• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINER (9)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINER (9)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

K 1

O 1

LO 20

KIUMPERTAMBANGAN

“Antisipasi Implementasi

Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah

Mineral dan Batubara”

KOLOKIUM

PERTAMBANGAN 2011

Bandung, 30 November 2011

(2)

ISBN: 978-979-8641-79-4

PROSIDING

KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

“Antisipasi Implementasi Kebijakan

Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara”

Bandung, 30 November 2011

Editor :

Binarko Santoso Tatang Wahyudi Nining Sudini Ningrum R.M. Nendaryono Madiutomo

Jafril

Nia Rosnia Hadijah

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

2011 E

N ER

G I D

AN SUMBERDAYA M

INE

(3)

Hak Cipta / Penerbit

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman No. 623, Bandung 40211

Telepon : 022 - 6030483, Fax : 022 - 6003373

Penasihat

Kepala Badan Litbang ESDM

Penanggung Jawab Kepala Puslitbang tekMIRA

Panitia Pengarah

Siti Rochani, Bukin Daulay, Pramusanto, I.Gusti Ngurah Ardha, Husaini Darsa Permana, Zulfahmi, Nandang Jumarudin, Slamet Suprapto, Fauzan

Perumus

Ngurah Ardha, Datin Fatia Umar, Slamet Suprapto, Nurhadi

Dewan Redaksi Binarko Santoso

Staf Redaksi

Adang Setiawan, Doeto Poespojoedo, Bachtiar Efendi, Andy Wicaksono, Arie Aryansyah

Moderator

Hadi Nursarya, Pramusanto, Bukin Daulay, Siti Rochani

Notulis

Retno Damayanti, Suganal, Tendi Rustendi

ISBN: 978-979-8641-79-4

(4)

KATA PENGANTAR

Peningkatan nilai tambah mineral merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan tambang mineral dan batubara, hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) telah menyelenggarakan Kolokium Pertambangan 2011 pada tanggal 30 November 2011, kolokium yang bertemakan “Antisipasi Implementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara”, dihadiri oleh para pejabat pemerintah di tingkat pusat dan daerah, pelaku usaha, para peneliti dan pejabat fungsional lainnya, mahasiswa serta masyarakat luas yang terkait dengan pengembangan pertambangan mineral dan batubara.

Puslitbang tekMIRA diharapkan dapat berperan secara aktif dalam meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Di samping itu, melalui kegiatan ini diharapkan pula diperoleh masukan dari pelaku industri dan masyarakat pertambangan tentang posisi, peran, dan kontribusi litbang mineral dan batubara dalam menunjang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Prosiding ini merupakan rangkuman dari seluruh makalah yang dipresentasikan dalam Kolokium, serta diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan mengenai perkembangan pertambangan, penelitian, dan kajian yang berhubungan dengan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Melalui prosiding ini, siapapun dapat melihat sampai sejauh mana para peneliti Indonesia telah berkiprah dalam memajukan sektor pertambangan mineral dan batubara nasional.

Buku prosiding ini dicetak setelah kolokium ini dilaksanakan. Semua makalah yang dipresentasikan dan diposterkan sudah disunting oleh para pakar sesuai dengan kompetensi dan keahliannya. Dengan demikian diharapkan bahwa seluruh makalah tersebut tersaji dengan baik, sesuai dengan substansi dan format penulisannya.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak, baik perorangan, perusahaan, instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun seluruh pembicara dan peserta atas pemikiran atau karya-karya terbaiknya, sehingga Prosiding ini memiliki nilai keilmiahan yang baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan dan penerbitan Prosiding ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan dan penerbitan Prosiding di masa yang akan datang.

Bandung, Oktober 2012

(5)

KATA SAMBUTAN

KEPALA BADAN LITBANG

ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PADA ACARA KOLOKIUM PUSLITBANG TEKNOLOGI

MINERAL DAN BATUBARA

BANDUNG, 30 NOVEMBER 2011

Yang saya hormati,

Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian ESDM atau yang mewakilinya,

Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian, atau yang mewakilinya,

Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kementerian ESDM atau yang mewakilinya,

Para Profesor Riset dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Badan Litbang ESDM,

Undangan dan Hadirin yang Berbahagia,

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

Salam Sejahtera bagi Kita Semua,

Selamat Pagi,

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’alla, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat perkenan-Nya kita dapat menghadiri acara Kolokium yang diselenggarakan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara – tekMIRA. Penyelenggaraan kolokium di Puslitbang tekMIRA – dan juga Puslitbang lain di lingkungan Badan Litbang ESDM, memang sudah menjadi agenda tahunan yang diharapkan dapat menampilkan karya yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, industri, dan masyarakat luas. Perlu dicatat pula, kolokium di lembaga litbang akan menjadi tolok ukur sampai sejauh mana para peneliti dan pejabat fungsional kita lainnya mampu mengembangkan diri dalam upaya berkontribusi bagi kemajuan sektor ESDM di tanah air.

Saudara-saudara Sekalian,

(6)

yang mengatakan, siapapun yang mengaku dirinya sebagai seorang fungsional boleh saja berbuat salah tetapi tidak boleh bohong. Artinya, mungkin saja seorang fungsional melakukan penelitian yang diyakininya benar, tetapi dianggap salah oleh orang lain. Nah, dalam konteks inilah perlu keterbukaan masing-masing pihak – yang disalahkan dan yang menyalahkan, sehingga tidak ada kesalahan dan tidak ada dusta di antara kita.

