai asam laktat, dan asam-asam organik lainnya akan terakumulasi.

E. Kadar Kafein

Hasil analisa kadar kafein biji kopi luwak in vitro memiliki nilai yang fluktuatif, namun secara keseluruhan kadar kafein mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kadar kafein tertitrasi kopi luwak in vitro

Hasil analisis kadar kafein pada Gambar 5 menunjukkan bahwa biji kopi robusta yang telah difermentasi menggunakan ragi kopi luwak memiliki kadar kafein sekitar 0,8-1,5% lebih rendah dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu 1,44%. Secara keseluruhan hasil analisa kadar kafein kopi luwak in vitro menggunakan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5% masing-masing mengalami penurunan seiring dengan lama fermentasi. Hal ini sesuai dengan Hanifah dan Kurniawati [14] yang menyatakan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kandungan kafein secara signifikan baik fermentasi hewan luwak, fermentasi basah secara penuh, maupun fermentasi dengan ragi. Kafein akan diuraikan oleh bakteri-bakteri fermentasi dan enzim pengurai kafein.

(5)

84

penelitian Yano dan Mazzafera [28] mengemukakan

bahwa pada proses degradasi kafein menjadi uric acid mulai terbentuk pada waktu 12 jam fermentasi. Demikian juga menurut Gokulakrishnan et al. [11] proses degradasi kafein menjadi uric acid mulai terbentuk pada waktu fermentasi 12 - 36 jam. Reaksi yang terjadi yaitu:

Kafein uric acid+biomassa [11]

IV.KESIMPULAN

Hasil penelitian diketahui bahwa variasi lama fermentasi dan dosis ragi kopi luwak yang ditambahkan mampu mempengaruhi karakteristik kimia kopi luwak robusta in vitro. Selain itu, perlakuan juga dapat meningkatkan kadar air dan total asam tertitrasi hingga 9,19% dan 0,0267%, sedangkan kadar glukosa, pH dan kadar kafein turun hingga 9,02%; 5,65; dan 8,39%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Afandi, I. L., “Studi Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur Bermedia Tepung Maizena Pada Pengolahan Kopi Robusta

Secara Semi Basah”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2011.

[2] Afifah, N. (2010) Analisis Kondisi dan Potensi Waktu Fermentasi Medium Kombucha (Teh, Kopi, Rosella) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Pathogen (Vibrio cholera dan

Bacilluscereus). http://pustaka . Uin.ac.id/ wpcontent /uploads/2010/11/Analisis Kondisi Dan Potensi Waktu Fermentasi Medium Kombucha.pdf. [30 April 2016].

[3] Agustin, R., “Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur Bermedia Tepung Beras Pada Pengolahan Kopi Robusta Secara

Semi Basah”, Skripsi. Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2011.

[4] Bannon, G.A., Goodman, R.E., Leach, J.N., Rice, E., Fuchs R.L., dan Astwood, J.D. Digestive Stability In The Context Of Assessing The Potential Allergenicity Of Food Proteins, Nutrition And Toxicology Journal, 8: 271-285, 2002.

[5] Chan, S dan Garcia, E., Comparative Physicochemical Analyses of Regular and Civet Coffee, The Manila Journal of Science, 7(1): 19-23, 2011.

[6] Charalampopoulos, D., Wang, R., Pandiella, S.S., dan Webb, C.

“Isolation and Characterization of Lactic Acid Bacteria from “Ting” in the Northern Province of South Africa”, Thesis, Pretoria: University of Pretoria, 2002.

[7] Day, R. A. dan Underwood, A. L. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam, Alih Bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M. Eng, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.

[8] Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

[9] Fauzi, M., Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Biji Kopi Luwak (Civet Coffe), Jember: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, 2008.

[10] Fauzi, M. Penentuan Dosis Ragi Kopi Luwak Bermedta Tapioka Pada Pengolahan Kopi Robusta. Prosiding Seminar Nasional PATPI 2013: Peran Teknologi dan Industri Pangan Untuk Percepatan Tercapainya Kedaulatan Pangan Indonesia. Jember: Universitas Jember, 2013.

[11] Gokulakrishman, S., Chandrajad, K., Gummadi, dan Sathyanarayana, N., Microbial and Enzymatic Methods for The Removal of Caffeine, Journal Enzyme and Microbial Technology, Elsevier. 37: 225-232, 2005.

[12] Hadipernata, Mulyana dan Nugraha, Sigit., Identifikasi Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Biji Kopi Luwak sebagai Acuan Teknologi Proses Kopi Luwak Artifical. Prosiding Seminar Nasional Intensif Riset Sinas: 117-121, 2012.

