• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINER (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINER (5)"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

MASTER PLAN

PEMBANGUNAN KETENAGALISTRIKAN

2010 s.d. 2014

(2)

i

SAMBUTAN

Kehidupan masyarakat modern dewasa ini sangat bergantung pada kesediaan sumber daya energi. Tenaga listrik sebagai salah satu bentuk sumber daya energi memiliki berbagai kelebihan kualitatif dibandingkan dengan sumber daya energi primer lainnya. Dengan adanya tenaga listrik, segala aktivitas kegiatan sehari-hari dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Sesuai data pemakaian energi final menurut jenis, pada tahun 2008 tingkat pemakaian tenaga listrik di Indonesia mencapai 14,2% dari seluruh pemakaian energi final. Persentase ini menempatkan tenaga listrik sebagai kebutuhan masyarakat nomor tiga setelah Bahan Bakar Minyak (47,1%) dan gas (21,0%).

Sebagai salah satu bentuk energi yang sudah siap dipergunakan oleh konsumen (energi final), tenaga listrik juga merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional dan pengerak roda perekonomian negara. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan menjadi prioritas dalam program pembangunan nasional lima tahun kedepan. Tingginya pertumbuhan permintaan akan tenaga listrik yang diproyeksikan sebesar 9,1% pertahun dan tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan penyediaan tenaga listrik telah menyebabkan timbulnya kondisi krisis penyediaan tenaga listrik di beberapa daerah, yang hal ini menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi daerah tersebut dan nasional.

Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik sekaligus penanggulangan kondisi krisis penyediaan tenaga listrik di beberapa daerah, maka Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyusun Master Plan Pembangunan Ketenagalistrikan 2010 s.d. 2014” yang berisikan antara lain kondisi sistem ketenagalistrikan, rencana penambahan infrastruktur ketenagalistrikan dan kebutuhan investasinya.

Jakarta, Desember 2009

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

(3)

ii

PENGERTIAN

1. Pembangkit tenaga listrik adalah pusat kegiatan memproduksi tenaga listrik.

2. Kapasitas terpasang pembangkit adalah kapasitas suatu pembangkit sebagaimana yang tertera pada plat nama

3. Daya mampu pembangkit adalah kemampuan suatu pembangkit dalam memproduksi tenaga listrik.

4. Beban Puncak adalah beban tertinggi yang dipasok oleh jaringan atau kepada pemakai tertentu.

5. Cadangan operasi adalah selisih dari daya mampu pembangkit dengan beban puncak system.

6. Kondisi “Normal/Surplus” adalah cadangan operasi sistem lebih besar daripada unit terbesar pembangkit tenaga listrik dan tidak ada pemadaman.

7. Kondisi “Defisit/Negatif” adalah cadangan operasi negatif dan pemadaman sebagian pelanggan tidak dapat dihindarkan.

8. Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. 9. Distribusi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau

dari pembangkitan ke konsumen.

10. Rasio elektrifikasi adalah jumlah total rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga yang ada.

11. Rasio desa berlistrik adalah perbandingan jumlah total desa yang berlistrik dengan total desa yang ada.

(4)

iii

SINGKATAN

1. PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2. PLTG : Pembangkit Listrik Tenaga Gas

3. PLTGU : Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap 4. PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi 5. PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air

6. PLTM : Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro 7. PLTS : Pembangkit Listrik Tenaga Surya 8. PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro 9. PLTD : Pembangkit Listrik Tenaga Diesel 10. PLTMG : Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas 11. GI : Gardu Induk

12. GIS : Gas Insulated Switchgear 13. GWh : Giga Watt Hours

14. IBT : Inter Bus Transformer 15. LB : Line Busbar

16. MVA : Mega Volt Amper 17. MW : Mega Watt

18. kms : Kilometer Sirkuit 19. HSD : High Speed Diesel 20. MFO : Marine Fuel Oil

(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

Sambutan ... i

Pengertian ... ii

Singkatan ... iii

Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Visi dan Misi Sektor Ketenagalistrikan ... 2

BAB II KEBIJAKAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN NASIONAL ... 3

2.1 Kebijakan Penyediaan Tenaga Listrik ... 3

2.2 Kebijakan Pemanfaatan Energi Primer Untuk Pembangkitan Tenaga Listrik ... 4

2.3 Kebijakan Penanganan Listrik Desa dan Misi Sosial ... 5

2.4 Kebijakan Lindungan Lingkungan ... 5

2.5 Kebijakan Standarisasi, Keamanan, Serta Pengawasan ... 6

2.6 Kebijakan Penanggulangan Krisis Penyediaan Tenaga Listrik ... 6

BAB III TINJAUAN KONDISI TENAGA LISTRIK NASIONAL ... 8

3.1 Kondisi Infrastruktur Ketenagalistrikan Saat ini ... 8

3.2 Rasio Elektrifikasi ... 12

3.3 Kondisi Permintaan dan Penyediaan Tenaga Listrik ... 13

3.4 Prioritas Pengembangan Infrastruktur Ketenagalistrikan ke Depan .. 14

BAB IV RENCANA PEMBANGUNAN KETENAGALISTRIKAN ... 17

4.1 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ... 17

4.2 Provinsi Sumatera Utara ... 21

4.3 Provinsi Sumatera Barat ... 26

4.4 Provinsi Riau ... 31

4.5 Provinsi Kepulauan Riau ... 35

4.6 Provinsi Bengkulu ... 39

4.7 Provinsi Jambi ... 43

(6)

v

4.9 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 51

4.10 Provinsi Lampung ... 55

4.11 Provinsi Banten ... 60

4.12 Provinsi DKI Jakarta ... 67

4.13 Provinsi Jawa Barat ... 69

4.14 Provinsi Jawa Tengah ... 76

4.15 Provinsi D.I. Yogyakarta ... 82

4.16 Provinsi Jawa Timur ... 84

4.17 Provinsi Bali ... 91

4.18 Provinsi Kalimantan Barat ... 94

4.19 Provinsi Kalimantan Tengah ... 98

4.20 Provinsi Kalimantan Selatan ... 102

4.21 Provinsi Kalimantan Timur ... 106

4.22 Provinsi Sulawesi Utara ... 111

4.23 Provinsi Gorontalo ... 116

4.24 Provinsi Sulawesi Tengah ... 119

4.25 Provinsi Sulawesi Barat ... 124

4.26 Provinsi Sulawesi Selatan ... 127

4.27 Provinsi Sulawesi Tenggara ... 131

4.28 Provinsi Nusa Tenggara Barat ... 135

4.29 Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 139

4.30 Provinsi Maluku ... 144

4.31 Provinsi Maluku Utara ... 148

4.32 Provinsi Papua ... 150

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini ketergantungan terhadap ketersediaan energi listrik semakin hari semakin meningkat. Keberlangsungan berbagai macam bentuk aktivitas di masyarakat dan sektor industri nasional, sangat tergantung kepada tersedianya energi listrik. Oleh karena itu sektor ketenagalistrikan mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan, dalam upaya menyejahterakan masyarakat dan mendorong berjalannya roda perekonomian nasional.

Karena peran strategisnya, seyogianya energi listrik tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu dan tingkat keandalan yang baik. Akan tetapi, seiring pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan perekonomian, perkembangan dunia industri, kemajuan teknologi dan meningkatnya standar kenyamanan hidup di masyarakat, permintaan terhadap energi listrik pun semakin hari semakin meningkat. Di sisi lain, pasca terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada beberapa tahun yang lalu, pembangunan beberapa pembangkit yang semula sudah direncanakan menjadi terkendala, baik yang akan dikembangkan oleh pihak swasta maupun dari PLN sendiri. Disamping itu, alokasi dana pemerintah untuk berinvestasi pada sektor ketenagalistrikan terutama pembangunan pembangkit baru, juga sangat terbatas. Investasi yang diharapkan dari pihak swasta terhambat karena dimintanya suatu prasyarat kondisi seperti jaminan Pemerintah. Kesemuanya hal tersebut pada akhirnya menyebabkan penambahan pasokan tenaga listrik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang ada, sehingga terjadinya kondisi kekurangan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah tidak dapat dihindari.

(8)

2

1.2 Visi dan Misi Sektor Ketenagalistrikan

1.2.1 Visi Sektor Ketenagalistrikan

Visi sektor ketenagalistrikan adalah dapat melistriki seluruh rumah tangga, desa serta memenuhi kebutuhan industri yang berkembang cepat dalam jumlah yang cukup, transparan, efisien, andal, aman dan akrab lingkungan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

1.2.2 Misi Sektor Ketenagalistrikan

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik sesuai visi tersebut, maka Pemerintah mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. membangkitkan tenaga listrik dalam skala besar untuk masyarakat perkotaan, daerah yang tingkat kepadatannya tinggi atau sistem kelistrikan yang besar;

b. Memberikan prioritas kepada pembangkit tenaga listrik dari energi terbarukan untuk kelistrikan desa dan daerah terpencil;

c. menjaga keselamatan ketenagalistrikan dan kelestarian fungsi lingkungan; dan

(9)

3

BAB II

KEBIJAKAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN NASIONAL

2.1 Kebijakan Penyediaan Tenaga Listrik

2.1.1 Penyelenggaraan

Tenaga listrik sebagai salah satu infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pembangunan ketenagalistrikan harus menganut asas manfaat, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi, mengandalkan pada kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan, dan otonomi daerah.

Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah. Untuk penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.

Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Namun demikian, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Untuk penyediaan tenaga listrik tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan perbatasan, dan pembangunan listrik perdesaan.

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Disamping itu, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Pembatasan wilayah usaha juga diberlakukan untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik.

(10)

4

ada badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi yang dapat menyediakan tenaga listrik di wilayah tersebut, Pemerintah wajib menugasi badan usaha milik negara untuk menyediakan tenaga listrik.

2.1.2 Tarif

Kebijakan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai keekonomiannya sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup biaya yang dikeluarkan. Kebijakan ini diharapkan akan dapat memberikan signal positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan.

Penetapan kebijakan tarif dilakukan sesuai nilai keekonomian. Namun demikian tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik. Khusus untuk pelanggan kurang mampu juga mempertimbangkan kemampuan bayar pelanggan. Kebijakan subsidi untuk tarif listrik masih diberlakukan, namun mengingat kemampuan Pemerintah yang terbatas, maka subsidi akan lebih diarahkan langsung kepada kelompok pelanggan kurang mampu dan atau untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerah terpencil dengan mempertimbangkan atau memprioritaskan perdesaan/daerah dan masyarakat yang sudah layak untuk mendapatkan listrik dalam rangka menggerakkan ekonomi masyarakat.

Kebijakan tarif listrik yang tidak seragam (non-uniform tariff) dimungkinkan untuk diberlakukan di masa mendatang, hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan pembangunan ketenagalistrikan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

2.2 Kebijakan Pemanfaatan Energi Primer Untuk Pembangkitan Tenaga Listrik

Kebijakan pemanfaatan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik ditujukan agar pasokan energi primer tersebut dapat terjamin. Untuk menjaga keamanan pasokan tersebut, maka diberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), pemanfaatan sumber energi primer setempat, dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Kebijakan pengamanan pasokan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik dilakukan melalui dua sisi yaitu pada sisi pelaku usaha penyedia energi primer dan pada sisi pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik.

Kebijakan di sisi pelaku usaha penyedia energi primer antara lain: pelaku usaha di bidang energi primer khususnya batubara dan gas diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memasok kebutuhan energi primer bagi pembangkit tenaga listrik sesuai harga dengan nilai keekonomiannya. Kebijakan lainnya seperti pemberian insentif dapat pula diimplementasikan.

(11)

5

biomassa, dan lain-lain). Pemanfaatan energi primer setempat tersebut memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dengan tetap memperhatikan aspek teknis, ekonomi, dan keselamatan lingkungan.

Sedangkan kebijakan di sisi pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik antara lain: kebijakan diversifikasi energi untuk tidak bergantung pada satu sumber energi khususnya energi fosil dan konservasi energi. Untuk menjamin terselenggaranya operasi pembangkitan maka pelaku usaha di pembangkitan perlu membuat stockfilling untuk cadangan selama waktu yang disesuaikan dengan kendala keterlambatan pasokan yang mungkin terjadi.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) bahwa peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional untuk energi baru dan energi terbarukan lainnya, menjadi lebih dari 5% pada tahun 2025.

2.3 Kebijakan Penanganan Listrik Desa dan Misi Sosial

Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, dan melistriki seluruh wilayah Indonesia yang meliputi daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan pembangunan listrik perdesaan. Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan bantuan bagi masyarakat tidak mampu, menjaga kelangsungan upaya perluasan akses pelayanan listrik pada wilayah yang belum terjangkau listrik, mendorong pembangunan/pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Penanganan misi sosial diperlukan untuk dapat dilaksanakan secara operasional melalui PKUK. Agar efisiensi dan transparansi tercapai, maka usaha penyediaan tenaga listrik seyogyanya dapat dilakukan dengan pemisahan fungsi sosial dan komersial melalui pembukuan yang terpisah.

2.4 Kebijakan Lindungan Lingkungan

Pembangunan di bidang ketenagalistrikan dilaksanakan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Untuk itu kerusakan dan degradasi ekosistem dalam pembangunan energi harus dikurangi dengan membatasi dampak negatif lokal, regional maupun global yang berkaitan dengan produksi tenaga listrik. Hal ini telah dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

(12)

6

lingkungan serta harus memenuhi baku mutu yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Untuk itu semua kegiatan ketenagalistrikan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting wajib melakukan AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL) sedangkan yang tidak mempunyai dampak penting diwajibkan membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.5 Kebijakan Standardisasi, Keamanan Dan Keselamatan, Serta Pengawasan

Listrik selain bermanfaat bagi kehidupan masyarakat juga dapat mengakibatkan bahaya bagi manusia apabila tidak dikelola dengan baik. Pemerintah dalam rangka keselamatan ketenagalistrikan menetapkan standardisasi, pengamanan instalasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik. Tujuan keselamatan ketenagalistrikan antara lain melindungi masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh tenaga listrik, meningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan, meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian dan pemanfaatan tenaga listrik.

Kebijakan dalam standardisasi meliputi:

1. Standar Peralatan Tenaga Listrik, yaitu alat atau sarana pada instalasi pembangkitan, penyaluran, dan pemanfaatan tenaga listrik.

2. Standar Pemanfaat Tenaga Listrik, yaitu semua produk atau alat yang dalam pemanfaatannya menggunakan tenaga listrik untuk berfungsinya produk atau alat tersebut, antara lain:

 alat rumah tangga (household appliances) dan komersial / industri;  alat kerja (handheld tools);

 perlengkapan pencahayaan;  perlengkapan elektromedik listrik.

Atas pertimbangan keselamatan, keamanan, kesehatan dan aspek lingkungan maka SNI terbagi dalam standar sukarela dan peralatan dan pemanfaatan harus memenuhi standar wajib.

Kebijakan keamanan instalasi meliputi: kelaikan operasi instalasi tenaga listrik, keselamatan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, dan kompetensi tenaga teknik. Instalasi tenaga listrik yang laik operasi dinyatakan dengan Sertifikat Laik Operasi. Untuk peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang memenuhi Standar Nasional Indonesia dinyatakan dengan Sertifikat Produk untuk dapat membubuhi Tanda SNI (SNI) pada peralatan tenaga listrik dan penerbitan Sertifikat Tanda Keselamatan (S) pada pemanfaat tenaga listrik dan tenaga teknik yang kompeten dinyatakan dengan Sertifikat Kompetensi.

2.6 Kebijakan Penanggulangan Krisis Penyediaan Tenaga Listrik

(13)

7

Penanggulangan Jangka Pendek (1 - 2 tahun kedepan) dan Program Penanggulangan Jangka Menengah/Panjang (memerlukan waktu konstruksi 3 - 5 tahun).

Program penanggulangan jangka pendek dilakukan untuk penyelesaian krisis penyediaan tenaga listrik secara cepat sebelum pembangkit yang sudah direncanakan selesai dibangun, sehingga pemadaman yang terjadi dapat dihindari secepat mungkin. Program ini dilakukan melalui kegiatan penambahan kapasitas pembangkit dan penyaluran daya melalui jaringan transmisi dan distribusi. Penambahan daya dilakukan melalui sewa pembangkit, pembelian kelebihan kapasitas pembangkit captive dan pengadaan pembangkit baru yang cepat masa pembangunannya. Di samping itu dilakukan upaya pengurangan beban puncak melalui pengurangan pemakaian listrik pada saat beban puncak.

(14)

8

BAB III

TINJAUAN KONDISI TENAGA LISTRIK NASIONAL

3.1 Kondisi Infrastruktur Ketenagalistrikan Saat Ini

3.1.1 Pembangkit Tenaga Listrik

Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan oleh pihak lain seperti swasta, koperasi, dan BUMD.

Usaha penyediaan tenaga listrik yang telah dilakukan oleh swasta, koperasi atau BUMD tersebut diantaranya adalah membangun dan mengoperasikan sendiri pembangkit tenaga listrik yang tenaga listriknya di jual kepada PT PLN (Persero) atau lebih dikenal dengan pembangkit swasta atau Independent Power Producer (IPP) atau membangun dan mengoperasikan sendiri pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik secara terintegrasi yang tenaga listriknya dijual langsung kepada konsumen di suatu wilayah usaha khusus yang dikenal dengan istilah pembangkit terintegrasi atau Private Power Utility (PPU).