Undangan dan Hadirin Peserta Kolokium,

Sekilas tema kolokium tampak seperti memperlihatkan sikap latah Puslitbang tekMIRA terhadap isu yang berkembang sekarang, sebagaimana tercermin dari banyaknya forum-forum yang bertemakan PNT dalam beberapa bulan terakhir ini. Tetapi saya yakin bahwa apa yang disajikan oleh para peneliti Puslitbang tekMIRA akan berbeda dan bahkan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan forum-forum tersebut. Sebagai satu-satunya lembaga litbang pemerintah yang fokus pada litbang mineral dan batubara, serta didukung oleh sumber daya manusia – SDM – mumpuni dan prasarana dan sarana yang modern, maka sudah sepantasnya produk-produk Puslitbang tekMIRA dijadikan acuan dasar dalam pengembangan usaha di subsektor pertambangan mineral dan batubara, termasuk litbang yang terkait dengan PNT mineral dan batubara.

Terkait dengan rencana implementasi kebijakan penerapan kebijakan PNT mineral dan batubara yang akan diberlakukan pada awal tahun 2014, saya minta kepada seluruh jajaran di Puslitbang tekMIRA untuk melaksanakan empat hal berikut ini:

Pertama, tingkatkan kualitas sumber daya manusia.

Sebagai lembaga litbang, saya yakin Puslitbang tekMIRA memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu melaksanakan penelitian secara profesional, dan dapat bersaing dengan para pakar dari luar negeri sekalipun. Namun demikian sudah barang tentu kita harus terus belajar, bekerja, dan berkarya sehingga tidak perlu merasa rendah diri jika berhadapan dengan orang luar negeri, atau bahkan dikerjai oleh pihak-pihak tertentu dengan berkedok kerja sama. Saya menyadari betapa sulitnya membina karyawan di tengah krisis kekurangan SDM akibat kebijakan “zero growth” di masa lalu, tetapi saya minta agar kita jangan terpaku oleh kendala ini. Banyak cara yang dapat kita lakukan, dan saya akan selalu memberikan kemudahan dan fasilitas seandainya Puslitbang tekMIRA berkeinginan meningkatkan SDM-nya, terutama SDM yang berstatus yunior. Bagaimanapun keberadaan karyawan yunior merupakan modal dasar bagi eksistensi Puslitbang tekMIRA ke depan.

Kedua, fokus kepada litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah sekaligus memperhitungkan keekonomiannya.

Dalam beberapa hal, nilai tambah dan keekonomian selalu berjalan beriringan, artinya peningkatan nilai tambah akan mengakibatkan suatu material bernilai lebih tinggi dan menguntungkan jika dijual dalam keadaan apa adanya – bijih atau wantah. Tetapi tidak selamanya peningkatan nilai tambah akan memberi keuntungan jika dijual ke pasaran. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya kompetitor yang berharga lebih murah, atau daya serap pasar masih kecil dan tidak sebanding dengan biaya produksi. Oleh karena itu, ke depan, Puslitbang tekMIRA harus berani memulai kegiatan litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, tetapi sekaligus menguntungkan jika dilempar ke pasaran.

Ketiga, fokus kepada pemecahan permasalahan yang sedang dan kemungkinan akan dihadapi oleh industri pertambangan mineral dan batubara.

(7)

berkontribusi dalam menyukseskan program MP3EI ini, khususnya yang berhubungan dengan pengembangan subsektor pertambangan mineral dan batubara.

Keempat, tingkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders).

Kerja sama merupakan salah satu kata kunci yang dapat memberi arti penting bagi pengembangan institusi, terlebih-lebih institusi litbang seperti Puslitbang tekMIRA. Saya merasa bangga bahwa Puslitbang tekMIRA telah banyak melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dengan instansi pemerintah maupun swasta, baik dengan insitusi di dalam negeri maupun luar negeri. Namun perlu saya garis bawahi, kerja sama tersebut harus dapat menghasilkan sesuatu yang “menguntungkan” Puslitbang tekMIRA; bukan hanya bersifat materi, tetapi yang paling penting adalah diperolehnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dimanfaatkan untuk kemajuan bidang pertambangan mineral dan batubara, serta kemakmuran bagi masyarakat.

Khusus mengenai kerja sama, saya ingin mengingatkan Puslitbang tekMIRA tentang hasil Rapat Koordinasi Nasional Riset dan Teknologi – Rakornas Ristek – yang diselenggarakan oleh Kantor Kementerian Riset dan Teknologi pada bulan Oktober yang lalu. Komisi Energi dan Mineral telah merekomendasikan bahwa Puslitbang tekMIRA menjadi pusat penelitian untuk mineral bauksit, nikel, dan batubara. Informasi terakhir yang saya dapatkan, Kantor Kementerian Riset dan Teknologi akan menyediakan anggaran penelitian ketiga komoditas tersebut pada tahun 2012, dengan catatan penelitian harus melibatkan sektor industri penggunanya. Sebuah tantangan bagi Puslitbang tekMIRA sampai sejauh mana mampu bekerja sama dengan pemangku kepentingan, sekaligus mewujudkan visi dan misinya sebagai center of excellent di bidang litbang mineral dan batubara.

Undangan dan Hadirin Sekalian,

Demikian sambutan dan arahan yang dapat saya sampaikan. Saya melihat pekerjaan yang dilakukan Puslitbang tekMIRA sangat banyak, tantangan masa depan yang dihadapi oleh Puslitbang tekMIRA juga cukup berat, tetapi saya yakin Puslitbang tekMIRA mampu menghadapinya. Harapan saya kepada seluruh jajaran Puslitbang tekMIRA, bahkan seluruh keluarga besar Badan Litbang ESDM, semoga apa yang saya sampaikan dapat dimaknai dan diimplementasikan demi tercapainya tujuan kita memajukan sektor ESDM pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Saya ucapkan selamat kolokium, dan semoga diskusi yang berkembang mampu menghasilkan karya terbaik bagi bangsa dan negara.

Akhirnya dengan tetap memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Kolokium yang bertema “Antisipasi Impelementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara” secara resmi saya buka.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Kepala Badan Litbang ESDM,

(8)

SUSUNAN PANITIA

Penasihat : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM

Penanggung Jawab : Kepala Puslitbang tekMIRA

Ketua : Dr. Binarko Santoso

Wakil Ketua : Nurhadi, S.T., M.T.

