• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMBINASI BAND LANDSAT 8 OLI TIRS UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMBINASI BAND LANDSAT 8 OLI TIRS UNTUK"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI BAND LANDSAT-8 OLI/TIRS UNTUK

MEMETAKAN KONDISI EKOSISTEM TELUK TAMIANG

KABUPATEN KOTABARU

SAMPUL

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

PENGINDERAAN JARAK JAUH KELAUTAN

Hilyatun Nahdliyah

G1F114030

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan : Kombinasi Band Landsat-8 OLI/TIRS untuk Memetakan Kondisi Ekosistem Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru Nama Mahasiswa : Hilyatun Nahdliyah

NIM : G1F114030

Laporan Praktek Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :

Dosen Pengasuh Mata kuliah

Dosen II Dosen III

Nursalam, S.Kel., MS Ulil Amri, SPi. M.Si

NIP.197708242008121002 NIP. 2016198808170701

Dosen I

Dr. M. Syahdan, S.Pi. M.Si

NIP. 197708152006041003

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya jualah praktikan dapat menyelesaikan laporan Penginderaan Jarak Jauh Kelautan ini tepat pada waktunya.

Praktikan sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu Praktikan sangat mengharapkan kritik dan sarannya demi kesempurnaan ini. Praktikan juga berharap semoga laporan ini bisa berguna dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Banjarbaru, Desember 2016

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Maksud dan Tujuan ... 2

1.3. Ruang Lingkup ... 3

1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi ... 3

1.3.2. Ruang Lingkup Materi ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Pengertian Penginderaan Jarak Jauh ... 4

2.2. Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh di Bidang Kelautan ... 6

2.3. Pengertian Citra Satelit ... 6

2.4. Satelit Resolusi Rendah ... 8

2.5. Klasifikasi Supervise dan Unsupervise ... 10

2.6. Ekosistem Pesisir (Mangrove, Lamun, Karang) ... 13

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Waktu dan Lokasi ... 21

3.2. Alat dan Bahan ... 21

3.2.1. Alat ... 21

3.2.2. Bahan ... 22

3.3. Metode Pengambilan Data ... 22

3.3.1. Pengambilan GCP ... 22

3.3.2. Pengukuran dan Pengamatan Ekosistem ... 22

3.4. Metode Analisis Data ... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Berbagai Hasil kombinasi Band Landsat 8 OLI/TIRS untuk Memetakan Ekosistem Pesisir ... 26

A. Kombinasi Band 432 (Natural Color) ... 26

B. Kombinasi Band 543 (Color Infrared vegetation) ... 27

C. Kombinasi Band 562 (Healthy Vegetation) ... 29

D. Kombinasi Band 654 (Vegetation Analysis) ... 30

E. Kombinasi Band 764 (Urban / False Colour) ... 32

F. Kombinasi Band 134 (Terumbu Karang) ... 33

5. PENUTUP ... 35

5.1. Kesimpulan ... 35

(5)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Tabel 1. Daftar 9 Band Sensor OLI ... 8

Tabel 2. Dua Band Sensor TIRS ... 9

Tabel 3. Karakteristik Band Landsat 8 ... 9

(6)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Gambar 1 Cara Kerja Metode Supervised ... 12

Gambar 2. Cara Kerja Metode Unsupervised ... 13

Gambar 3. Ekosistem Mangrove ... 13

Gambar 4. Zooxanthellae pada Terumbu Karang. ... 14

Gambar 5. Peta Lokasi Praktik Lapang di Desa Teluk Tamiang ... 21

Gambar 6. Tahapan analisis citra satelit Landsat-8 OLI/TIRS ... 25

Gambar 7. Kombinasi band 432 (Natural Color) ... 26

Gambar 8. Kombinasi Band 543 (Color Infrared vegetation) ... 27

Gambar 9. Kombinasi Band 562 (Healthy Vegetation) ... 29

Gambar 10. Kombinasi Band 654 (Vegetation Analysis) ... 30

Gambar 11. Kombinasi Band 764 (Urban / False Colour) ... 32

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Teknologi penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut.

Sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, fungsi sosial dan ekonomis, serta fungsi fisik. Hutan mangrove merupakan daerah tempat hidup dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai organisme seperti udang, kepiting, ikan, burung dan mamalia. Selain itu, secara ekologis hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada didalamnnya. Dari segi sosial ekonomi, produk hutan mangrove dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, pariwisata dan sebagainya sehingga memberikan kontribusi dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Secara fisik, hutan mangrove memberikan perlindungan kepada pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai dari arah laut sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang dapat muncul. Berbagai fungsi hutan mangrove tersebut memberikan andil bagi proses pembangunan terutama di wilayah pesisir. Hutan mangrove dengan berbagai hasilnya merupakan sumberdaya alam sebagai salah satu modal pembangunan. Sementara itu, fungsi fisik dan ekologisnya memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

(8)

dalam kaitannya dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti : aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pasir), zonasi kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa pencemaran lingkungan perairan dan lain sebagainya.