[13] Handayani, Alfina., Penerapan Sistem Nilai Cacat pada Komoditas Kopi Robusta (Studi Kasus di Wonokerso, Pringsurat, Temanggung). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, 11(2), 2013.

[14] Hanifah, Nurul dan Kurniawati, Desy., Pengeruh Larutan Alkali dan Yeast terhadap Kadar Asam, Kefein, dan Lemak pada Proses Pembuatan Kopi Fermentasi, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2): 162-168, 2013.

[15] Legowo, A. M., Kusrahayu dan Mulyani, S., Teknologi Pengolahan Susu, Semarang: Universitas Diponegoro, 2009. [16] Marcone, N. F.. Composition and Properties of Indonesia Palm

Civet Coffee (Kopi Luwak) and Ethopian Civet Coffee. Food Research International 37 (9): 901-912, 2004.

[17] Mustakim, R. (2015) Kopi Luwak Makin Populer Di Dunia, Sudah Dipayungi Permentan. Portal Berita Info Publik [serial

online].

http://infopublik.id/read/122137/kopi-luwak-makin-populer-di-dunia-sudah-dipayungi-permentan.html. [15

September 2015].

[18] Nuga. “Pelatihan Kopi Malabar”. Tidak Diterbitkan. Makalah. Pangalengan, Kabupaten Bandung, 2012.

[19] Oktadina, F. D., Argo, B. D., dan Hermanto, M. B., Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk, Malang: Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1(3): 265-273, 2013.

[20] Putra, Herry (2015) Kopi Lanang dari Luwak Lanang. [serial

online] https://kopiluwaklanang.wordpress.com/artikel-article/kopi-lanang-dari-luwak-lanang/. [15 September 2015]. [21] Salminen, S and A.V. Wright., Lactic Acid Bacteria:

Microbiology and Fungsional Aspect, Edisi Kedua. New York: Marcel Dekker Inc, 1998.

[22] Sari, M. L., “Karakteristik Organoleptik dan Komponen Flavor Biji Kopi Robusta (Coffee Robusta) Hasil Fermentasi Menggunakan Starter Feses Luwak”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2014.

[23] Sudarmadji, S., Haryono, B, dan Suhardi, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta: Liberty, 1997. [24] Surya, Yohanes, Gasing Science 4A, Tangerang: PT. Kandol,

2013.

[25] Todar, K (2010) Nutrition and Growth of Bacteria. Department of Bacteriology, University of Wisconsin.

http://textbookofbacterriology.net/nutgro_2.html (11 November

2015).

[26] Wijanarko, B., “Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur Bermedia Tepung Tapioka Pada Pengolahan Kopi Robusta Secara

Semi Basah”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2011.

[27] Wijayani, Reza Adi, “Karakteristik Kimia Kopi Biji Robusta Hasil Fermentasi Menggunakan Mikroflora Asal Feses Luwak”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2015.

[28] Yano, D. M. dan Mazzafera, P., Catabolism of Caffeine and Purification of a Xanthine Oxidase Responsible for Methyluric Acids Productions in Pseudomonas Putida L.. Revista de Microbiologia. Vol. 30(1): 62-70, 1999.

Gambar

Gambar 1. Pengujian kadar air menunjukkan rata-rata sampel
Gambar 2. Kadar glukosa kopi luwak in vitro
Gambar 4. Total asam tertitrasi kopi luwak in vitro

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat diberikan penulis untuk pengembangan dari sistem informasi penjualan berbasis web pada Berkat

Faktor demografis dan psikografis yang terdiri dari beberapa indikator dapat juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian karena konsumen memiliki karakteristik kebutuhan

Lebih lanjut dalam pembahasan, jurnal ini tidak hanya fokus membahas bentuk Arsitektur tradisional Bali asli namun juga melihat sejauh mana perubahan yang telah

Uyanto, Ir., MA, Ph.D., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini... Mezak Arnold Rapaq, Kepala Pusat Penelitian

Pemain pertahanan mestilah berada sekurang-kurangnya 9.15m (10 ela) dari kedudukan bola untuk membuat tendangan percuma langsung dan tidak langsung. Pemain pertahanan boleh

Dan untuk variabel waktu makan makanan kariogenik memiliki nilai odds ratio sebesar 5,624 yang berarti bahwa anak dengan waktu makan makanan kariogenik kategori

Indikator yang terakhir merupakan struktur birokrasi, terdapat dua indikator dalam struktur birokrasi yaitu Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Fragmentasi. Dinas

Dan di MTs N Sooko Mojokerto didapatkan nilai Fhitung sebesar 655.544 (signifikansi F= 0,000), maka Hipotesis Nol (H0) ditolak dan Hipotesis Kerja (H1) diterima,