Panitia Pengarah : Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc.

Prof. Dr. Siti Rochani, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Pramusanto

Prof. I.Gusti Ngurah Ardha, M.Met. Prof. Ir. Husaini, M.Sc.

Ir. Darsa Permana Ir. Zulfahmi, M.T.

Nandang Jumarudin, S.T., M.T. Slamet Suprapto, M.Sc.

Umar Dani, S.T. Ir. Fauzan

Sekretaris 1 : Ir. Adang Setiawan, M.Sc.

Sekretaris 1 : Doeto Poespojoedo, S.T.

Bendahara : Katarina Sri Henny M.

Seksi Makalah : Ir. Tatang Wahyudi, M.Sc.

Nining Sudini Ningrum, M.Sc.

Ir. R.M. Nendaryono Madiutomo, M.T. Drs. Jafril

Nia Rosnia Hadijah, S.Si.

Moderator : Ir. Hadi Nursarya, M.Sc.

Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Pramusanto Prof. Dr. Siti Rochani, M.Sc.

Notulis : Ir. Suganal

Dra. Retno Damayanti, Dipl.EST. Tendi Rustendi, S.Si., M.Si. Drs. Ridwan Saleh

Seksi Persidangan : Dr. Ir. Datin Fatia Umar, M.T.

(9)

SUSUNAN PANITIA

Sekretariat : Umar Antana, S.T.

Deni Nurul Kamal, A.Md Dwi Erlyna Ratnawati Katarina Sri Henny M. Rusmanto

Dadang Sutisna

Yudo Supriyantono, ST. Bachtiar Efendi, A.Md. Nining Trisnamurni Otang Rohendi Dina Inawaty, A.Md.

Sie Humas dan Protokoler : Umar Antana, ST.

Dedi Setiadi Supardino Slamet Rahardjo Drs. Hasan Azhari

Seksi Dokumentasi dan Publikasi : Ajay Jazuli

Deni Nurul Kamal, A.Md. Arie Aryansyah

Seksi Peragaan dan Poster : Tjetje Djumhana, S.T.

Pemandu Acara : Hanny Fariany Fauziah, SS.

Seksi Peralatan dan Gedung : Andrie Mulyana, A.Md.

Sumaryadi, A.Md.

Drs. Dhany Ahmad Saepudin Rudi Sudrajat

Sarito

Seksi Transportasi dan Akomodasi : Rikky Andriansyah, A.Md.

JuarsaRahmat

Seksi Konsumsi : Iceu Rita Sutari

Seksi Keamanan : Daldiri

Sudarman

Tim Medis : Lenni Rosdiana, dr.

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ... ii

SUSUNAN PANITIA ... v

DAFTAR ISI ... vii

MAKALAH DIPRESENTASIKAN 1. PENGOLAHAN NIKEL UNTUK MEMPEROLEH NILAI TAMBAH OPTIMUM Edy Sanwani ... 1

2. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA Slamet Suprapto ... 20

3. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI UPGRADING Datin Fatia Umar ... 30

4. PASOKAN KEBUTUHAN ENERGI DALAM MENUNJANG KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH Gandhi Kurnia Hudaya ... 46

5. KAJIAN PEMBUATAN SPONGE FERRONIKEL Nuryadi Saleh ... 51

6. ANTISIPASI PENERAPAN KEBIJAKAN PENGUSAHAAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH Darsa Permana ... 59

7. APLIKASISISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)UNTUK MEMANTAU KEMAJUAN TAMBANG TERBUKA Budiraharja ... 70

MAKALAH DIPOSTERKAN 8. ANALISA KEEKONOMIAN USAHA PENCAIRAN BATUBARA DENGAN TEKNOLOGI CLEAN COAL TECHNOLOGY (CCT) Gandhi Kurnia Hudaya ... 83

9. PENGEMBANGAN KOKAS PENGECORAN BERBASIS BATUBARA NON COKING KALIMANTAN SELATAN Suganal ... 90

10. PEMANFAATAN BATUBARA BARAMARTA KALIMANTAN SELATAN UNTUK BAHAN PENGIKAT Tuti Hernawati dan Nining Sudini Ningrum ... 100

(11)

12. PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BAUKSIT INDONESIA

Dessy Amalia, Azhari, Yuhelda, dan Muchtar J. Aziz ... 121

13. PENGARUH JENIS DAN TIPE SCREW FEEDER TERHADAP KUALITAS DAN

KUANTITAS PRODUKSI BRIKET PADA PEMBRIKETAN PRODUK UBC

Iwan Rijwan dan Fahmi Sulistyohadi ... 137

14.DISTRIBUSI PARTIKEL SEBAGAI ALAT EVALUASI TERHADAP UNJUK KERJA

ALAT PENCUCIAN JIG DI TAMBANG BESAR MAPUR-1 PT TIMAH TBK.

Pramusanto, Dudi Nasrudin Usman dan Gandhy Argadinata ... 148

15. EKSTRAKSI EMAS DARI LUMPUR ANODA PT. SMELTING GRESIK DENGAN PROSES KLORINASI BASAH

Isyatun Rodliyah, Nuryadi Saleh, dan Azhari ... 160

16. ANALISIS KEEKONOMIAN GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PLTD

Ijang Suherman ... 167

17. KAJIAN BAHAN GALIAN INDUSTRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT SEBAGAI BAHAN BAKU KERAMIK UNTUK SUATU UNIT PRODUKSI KERAMIK KONVENSIONAL SKALA IKM

Subari ... 177

LAMPIRAN

RANGKUMAN HASIL DISKUSI KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011 PUSAT

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA ... 191

RUMUSAN HASIL KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011 PUSLITBANG TEKNOLOGI

MINERAL DAN BATUBARA ... 194

SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

(12)
(13)

DISTRIBUSI PARTIKEL SEBAGAI ALAT EVALUASI

TERHADAP UNJUK KERJA ALAT PENCUCIAN JIG

DI TAMBANG BESAR MAPUR-1 PT TIMAH TBK.