Desa Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki sumberdaya pesisir dan laut. Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan tersebut yaitu menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode alternatif yang sangat menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu negara dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia.

Penggunaan teknologi penginderaan jauh memiliki keuntungan, salah satunya yaitu citra menggambarkan obyek daerah dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, cakupan daerah cukup luas dan periode pembuatan citra juga relatif pendek. Informasi mengenai obyek yang terdapat pada suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit.

1.2 Maksud dan Tujuan

(9)

1.3 Ruang Lingkup

1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi

Praktik lapang penginderaan jarak jauh kelautan meliputi daerah daerah administrasi Desa Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi

Adapun parameter yang dianalisis dari laporan penginderaan jarak jauh kelautan adalah menganalisis citra dan membandingkan dengan data hasil ground check positioning (GCP) praktek lapang di Desa Teluk tamiang Analisis citra

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi fenomena alam pada obyek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan obyek permukaan bumi melalui pengukuran pantulan (reflection) ataupun pancaran (emission) oleh media gelombang elektromagnetik. Obyek di permukaan bumi berdasarkan pada nilai pantulan energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh obyek permukaan bumi kemudian energi tersebut direkam oleh sensor. Ada tiga kelompok utama obyek permukaan bumi yang dapat dideteksi oleh sensor yaitu: air, tanah dan vegetasi yang masing-masing memancarkan energi elektromagnetik dengan kemampuan pemetaan citranya tergantung pada karakteristik masing-masing citra satelit. Kanal dan karakteristik inilah yang digunakan oleh penginderaan jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe liputan lahan yang ada di permukaan bumi (Suwargana, 2013).

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut. Informasi diperoleh dengan cara deteksi dan pengukuran berbagai perubahan yang terdapat pada lahan dimana obyek berada. Proses tersebut dilakukan dengan cara perabaan atau perekaman energi yang dipantulkan atau dipancarkan, memproses, menganalisa dan menerapkan informasi tersebut. Informasi secara potensial tertangkap pada suatu ketinggian melalui energi yang terbangun dari permukaan bumi, yang secara detil didapatkan dari variasi-variasi spasial, spektral (Landgrebe, 2003).

(11)

Penginderaan jauh merupakan upaya untuk memperoleh data dari jarak jauh dengan menggunakan peralatan tertentu. Data yang diperoleh itu kemudian dianalisis dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Penginderaan Jauh merupakan terjemahan dari istilah remote sensing adalah ilmu, teknologi dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena didekat permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji, melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman tersebut dalam bentuk citra.

Pengertian tanpa kontak langsung disini dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit berarti bahwa memang tidak ada kontak antara objek dengan analis, misalnya ketika data citra satelit diproses dan ditransformasi menjadi peta distribusi temperatur permukaan pada saat perekaman. Secara luas berarti bahwa kontak dimungkinkan dalam bentuk aktivitas ground truth, yaitu pengumpulan sampel lapangan untuk dijadikan dasar pemodelan melalui interpolasi dan ekstrapolasi pada wilayah yang jauh lebih luas dan pada kerincian yang lebih tinggi.

Beberapa Pengertian Penginderaan Jauh Oleh Para Ahli :

− Menurut Lillesand and Kiefer (1979)

Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.

− Menurut Lindgren (1985)

Penginderaan jauh adalah bermacam-macam teknik yang dikembangkan untuk mendapat perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.

− Menurut Richards dan Jia (2006)

(12)

yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan.

Dari beberapa batasan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh merupakan upaya memperoleh informasi tentang objek dengan menggunakan alat yang disebut sensor (alat peraba), tanpa kontak langsung dengan objek atau penginderaan jauh merupakan pemantauan terhadap suatu objek dari jarak jauh dengan tidak melakukan kontak langsung dengan objek tersebut.

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi kedalam lingkup penginderaan jauh.

2.2 Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh di Bidang Kelautan

Inderaja yang dimanfaatkan dalam bidang kelautan disebut sebagai Seasat atau MOS. Adapun pemanfaatan citra pengindraan jauh di bidang kelautan, yaitu sebagai berikut :

- Untuk mengamati sifat fisis air laut

- Untuk mengamati pasang surut air laut dan gelombang laut

- Sebagai pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi dan lainnya

Inderaja yang dimanfaatkan dalam bidang hidrologi adalah Landsat dan SPOT. Adapun pemanfaatan citra pengindraan jauh, yaitu :

- Pemanfaatan daerah aliran sungai atau DAS dan konservasi sungai - Pemetaan sungai dan studi mengenai sedimentasi sungai

- Pemanfaatan luas daerah dan intensitasi banjir

2.3 Pengertian Citra Satelit

(13)

foto. Citra merupakan masukan data atau hasil observasi dalam proses penginderaan jauh. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu obyek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau/sensor, baik optik, elektro-optik, optik-mekanik maupun elektromekanik. Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih dahulu dalam pemanfaatannya. Citra Satelit merupakan hasil dari pemotretan/perekaman alat sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi. Citra satelit yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar. Citra satelit dibedakan berdasarkan penggunaanya, yaitu:

a. Citra satelit untuk penginderaan planet. Seperti: ranger (AS), Viking (AS), Luna (Rusia) dan Da venera (Rusia)

b. Citra satelit untuk penginderaan cuaca, misalnya citra NOAA (AS), dan citra meteor (Rusia)

c. Citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi. Seperti: Lndsat (AS), Soyus (Rusia) dan SPOT (Perancis)

d. Citra satelit untuk penginderaan laut, seperti Seasat (AS) dan citra MOS (Jepang)