Sampai dengan akhir tahun 2008, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional adalah sebesar 30.527 MW yang terdiri atas pembangkit milik PT PLN (Persero) sebesar 25.451 MW (83%), IPP sebesar 4.159 MW (14%) dan PPU sebesar 916 MW (3%). Kapasitas terpasang pembangkit tersebut mengalami penambahan sebesar 5.480 MW sejak tahun 2004 atau meningkat sebesar 22% selama periode 5 tahun.

Grafik 3.1

Perkembangan Kapasitas Terpasang Pembangkit Tenaga Listrik Nasional

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000

MW

PPU 523 523 526 493 916

IPP 3,222 3,222 3,222 3,984 4,159

PLN 21,302 22,346 24,675 25,084 25,451

2004 2005 2006 2007 2008

25,047 26,091

28,422 29,562

30,527

(15)

9

Sedangkan distribusi penyebaran kapasitas terpasang pembangkit untuk pulau-pulau utama adalah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Kapasitas Terpasang Pembangkit Tenaga Listrik

No. Pulau Kapasitas

Terpasang (MW)

1. Sumatera 4.941

2. Jawa-Madura-Bali 22.599

3. Kalimantan 1.178

4. Sulawesi 1.195

5. Nusa Tenggara 265

6. Maluku 182

7. Papua 168

Indonesia 30.527

3.1.2 Transmisi Tenaga Listrik

Sistem kelistrikan yang ada di kepulauan Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi pada jaringan transmisi tenaga listrik. Saat ini sistem kelistrikan yang telah terintegrasi dengan baik hanya di pulau Jawa-Madura-Bali, dimana sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali memiliki 2 sistem interkoneksi, yaitu Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV sebagai tulang punggung utama (Back Bone) jaringan dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV sebagai jaringan pendukung. Di pulau Sumatera, sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang menghubungkan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara telah terinterkoneksi pada SUTET 275 KV, namun jaringan transmisi tenaga listrik ini belum seluruhnya terhubung pada sistem kelistrikan Sumatera. Sistem yang menghubungkan sistem Sumatera Barat dan Riau (Sumbar-Riau) sudah terintegrasi dengan baik. Pada bulan November 2004, sistem kelistrikan di Provinsi Sumatera Selatan telah mengintegrasikan Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi, Bengkulu dan Lampung menjadi Sistem Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), dan selanjutnya pada bulan Agustus 2006, sistem kelistrikan Sumbagut-Sumbagsel telah diintegrasikan dengan SUTT 150 kV.

(16)

10

Sedangkan di pulau Sulawesi sistem kelistrikan Sulawesi yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Gorontalo masih banyak dipasok dengan sistem yang tersebar, akan tetapi beberapa daerah telah terhubung dengan SUTT 150 KV. Adapun sistem kelistrikan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua belum memiliki SUTET dan SUTT dikarenakan pada umumnya sistem kelistrikannya masih terisolasi dan tersebar serta kelas kapasitas pembangkit tenaga listrik yang dimiliki masih relatif kecil.

Sampai dengan akhir tahun 2008, total panjang jaringan transmisi tenaga listrik yang telah dibangun oleh PT PLN (Persero) adalah sepanjang 34.1184 kms yang terdiri atas SUTET 500 kV sepanjang 5.092 kms, SUTET 275 kV sepanjang 782 kms, SUTT 150 kV sepanjang 23.679 kms, SUTT 70 kV sepanjang 4.619 kms, dan SUTT 25 – 30 kV sepanjang 12 kms. Total panjang jaringan transmisi tenaga listrik tersebut mengalami penambahan sebesar 3.390 kms sejak tahun 2004 atau mengalami peningkatan sebesar 11% selama periode 5 tahun. Sedangkan hasil yang dicapai dalam pembangunan transmisi tenaga listrik untuk pulau-pulau utama adalah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Panjang Transmisi Tenaga Listrik

No. Pulau SUTET

(kms)

SUTT

(kms)

Total

(kms)

1. Sumatera 782 8.906 9.689

2. Jawa-Madura-Bali 5.092 15.501 20.593

3. Kalimantan - 1.429 1.429

4. Sulawesi - 2.474 2.462

5. Nusa Tenggara - - -

6. Maluku - - -

7. Papua - - -

Indonesia 5.874 28.310 34.184

3.1.3 Distribusi Tenaga Listrik

(17)

11

kms. Total panjang jaringan distribusi tenaga listrik tersebut mengalami penambahan sebesar 55.836 kms sejak tahun 2004 atau mengalami peningkatan sebesar 10% selama periode 5 tahun.

Grafik 3.2

Perkembangan Jaringan Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik

0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000

P

an

jan

g (k

m

s)

Transmisi 30,534 30,686 32,905 33,151 34,184

Distribusi 607,755 563,838 573,049 598,498 614,925

2004 2005 2006 2007 2008

Sedangkan hasil yang dicapai dalam pembangunan distribusi tenaga listrik untuk pulau-pulau utama adalah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Panjang Distribusi Tenaga Listrik

No. Pulau JTM

(kms)

JTR

(kms)

Total

(kms)

1. Sumatera 72.131 77.431 149.562

2. Jawa-Madura-Bali 128.364 217.912 346.276

3. Kalimantan 23.695 21.441 45.136

4. Sulawesi 23.017 23.795 46.812

5. Nusa Tenggara 7.473 7.315 14.788

6. Maluku 4.484 2.337 6.821

7. Papua 1.999 3.531 5.530

(18)

12

Gambar 3.1. Perkembangan Penyediaan Tenaga Listrik Nasional Tahun 2008

Pembangkit: 182 MW

JTM : 4.484 kms

: Transmisi yang sudah ada : Transmisi yang direncanakan : Pembangkit Listrik

TOTAL

TOTAL

KAPASITAS PEMBANGKIT : 30KAPASITAS PEMBANGKIT : 30.527.527MWMW

PANJANG JARINGAN:PANJANG JARINGAN:

-•Pembangkit: 182 MW

JTM : 4.484 kms

: Transmisi yang sudah ada : Transmisi yang direncanakan : Pembangkit Listrik

TOTAL

TOTAL

KAPASITAS PEMBANGKIT : 30KAPASITAS PEMBANGKIT : 30.527.527MWMW

PANJANG JARINGAN:PANJANG JARINGAN:

-: Transmisi yang sudah ada : Transmisi yang direncanakan : Pembangkit Listrik

TOTAL

TOTAL

KAPASITAS PEMBANGKIT : 30KAPASITAS PEMBANGKIT : 30.527.527MWMW

PANJANG JARINGAN:PANJANG JARINGAN:

-3.2 Rasio Elektrifikasi

Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Perkembangan rasio elektrifikasi secara nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, yaitu dari 61,04% pada tahun 2004 menjadi 65,10% pada tahun 2008 (dari total rumah tangga di seluruh Indonesia sebesar 55.376.392 KK sebanyak 36.078.726 KK sudah menikmati akses aliran listrik).

(19)

13

Tabel 3.4. Rasio Elektrifikasi

No. Pulau Persen (%)

1. Sumatera 60,6

2. Jawa-Madura-Bali 72,0

3. Kalimantan 57,6

4. Sulawesi 55,3

5. Nusa Tenggara 28,6

6. Maluku 52,4

7. Papua 32,3

Indonesia 65,1

3.3 Kondisi Permintaan dan Penyediaan Tenaga Listrik

Permintaan tenaga listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 7% per tahun. Sementara itu pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan khususnya penambahan kapasitas pembangkit selama lima tahun terakhir (2004-2008) hanya tumbuh rata-rata sebesar 4,4% per tahun. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan tenaga listrik tersebut, mengakibatkan kekurangan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah terutama di luar sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali tidak dapat dihindari. Kondisi pertumbuhan penyediaan tenaga listrik yang rendah tersebut juga merupakan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada periode tahun 1998/1999, dimana pada saat itu pertumbuhan kapasitas terpasang hanya tumbuh sebesar 1,13%.

(20)

14

Tingginya perkiraan pertumbuhan rata-rata kebutuhan tenaga listrik nasional yang sebesar 9,2% tersebut juga memperhatikan banyaknya daftar tunggu calon pelanggan PT PLN (Persero) yang jumlah kapasitasnya telah mencapai kurang lebih sekitar 6.000 MW akibat diterapkannya pembatasan penjualan tenaga listrik (suppressed demand) pada tahun-tahun sebelumnya.