Pramusanto *), Dudi Nasrudin Usman **), Gandhy Argadinata ***) *) Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara

Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211 - Telp. 022 6030483, Fax. 022 6003373 e-mail: pramusanto@tekmira.esdm.go.id

**) Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Unisba ***) Staf Litbangtek PT Timah (Persero) Tbk

SARI

Penelitian difokuskan pada kinerja jig yang dipengaruhi distribusi ukuran mineral berharga kasiterit dibandingkan dengan distribusi ukuran mineral pengotornya yaitu mineral kuarsa, serta bagaimana recovery dan kadar yang didapatkan. Persyaratan pengoperasian jig harus selalu diusahakan agar mencapai nilai yang diinginkan oleh perusahaan, yaitu perolehan tiap jig minimal 97,5% dengan perolehan total minimal 95 % dan kadar konsentrat 20-30 % Sn (kadar rendah).

Proses pemisahan mineral kasiterit terhadap mineral kuarsa di dalam jig primer dinilai tidak bekerja dengan baik, teramati dari cukup banyaknya mineral kuarsa pada konsentrat jig primer yaitu antara 5%-60% pada ukuran 150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit di dalam tailing jig primer cukup tinggi yaitu di atas 10% pada ukuran 150 µm. Akibatnya perolehan Sn menjadi 77,76% yang berada di bawah standar yang ditetapkan perusahaan. Proses pemisahan pada jig clean-up lebih baik dibandingkan dengan daripada proses pemisahan pada jig primer, terlihat dari keterdapatan mineral kuarsa di dalam konsentrat antara 0%-15% pada ukuran 150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit di dalam tailing jig clean-up juga mendekati 0% pada ukuran 150 µm. Dengan demikian perolehan pada jig clean-up antara 98% sampai dengan 99,5% adalah sesuai dengan standar perusahaan.

Kata Kunci: jig, kasiterit, pemisahan, timah

ABSTRACT

The observation focused on the performance of jigs that influenced the size distribution of minerals cassiterite compared with the size distribution of the gangue minerals, such as quartz, and to found out recovery and concentrate grade obtained. The jig output should meet the commercial require-ments by the company, those are recovery at least 97.5% with a total of at least 95% recovery and concentrate grade of 20 -30% Sn (low grade).

(14)

PENDAHULUAN

Timah merupakan salah satu produk bahan galian logam terbesar yang terdapat di tanah air dan tidak terbarukan keberadaannya, khususnya di Pulau Bangka maupun di pulau-pulau sekitarnya. Industri pertambangan timah Indone-sia hingga saat ini merupakan salah satu peng-hasil produk komoditi ekspor terbesar di dunia. Belakangan ini harga timah di pasaran dunia melonjak naik, sehingga timah merupakan salah satu jenis logam yang dicari keberadaannya.

Satu-satunya perusahaan milik negara yang melakukan penambangan timah tersebut adalah PT Timah Tbk. dengan menerapkan metode penambangan terbuka atau tambang semprot untuk lokasi tambang darat (Ismail, 1998; Sumpeno, 2000; Antareza, 2001). Proses pencucian hasil tambang semprot dilakukan dengan menggunakan alat “jig” (Argadinata, 2008). Proses pengolahan atau pencucian bijih timah bertujuan untuk meningkatkan kadar timah (Sn) dengan memisahkan mineral berharga yaitu

mineral kasiterit (SnO2) dari mineral pengotor dan

mineral ikutan, sehingga konsentrat yang dihasilkan memenuhi syarat untuk proses selanjutnya yaitu proses peleburan (PT Timah Tbk, 2008). Kadar konsentrat yang diperoleh dari tambang semprot, palong dan tambang kapal keruk darat (Wijaya, 2003), umumnya berkisar antara 20%-30% Sn berasal dari kadar 0,01% di lapangan. Dalam konsentrat tersebut juga terkandung mineral ikutan dalam jumlah bervariasi (Pramusanto dkk., 1994; Nugraha, 2008), seperti monazit, xenotim, zirkon dan min-eral pengotor lainnya seperti kuarsa, ilmenit, pirit/ markasit, hematit, turmalin, dan sebagainya.

Umumnya, untuk menghasilkan konsentrat awal dilakukan pemisahan dengan alat pemisah berdasarkan perbedaan gaya berat seperti jig dan palong. Pemisahan awal ini bertujuan mendapatkan sebanyak-banyaknya timah dari tambang. Oleh karena itu, sejak awal nilai perolehan (recovery) timah dalam alat pemisah tersebut dipersyaratkan tinggi, yaitu 97,5% untuk jig, dan keseluruhan perolehan adalah 95% untuk menghasilkan konsentrat berkadar rendah 20-30% Sn.

Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan penelitian dan pengkajian (evaluasi) terhadap unjuk kerja dari unit pencucian jig tersebut sehingga menghasilkan data yang dapat

digunakan untuk mencapai efisiensi pengolahan yang optimum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pengolahan Bijih Timah dengan Alat Jig

Jigging (Wills and Napier-Munn, 2007) adalah proses konsentrasi bijih/mineral yang berbeda berat jenisnya dalam media air berdasarkan perbedaan kesanggupan butiran-butiran mineral tertentu untuk menembus lapisan campuran butiran mineral, sehingga butiran-butiran mineral tersebut mengatur diri dan mengambil posisi (berstratifikasi) dalam beberapa lapisan sesuai dengan berat jenisnya dan dilanjutkan dengan pengeluarannya.