Jenis Citra Satelit berdasarkan tingkat resolusi spasial

Kemampuan sensor dalam merekam obyek terkecil pada tiap pikselnya ini disebut dengan resolusi spasial. Berdasarkan tingkatan resolusinya citra satelit dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Citra resolusi rendah, memiliki resolusi spasial antara 15 m s/d 30 m (Citra satelit Landsat: Landsat 4/5/7, Landsat 8 LDCM dan SPOT-2, SPOT-4,) b. Citra resolusi sedang, memiliki resolusi spasial 2.5 m s/d 10 m (Citra satelit

SPOT)

(14)

2.4 Satelit Resolusi Rendah

Citra bersolusi rendah adalah citra-citra satelit yang memiliki resolusi spasial antara 15 m s/d 30 m. Berikut adalah citra yang tergolong kedalam resolusi rendah, yaitu:

2.4.1 Satelit Landsat-8 OLI/TIRS

Landsat Data Continuity Mission (LDCM) atau dikenal juga dengan nama

Landsat-8 merupakan satelit generasi terbaru dari Program Landsat. Satelit ini merupakan project gabungan antara USGS dan NASA beserta NASA Goddard Space Flight Center dan diluncurkan pada hari Senin, 11 Februari 2013 di

Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg, California–Amerika Serikat.

Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1 - 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7.

Satelit Landsat-8 yang direncanakan mempunyai durasi misi selama 5 – 10 tahun ini, dilengkapi dua sensor yang merupakan hasil pengembangan dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit pada Program Landsat sebelumnya. Kedua sensor tersebut yaitu Sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 band serta Sensor Thermal InfraRed Sensors (TIRS) yang terdiri dari 2 band. Untuk Sensor OLI yang dibuat oleh Ball Aerospace, terdapat 2 band yang baru terdapat pada satelit Program Landsat yaitu Deep Blue Coastal/Aerosol Band (0.433 – 0.453 mikrometer) untuk deteksi wilayah pesisir serta Shortwave-InfraRed Cirrus Band (1.360 – 1.390 mikrometer) untuk deteksi awan cirrus.

Sedangkan sisa 7 band lainnya merupakan band yang sebelumnya juga telah terdapat pada sensor satelit Landsat generasi sebelumnya. Dan untuk lebih detailnya, berikut ini daftar 9 band yang terdapat pada Sensor OLI (Tabel 1) : Tabel 1. Daftar 9 Band Sensor OLI

(15)

Lanjutan…

Band Spektral Panjang Gelombang

Sedangkan untuk Sensor TIRS yang dibuat oleh NASA Goddard Space Flight Center, akan terdapat dua band pada region thermal yang mempunyai

resolusi spasial 100 meter (Tabel 2). Tabel 2. Dua Band Sensor TIRS

Band Spektral Panjang Gelombang

Resolusi Spasial

Band 10- Long Wavelength InfraRed 10,30 – 11,30 μ 100 m Band 11- Long Wavelength InfraRed 11,50 – 12,50 μ 100 m

Tabel 3. Karakteristik Band Landsat 8

(16)

Lanjutan…

Band Spektral Panjang Gelombang

Band 10- Long Wavelength InfraRed

Band 11- Long Wavelength InfraRed Tabel 4. Penggunaan Kombinasi Band untuk Aplikasi Penelitian

Aplikasi Kombinasi Band

Natural color 4 3 2

False color (Urban) 7 6 4

Color infraRed (Vegetation) 5 4 3

Agriculture 6 5 2

Atmospheric Penetration 5 6 2

Land/Water 5 6 4

Natural With Atmospheric Removal 7 5 3

Shortwave Infrared 7 5 4

Vegetation Analysis 6 5 4

(17)

2.5 Klasifikasi Supervise (Klasifikasi Terbimbing) dan Unsupervise

(Klasifikasi Tak Terbimbing)

Klasifikasi tak terbimbing dilakukan untuk dijadikan acuan pengkelasan dalam proses pengklasifikasian selanjutnya. Klasifikasi tak terbimbing ini dilakukan langsung menggunakan software dan dengan pendeteksian langsung berdasarkan gradasi warna yang terdapat pada kombinasi band yang digunakan. Tujuan utama dilakukannya klasifikasi ini yaitu untuk mengetahui jumlah kelas maksimum yang dapat dideteksi oleh software sehingga dalam proses pengklasifikasian selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan acuan dalam penentuan jumlah kelas.

Pada metode supervised ini, analis terlebih dulu menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan

ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas spectral yang mewakili kelas informasi tersebut (Indriasari, 2009).

