Oleh:
MAHRUDDIN HARAHAP NIP : 060106974
UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT V TAHUN ANGGARAN 2009
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
KATA PENGANTAR... ii
SURAT PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIARISME.. iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR LAMPIRAN... vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penulisan... 1
B. Perumusan Masalah... 2
C. Tujuan Penulisan... 3
D. Metode Pengumpulan Data... 3
E. Ruang Lingkup Penelitian... 4
F. Sistematika Penulisan... 4
BAB II KEADAAN YANG DIINGINKAN DAN KEADAAN SEKARANG.... 6
A. KEADAAN YANG DIINGINKAN... B. KEADAAN SEKARANG... 8
2. BUMN Pelaksana PSO tahun 2009 ... 10
3.Mekanisme Umum Pelaksanaan PSO yang selama ini berjalan di BUMN... 11
BAB III MASALAH DAN PEMECAHANNYA... 13
A. Analisis Masalah... 14
1. Mekanisme Pelaksanaan PSO... 14
a. Masalah-masalah terkait Mekanisme Pelaksanaan PSO... 14
b. Dampak dari ketidakjelasan mekanisme Pelaksanaan PSO... 16
2. Jumlah dan termin pencairan dana dari APBN... 20
a. Jumlah Kompensasi dana PSO... 20
b. Temin Pencairan dana PSO… ... 24
B. Pemecahan masalah ... 25
BAB IV PENUTUP... 28
A. Simpulan... 28
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Salah satu maksud dan tujuan didirikannya Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) adalah untuk menyediakan fungsi
kemanfaatan Umum berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup
orang banyak (Pasal 2 C Undang-Undang No.19 Tahun 2003
tentang BUMN). Untuk melaksanakan maksud dan tujuan
tersebut Pemerintah yang dalam hal ini Departemen Teknis
dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap
memperhatikan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Fungsi
Kemanfaatan Umum ini dikenal dengan istilah Public Service
Obligation (PSO) atau Kewajiban Pelayanan Umum (KPU).
Suatu penugasan yang baik harus mengukur kemampuan BUMN
yang ditugasi, baik itu kemampuan finansial maupun
Standard Operating Procedure (SOP) yang seragam untuk
menjamin kepentingan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap BUMN (stakeholder).
Kementerian Negara BUMN melalui unit eselon II Asisten
Deputi Urusan Kewajiban Pelayanan Umum (KPU) mempunyai
peran dalam penyiapan perumusan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan serta hubungan kerja bidang KPU BUMN, Pelaksanaan
Pemantauan, analisis, evaluasi, serta pelaporan rencana dan
kegiatan serta kinerja KPU BUMN.
Dengan peran tersebut maka diharapkan peran Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Negara BUMN sebagai wakil
pemegang saham untuk terlibat secara aktif menganalisis
keefektifan mekanisme penugasan tersebut terhadap BUMN yang
pada akhirnya diharapkan BUMN yang diberikan penugasan /
BUMN pelaksana tugas PSO dapat terus berkesinambungan
menjalankan fungsi dan tujuannya.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas, penulis dapat merumuskan
Kewajiban Pelayanan Umum BUMN ditinjau dari Mekanisme
Pelaksanaan PSO ”.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai
berikut.
1. Menilai apakah pola Mekanisme Pelaksanaan PSO yang
berjalan selama ini pada BUMN pelaksana tugas telah
efektif dan sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
2. Mengevaluasi mekanisme penugasan PSO BUMN yang selama
ini berjalan agar lebih efektif di kemudian hari
D. Metode Pengumpulan Data
Metode penilaian yang digunakan dalam penulisan karya
tulis ini melalui:
1.Metode Penelitian Lapangan yaitu dengan melakukan
observasi lapangan di Asdep Urusan Kewajiban Pelayanan
Umum untuk mendapatkan data yang diperlukan yang
observasi langsung disertai kegiatan tanya jawab
dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
2.Metode Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian melalui
buku, tulisan, maupun peraturan perundangan yang
berlaku untuk mendapatkan landasan teoritis yang
mencukupi.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan masalah dalam karya tulis ini dibatasi hanya
pada Mekanisme Pelaksanaan PSO dari sisi SOP Pelaksanaan
PSO pada BUMN pelaksana tugas.