3.4 Prioritas Pengembangan Infrastruktur Ketenagalistrikan ke Depan

3.4.1 Pembangkit Tenaga Listrik

Pengembangan kapasitas penyediaan tenaga listrik diarahkan pada pertumbuhan yang realistis dan diutamakan untuk menyelesaikan krisis penyediaan tenaga listrik yang terjadi di beberapa daerah, meningkatkan cadangan dan terpenuhinya margin cadangan (Sistem Jawa-Madura-Bali 30% dan Sistem Luar Jawa-Madura Bali 40%) dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat atau energy baru terbarukan serta meniadakan rencana pengembangan pembangkit BBM. Pengembangan pembangkit BBM, dikecualikan untuk penangulangan daerah krisis penyediaan tenaga listrik jangka pendek (satu hingga dua tahun ke depan) sambil menunggu selesainya pembangunan pembangkit non-BBM yang telah direncanakan, dengan melakukan sewa pembangkit yang menggunakan bahan bakar MFO. Apabila pembangkit non-BBM yang telah direncanakan tersebut telah beroperasi, maka pembangkit BBM tersebut di non-operasikan.

Mempertimbangkan tingginya pertumbuhan tenaga listrik, memberikan akses listrik kepada seluruh masyarakat dan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan, maka program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap II yang komposisi energi primernya beragam (tidak hanya batubara) ditawarkan untuk dikembangkan oleh PT PLN (Persero) maupun swasta dengan memberikan fasilitas sebagaimana yang telah dilaksanakan dalam program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap I.

Pengembangan PLTU batubara skala kecil dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak pada sistem skala kecil untuk menekan biaya operasi sistem kelistrikan. Disamping itu, pengembangan PLTU batubara skala kecil ini dapat juga dimanfaatkan untuk mengganti peranan sebagian PLTD yang ada di sistem kelistrikan di Luar Jawa-Madura-Bali yang dominasinya masih cukup tinggi. Sebagai pengembang PLTU batubara skala kecil ini adalah PT PLN (Persero) atau swasta.

(21)

15

3.4.2 Transmisi Tenaga Listrik

Prinsip dasar pengembangan sistem transmisi tenaga listrik diarahkan kepada pertumbuhan sistem, peningkatan keandalan sistem dan mengurangi kendala pada sistem penyaluran serta adanya pembangunan pembangkit baru. Mengingat bahwa Pemerintah saat ini tengah melaksanakan program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap I dan rencana kedepan melaksanakan program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap II, maka pengembangan sistem transmisi tenaga listrik kedepan lebih diprioritaskan pembangunannya untuk menyalurkan tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik baru tersebut.

Pada saat ini, sistem besar yang sudah terintegrasi dengan baik adalah Sistem Jawa-Madura-Bali dan Sistem Sumatera. Sedangkan sistem kelistrikan di pulau lainnya seperti Sulawesi sudah lebih baik sistemnya di daerah bagian utara dan selatan. Adapun sistem kelistrikan di pulau lainnya seperti Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengembangan sistem penyalurannya khususnya dalam upaya peningkatan keandalan.

Dalam jangka menengah, diharapkan Sistem Sumatera sudah terintegrasi seluruhnya menggunakan jaringan tegangan ekstra tinggi 275 kV yang saat ini sistemnya telah terinterkoneksi di jaringan tegangan tinggi 150 kV. Dengan masuknya beberapa pembangkit tenaga listrik yang berskala besar, dalam kurun waktu jangka panjang sistem di Kalimatan dan Sulawesi diharapkan pula sudah terhubung dengan baik.

Pengembangan sistem penyaluran diarahkan pada pengembangan sistem tegangan 500 kV dan 150 kV untuk Sistem Jawa-Madura-Bali dan 275 kV, 150 kV dan 70 kV untuk sistem di luar Jawa-Madura-Bali. Upaya pengembangan penyaluran secara terinterkonesi antara Sistem Jawa-Madura-Bali dengan Sistem Sumatera dapat dilakukan setelah dilakukan kajian secara mendalam dengan memperhatikan beberapa aspek, antara lain aspek teknis, ekonomis dan sosial. Sedangkan rencana pembangunan cross-link 500 kV dari Pulau Jawa ke Pulau Bali adalah merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi pertumbuhan beban di Bali.

(22)

16

3.4.3 Distribusi Tenaga Listrik

Pengembangan sarana distribusi tenaga listrik diarahkan untuk dapat mengantisipasi pertumbuhan tenaga listrik, mempertahankan tingkat keandalan yang diinginkan dan efisien serta meningkatkan kualitas pelayanan.

(23)

17

BAB IV

RENCANA PEMBANGUNAN KETENAGALISTRIKAN

4.1 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4.1.1 Kondisi Sistem

Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagian besar dipasok oleh Pusat Pengaturan dan Penyaluran Beban (P3B) Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kV dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Disamping itu beberapa daerah di NAD masih merupakan sistem-sistem kecil seperti Sistem Sabang, Meulaboh, Blangpidie, Tapaktuan, Sinabang, Takengon, Blangkejeren, Kutacane dan Subulussalam.

Dari 10 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2 sistem (Sistem Blangpidie dan Tapaktuan) berada dalam kondisi “Siaga” dan 8 sistem lainnya (Sistem Sumbagut, Sabang, Meoulaboh, Sinabang, Takengon, Blangkejeren, Kutacane, dan Subulussalam) berada pada kondisi “Defisit”.

Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam baru mencapai 76,98% dan rasio desa berlistrik sebesar 87,17%. Adapun daftar tunggu PLN telah mencapai 7.649 permintaan atau sebesar 19,3 MVA.

Gambar 4.1

Kondisi Kelistrikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4

SISTEM MEOULABOH

SISTEM MEOULABOH Kapasitas terpasang : 28,20 MW Daya mampu : 13,95 MW Beban puncak : 22,16 MW

Defisit : -8,21 MW Daya mampu : 1.169,40 MW Beban puncak : 1.270,70 MW

Defisit : -101,30 MW

SISTEM SINABANG

SISTEM SINABANG Kapasitas terpasang : 6,06 MW Daya mampu : 2,40 MW Beban puncak : 3,00 MW

Defisit : -0,60 MW

SISTEM SUBULUSSALAM

SISTEM SUBULUSSALAM Kapasitas terpasang : 7,10 MW Daya mampu : 6,70 MW Beban puncak : 11,98 MW

Defisit : -5,28 MW SISTEM TAPAKTUAN

SISTEM TAPAKTUAN Kapasitas terpasang : 7,07 MW Daya mampu : 5,40 MW Beban puncak : 5,00 MW Surplus : 0,40 MW

SISTEM BLANGPIDIE

SISTEM BLANGPIDIE Kapasitas terpasang : 13,71 MW Daya mampu : 9,42 MW Beban puncak : 7,50 MW Surplus : 1,92 MW

SISTEM SABANG

SISTEM SABANG Kapasitas terpasang : 5,40 MW Daya mampu : 3,10 MW Beban puncak : 3,60 MW

Defisit : -0,50 MW SISTEM TAKENGONSISTEM TAKENGON

Kapasitas terpasang : 10,30 MW Daya mampu : 9,80 MW Beban puncak : 17,40 MW

Defisit : -7,60 MW

SISTEM KUTACANE

SISTEM KUTACANE Kapasitas terpasang : 8,30 MW Daya mampu : 7,90 MW Beban puncak : 9,90 MW

Defisit : -2,00 MW SISTEM BLANGKEJEREN

SISTEM BLANGKEJEREN Kapasitas terpasang : 4,95 MW Daya mampu : 3,50 MW Beban puncak : 3,70 MW

(24)

18

4.1.2 Neraca Daya

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sistem kelistrikannya telah terinterkoneksi dengan baik pada jaringan transmisi tenaga listrik 150 kV yang dikenal dengan nama Sistem Sumatera. Dengan demikian, neraca daya seluruh provinsi tersebut direpresentasikan oleh neraca daya Sistem Sumatera, dimana pada tahun 2010 kapasitas sistem belum dapat memenuhi beban puncak yang ada sehingga mengalami defisit sebesar 460 MW. Adapun pada tahun-tahun selanjutnya kondisi Sistem Sumatera berada pada kondisi baik.