Setelah hasil klasifikasi tak terbimbing didapatkan, maka jumlah kelas untuk pengklasifikasian terawasi dapat ditentukan. Klasifikasi terawasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel untuk setiap kelas atau membuat training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang di-overlay-kan kedalam citra yang ada. Setelah training sample (AOI) dibuat, maka proses klasifikasi terbimbing dapat dilakukan.

(18)

Hasil interpretasi penggunaan lahan, tutupan mangrove dan terumbu karang menghasilkan peta tentatif yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan dicek di lapangan. Hasil penentuan sampel bersama dengan informasi dasar lainnya digunakan sebagai peta kerja untuk acuan ground check.

Gambar 1 Cara Kerja Metode Supervised

Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini diantaranya adalah minimun distance dan parallelepiped. Cara kerja metode unsupervised ini merupakan kebalikkan dari metode supervised, dimana nilai-nilai

piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009). Dalam metode ini, diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan, analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2 dan class 3 masing-masing adalah sawah, perkebunan dan hutan maka

analis bisa mengelompokkan kelas-kelas tersebut menjadi satu kelas, yaitu kelas vegetasi. Jadi pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur tangan manusia.

(19)

Gambar 2. Cara Kerja Metode Unsupervised

2.6 Ekosistem Pesisir (Mangrove, Lamun, Karang)

2.6.1 Ekosistem Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English). Secara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagain suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh disuatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut dan komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin (Darsidi,1986).

(20)

Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar. Biasanya di tempat yang tak ada muara sungainya hutan mangrove terdapat agak tipis, namun pada tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung Lumpur dan pasir, mangrove biasanya tumbuh meluas. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal yang berombak besar dan arus pasang surut yang kuat (Nontji, 2007).

2.6.2 Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi (Ambalika, 2011).

Terumbu karang terdiri dari dua kata, yaitu terumbu dan karang. Terumbu adalah endapan zat kapur hasil metabolisme dari ribuan hewan karang. Jadi dalam seonggok batuan terumbu itu, terdapat ribuan hewan karang yang hidup di dalam celah kecil yang disebut polip. Hewan karang ini bentuknya renik dan melakukan kegiatan pemangsaan terhadap berbagai mikroorganisme lainnya yang melayang pada malam hari. Berdasarkan hasil transplantasi karang beberapa jenis memperlihatkan hanya sekitar 1 cm per bulan.

Sebagian besar karang hanya hidup di iklim tropis. Hewan-hewan yang karang ini bersimbiosis dengan alga Zooxanthellae (Madduppa, 2008).

Gambar 4. Zooxanthellae pada terumbu karang.

(21)

daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organik yang sangat tinggi. Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudera yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktif hingga kadang-kadang terumbu karang ini diandaikan seperti oase di tengah gurun pasir yang gersang. Komponen biota yang terpenting dari terumbu karang ialah hewan kerangka batu, hewan yang tergolong Scleractina yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji, 2007).

Tipe-Tipe Terumbu Karang

a. Berdasarkan Jenisnya

Tipe-tipe terumbu karang berdasarkan jenisnya ada dua jenis terumbu karang yaitu :

1. Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral)

merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

2. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips)

tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.

b. Berdasarkan Bentuknya

Tipe-tipe terumbu karang berdasarkan bentuknya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu :

• Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef ) • Terumbu karang penghalang (Barrier reef) • Terumbu karang cincin (Atoll)

(22)

Penjelasan ketiga tipe terumbu karang sebagai berikut :

1. Terumbu karang tepi (fringing reef)

Berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat (Suharsono, 1998).

2. Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef )

Terletak diberbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40 - 70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan–akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1350 mil (Suharsono, 1998).

3) Terumbu karang cincin (atol)

Adalah terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin atau berbentuk oval, mengelilingi goba yang dalamnya 40 - 100 m. Atol yang terbesar di Indonesia adalah Taka Bone Rate yang terletak di laut Flores sebelah tenggara pulau Selayar, atol tersebut mempunyai luas 2850 km2 yang merupakan atol terbesar ketiga di dunia (Nontji, 1993).

2.6.3 Padang Lamun

Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam didalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam didalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup didalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

(23)

kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australia (Zulkifli, 2003).

Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan kimia dan sebagainya. Ekosistem padang lamun sangat rentan dan peka terhadap perubahan lingkungan hidup seperti kegiatan pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan pelabuhan, real estate, sarana wisata, pembuangan sampah organik cair, sampah padat,

pencemaran oleh limbah industri terutama logam berat, pencemaran limbah pertanian dan pencemaran minyak serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti potasium sianida dan sabit/gareng. Kondisi ini dapat menurunkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) ekosistem padang lamun dalam fungsinya sebagai tempat produksi ikan (Husni, 2003).

(24)

perikanan yang dilindungi agar menjadi sumber bibit bagi lingkungan sekitarnya (Zulkifli, 2003).

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup dipadang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Ada hewan yang datang untuk memijah seperti ikan dan ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Husni, 2003).