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan menggunakan alur dan
urut-urutan penulisan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang
penulisan, perumusan masalah, tujuan
lingkup penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB
II
KEADAAN YANG DIINGINKAN DAN KEADAAN SEKARANG
Bab ini menguraikan mengenai mekanisme
keadaan ideal yang diinginkan, alasan-alasan
mengapa perlu adanya perubahan tersebut,
serta memilih dan mengusulkan alternatif
pemecahan kegiatan untuk mencapai perubahan
tersebut.
BAB
IV
PENUTUP
Bab ini menguraikan secara singkat simpulan
dan saran atas permasalahan dan alternatif
BAB II
KEADAAN YANG DIINGINKAN DAN KEADAAN SEKARANG
A. Keadaan yang Diinginkan
Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) Undang- Undang (UU) Nomor 19
memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Hal ini
berarti bahwa penugasan oleh Departemen Teknis kepada BUMN
Pelaksana PSO diharapkan tidak merugikan BUMN bersangkutan
ataupun menghambat perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan.
Kemudian Pasal 66 ayat (2) UU No 19 tahun 2003
dinyatakan bahwa setiap penugasan kepada BUMN harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)/ Menteri.
Kementerian Negara BUMN sebagai wakil pemegang saham
Pemerintah dalam hal ini berhak mengevaluasi dampak
penugasan pelaksanaan PSO tersebut terhadap BUMN agar
kontinuitas BUMN tersebut dapat terus berlangsung di
kemudian hari sehingga BUMN dapat mencapai tujuan mereka.
Tujuan dari masing-masing BUMN tersebut akan dapat
tercapai jika hubungan mereka dengan stakeholder dapat
Untuk itu keseragaman mekanisme pelaksanaan PSO
diperlukan untuk menjembatani kepentingan BUMN dengan
stakeholder agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
1. Rumusan Kewajiban Pelayanan Umum
Kewajiban Pelayanan Umum merupakan Penugasan
Pemerintah melalui Kementerian/ Lembaga (K/L)
kepada dunia usaha (BUMN/Swasta/Koperasi) untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum yang
merupakan bagian dari tugas Pemerintah sebagaimana
diamanatkan UUD 1945.
Kewajiban Pelayanan Umum kepada BUMN dapat berupa
penugasan pelaksanaan kegiatan tertentu di luar
keekonomian dan penyaluran barang dan jasa
tertentu kepada masyarakat tertentu yang
dilaksanakan oleh BUMN atas penugasan oleh
Departemen Teknis dengan tanggung jawab pembiayaan
adalah Departemen teknis dimaksud dimana
Pembiayaannya on Top pada Daftar Isian Pagu
pelaksana tugas. Dalam hal ini dana subsidi adalah
selisih antara harga jual kepada pemerintah dengan
harga jual kepada konsumen dikalikan dengan
kapasitas yang diminta pemerintah untuk disediakan
atau jumlah barang dan jasa yang diminta
pemerintah untuk disubsidi.
Skema tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Kewajiban Pelayanan Umum
Pelaksanaan kegiatan tertentu
di luar Keekonomian
Penyaluran Barang/jasa tertentu kepada
kelompok masyarakat tertentu
Dana Subsidi = Q (HJP – HJK Dana Subsidi
= C (HJP – HJK)
HPP = Harga Pokok Penjualan
dapat berupa HPP Internal dan HPP Eksternal α = Faktor yang memperhitungkan biaya distribusi