Pertimbangan utama penggunaan jig di lapangan dibandingkan dengan alat konsentrasi berdasarkan berat jenis yang lain seperti palong (sluice box), meja goyang maupun humprey spi-ral, antara lain karena kapasitas jig jauh lebih besar dari ketiga alat tersebut untuk luas permukaan yang sama. Selain itu, jig lebih sedikit menggunakan tempat untuk kapasitas yang sama dan mobilisasinyapun mudah.

Hambatan yang mempengaruhi keberhasilan jig adalah banyaknya mineral penyerta kasiterit seperti ilmenit, rutil, xenotim, zirkon, monasit, topas, turmalin, siderite, anatas dan kuarsa; serta ukuran butirnya hampir sama yaitu bervariasi antara 20–200 mesh (0,833–0,074 mm). Mineral-mineral ikutan yang mempunyai berat jenis kecil (< 4.43) mudah dipisahkan terhadap kasiterit (bj=7), karena mempunyai perbedaan kecepatan jatuh cukup besar. Mineral-mineral tersebut lebih cenderung terbuang ke tailing, sedangkan yang lainnya lebih cenderung ikut bersama konsentrat jig.

Keberhasilan penggunaan jig untuk memisahkan mineral berharga dengan pengotornya selain ditentukan oleh perbedaan berat jenis yang cukup besar, juga tergantung pengaturan variabel jig dan pemeliharaan peralatannya.

METODOLOGI

Pengamatan

(15)

mineralogi berdasarkan distribusi ukuran pada fraksi +20 mesh (+850 µm), -20+48 mesh (850+300 µm), 48+100 mesh (300+150 µm), -100+150 mesh (-150+106 µm), dan -150+200 mesh (-106+75) µm. Pengamatan ini dilakukan untuk memperoleh data kadar atau % Sn dan hasil perolehan atau recovery pada setiap tahap pencucian, sehingga bisa diketahui unjuk kerja alat proses pencucian jig. Adapun spesifikasi dari jig yang digunakan adalah sebagai tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Jig pada Mapur 1

Spesifikasi Jig Primer Jig “Clean up”

Tipe Yuba Yuba

Jumlah Unit (jalur x sel) 3 unit (2 x 3 sel) 2 unit (2 x 2 sel)

Panjang x lebar (cm) 320 x 110 210 x 110

Ukuran Bed (mm) 12 - 18 6 - 9

Tebal Bed (mm) 70 - 90 70 - 90

Secara skematis susunan alat dan aliran mate-rial mulai dari umpan sampai menjadi konsentrat akhir dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Umpan dari bak penampung (penenang) didistribusikan

ke 3 unit jig primer yang masing-masing unit terdiri

(16)

Tabel 2 Kondisi operasional Jig Mapur 1

Panjang pukulan

Jumlah pukulan per menit

jig Kompartemen

(mm)

Single Double Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3

Ended Ended

A 11 11 135 135 137

Primer B 10 8 148 147 150

C 8 7 165 167 170

Clean Up A - 5 220 219 218

B - 4 228 227 230

Sedangkan tailing yang berasal dari jig primer dan jig clean-up selanjutnya dibuang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Ukuran dan Mineral pada Feed

Berdasarkan data distribusi mineral pada Gambar 3, terlihat bahwa penyebaran mineral kasiterit dan kuarsa, secara umum dominan berada pada ukuran partikel -100+150 µm, berturut-turut 60% dan 14% atau perbandingan beratnya sekitar 4/ 1, sedangkan keberadaan mineral lainnya jauh lebih kecil. Dengan demikian, secara teknis keberhasilan proses pemisahan menggunakan jig terhadap kedua jenis mineral di atas menjadi

pokok perhatian dalam penelitian ini. Pada Mapur 1, melalui pengaturan kondisi operasional jig seperti tercantum pada Tabel 2, perusahaan telah mempersyaratkan kadar Sn akhir hasil pencucian adalah 20-30%, yang difokuskan pada proses pemisahan antara mineral kasiterit dengan min-eral kuarsa karena keduanya memiliki perbedaan berat jenis yang besar.

Perbandingan Distribusi Kasiterit dan Kuarsa

(17)

berarti pemisahan yang terjadi dapat berlangsung dengan baik hingga ukuran halus yaitu 100 mesh (150 µm) sampai 200 mesh (75 µm), dan terutama bila ukuran kedua mineral tersebut tidak jauh berbeda. Oleh sebab itu, hasil pengamatan terhadap distribusi partikel kedua mineral tersebut yang terdapat dalam produk dari setiap kompartemen jig dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan proses pemisahannya. Secara mudahnya, angka perbandingan antara berat kasiterit dan kuarsa dalam konsentrat harus lebih besar dari dalam umpan yaitu 4/1, sebaliknya dalam tailing harus lebih kecil dari besaran angka tersebut.

Pada Gambar 4 (sebelah kiri), dapat dilihat data

konsentrat jig primer unit 1 dalam setiap

kompartemen, distribusi mineral kasiterit diban-dingkan dengan mineral kuarsa berdasarkan persen beratnya cukup jauh berbeda. Secara umum ukuran butiran yang paling banyak terdapat pada konsentrat, baik untuk mineral kasiterit maupun mineral kuarsa adalah pada ukuran -150+106 µm, dengan jumlah berat min-eral kasiterit di atas 45% sedangkan minmin-eral kuarsa di bawah 15%, kecuali pada KPC1 sebanyak 23,34%. Berdasarkan besarnya perbedaan antara keterdapatan mineral kuarsa dan mineral kasiterit, juga dibandingkan dengan dengan perbandingan dalam umpan asal, pada KPC1 bila dibandingkan dengan yang lainnya, dapat berarti terjadi sedikit permasalahan pada jig primer unit 1 kompartemen C.