Di daerah padang lamun, organisme melimpah karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna. Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makan di padang lamun ini (Bengen, 2001).

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Di perairan Indonesia, terdapat 12 jenis lamun. Berikut deskripsi mengenai jenis-jenis lamun yang ada di perairan Indonesia:

1. Thalassia hemprichii

Seludang daun tampak nyata dan keras dengan panjang berkisar 3 - 6 cm. Rimpang keras, menjalar, ruas-ruas rimpang mempunyai seludang. Daun lurus sampai sedikit melengkung, tepi daun tidak menonjol, panjang 5 - 20 cm lebar mencapai 1 cm.

2. Halophila ovallis

(25)

yang tampak jelas sebanyak 10 - 25 pasang.

3. Chymodocea rotundata

Tumbuhan tampak ramping, daun melengkung dan tidak mengecil ke arah bagian ujung daun melengkung ke dalam.

4. Cymodocea serrulata

Kenampakan lamun ini mirip dengan cymodocea rotundata, tetapi ujung daunnya bergerigi dan tidak melengkung kedalam, rimpang keras.

5. Halodule uninervis

Secara umum tumbuhan mirip Halodule pinifolia, tetapi dau lebih lebar (mencapai 4 mm). Ujung daun mempunyai tiga gigi, dua di pinggir, satu di tengah.

6. Syringodium isoetifolium

Tanaman dengan batang pendek, ada 1 sampai 3 daun bulat pada setiap ruas (panjang 7 sampai 20 atau 30 cm, diameter 2 sampai 3 mm). Helai daun menyempit di bagian dasar, nampak pembuluh tengah pada potongan melintang. Rimpang bulat dan menjalar dengan cabang yang tidak teratur (diameter 2 sampai 3 mm). Tumbuh padat di substrat pasir atau pasir dengan pecahan karang didaerah bawah surut rendah bercampur dengan jenis lamun lain, tetapi kadang-kadang ditemukan tumbuh sendiri.

7. Enhalus acoroides

Tanaman lurus, 2 sampai 5 daun muncul dari rimpang yang tebal dan kasar dengan beberapa akar-akar kuat. Daun seperti pita atau pita rambut (panjang 40 sampai 90 cm, lebar 1 sampai 5 cm). Rimpang merambat, kasar, tidak bercabang atau bercabang (diameter 1 sampai 3 cm), dikelilingi oleh kulit luar yang tebal. Akar panjang dan berbulu (panjang 5 sampai 15 cm, diameter 2 sampai 4 mm). Tumbuh pada substrat pasir-lumpuran sampai pecahan karang mulai dari bagian surut terendah sampai ke bagian surut tengah, bercampur dengan jenis lamun lain, tetapi kadang-kadang ditemukan tumbuh sendiri (Coremap, 2007).

8. Halodule pinifolia

(26)

bagian tengah daun jelas, tetapi urat antara bagian tepi tidak jelas. Panjang seludang daun 1 sampai 4 cm. Rimpang merambat (diameter 1 sampai 1,5 mm), dengan batang pendek pada setiap ruas. Pada bagian tengah daun terdapat celah berbentuk huruf V. Tumbuh pada substrat pasir-lumpuran atau pasir dengan pecahan karang mulai pada pasang tertinggi ke daerah pasang tengah, kadang-kadang bercampur dengan jenis lamun lain.

9. Halophila minor

Lamun jenis ini serta helaian daunnya sangat mirip dengan Halophila ovalis tetapi lebih kecil (panjang 0,7 - 1,4 cm) dan jumlah urat daun juga lebih sedikit (3 - 8 pasang). Rimpang tipis dan mudah patah

10. Thalassodendron ciliatum

Rimpang mempunyai ruas-ruas dengan panjang 1,5 sampai 3,0 cm. Tegakan batang mencapai 10 sampai 65 cm. Daun-daunnya berbentuk seperti pita. Akar dan rimpangnya sangat kuat sehingga sangat cocok untuk hidup pada berbagai tipe sedimen termasuk di sekitar bongkahan batuan karang. Lamun jenis Thalassodendron ciliatum dijumpai pada dasar perairan yang cekung dan berdekatan dengan daerah tubir terumbu karang.

11. Halophila spinulosa

Bentuk daunnya bulat-panjang menyerupai pisau wali, memiliki 4 sampai 7 pasang tulang daun. Daun dapat berpasangan sampai 22 pasang, sertamemiliki tangkai yang panjang. Lamun jenis Halophila spinulosa tumbuh pada rataan terumbu karang yang rusak (Bengen, 2004).