2. BUMN Pelaksana PSO Tahun 2009
NO BUMN BENTUK PENUGASAN
A
. Bidang Sarana Perhubungan
1. PT KAI Penyediaan Kereta Api kelas ekonomi
2. PT PELNI Penyediaan Kapal Laut untuk penumpang kelas ekonomi
3. PT Pos Indonesia Penyediaan sebagian biaya operasional Kantor Pos Cabang Luar Kota (KPCLK) 4.
Perum LKBN
Antara Penyediaan berita, Proceeding, dan infografis. B. Bidang Energi
5. PT Pertamina Penyediaan dan distribusi BBM tertentu (Premium, Kerosen, Solar) 6. PT PLN Penyediaan tenaga listrik dengan ukuran tertentu
C
. Bidang Pangan
7. PT Pusri Penyediaan dan distribusi pupuk bersubsidi
8. PT SHS Penyediaan benih, bantuan langsung benih unggul, Cadangan Benih Nasional (CBN) 9. PT Pertani Penyediaan dan distribusi benih, subsidi benih dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) 10
. Perum Bulog
Secara umum mekanisme pelaksanaan PSO yang selama
ini bejalan di BUMN Pelaksana PSO dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Penugasan kepada BUMN oleh Departemen Teknis
(Misalnya Penugasan kepada PT Kereta Api oleh
Departemen Perhubungan.
b. Pengajuan kebutuhan KPU BUMN Pelaksana Tugas ke
Departemen Teknis yang membidangi tugas teknis
operasional BUMN tersebut.
c. Pembahasan Departemen teknis dengan komisi
terkait di DPR .
d. Pengajuan kebutuhan KPU BUMN Pelaksana Tugas
dari Departemen teknis ke Departemen Keuangan
(Depkeu)/Direktorat jendral Anggaran (DJA).
e. Pembahasan Depkeu dengan Panitia Kerja (Panja)
Anggaran DPR tentang kebutuhan dana KPU BUMN
dengan Panja Anggaran.
g. Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
(Permenkeu) tentang tata cara pembayaran
h. Berdasar Permenkeu, Departemen Teknis mengajukan
permintaan penyediaan dana penyelenggaraan KPU
kepada DJA .
i. DJA mengirimkan surat ke Departemen Teknis
dengan melampirkan surat penetapan Satuan
Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK)
j. Departemen Teknis menerbitkan dan menandatangani
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan
mengirim surat kepada Dirjen Perbendaharaan
Departemen Keuangan.
k. Pengesahan DIPA oleh Dirjen Perbendaharaan
Depkeu dengan Surat Pengesahaan Daftar Isian
BAB III
MASALAH DAN PEMECAHANNYA
Kementerian Negara BUMN sebagai wakil pemegang saham
pemerintah berperan penting dalam mengawasi
kegiatan-kegiatan BUMN. Salah satu kegiatan-kegiatan BUMN adalah
Kewajiban Pelayanan Umum atau yang lebih dikenal dengan
nama PSO. PSO merupakan penugasan kepada BUMN oleh
Departemen Teknis terkait, misalnya penugasan oleh
Departemen Perhubungan kepada PT Kereta Api dan PT
Pelni, Penugasan Departemen Komunikasi dan Informasi
kepada PT Posindo dan Perum LKBN ANTARA, Penugasan
Departemen Pertanian kepada Perum Bulog, PT Sang Hyang
Seri, PT Pusri, dan PT Pertani, Penugasan Departemen
ESDM kepada PT PLN dan PT pertamina. Dalam melaksanakan
penugasan tersebut ada mekanisme-mekanisme yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing BUMN pelaksana. Selama
saham pemerintah.
Masalah selanjutnya yang dibahas dalam karya tulis ini
adalah ketersediaan atau alokasi dana dana Pemerintah
kepada BUMN dalam melaksanakan penugasan. Hal tersebut
menyangkut alokasi dana yang dianggarkan, jumlah
kompensasi dana yang diberikan dan waktu pencairan
dana.
A. Analisis Masalah
Analisis permasalahan mengenai permasalahan PSO ini
akan difokuskan pada dua topik utama yaitu mengenai
mengenai mekanisme pelaksanaan PSO dan hal yang terkait
dengan jumlah kompensasi dana dan termin pencairan dana
dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4. Mekanisme Pelaksanaan PSO
a. Masalah- Masalah Terkait Mekanisme Pelaksanaan PSO Didalam Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003
dinyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan
khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi
bersama antara BUMN yang bersangkutan, Menteri Negara
BUMN, Menteri Keuangan , dan Menteri Teknis. Disebutkan
juga bahwa apabila penugasan tersebut secara finansial
tidak menguntungkan, Pemerintah harus memberikan
kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh
BUMN tersebut, termasuk margin yang diharapkan
sepanjang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan
penugasan yang diberikan.