Tabel 4.1

Neraca Daya Sistem Sumatera

URAIAN 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan

Aceh GWH 1.378 1.546 1.733 1.942 2.176

Sumatera Utara GWH 7.008 7.543 8.124 8.756 9.441

Riau GWH 2.412 2.614 2.831 3.062 3.306

Sumbar GWH 2.332 2.510 2.698 2.897 3.108

S2JB GWH 3.305 3.535 3.783 4.053 4.347

Lampung GWH 1.935 2.083 2.249 2.437 2.649

Total Kebutuhan GWH 18.371 19.830 21.419 23.147 25.026

Pertumbuhan % 7,6 7,9 8,0 8,1 8,1

Susut & Losses (T&D) % 11,3 11,2 11,1 11,0 10,9

Susut Pemakaian Sendiri % 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Beban Puncak MW 3.832 4.133 4.460 4.816 5.202

Daya Terpasang MW 2.729 3.318 4.728 5.297 6.743

Daya Tambahan MW 643 1.476 664 1.552 1.764

Cadangan Daya MW -460 661 931 2.033 3.305

4.1.3 Rencana Tambahan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Asumsi pertumbuhan penduduk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diperkirakan rata-rata 1,0% per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 5,1% per tahun, sehingga dengan asumsi tersebut permintaan energi listrik diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 9% per tahun.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, telah direncanakan tambahan infrastruktur ketenagalistrikan dari tahun 2010-2014 sebagai berikut:

 Pembangkit tenaga listrik sebesar 409 MW (sekitar 31 MW diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2010)

 Transmisi tenaga listrik 1.329 kms  Gardu induk 420 MVA

 Program energi baru terbarukan (EBT) dan jaringan: o PLTS 50 WP tersebar sebanyak 30.100 unit o PLTS terpusat 15 kW 4 unit

(25)

19

o Gardu distribusi 1.125 unit (58.000 kVA) o Jaringan Tegangan Menengah 3.120 kms o Jaringan Tegangan Rendah 3.200 kms o PLTD 9 unit (2.250 kW).

Tabel 4.2

Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

PLTD HSD Takengon (sewa) 4 MW 2010 PLN

PLTD HSD Calang (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTD HSD Sinabang (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTD HSD Subussalam (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTD HSD Kutacane (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTD HSD Blangkejeren (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTD HSD Sabang (sewa) 2 MW 2010 PLN

PLTU Meulaboh (sewa) 15 MW 2010 IPP

PLTM Blangkejeran 1 MW 2011 PLN

PLTU NAD (Meulaboh) 2 x 110 MW 18% 2011 Perpres 71

PLTA Peusangan 1-2 86 MW 2013 PLN

PLTM Blangkejeran 1 MW 2013 PLN

PLTP Jaboi 1 x 7 MW 2013 IPP

PLTP Seulawah Agam 1 x 55 MW 2014 IPP

PLTU Sabang 2 x 4 MW 2014 IPP

Rencana Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

1 Panton Labu Incomer (Idi -Lhok Seumawe) 150 1 2009

2 Takengon PLTA Peusangan 1 150 22 5 2009

3 PLTA Peusangan 1 PLTA Peusangan 2 150 14 2009

4 PLTA Peusangan 2 Bireun 150 114 6 2009

5 Sidikalang Subulussalam 150 130 10 2009

6 Meulaboh Sigli 150 333 25,05 2010

7 PLTU Meulaboh Meulaboh 150 60 2010

8 Meulaboh Blang Pidie 150 190 2010

9 Brastagi Kuta Cane 150 200 2010

10 Jantho Incomer (Sigli -Banda Aceh) 150 1 2010

11 Blang Pidie Tapak Tuan 150 130 2010

12 Cot Trueng Incomer ( Bireun - Lhokseumawe) 150 6 2012

13 Takengon PLTA Peusangan 1 150 22 2012

14 PLTP Seulawah Agam Incomer (Sigli - Banda Aceh) 150 16 2014

15 Banda Aceh Krueng Raya 150 90 2014

(26)

20

Tabel 4.4

Rencana Pengembangan Gardu Induk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

NO. LOKASI RASIO TRAFO

(kV) NEW/EXTENSION

KAPASITAS (MVA)

PROGRESS

(%) COD

1 Banda Aceh 150/20 Extension 60 2009

2 Takengon 150/20 New 30 2009

3 Subulussalam 150/20 New 30 2009

4 Panton Labu 150/20 New 30 2009

5 Bireun Ext LB 150/20 Extension 2 LB 2009

6 Peusangan 1 150/20 Extension 4 LB 2009

7 Peusangan 2 150/20 Extension 4 LB 2009

8 Meulaboh 150/20 New 30 2010

9 PLTU Meulaboh Pembangkit New 2 LB 2010

10 Sigli Ext LB 150/20 Extension 2 LB 2010

11 Kuta Cane 150/20 New 30 2010

12 Brastagi Ext LB 150/20 Extension 2 LB 2010

13 Jantho 150/20 New 30 2010

14 Blang Pidie 150/20 New 30 2010

21 Takengon 150/20 Extension 30 2014

22 Meulaboh 150/20 Extension 30 2014

Jumlah 420

Tabel 4.5

Program Listrik Perdesaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 1.700 7.000 7.100 7.125 7.175

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 140 140 200 230

PLT ANGIN (kW) 80 80 80 80

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 220/10.750 220/11.250 220/11.250 230/11.750 255/13.000

Pembangunan JTM (KMS) 600 600 610 690 750

Pembangunan JTR (KMS) 550 550 600 670 700

PLTD (Unit/kW) 1/ 250 4/1.000 3/750 1/250

-KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 1.700 7.000 7.100 7.125 7.175

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 140 140 200 230

PLT ANGIN (kW) 80 80 80 80

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 220/10.750 220/11.250 220/11.250 230/11.750 255/13.000

Pembangunan JTM (KMS) 600 600 610 690 750

Pembangunan JTR (KMS) 550 550 600 670 700

PLTD (Unit/kW) 1/ 250 4/1.000 3/750 1/250

-4.1.4 Perkiraan Kebutuhan Investasi

(27)

21

Tabel 4.6

Rekapitulasi Infrastruktur dan Kebutuhan Investasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Investasi (juta USD)

1 Pembangkit Tenaga Listrik (MW) 655,1 2 Transmisi Tenaga Listrik (kms) 218,4 3 Gardu Induk (MVA) 62,8 4 Program EBT dan Jaringan

- PLTS 50 Wp Tersebar 16,1 - PLTS Terpusat 15 kW 1,6 - PLTMH (kW) 3,9 - PLT Angin (kW) 1,9 - Gardu Distribusi (Unit/kVA) 1.125 58.000 9,9 - JTM (kms) 56,7 - JTR (kms) 27,8 - PLTD (Unit/kW) 9 2.250 1,3

1.055,5

4 30.100

420

3.200 3.120 320 710 409 1.329

No Uraian

Volume

2010 s.d 2014

4.2 Provinsi Sumatera Utara

4.2.1 Kondisi Sistem

Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara hampir seluruh bebannya (99,9%) dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kV dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Disamping itu beberapa daerah di Sumatera Utara masih merupakan sistem-sistem kecil seperti Sistem Nias dan Nias Selatan.

3 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara berada dalam kondisi “Defisit” (terjadi pemadaman sebagian pelanggan karena daya mampu lebih kecil dari pada beban puncak).

(28)

22

Gambar 4.2

Kondisi Kelistrikan Provinsi Sumatera Utara

SISTEM NIAS

SISTEM NIAS

Kapasitas terpasang : 12,18 MW Daya mampu : 4,50 MW Beban puncak : 9,30 MW

Defisit : -4,80 MW

SISTEM NIAS SELATAN

SISTEM NIAS SELATAN Kapasitas terpasang : 3,38 MW Daya mampu : 2,30 MW Beban puncak : 3,90 MW

Defisit : -1,60 MW SISTEM INTERKONEKSI

SISTEM INTERKONEKSI

SUMBAGUT

SUMBAGUT

Kapasitas terpasang : 1.724,60 MW Daya mampu : 1.169,40 MW Beban puncak : 1.270,70 MW

Defisit : -101,30 MW

4.2.2 Neraca Daya

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sistem kelistrikannya telah terinterkoneksi dengan baik pada jaringan transmisi tenaga listrik 150 kV yang dikenal dengan nama Sistem Sumatera. Dengan demikian, neraca daya seluruh provinsi tersebut direpresentasikan oleh neraca daya Sistem Sumatera, dimana pada tahun 2010 kapasitas sistem belum dapat memenuhi beban puncak yang ada sehingga mengalami defisit sebesar 460 MW. Adapun pada tahun-tahun selanjutnya kondisi Sistem Sumatera berada pada kondisi baik.

Tabel 4.7

Neraca Daya Sistem Sumatera

URAIAN 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan

Aceh GWH 1.378 1.546 1.733 1.942 2.176

Sumatera Utara GWH 7.008 7.543 8.124 8.756 9.441

Riau GWH 2.412 2.614 2.831 3.062 3.306

Sumbar GWH 2.332 2.510 2.698 2.897 3.108

S2JB GWH 3.305 3.535 3.783 4.053 4.347

Lampung GWH 1.935 2.083 2.249 2.437 2.649

Total Kebutuhan GWH 18.371 19.830 21.419 23.147 25.026

Pertumbuhan % 7,6 7,9 8,0 8,1 8,1

Susut & Losses (T&D) % 11,3 11,2 11,1 11,0 10,9

Susut Pemakaian Sendiri % 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Beban Puncak MW 3.832 4.133 4.460 4.816 5.202

Daya Terpasang MW 2.729 3.318 4.728 5.297 6.743

Daya Tambahan MW 643 1.476 664 1.552 1.764

(29)

23

4.2.3 Rencana Tambahan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Asumsi pertumbuhan penduduk di Provinsi Sumatera Utara diperkirakan rata-rata 1,0% per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 6,7% per tahun, sehingga dengan asumsi tersebut permintaan energi listrik diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 7,3% per tahun.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara, telah direncanakan tambahan infrastruktur ketenagalistrikan dari tahun 2010-2014 sebagai berikut:

 Pembangkit tenaga listrik sebesar 1.986 MW (sekitar 340,8 MW diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2010)

 Transmisi tenaga listrik 1.530 kms  Gardu induk 4.670 MVA

 Program energi baru terbarukan (EBT) dan jaringan: o PLTS 50 WP tersebar sebanyak 31.700 unit o PLTS terpusat 15 kW 4 unit

o PLTMH 1.360 kW o PLT Angin 320 kW

o Gardu distribusi 1.400 unit (71.250 kVA) o Jaringan Tegangan Menengah 3.610 kms o Jaringan Tegangan Rendah 3.110 kms.