12. Halophila decipiens

(27)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Ground check point (GCP) di lapangan dilaksanakan mulai tanggal 28

November sampai 1 Desember 2016 di Desa Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi GCP dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Lokasi Praktik Lapang di Desa Teluk Tamiang

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum penginderaan jarak jauh kelautan adalah sebagai berikut :

1. GPS untuk memberi tanda titik lokasi

2. Alat tulis untuk mencatat data titik kordinat dan keterangan dilapangan 3. Perangkat computer untuk mengolah data

4. Aplikasi ArcGis untuk membuat peta

3.2.2 Bahan

(28)

3.3 Metode Pengambilan Data

Melakukan penelusuran lokasi (tracking) pada lokasi praktikum, kemudian melakukan penandaan (marking) posisi terhadap obyek yang ditemui seperti jalan, pemukiman, hutan mangrove, lahan terbuka, tambak, lahan pertanian (sawit atau sejenisnya), hutan (termasuk hutan belukar) dan lain-lain. Data yang diperoleh dilapangan selanjutnya menjadi input pada tahapan pembuatan training area pada citra untuk kepentingan klasifikasi pada tahap akhir.

3.3.1 Pengambilan GCP

Pengambilan GCP (Ground Control Point) dengan cara mengambilan titik sampel dilapangan dengan menggunakan GPS yang selanjutnya digunakan untuk keperluan pemberian koordinat pada proses rektifikasi yaitu pemberian koordinat pada citra satelit berdasarkan data GCP yang ada dilapangan.

3.3.2 Pengukuran dan Pengamatan Ekosistem

Ekosistem Mangrove

Adapun prosedur pengamatan dan pengambilan data mangrove yaitu:

1) Membuat petak contoh (plot) transek quadran dengan bentuk bujur sangkar ukuran luas 10 x 10 m, dengan jumlah plot sebanyak 3 unit.

2) Mengidentifikasi nama jenis-jenis tumbuhan mangrove yang belum diketahui dengan cara mengambil sebagian/potongan dari ranting, lengkap dengan bunga dan daunnya.

3) Menghitung jumlah spesies mangrove, jumlah anakan, mengukur diameter batang pohon mengrove.

Ekosistem Terumbu Karang

Pengambilan data terumbu karang menggunakan metode Metode LIT (Line Intercept transect) digunakan untuk menentukan besarnya persentase penutupan masing-masing kategori terumbu karang dan dikombinasikan dengan metode visual.

Peralatan yang diperlukan dalam Metode ini antara lain:

o Roll meter sepanjang 50 m sebanyak 5 buah.

(29)

o Penanda untuk transek permanen. Ekosistem Lamun

Pengambilan sampel dan data lamun dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadran yang dilakukan di lokasi praktik. Pada stasiun pengambilan data lamun roll meter sepanjang 30 m dibentangkan dari arah Utara ke Selatan. Setiap 1 m diletakkan transek kuadran dengan ukuran 4x4 (1m2) kemudian di foto pada setiap transek kuadran. Hasil foto kemudian di analisis untuk mengetahui nilai tutupan padang lamun.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral terdiri dari empat tahap, yaitu :

1. Tahap training sample: analisis menyusun kunci interpretasi dan mengembangkan secara numerik spectral untuk setiap kenampakan dngan memeriksa batas daerah (training area).

2. Tahapan klasifikasi : setiap pixel pada serangkaian data citra dibandingkan setiap kategori pada kunci intrepetasi numeric, yaitu menentukan nilai pixel yang tidak dikenal dan paling mirip dengan kategori yang sama. Perbandingan tiap pixel citra dengan kategoripada kunci interpretasi dikerjakan secara numeric dengan menggunakan berbagai strategi klasifikasi (dapat dipilih salah satu dari jarak minimum rata-rata kelas, parellelepiped, kemiringan maksimum). Setiap pixel kemudian diberi nama sehingga diperoleh matrik multi dimensi untuk menentukan jenis kategori penutupan lahan yang diinterpretasi.

3. Tahapan keluaran: hasil matriks didenileasi sehingga terbentuk peta penutupan lahan, dan dibuat tabel matriks luas berbagai jenis tutupan lahan pada citra.

4. Menghitung luas tutupan lahan : untuk menghitung luas area pada peta yang telah dibuat harus menyesuaikan View Properties terlebih dahulu. View Properties ada pada View pada toolbar, setelah sesuai dengan letak dan

(30)

pula menghitung keliling, panjang, dan lain sebagai. Yang harus diingat dalam menghitung luas ini adalah jangan lupa memodifikasi atau menyesuaikan tabel (Attributes) sebelum menghitung.

Interpretasi citra pada daerah studi yang berada di Desa Teluk tamiang adalah menggunakan Citra Landsat-8. Sebelum citra-citra tersebut dianalisa, dilakukan proses koreksi radiometrik, koreksi geometrik dan pemotongan citra sesuai dengan daerah studi yang dilakukan. Koreksi radiometrik perlu untuk dilakukan untuk menghilangkan gangguan-gangguan pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi geometric atau rektifikasi dilakukan untuk memperbaiki koordinat objek yang ada pada citra agar sesuai dengan koordinat sesungguhnya (koordinat terikat bumi). Kesalahan geometri pada citra dapat disebabkan oleh kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit, maupun kesalahan instrumen serta ketidakstabilan wahana (Adams dan Gillespie, 2006). Setelah itu dilakukan pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan citra yang hanya memuat daerah studi yang diamati. Selanjutnya digunakan penajaman citra yang dilakukan dengan mengkombinasikan band (kanal) yang ada. Hasil dari kombinasi band tersebut dikenal dengan nama citra komposit. Pembuatan citra komposit dilakukan untuk lebih memudahkan dalam membedakan vegetasi dengan obyek lainya. Komposit ataupenggunaan kombinasi band untuk aplikasi penelitian menggunakan band 432 (Natural color). Band 4 (Red); Band 3 (Green); Band 2 (Blue). Tahap selanjutnya pengolahan citra dengan menggunakan