(18)

Dari Gambar 4 (sebelah kanan), dapat dilihat bahwa distribusi mineral kasiterit dibandingkan dengan mineral kuarsa di dalam konsentrat jig primer unit 2 berdasarkan persen beratnya pada ukuran -106+150 µm tidaklah beraturan. Seperti tampak pada KPB3 (konsentrat jig primer jalur 3 kompartemen B), KPC3 (konsentrat jig primer jalur 3 kompartemen C) dan KPC4 (konsentrat jig primer jalur 4 kompartemen C) mineral kuarsa cukup tinggi bila dibandingkan dengan mineral kasiterit, bahkan terdapat produk kompartemen dengan jumlah kasiterit yang lebih kecil dari kuarsanya. Berarti terdapat permasalahan pada jig primer unit 2 tersebut, terutama terjadi pada kompartemen B dan C, yang mengakibatkan pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis tidak terjadi dengan baik, sehingga akan berdampak pada kadar dan recoverynya. Hal ini juga terjadi pada ukuran -150+200 µm, bahwa pada produk kompartemen B dan C terdapat jumlah mineral kasiterit lebih kecil dari mineral kuarsa.

Pada Gambar 5 (sebelah kiri), menunjukkan distribusi mineral kasiterit dan kuarsa di dalam konsentrat jig primer unit 3 berdasarkan persen berat, hasilnya terlihat bahwa pada kompartemen A dan B pemisahan antara mineral kasiterit dan mineral kuarsa terjadi cukup baik, sedangkan pada kompartemen C juga tidak sesuai dengan yang diharapkan karena mineral kuarsa terdapat lebih banyak daripada mineral kasiteritnya. Misalnya pada KPC 5 dan KPC 6, terlihat bahwa mineral kasiterit berada di bawah mineral kuarsa terutama pada fraksi ukuran -150+106 µm, yang berarti terjadi permasalahan pada proses

pemisahan pada jig primer jalur 5 dan 6 kompartemen C. Demikian pula pada fraksi -100+150 µm, pemisahan yang terjadi belum tercapai karena mineral kuarsa lebih besar persentasenya dari mineral kasiterit, menun-jukkan ketidakmampuan kompartemen jig primer tersebut untuk memisahkan kedua mineral. Hal ini difahami, karena semua umpan yang masuk ke dalam kedua kompartemen B dan C, sebagian besar mineral kasiteritnya sudah terpisahkan sebagai konsentrat, sedangkan limpahannya berupa mineral ringan sebagai tailing, menjadi umpan kompartemen berikutnya seperti terlihat pada skema bagan alir dalam Gambar 1 dan 2. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengatur kembali kondisi penyetelan alat, seperti jarak dan jumlah pukulan pada kompartemen B dan C, agar mineral ringan yang kandungannya makin meningkat di dalam umpan kedua kompartemen tersebut tidak terbawa ke dalam konsentrat, tanpa mengurangi tujuan utamanya untuk mengambil sebanyak mungkin kasiterit yang ada.

Selanjutnya, pada Gambar 4 (sebelah kanan)

terlihat bahwa pada konsentrat jig clean up

perbandingan persen berat antara fraksi ukuran mineral kasiterit dengan mineral kuarsa semakin membesar. Walaupun hal yang sama juga terjadi pada kompartemen B, yaitu masih tingginya persentase kuarsa di dalam konsentrat, dapat dilihat pada fraksi -100+150 µ m bahwa keterdapatan mineral kasiterit pada unit 1 dan 2, berturut-turut 57,50 dan 52,78% bila dibandingkan dengan mineral kuarsa, berturut-turut 15,33 dan 6,55%. Sedangkan pada kompartemen A pada unit 1 dan 2, keterdapatan mineral kasiterit

Gambar 5. Grafik Perbandingan Fraksi Ukuran Kasiterit dengan Kuarsa pada Konsentrat Jig

(19)

berturut-turut 71,10 dan 65,35% dibandingkan dengan mineral kuarsa berturut-turut, 1,95 dan 1,62%. Seperti halnya pada operasional jig

primer, untuk jig clean-up, umpan pada

kompartemen B adalah berupa limpahan tailing dari kompartemen A sehingga agar diperoleh perolehan kasiterit yang tinggi terpaksa harus membiarkan sebagian kuarsa berada dalam konsentrat. Sesuai dengan tujuannya, tahap

operasi jig clean-up adalah membersihkan

kembali kasiterit yang telah terkonsentrasi, untuk itu selain pengaturan kondisi penyetelan alat, juga diperlukan kontrol yang lebih ketat terhadap jalannya operasi pencucian. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa fraksi ukuran yang dominan adalah -100+150 µm dengan nilai rata-rata min-eral kuarsanya berada di bawah 5%, berarti

pemisahan pada jig clean-up masih sesuai

dengan Kriteria Konsentrasi dan sesuai dengan standar perolehan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Kadar Konsentrat dan Perolehan

Hubungan Perolehan dan Kadar Konsentrat Pada Jig Primer

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar konsentrat yang diperoleh tiap kompartemen jig primer akan menyebabkan rendahnya perolehan yang didapat oleh kompartemen tersebut.

Pada jig primer unit 1 secara umum memiliki re-covery 77,27% jauh di bawah nilai perolehan yang diharapkan oleh perusahaan yaitu minimal 97%

untuk jig primer. Walaupun kadar yang

diharapkan cukup memenuhi standar pencucian dari perusahaan yaitu 1-5% Sn. Untuk jig primer unit 1 memiliki 2 jalur yaitu, jalur 1 dan 2, untuk

jalur 1 memiliki perolehan 74,02% dengan kadar 2,35% Sn, sedangkan pada jalur 2 memiliki perolehan 80,83% dengan kadar 2,48% Sn. Perbedaan yang cukup jauh antara kedua jalur dalam 1 unit yang memiliki mesin penggerak yang sama, yang berarti jumlah pukulan dan panjang pukulan yang sama, yang membuktikan bahwa terjadi perbedaan beban kerja dan jumlah feed yang masuk ke dalam 1 unit jig yang sama.