Dalam ayat (4) Pasal 65 PP 45 tahun 2005 juga
dinyatakan bahwa setiap penugasan harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) untuk Persero dan Menteri untuk Perusahaam Umum
(Perum). Ayat (5) pasal yang sama disebutkan bahwa BUMN
yang melaksanakan penugasan khusus Pemerintah harus
secara tegas melakukan pemisahan pembukuan mengenai
penugasan tersebut dengan pembukuan dalam rangka
pencapaian sasaran usaha perusahaan. Kemudian ayat (6)
dinyatakan bahwa setelah pelaksanaan kewajiban
pelayanan umum, Direksi wajib memberikan laporan kepada
RUPS/Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri teknis yang
mekanisme pelaksanaan PSO oleh BUMN pelaksana sebagai
contoh ada BUMN yang DIPA nya masih di Departemen
Keuangan sementara yang menugaskan adalah Departemen
teknis terkait, Ada juga BUMN yang ditugaskan oleh
Departemen Teknis namun belum melapor ke Kementerian
Negara BUMN, BUMN belum seragam dalam membuat kontrak
yang jelas, BUMN belum melakukan pemisahbukuan
pelaksanaan PSO yang terkait laba-rugi, BUMN belum
melaporkan kepada Kementerian BUMN setelah penugasan
berlangsung, dan lain-lain yang kesemuanya seharusnya
perlu diperhatikan secara seksama oleh Kementerian
negara BUMN sebagai wakil pemegang saham pemerintah
terutama untuk memperjelas fungsi dan keberadaan BUMN
tersebut.
b. Dampak dari Ketidakjelasan Mekanisme Pelaksanaan PSO
Ketidakjelasan Mekanisme Pelaksanaan PSO sangat
berdampak baik bagi BUMN tersebut maupun bagi pihak
stakeholder. Adapun dampak-dampak tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
melanggar ketentuan perundangan yang berlaku.
Sebagai contoh Departemen Perhubungan sebagai
pihak yang memberi penugasan kepada PT Pelni untuk
melaksanakan Kewajiban Pelayanan Umum di bidang
angkutan laut kelas ekonomi sebelum memberikan
penugasan tersebut harus terlebih dahulu
menyampaikan pemberitahuan kepada Kementerian
BUMN sebagai wakil pemegang saham Pemerintah.
Dengan disampaikannya pemberitahuan tersebut maka
konsistensi pelaksanaan Undang-Undang BUMN akan
berjalan.Kementerian BUMN harus berperan dalam
memonitor kelayakan (feasibility) dan dana yang
akan diperoleh dalam penugasan. Kalau penugasan
tidak layak dan kompensasi yang akan diperoleh
oleh BUMN pelaksana justru nantinya malah
merugikan perusahaan maka penugasan tersebut dapat
ditolak oleh BUMN atas rekomendasi Pemegang Saham.
2) Dampak Psikologis
Ketidakseragaman mekanisme pelaksanaan PSO dapat
berdampak psikologis terhadap BUMN. Sebagai contoh
pihak yang bertanggung jawab dalam melakukan
pengawasan teknis, maka pihak yang berkepentingan
tersebut akan merasa tidak dihargai. Sebagai
contoh PT Kereta Api ketika diberikan penugasan
oleh Departemen Perhubungan untuk melaksanakan
penugasan, akan tetapi dalam melaksanakan
penugasan tersebut PT Kereta Api hanya
berkoordinasi dengan Departemen Keuangan dalam
proses pelaksanaan tugas mereka, maka Departemen
Perhubungan akan merasa tidak dihargai sebagai
pengawas teknis operasional kegiatan
perkeretaapian.
3) Dampak Operasional
Ada banyak dampak operasional yang muncul akibat
ketidakseragaman mekanisme pelaksanaan PSO yang
ada, diantaranya adalah sebagai berikut :
Munculnya ”grey area” dalam pemeriksaan BPK.