(31)

Tahapan analisis citra satelit Landsat-8 OLI/TIRS

(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berbagai Hasil kombinasi Band Landsat 8 OLI/TIRS untuk Memetakan

Ekosistem Pesisir

A. Kombinasi Band 432 (Natural Color)

Gambar 7. Kombinasi band 432 (Natural Color)

Pada Gambar 7 kombinasi yang digunakan adalah RGB (432). Pada band 4 (Red) menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ . Kemudian, dengan panjang gelombang yang sedemikian itu dapat digunakan untuk membedakan jenis vegetasi pada daerah studi yang telah ditentukan yaitu di Desa Teluk tamiang. Pada band 3 (Green) dapat menangkap panjang gelombang 0,53 – 0,59 μ untuk pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pada band 2 (Blue) dapat menangkap panjang gelombang 0,45 – 0,51 μ.

Jadi pada kombinasi yang digunakan RGB (432) yang menampakkan warna hijau pada pada (Gambar 7) merupakan objek vegetasi yang tertangkap pada

(33)

range) warna spektrum hijau memperlihatkan terjadinya pantulan nilai spektral

yang lebih tinggi sehingga memiliki warna yang cerah yaitu warna hijau terang, sedangkan pada warna hijau yang gelap, memiliki nilai spektral yang rendah, karena pada cahaya tampak (visible range), spektrum merah dan biru energi tersebut banyak diserap untuk proses fotosintesis pada daun. Selain itu, pada objek vegetasi yang memiliki warna hijau gelap menunjukkan vegetasi tersebut memiliki vegetasi yang lebat sedangkan warna hijau yang cerah memperlihatkan vegetasi yang jarang. Pada band 2 (Blue) dapat menangkap panjang gelombang 0,45 – 0,51 μ objek yang tertangkap adalah objek air yang ditunjukkan dengan warna biru gelap. Objek pada air ketika dipancarkan energi elektromagnetik akan menyerap energi tersebut sehingga objek air yang terlihat nampak gelap. Objek air pada sinar tampak (blue) lebih menyerap energi elektromagnetik yang dipancarkan pada objek karena air menyerap spektrum biru dan merah untuk fotosintesis karena pada dasarnya pada tubuh air terdapat keberadaan krolofil. Sedangkan dengan warna biru muda, objek yang tertangkap berupa objek tanah atau pasir atau objek air yang memiliki kedalaman dangkal, dengan warna cerah pada objek tersebut disebabkan karena energi elektromagnetik yang mengenai objek lebih banyak dipantulkan atau nilai pantulan spektral rendah.

B. Kombinasi Band 543 (Color Infrared vegetation)

(34)

Gambar 8 kombinasi yang digunakan adalah kombinasi band (543). Pada band 5 (Near InfaRed) atau band inframerah menangkap panjang gelombang 0,85

– 0,88 μ, band inframerah dekat ini memiliki informasi mengenai konten

biomassa dan garis pantai. Pada band 4 (Red) menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ untuk membedakan jenis vegetasi. Pada band 3 (Green) dapat menangkap panjang gelombang 0,53 – 0,59 μ untuk pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan.

Pada kombinasi band (543) digunakan dalam pengaplikasian menentukan vegetasi dengan gelombang inframerah. Kombinasi ini juga digunakan untuk melihat massa, kerapatan dan dominasi vegetasi. Kontras antara dominasi vegetasi akan terlihat dalam infrared, sehingga efektif bagi analisis vegetasi krhutanan atau pertanian skala besar.

Pola spektral tersusun oleh respon spektral beberapa panjang gelombang terhadap suatu obyek. Setiap obyek juga memiliki karakteristik yang berbeda dalam interaksinya dengan panjang gelombang elektromagnetik. Masing-masing panjang gelombang juga memiliki karakteristik yang berbeda ketika berinteraksi dengan obyek walaupun objek tersebut sama. Dengan melakukan pengukuran energi terpantulkan atau terpancarkan suatu objek muka bumi pada berbagai panjang gelombang dapat diperoleh suatu bentuk pola spektral objek. Pada bagian lain, pola spektral terbentuk oleh perbedaan kemampuan berbagai material dalam menyerap, memantulkan dan memancarkan energi radiasi (Adams, 2006).

(35)

tamiang yang ditunjukan pada (Gambar 8) yang berwarna hijau muda merupakan tumbuhan kelapa sawit.