Pada jig primer unit 2 secara umum memiliki

kadar yang cukup jelek yaitu 0,55% Sn yang berarti jauh dari harapan perusahaan yaitu 1-5% Sn, dan recovery yang tidak begitu bagus juga yaitu 81,56%. Bila dilihat perjalur pun yaitu jalur 3 dan 4 kondisinya tidak jauh berbeda. Di jig unit 2 tidak terlihat perbedaan yang jauh antara unit yang satu dengan lainnya, hal ini dapat dimungkinkan terjadi karena permasalahan pada kedua jalur tersebut tidak berbeda. Bila dilihat dilapangan secara fisik kondisi tangki cukup baik, penggerak pun bekerja dengan baik, tetapi ada sedikit kebocoran pada membran pada dinding tangki. Kebocoran mungkin terjadi karena kerusakan membran dan/atau terjadi masalah

pada bed jig yang membuat proses tekanan

(pul-sion) dan isapan (suction) tidak bekerja dengan optimal, permasalahan ini dapat berupa dasar material (bed) yang terlalu tebal, keausan pada bed atau ukuran butiran dari bed yang tidak seragam. Sehingga sebaiknya jig unit 2 tersebut harus segera dilakukan perbaikan ataupun perawatan.

(20)

Sn dan perolehan 74,89% sedangkan pada jalur 6 memiliki kadar 2,47% Sn dan perolehan 72,57%.

Jadi secara umum perolehan pada jig primer sangat rendah yaitu 77,76%, mengakibatkan banyak terbuangnya mineral kasiterit dari proses pencucian yang terjadi karena beberapa hal, yaitu :

1. Pembagian jumlah umpan (feed) tidak merata pada tiap unit, karena bentuk alat pembagi feed berupa berupa pipa saluran yang

langsung dialirkan ke jig tanpa ada

menggunakan sistem mekanisasi pembagi dan perata yang baik dari bak penenang ke jig primer maupun dari jig primer ke jig clean-up. Akibat sistem pengumpanan atau penyebaran feed yang tidak merata pada jig menyebabkan terjadinya perbedaan beban kerja antara jig yang satu dengan yang lainnya, sehingga akan berpengaruh terhadap perolehan pada masing-masing jig primer maupun jig sekunder.

2. Kondisi jig bed, antara lain seperti: mengalami kebuntuan, bed terlalu tebal, ukuran butiran material bed yang tidak seragam, ketebalan bed yang tidak sama, dan keausan pada bed, dapat menyebabkan feed mengalir langsung tanpa melalui proses tekanan dan isapan, sehingga dapat mengakibatkan perolehan menjadi rendah. Contohnya yang terjadi pada jig unit 2.

3. Gerakan pendorong, yaitu jumlah pukulan dan panjang pukulan yang tidak sesuai. Panjang pukulan akan lebih besar untuk berat jenis dan ukuran butir kasar daripada berat jenis dan ukuran lebih kecil. Demikian pula makin banyak mineral berat, maka panjang pukulan harus diperbesar karena lapisan di

atas bed akan makin berat. Panjang pukulan

pada masing-masing tingkat jig tidak sama, hal ini bertujuan untuk membuang mineral-mineral ikutan yang tak berharga sebanyak mungkin (meningkatkan kadar dan perolehan) pada masing-masing tingkat jig tersebut (PT Timah Tbk, 2008). Mineral ikutan tak berharga seperti kuarsa, turmalin, pirit, markasit, siderit, anatas akan lebih banyak berada pada jig tingkat primer dibandingkan dengan tingkat sekunder dan tertier; sehingga pengaturan panjang pukulan akan lebih besar pula pada tingkat primer (terutama di A) daripada tingkat sekunder dan clean-up.

4. Kondisi dari saringan jig perlu juga diperhati-kan agar tidak tersumbat, sobek ataupun mengalami keausan, yang menyebabkan proses dorongan dan isapan terganggu. sehingga dapat berakibat pada perolehan.

5. Kecepatan aliran feed pada permukaan jig tidak pada kecepatan semestinya. Kecepatan aliran yang dimaksud adalah kecepatan aliran dipermukaan bed, hal ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan.

6. “Hutch”, Kondisi Hutch (tangki) harus selalu diperhatikan untuk mencegah kebocoran, yang akan mengganggu proses pulsion dan suction di dalam jig.

7. Spigot jangan sampai tersumbat ataupun rusak.

Hubungan Perolehan dan Kadar Konsentrat

Pada Jig Clean-Up

Berdasarkan hasil perhitungan yang diplot pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa secara umum jig clean-up memiliki perolehan berturut-turut untuk jalur 1 dan 2, masing-masing sebesar 99,13% dan 98,09% dengan kadar 22,81% Sn dan 44,50% pada jalur 1 dan recovery dengan kadar pada jig clean up jalur 2, sesuai dengan standar dari perusahaan yaitu nilai perolehan minimal untuk jig clean-up adalah 98% dengan kadar 20-30%. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa, selain disebabkan oleh jumlah alat yang lebih sedikit juga jumlah kompartemennya hanya dua, karena umpannya berupa konsentrat jig primer sehingga mudah pengawasan terhadap jalannya operasi jig clean-up tersebut.

Secara umum jig clean-up menunjukkan kinerja dan kondisi yang cukup baik, sedangkan kinerja jig primer masih buruk. Karena hal ini yang akan mengakibatkan banyak terbuangnya mineral berharga ke dalam tailing.

Pengaruh Perolehan pada Jig Terhadap

%Sn dalam Tailing

(21)

(a) (b)

(c) (d)

tertinggi dalam rentang -106 µm sampai dengan +200 µm. Lebih rinci lagi bahwa mineral kasiterit yang terbuang ke tailing jig primer unit 2 menempati posisi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tailing unit lainnya. Hal ini membuktikan bahwa proses pemisahan terhadap mineral kasiterit pada jig primer tidak berjalan dengan cukup baik, seharusnya mineral kasiterit yang terbuang dari jig primer sangat sedikit sesuai dengan standar yang diberikan perusahaan adalah perolehan minimal 98%.