Ada berbagai macam perbedaan penafsiran antara
pemeriksa (BPK), pemberi tugas, dan penerima tugas
tugas dan pelaksana tugas dalam pelaksanaan PSO,
biaya pelaksanaan verifikasi dan lain-lain. Akibat
dari hal tersebut akan muncul suatu keadaan dimana
suatu kondisi yang dianggap beban oleh BUMN akan
dianggap bukan sebagai beban oleh pemeriksa,
sehingga BUMN sebagai pelaksana tugas dianggap
harus mengembalikan dana kompensasi PSO tersebut
kepada Pemerintah.
Mempersulit Proses Pengawasan
Ketidakseragaman mekanisme pelaksanaan PSO
berakibat pada bervariasinya prosedur dalam
pelaksanaan PSO. Contohnya ada BUMN yang
melaksanakan tugas langsung berkoordinasi dengan
Departemen Keuangan tanpa melibatkan Departemen
Teknis terkait, ada yang tidak berkoordinasi
dengan Kementerian BUMN sebagai wakil pemegang
saham, ada yang tidak jelas siapa departemen
teknis pemberi tugasnya, dan lain-lain. Kesemua
5. Jumlah dan termin Pencairan Dana dari APBN
a. Jumlah Kompensasi dana PSO
Kurangnya dana yang dicairkan dalam mengkompensasi
kewajiban BUMN dalam pelaksanaan PSO merupakan
kendala lainnya dalam melaksanakan PSO, Hal
tersebut berpengaruh terhadap kegiatan operasional
BUMN tersebut. Berikut adalah data 3 tahun
terakhir contoh BUMN yang realisasi dana PSO yang
diterima tidak sesuai dengan APBN yang telah
disetujui
1) PT Kereta Api (Persero)
Tabel 1. Kebutuhan dana PSO PT KA
No. KebutuhanDana PSO (Milyar)
2006 2007 2008 Proyeksi-2009
RKAB-2010 1. Usulan 507,91 475,36 590,29 651,03 670,56 2. Disetujui 450,00 425,00 544,67 535,00
-2008 yakni yang seharusnya Rp 544,67 Milyar namun
yang dikompensasi oleh pemerintah hanya 408, 50
Milyar.
Grafik 1. Data Anggaran dan Realisasi PT KA
2006 2007 2008
0 100 200 300 400 500 600
450 425
544.67
450 425
408.5 Disetujui Realisasi
Grafik 2. Persentase Anggaran dan Realisasi dana
2006 2007 2008 0%
20% 40%
Dari grafik 1 dan 2 terlihat data anggaran dan
realisasi kompensasi dana PSO PT KA dan persentase
anggaran dan realisasi dana PSO PT KA.
Ketidaksesuaian antara kompensasi jika
dibandingkan anggaran menjadi kendala bagi PT
Kereta Api( Persero).Kendala tersebut menyebabkan
hal-hal sebagai berikut :
Pemeliharaan sarana dan prasarana tidak dapat
dipenuhi sesuai kebutuhan sehingga mengganggu
operasional PT Kereta Api.
Perusahaan tidak dapat melakukan peremajaan
sarana dan peningkatan pelayanan (kelas
komersial dan ekonomi) karena hasil usaha kelas
komersial harus menkompensir kerugian biaya
angkutan kelas ekonomi. Di lain pihak saat ini
umur teknis sarana dan prasarana sudah tua dan
pemeliharaan kelangsungan usaha kereta api.
2) PT Sang Hyang Seri (SHS)
Tabel 2 Kebutuhan dana PSO PT SHS
No
2 Disetujui 193.098 348.177 984.339 1.222.344 3 Realis
2006 2007 2008
Grafik 4. Persentase Anggaran dan Realisasi dana PSO PT
SHS
Dari tabel dan grafik diatas terlihat bahwa pada tahun
2006,2007, dan 2008 terdapat kekurangan kompensasi dana
PSO yang belum diberikan oleh pemerintah kepada PT SHS,
menyangkut pelaksanaan tugas PSO masing-masing BUMN
pelaksana tugas, yang kesemuanya secara umum dapat
menghambat kegiatan operasional BUMN.
b. Termin Pencairan dana PSO
Terkait dengan termin pencairan dana PSO kendala yang
ada adalah masalah lambatnya proses verifikasi oleh
pihak terkait. Sebagaimana kita ketahui sebelum
pencairan kompensasi dana PSO oleh Departemen
keuangan maka terlebih dahulu harus dilakukan
verifikasi. Hasil verifikasi tersebut nantinya
sebagai salah satu prasyarat dari realisasi pencairan
kompensasi dana PSO.