Tabel 4.8

Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Sumatera Utara

PLTD HSD Gunung Sitoli (sewa) 5 MW 2010 PLN

PLTD HSD Teluk Dalam (sewa) 3 MW 2010 PLN

PLTG Crash Program (Lot 2.3 & Lot 3) 139 MW 80% 2010 PLN

PLTA Asahan I 2 x 90 MW 2010 IPP

PLTM Parluasan 2 x 2,1 MW 2010 IPP

PLTM Aek Hutaraja 2 x 2,3 MW 2010 IPP

PLTM Tarabintang 5 MW 2010 IPP

PLTU Sumut (Pangkalan Susu) 2 x 220 MW 40% 2011 Perpres 71

PLTM Tarabintang 5 MW 2011 IPP

PLTM Pakat 2 x 5 MW 2011 IPP

PLTM Parlilitan 7,5 MW 2011 IPP

PLTG New Sumut 100 MW 2012 PLN

PLTA Asahan 3 2 x 87 MW 20% 2013 PLN

PLTU Pangkalan Susu Baru 1 x 200 MW 2013 PLN

PLTP Sarulla 1 2 x 110 MW 2013 IPP

PLTU Nias 2 x 7 MW 2013 IPP

PLTU Pangkalan Susu Baru 1 x 200 MW 2014 PLN

PLTP Sarulla 1 1 x 110 MW 2014 IPP

PLTP Sarulla 2 1 x 110 MW 2014 IPP

PLTP Sorik Merapi 1 x 55 MW 2014 IPP

(30)

24

Tabel 4.9

Rencana Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Provinsi Sumatera Utara

1 Padang Sidempuan PLTP Sarulla 275 138 46,91 2010

2 PLTP Sarulla Simangkok 275 194 43,50 2010

3 PLTA Asahan 1 Simangkok 275 16 79,07 2010

4 Simangkok Galang 275 318 46,98 2010

5 Galang Binjai 275 160 40,46 2010

6 Binjai PLTU Pangkalan Susu 275 160 46,55 2010

JUMLAH 275 kV 986

7 Dolok Sanggul Incomer ( Tele - Tarutung) 150 14 10 2009

8 Tanjung Marowa Kuala Namu 150 34 12,60 2009

9 Galang Namurambe 150 80 10,83 2010

10 Galang Tanj. Marowa 150 20 12,5 2010

11 P. Sidempuan Panyabungan 150 140 10 2010

12 Lima Puluh Incomer (K.Tanjung -Kisaran) 150 40 2010

13 Kuala Namu Incomer (Sei Rotan - Perbaungan) 150 30 2010

14 Porsea Simangkok 150 10 34,443 2010

15 PLTU Kuala Tanjung Kuala Tanjung 150 6 2012

16 PLTA Asahan III Simangkok 150 22 2012

17 PLTP Sorik Merapi Panyabungan 150 46 2014

18 Tanjung Pura Incomer (Binjai - P.Brandan) 150 30 2012

19 KIM KIM 2 150 2 2012

20 KIM Medan Pancing 150 20 2012

21 KIM 2 Medan Selayang 150 30 2012

22 PLTU Sumut Infrastucture Lamhotma 150 20 2012

JUMLAH 150 kV 544

Rencana Pengembangan Gardu Induk Provinsi Sumatera Utara

NO. LOKASI RASIO TRAFO

(kV) NEW/EXTENSION

KAPASITAS (MVA)

PROGRESS

(%) COD

1 Simangkuk 275/150 New 20,137 2010

2 Asahan 1 275/18 Kit / New 2010

3 Padang Sidempuan 275/150 IBT / New 500 2010

4 Galang 275/150 IBT / New 1000 2010

5 Sarulla 275/150 IBT / New 500 2010

6 Binjai 275/150 IBT / New 1000 2010

Jumlah 275/150 kV 3.000

7 Paya Geli 150/20 Extension 60 2009

8 Kisaran 150/20 Extension 30 2009

9 Labuhan 150/20 Extension 60 2009

10 Gunung Para 150/20 Extension 30 2009

11 KIM 150/20 Extension 60 2009

12 Tele 150/20 Extension 20 2009

13 Lamhotma 150/20 Extension 10 2009

14 Aek Kanopan 150/20 Extension 30 2009

15 Gunung Tua 150/20 Extension 30 2009

16 Dolok Sanggul 150/20 New 30 20 2009

17 Kuala namu 150/20 New 60 2009

18 Tanjung Marowa 150/20 Extension 2 LB 2009

19 Sidikalang Ext LB 150/20 Extension 2 LB 2009

20 Denai 150/20 Extension 60 2010

21 Denai 150/20 Extension 2 LB 2010

22 Namurambe 150/20 Extension 60 2010

23 Namurambe 150/20 Extension 2 LB 2010

24 Mabar 150/20 Extension 60 2010

25 Tebing Tinggi 150/20 Extension 60 2010

26 Sidikalang 150/20 Extension 30 2010

27 Sibolga 150/20 Extension 60 2010

(31)

25

NO. LOKASI RASIO TRAFO

(kV) NEW/EXTENSION

30 Lima Puluh 150/20 New 30 2010

31 Namurambe 150/20 Extension 2 LB 2010

32 Tanjung Marowa 150/20 Extension 2 LB 2010

33 Galang 150/20 New 4 LB 17,5 2010

34 Pematang Siantar 150/20 Extension 60 2011

35 P. Sidempuan 150/20 Extension 60 2011

36 Tanjung Marowa 150/20 Extension 60 2011

37 Kuala namu 150/20 Extension 60 20 2011

38 Kuala Tanjung 150/20 Extension 2 LB 2012

39 PLTU Kuala Tanjung Pembangkit New 2 LB 2012

40 PLTA Asahan III Pembangkit New 2 LB 2012

41 GIS Listrik 150/20 Extension 60 2012

42 Rantau Prapat 150/20 Extension 20 2012

43 Tanjung Pura 150/20 New 30 2012

44 KIM 2 150/20 New 120 2012

45 Medan Pancing 150/20 New 30 2012

46 Lamhotma 150/20 Extension 3 LB 2012

47 Medan Selayang 150/20 New 30 2012

48 KIM 150/20 Extension 6 LB 2012

49 Sicanang 150/20 Extension 30 2013

50 Lima Puluh 150/20 Extension 30 2013

51 Medan Pancing 150/20 Extension 60 2013

52 Medan Selayang 150/20 Extension 60 2013

53 Kisaran 150/20 Extension 60 2014

54 Porsea 150/20 Extension 30 0,466 2014

55 Binjai 150/20 Extension 60 2014

Jumlah 150/20 kV 1.670

Tabel 4.11

Program Listrik Perdesaan Provinsi Sumatera Utara

KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 1.550 7.500 7.550 7.525 7.575

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 60 300 300 350 350

PLT ANGIN (kW) 80 80 80 80

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 260/13.250 260/13.250 280/14.250 290/14.750 310/15.750

Pembangunan JTM (KMS) 650 650 700 770 840

Pembangunan JTR (KMS) 600 600 610 650 650

KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 1.550 7.500 7.550 7.525 7.575

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 60 300 300 350 350

PLT ANGIN (kW) 80 80 80 80

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 260/13.250 260/13.250 280/14.250 290/14.750 310/15.750

Pembangunan JTM (KMS) 650 650 700 770 840

Pembangunan JTR (KMS) 600 600 610 650 650

4.2.4 Perkiraan Kebutuhan Investasi

(32)

26

Tabel 4.12

Rekapitulasi Infrastruktur dan Kebutuhan Investasi Provinsi Sumatera Utara

Investasi (juta USD)

1 Pembangkit Tenaga Listrik (MW) 2.988,2 2 Transmisi Tenaga Listrik (kms) 187,5 3 Gardu Induk (MVA) 189,3 4 Program EBT dan Jaringan

- PLTS 50 Wp Tersebar 22,2 - PLTS Terpusat 15 kW 1,6 - PLTMH (kW) 7,4 - PLT Angin (kW) 1,9 - Gardu Distribusi (Unit/kVA) 1.400 71.250 12,2 - JTM (kms) 74,1 - JTR (kms) 39,6 - PLTD (Unit/kW) -

-3.524,1

3.610 3.110

2010 s.d 2014

1.360 320

No Uraian

Volume

4.670

31.700 4 1.986 1.530

4.3 Provinsi Sumatera Barat

4.3.1 Kondisi Sistem

Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sumatera Barat sekitar 95% dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kV dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem terisolasi di Pulau Mentawai.