Kondisi yang baik dan kinerja yang baik pada jig clean-up yang menghasilkan perolehan yang baik pula berdampak pada rendahnya kadar Sn yang terdapat didalam tailing jig clean-up tersebut

seperti terlihat pada Gambar 6 (d). Tetapi sebaliknya dengan rendahnya perolehan pada jig primer mengakibatkan meningkatnya % Sn dalam tailing jig primer. Nilai paling tinggi untuk kadar Sn terdapat pada tailing jig primer unit 2 yaitu jalur 3 dan 4 (TP3 dan TP4).

(22)

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan pengolahan data, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Proses pencucian dengan menggunakan jig pada lokasi penelitian menunjukkan perbedaan perolehan dan kadar (%Sn) baik

pada jig primer, jig clean-up dan

masing-masing jalur jig. Hal ini akibat jumlah feed yang tidak merata, jig bed yang tidak memenuhi standar dari perusahaan, kondisi “hutch” yang bocor, serta kondisi penggerak yang tidak terkontrol dengan baik.

2. Proses pemisahan mineral kasiterit terhadap mineral kuarsa di dalam jig primer tidak bekerja dengan baik, terlihat dari cukup banyaknya mineral kuarsa pada konsentrat jig primer yaitu antara 5%-60% pada ukuran -106+150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit di dalam tailing jig primer cukup tinggi yaitu di atas 10% pada ukuran 150 µm. Akibatnya perolehan Sn hanya mencapai 77,76%, nilai ini berada di bawah standar yang ditetapkan perusahaan.

3. Proses pemisahan pada jig clean-up lebih baik dibandingkan dengan daripada proses pemisahan pada jig primer, terlihat dari keterdapatan mineral kuarsa di dalam konsentrat antara 0%15% pada ukuran -106+150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit di dalam tailing jig clean up juga mendekati 0% pada ukuran yang sama. Dengan demikian nilai perolehan pada jig clean up antara 98% sampai dengan 99,5% adalah sesuai dengan standar perusahaan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penghargaan disampaikan kepada PT Timah (Persero) Tbk beserta seluruh staf dan karyawannya yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan kegiatan penelitian di wilayah kerjanya, dan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama melaksanakan kegiatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Antareza, M.T., 2001. Aktivitas Penambangan dan Pengolahan Timah di PT Tambang Timah dan PT. Koba Tin Bangka, Laporan Kuliah Kerja Lapangan, Program Studi Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba.

Argadinata, G., 2008. Operasi Penambangan Tambang Besar (TB) 1.9 Air Jangkang, Produksi Daerah I Sungailiat, Laporan Kerja Praktek, PT. Timah Tbk.”, Program Studi Pertambangan, Unisba.

Ismail, L., 1998. Proses Penambangan di TS. 23

Belinyu, Laporan Teknik, PT Tambang

Timah, Bangka.

Nugraha, S., 2008. Evaluasi Terhadap Unjuk Kerja Alat Pencucian Meja Goyang (Wet/ Shaking Table) di Pusat Pencucian Bijih Timah (Tin Shed) PT Koba Tin Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung, Skripsi, Program Studi

Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba.

Pramusanto, K. Sumadi, and N. Ardha, 1994. The Separation Characteristics of Tin Associated Minerals In Re-Treated Mentok Washing Plant Tailings, Buletin PPTM Vol 16, No.1 Januari, Bandung

PT Timah Tbk., 2008. Pencucian, Teknik Pengolahan P2P, SOP.

Sumpeno, H., 2000. Upaya Peningkatan Kapasitas Pemindahan Tanah dengan Menggunakan Pompa dan Alat Bantu Mekanis di TB. 1.9 Air Jangkang Wasprod I PT Tambang Timah, Bangka, Skripsi, Unsri.

Wijaya, 2003. Operasi Penggalian Kapal Keruk 16 Kebiang di Lepas Pantai Laut Cupat Belinyu OPS. KK Bangka PT. Timah Tbk., Laporan Kerja Praktek, Program Studi Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba,.

(23)
(24)

(a)

(b)

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir dan Titik Pengambilan Sampel pada Mapur 1
Tabel 2 Kondisi operasional Jig Mapur 1
Gambar 3. Grafik Distribusi Mineral didalam Feed
Gambar 5. Grafik Perbandingan Fraksi Ukuran Kasiterit dengan Kuarsa pada Konsentrat JigPrimer Unit 3 dan Konsentrat Jig Clean Up
+3

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Pengumuman ini untuk diketahui dan dimaklumi, apabila peserta pelelangan paket pekerjaan tersebut diatas ada yang keberatan, diberikan kesempatan untuk mengajukan

Rasional : Mengurangi nyeri dan pergerakan. 8) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit. Rasional : Nyeri dan spasme dikontrol dengan imobilisasi. 9)

k-NN adalah metode pengukuran kemiripan yang sederhana. Analisis yang dilakukan pada k-NN adalah pengaruh penggunaan pengukuran kemiripan dan nilai k yang digunakan

Latar belakang invasi Uni Soviet ke Afganistan pada tahun 1979 -Pihak Uni Soviet mempunyai sebuah misi untuk meletakkan kembali ideology komunis yang telah hilang oleh

[r]

Aspek-aspek yang diamati dalam observasi kegiatan siswa pada siklus I yaitu: (1) tahap menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa untuk belajar dengan

[r]

Pada simulasi komputer untuk perbandingan kinerja outage probability , pengiriman sinyal informasi dari sumber ke tujuan dilakukan dengan menggunakan dua protokol yang