Sebab utama terlambatnya pencairan kompensasi dana
PSO tersebut adalah terlambatnya proses verifikasi
pencairan kompensasi dana PSO, terlambatnya
penerbitan Surat Perintah Membayar dan pada akhirnya
memperlambat proses pencairan dana PSO.
Lambatnya proses pencairan dana PSO berakibat pada
terganggunya kinerja operasional BUMN pelaksana PSO.
B. Pemecahan Masalah
Sehubungan dengan penjelasan dan analisis terhadap
permasalahan pola subsidi di atas, maka penulis
berpendapat kiranya perlu ada Standard Operating
Procedure (SOP) yang jelas terkait mekanisme
pelaksanaan PSO yang didalamnya berisi aturan-aturan
yang tegas dan mengikat berbagai pihak sehingga BUMN
pelaksana PSO dapat lebih jelas menerapkannya di salam
perusahaan mereka
SOP tersebut didalamnya termasuk juga tercantum
adanya kontrak yang jelas antara BUMN dan Departemen
pemberi tugas terkait masalah biaya atau beban dan
masalah-masalah “grey area” lainnya dengan tujuan agar
ketika pihak auditor melakukan pemeriksaan hal-hal yang
Pemerintah perlu konsisten dalam melaksanakan
kompensasi pencairan dana terkait penugasan, semakin
dalam penugasan kepada BUMN seharusnya semakin
meningkat juga kompensasi yang diberikan kepada BUMN
sehingga kegiatan operasional BUMN dapat berjalan
dengan lancar sehingga kinerja operasional BUMN
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian dari Bab I sampai dengan
Bab III maka dapat diambil kesimpulan bahwa selama ini
adanya ketidakseragaman dalam mekanisme pelaksanaan PSO
berdampak baik langsung maupun tidak langsung bagi BUMN
dan stakeholder, Akibat dari hal tersebut akan
mempengaruhi kinerja operasional dari BUMN pelaksana
PSO.
Selain ketidakseragaman mekanisme pelaksanaan PSO
oleh BUMN terdapat juga masalah dalam kompensasi dana
PSO dimana terlambatnya proses verifikasi akan
berdampak pada terlambatnya proses pencairan dana yang
berujung pada masalah operasional perusahaan.
Kementerian BUMN sebagai wakil pemegang saham
pemerintah dalam hal ini berkewajiban mengatasi
ketidakefektifan tersebut diatas sehingga Kinerja BUMN
B. SARAN
Dari beberapa hal yang disampaikan di atas, penulis
dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:
Untuk mengeektifkan mekanisme pelaksanaan PSO
sehingga memudahkan BUMN dalam mengambil rujukan dalam
proses pelaksanaan PSO, maka perlu ada peraturan yang
mengatur tentang mekanisme tersebut.
Didalam peraturan tersebut didalamnya setidaknya
terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1.Prosedur operasi baku yang didalamnya terdapat
mekanisme pelaksanaan PSO mulai dari proposal
penugasan BUMN sampai dengan proses pencairan
kompensasi dana PSO.
2.Penekanan masalah kontrak kerja oleh BUMN dan
Departemen pemberi tugas dengan tujuan agar
kondisi ”grey area” yang terjadi dalam
pemeriksaan oleh BPK dapat diminimalisir.
3.Penekanan masalah pemisahbukuan pelaksanaan PSO
oleh BUMN dari pelaksanaan kegiatan BUMN secara
adalah konsistensi Pemerintah dalam merealisasikan
anggaran yang telah disetujui untuk mengkompensasi
dana pelaksanaan PSO.
Pelaksanaan verifikasi yang sesuai dengan waktu juga
harus dilaksanakan oleh Tim verifikasi untuk