Dari 2 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Sumatera Barat, 1 sistem (Sistem Mentawai) berada dalam kondisi “Siaga” dan 1 sistem lainnya (Sistem Sumbagsel) berada dalam kondisi “Defisit”.

(33)

27

Gambar 4.3

Kondisi Kelistrikan Provinsi Sumatera Barat

SISTEM INTERKONEKSI

SISTEM INTERKONEKSI

SUMBAGSEL

SUMBAGSEL

Kapasitas terpasang : 2.529,70 MW

Daya mampu : 1.597,70 MW

Beban puncak : 1.704,70 MW

Defisit : -107,00 MW

SISTEM MENTAWAI

SISTEM MENTAWAI

Kapasitas terpasang : 3,19 MW

Daya mampu : 2,05 MW

Beban puncak : 0,95 MW

Surplus : 1,10 MW

4.3.2 Neraca Daya

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sistem kelistrikannya telah terinterkoneksi dengan baik pada jaringan transmisi tenaga listrik 150 kV yang dikenal dengan nama Sistem Sumatera. Dengan demikian, neraca daya seluruh provinsi tersebut direpresentasikan oleh neraca daya Sistem Sumatera, dimana pada tahun 2010 kapasitas sistem belum dapat memenuhi beban puncak yang ada sehingga mengalami defisit sebesar 460 MW. Adapun pada tahun-tahun selanjutnya kondisi Sistem Sumatera berada pada kondisi baik.

Tabel 4.13

Neraca Daya Sistem Sumatera

URAIAN 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan

Aceh GWH 1.378 1.546 1.733 1.942 2.176

Sumatera Utara GWH 7.008 7.543 8.124 8.756 9.441

Riau GWH 2.412 2.614 2.831 3.062 3.306

Sumbar GWH 2.332 2.510 2.698 2.897 3.108

S2JB GWH 3.305 3.535 3.783 4.053 4.347

Lampung GWH 1.935 2.083 2.249 2.437 2.649

Total Kebutuhan GWH 18.371 19.830 21.419 23.147 25.026

Pertumbuhan % 7,6 7,9 8,0 8,1 8,1

Susut & Losses (T&D) % 11,3 11,2 11,1 11,0 10,9

Susut Pemakaian Sendiri % 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Beban Puncak MW 3.832 4.133 4.460 4.816 5.202

Daya Terpasang MW 2.729 3.318 4.728 5.297 6.743

Daya Tambahan MW 643 1.476 664 1.552 1.764

(34)

28

4.3.3 Rencana Tambahan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Asumsi pertumbuhan penduduk tahun diperkirakan rata-rata 0.7% per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 5,1% per tahun, sehingga dengan asumsí tersebut permintaan energi listrik diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 7,2% per tahun.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sumatera Barat, telah direncanakan tambahan infrastruktur ketenagalistrikan dari tahun 2010-2014 sebagai berikut:

 Pembangkit tenaga listrik sebesar 507 MW (sekitar 11 MW diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2010)

 Transmisi tenaga listrik 1.506 kms  Gardu induk 1.070 MVA

 Program energi baru terbarukan (EBT) dan jaringan: o PLTS 50 WP tersebar sebanyak 32.850 unit o PLTS terpusat 15 kW 4 unit

o PLTMH 2.040 kW

o Gardu distribusi 1.320 unit (66.000 kVA) o Jaringan Tegangan Menengah 3.780 kms o Jaringan Tegangan Rendah 3.550 kms

Tabel 4.14

Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Sumatera Barat

PLTD MFO Sungai Penuh (sewa) 5 MW 2010 PLN

PLTM Telun Berasap 6 MW 2010 IPP

PLTM Mangani 1,1 MW 2011 IPP

PLTM Kambahan 1,5 MW 2011 IPP

PLTM Tarusan 3 MW 2011 IPP

PLTM Bayang 6 MW 2011 IPP

PLTM Fatimah 1,4 MW 2011 IPP

PLTM Guntung 0,6 MW 2011 IPP

PLTM Sikarban 1,4 MW 2011 IPP

PLTM Lubuk Gadang 4 MW 2011 IPP

PLTM Sinamar 10 MW 2011 IPP

PLTM Sumpur 2 MW 2011 IPP

PLTM Gunung Tujuh 8 MW 2011 IPP

PLTU Sumbar (Sumbar Pesisir) 2 x 112 MW 7% 2012 Perpres 71

PLTM Gumanti 10 MW 2012 IPP

PLTM Muara Sako 2,5 MW 2012 IPP

PLTP Muara Laboh 2 x 110 MW 2014 IPP

MW MW

MW Total

JUMLAH

Rencana COD

Pendek Menengah/Panjang

Jangka

Progress

11,0

496

507

(35)

29

Tabel 4.15

Rencana Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Provinsi Sumatera Barat

1 Kiliranjao Payakumbuh 275 266 5 2010

2 Padang Sidempuan Payakumbuh 275 600 7,5 2010

JUMLAH 275 kV 866

3 Maninjau Padang Luar 150 42 2010

4 Padang Luar Payakumbuh 150 32 2010

5 Bangko Sungai Penuh 150 246 2010

6 PLTU Sumbar Pesel Bungus 150 50 46 2010

7 Bungus Kambang 150 180 2011

8 Pariaman Incomer (L.Alung - Maninjau) 150 4 2011

9 Kiliranjao Teluk Kuantan 150 52 2011

10 PLTP Kerinci Incomer (Bangko - Sungai Penuh) 150 20 2011

11 PLTP Muara Labuh Kambang 150 14 2014

JUMLAH 150 kV 640

Rencana Pengembangan Gardu Induk Provinsi Sumatera Barat

NO. LOKASI RASIO TRAFO

(kV) NEW/EXTENSION

KAPASITAS (MVA)

PROGRESS

(%) COD

1 Kiliranjao 275/150 IBT / New 250 2009

2 Payakumbuh 275/150 IBT / New 500 2010

Jumlah 275/150 kV 750

3 Padang Luar 150/20 Extension 60 2009

4 Padang Panjang 150/20 Extension 30 2009

5 Salak 150/20 Extension 20 2009

6 Maninjau 150/20 Extension 1 LB 2010

7 Padang Luar 150/20 Extension 2 LB 2010

8 Payakumbuh 150/20 Extension 1 LB 2010

9 Bungus 150/20 Extension 2 LB 2010

10 PLTU Sumbar Pesel Pembangkit New 2 LB 2010

11 Sungai Penuh 150/20 New 30 20 2010

12 Simpang Empat 150/20 Extension 60 100 2010

13 Maninjau 150/20 Extension 30 100 2010

14 Pariaman 150/20 Extension 2 LB 100 2010

15 Sungai Penuh 150/20 Extension 2 LB 2011

16 PLTP Sungai Penuh Pembangkit New 2 LB 2011

17 Kambang 150/20 New 30 2011

18 Bungus Ext LB 150/20 Extension 2 LB 2011

19 Kiliranjao Ext LB 150/20 Extension 1 LB 2011

20 PLTP Kerinci Pembangkit New 4 LB 2011

21 Payakumbuh 150/20 Extension 30 2012

22 Simpang Haru 150/20 Extension 30 2013

(36)

30

Tabel 4.17

Program Listrik Perdesaan Provinsi Sumatera Barat

KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 2.600 7.600 7.500 7.550 7.600

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 90 450 500 500 500

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 250/12.500 250/12.500 250/13.000 250/13.500 250/14.500

Pembangunan JTM (KMS) 700 700 730 800 850

Pembangunan JTR (KMS) 650 650 700 750 800

KEGIATAN

KEGIATAN 20102010 20112011 20122012 20132013 20142014

PLTS 50 Wp Tersebar 2.600 7.600 7.500 7.550 7.600

PLTS Terpusat 15 kW 1 1 1 1

PLTMH (kW) 90 450 500 500 500

Pem. Gardu Distribusi (Unit/kVA) 250/12.500 250/12.500 250/13.000 250/13.500 250/14.500

Pembangunan JTM (KMS) 700 700 730 800 850

Pembangunan JTR (KMS) 650 650 700 750 800

4.3.4 Perkiraan Kebutuhan Investasi

Untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan 5 tahun kedepan tersebut, dibutuhkan investasi sekitar USD 1.327,5 juta, dengan rinciannya adalah pembangkitan USD 940,1 juta, transmisi USD 158,2 juta, gardu induk USD 64,2 juta dan program EBT USD 165 juta.

Tabel 4.18

Rekapitulasi Infrastruktur dan Kebutuhan Investasi Provinsi Sumatera Barat

Investasi (juta USD)

1 Pembangkit Tenaga Listrik (MW) 940,1 2 Transmisi Tenaga Listrik (kms) 158,2 3 Gardu Induk (MVA) 64,2 4 Program EBT dan Jaringan

- PLTS 50 Wp Tersebar 23,0 - PLTS Terpusat 15 kW 1,6 - PLTMH (kW) 13,2 - PLT Angin (kW) - Gardu Distribusi (Unit/kVA) 1.320 66.000 12,6

- JTM (kms) 77,5

- JTR (kms) 37,1

- PLTD (Unit/kW) -

-1.327,5

-3.780 1.506 1.070

2.040 32.850

Volume

507

2010 s.d 2014

4

No Uraian

(37)

31

4.4 Provinsi Riau

4.4.1 Kondisi Sistem

Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Riau sebagian besar (63%) dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kV dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi seperti: Sistem Bengkalis, Selat Panjang, Pkl. Kerinci, Sungai Guntung, Kuala Enok, Pulau Kijang/Kota Baru, Seberida, Tembilahan, Rengat, Air Molek, Psr. Pangaraian, Siak S.Indrapura, dan Bagansiapiapi.

Dari 14 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Riau, 2 sistem (Sistem Siak S. Indrapura dan Psr. Pangaraian) berada dalam kondisi “Siaga” dan 12 sistem lainnya (Sistem Bengkalis, Selat Panjang, Pkl. Kerinci, Sungai Guntung, Kuala Enok, Pulau Kijang/Kota Baru, Seberida, Tembilahan, Rengat, Air Molek dan Bagansiapiapi) berada dalam kondisi “Defisit”.

Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Riau baru mencapai 55,84% (termasuk Provinsi Kepulauan Riau) dan rasio desa berlistrik sebesar 97,63% (termasuk Provinsi Kepulauan Riau). Adapun daftar tunggu PLN telah mencapai 64.222 permintaan atau sebesar 97 MVA.

Gambar 4.4

Kondisi Kelistrikan Provinsi Riau

SISTEM TEMBILAHAN

SISTEM TEMBILAHAN Kapasitas terpasang : 10,28 MW Daya mampu : 5,85 MW Beban puncak : 7,50 MW

Defisit : -1,65 MW SISTEM BENGKALIS

SISTEM BENGKALIS Kapasitas terpasang : 16,46 MW Daya mampu : 8,16 MW Beban puncak : 8,60 MW

Defisit : -0,44 MW

SISTEM SELAT PANJANG

SISTEM SELAT PANJANG Kapasitas terpasang : 13,98 MW Daya mampu : 5,80 MW Beban puncak : 6,80 MW

Defisit : -1,00 MW

SISTEM INTERKONEKSI

SISTEM INTERKONEKSI

SUMBAGSEL

SUMBAGSEL

Kapasitas terpasang : 2.529,70 MW Daya mampu : 1.597,70 MW Beban puncak : 1.704,70 MW

(38)

32

SISTEM PklPkl. KERINCI. KERINCI

Kapasitas terpasang : 3,47 MW

SISTEM PsrPsr. PENGARAIAN. PENGARAIAN Kapasitas terpasang : 0,50 MW

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sistem kelistrikannya telah terinterkoneksi dengan baik pada jaringan transmisi tenaga listrik 150 kV yang dikenal dengan nama Sistem Sumatera. Dengan demikian, neraca daya seluruh provinsi tersebut direpresentasikan oleh neraca daya Sistem Sumatera, dimana pada tahun 2010 kapasitas sistem belum dapat memenuhi beban puncak yang ada sehingga mengalami defisit sebesar 460 MW. Adapun pada tahun-tahun selanjutnya kondisi Sistem Sumatera berada pada kondisi baik.

Tabel 4.19

Neraca Daya Sistem Sumatera

URAIAN 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan

Aceh GWH 1.378 1.546 1.733 1.942 2.176

Sumatera Utara GWH 7.008 7.543 8.124 8.756 9.441

Riau GWH 2.412 2.614 2.831 3.062 3.306

Sumbar GWH 2.332 2.510 2.698 2.897 3.108

S2JB GWH 3.305 3.535 3.783 4.053 4.347

Lampung GWH 1.935 2.083 2.249 2.437 2.649

Total Kebutuhan GWH 18.371 19.830 21.419 23.147 25.026

Pertumbuhan % 7,6 7,9 8,0 8,1 8,1

Susut & Losses (T&D) % 11,3 11,2 11,1 11,0 10,9

Susut Pemakaian Sendiri % 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Beban Puncak MW 3.832 4.133 4.460 4.816 5.202

Daya Terpasang MW 2.729 3.318 4.728 5.297 6.743

Daya Tambahan MW 643 1.476 664 1.552 1.764

(39)

33

4.4.3 Rencana Tambahan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Asumsi pertumbuhan penduduk (termasuk Provinsi Kepulauan Riau) tahun 2008-2027 diperkirakan rata-rata 1,98% per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 6,2% per tahun, sehingga berdasarkan asumsi tersebut permintaan energi listrik diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 7,4% per tahun.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Riau, telah direncanakan tambahan infrastruktur ketenagalistrikan dari tahun 2010-2014 sebagai berikut:

 Pembangkit tenaga listrik sebesar 283 MW (sekitar 16 MW diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2010)

 Transmisi tenaga listrik 2.012 kms  Gardu induk 1.380 MVA

 Program energi baru terbarukan (EBT) dan jaringan: o PLTS 50 WP tersebar sebanyak 26.650 unit o PLTS terpusat 15 kW 8 unit

o PLTMH 400 kW o PLT Angin 320 kW

o Gardu distribusi 1.720 unit (115.750 kVA) (termasuk Prov. Kepri) o Jaringan Tegangan Menengah 4.360 kms (termasuk Prov. Kepri) o Jaringan Tegangan Rendah 4.490 kms (termasuk Prov. Kepri) o PLTD 40 unit (14.000 kW).

Tabel 4.20

Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Riau

PLTD HSD Rengat (sewa) 5 MW 2010 PLN

PLTD HSD Pasir Pangarayan (sewa) 5 MW 2010 PLN

PLTD MFO Tembilahan (sewa) 6 MW 2010 PLN

PLTU 1 Riau (Bengkalis) 2 x 10 MW 1% 2011 Perpres 71

PLTU 2 Riau (Selat Panjang) 2 x 7 MW 1% 2011 Perpres 71

PLTU Rengat 2 x 7 MW 2011 IPP

PLTU Riau 1 x 100 MW 2012 PLN

PLTU Tembilahan 2 x 7 MW 2012 IPP

PLTU Riau 1 x 100 MW 2013 PLN

PLTD Selat Panjang 5 MW 2014 PLN

MW MW

MW

Rencana

JUMLAH

Total

Keterangan COD

Pendek Menengah/Panjang

Jangka

Progress

16,0

267

Gambar

Grafik 3.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Gambar 3.1. Perkembangan Penyediaan Tenaga Listrik Nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik penga- turan dengan lama penyeduhan 12 menit yang diawali penyeduhan 3 menit mempunyai indeks kesegaran tertinggi yaitu 22,71

Komunikasi yang dapat diandalkan dan mudah digunakan dengan fungsi yang ditingkatkan untuk tingkat produktivitas yang lebih tinggi.. digunakan dengan fungsi yang ditingkatkan untuk

Bagi setiap keluarga yang akan membaptis anaknya, harap mengajukan permohonan kepada Majelis Jemaat GPIB Menara Kasih pada setiap hari kerja, 2 (dua) minggu sebelum

Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Mercu Buana, menugaskan kepada dosen-dosen yang tercantum dalam Lampiran Surat Tugas ini, untuk menjadi Dosen –

masa remaja dan tidak punya tujuan yang jelas semasa kuliah dan sekolah dapat membuat orang dewasa berisiko tidak menemukan potensi diri dan tidak menemukan tujuan hidup yang

Konseling yang penulis maksud adalah suatu proses pemberian bantuan secara sistematis kepada anak didik yang mengalami masalah pribadi, sosial, belajar, agar

Bagian luar roti kita oleskan margarin juga ya teman-teman..Nah, sekarang kita siapkan wajan diatas kompor…hati-hati ya teman-teman saat memasaknya..kita masukkan roti ke

Dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan, sistem pertanian berkelanjutan perlu diterapkan pada sektor pertanian termasuk dalam budidaya padi sawah. Hal ini