C. Kombinasi Band 562 (Healthy Vegetation)

Gambar 9. Kombinasi Band 562 (Healthy Vegetation)

Gambar 9 kombinasi yang digunakan adalah kombinasi band (562). Pada band 5 (Near InfaRed) atau band inframerah menangkap panjang gelombang 0,85

– 0,88 μ, band inframerah dekat ini memiliki informasi mengenai konten

biomassa dan garis pantai. Pada band 4 (Red) menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ untuk membedakan jenis vegetasi. Pada Band 6 (Short Wavelength

Infrared) menangkap panjang gelombang 1,57 – 165 μ, Band inframerah

gelombang pendek ini memiliki informasi mengenai perbedaan warnna antara tanah terbuka dengan objek-objek lain. Pada band 2 (Blue) dapat menangkap panjang gelombang 0,45 – 0,51 μ, band ini memiliki informasi tubuh air jadi sangat sesuai dengan penggunaan lahan, tanah dan vegetasi. Kombinasi band (562) ini juga digunakan untuk menganalisa dominasi vegetasi yang subur dan tidak subur.

(36)

objek vegetasi berdasarkan pantulan spektralnya untuk cahaya tampak (visible range) dengan nilai 0,4 – 0,6 μ memiliki nilai pantulan yang rendah (pada spektrum merah dan biru objek vegetasi lebih menyerap banyak energi untuk fotosintesis pada daun) dan pada Inframerah dekat (NIR) dengan nilai 0,8 – 1 μ memiliki nilai pantulan yang tinggi. Warna merah cerah yang terdeteksi merupakan vegetasi dengan kerapatan yang rendah atau dapat dikatakan kurang produktif. Sedangkan dengan warna merah tua atau warna merah gelap yang dikarenakan spektrum merah lebih menyerap banyak energi untuk fotosintesis pada daun. Warna merah tersebut juga merupakan vegetasi dengan kerapatan yang lebat atau dapat dikatakan vegetasi yang subur. Sedangkan Pada band 6 dengan panjang gelombang 1,57 – 165 μ, objek yang terdeteksi berupa objek tanah yang berwarna hijau cerah dikarenakan energi elektromagnetik yang mengenai objek memantulkan nilai spektral tinggi. Warna hijau tersebut menunjukkan lahan yang masih kosong yang berada di Desa Teluk tamiang. Pada band 2 dengan panjang gelombang 0,45 – 0,51 μ objek yang tertangkap berupa air. Objek air pada sinar tampak (blue) lebih menyerap energi elektromagnetik yang dipancarkan pada objek karena air menyerap spektrum biru dan merah untuk fotosintesis.

D. Kombinasi Band 654 (Vegetation Analysis)

(37)

Kombinasi yang digunakan pada Gambar 10 adalah kombinasi band (562). Pada Band 6 (Short Wavelength Infrared) menangkap panjang gelombang 1,57 –

165 μ, Band inframerah gelombang pendek ini memiliki informasi mengenai

perbedaan warnna antara tanah terbuka dengan objek-objek lain. Pada band 5 (Near InfaRed) atau band inframerah menangkap panjang gelombang 0,85 – 0,88

μ, band inframerah dekat ini memiliki informasi mengenai konten biomassa dan

garis pantai. Pada band 4 menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ untuk membedakan jenis vegetasi.. Kombinasi ini juga digunakan untuk analisis inventarisai SDA Hutan.

Band 6 (Short Wavelength Infrared) menangkap panjang gelombang 1,57

– 165 μ, merupakan objek tanah yang ditunjukkan pada (Gambar 10) dengan

(38)

E. Kombinasi Band 764 (Urban / False Colour)

Gambar 11. Kombinasi Band 764 (Urban / False Colour)

Kombinasi yang digunakan pada Gambar 11 adalah kombinasi band (764). Penggabungan dengan menggunakan format RGB (764) akan menghasilkan gambar false color. false color adalah gambar yang dihasilkan dari penggabungan band yang hasilnya memiliki warna berbeda dengan yang dilihat manusia, hal ini disebabkan penggunaan inframerah dalam kombinasi RGB. Pada Band 7 (Short Wavelength Infrared) menangkap panjang gelombang 2,11 – 2,29 μ. Pada Band 6

(Short Wavelength Infrared) menangkap panjang gelombang 1,57 – 165 μ, Band inframerah gelombang pendek ini memiliki informasi mengenai perbedaan warnna antara tanah terbuka dengan objek-objek lain. Pada band 4 menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ untuk membedakan jenis vegetasi.Kombinasi ini digunakan untuk memperjelas citra dari awan. Perbedaan daratan dan vegetai sangat kontras sehingga dapat dilakukan analisis guna lahan

Band 7 panjang gelombang 2,11 – 2,29 μ tidak ada obyek yang terdeteksi

(39)

menangkap panjang gelombang 1,57 – 1,65 μ, merupakan objek yang dapat ditangkap adalah vegetasi dengan warna hijau cerah dan hijau gelap, warna yang cerah menunjukkan bahwa terjadi pantulan spektral atau energi terpantulkan oleh objek pada panjang gelombang tersebut. Warna hijau cerah tersebut juga menunjukkan vegetasi yang jarang sedangkan Warna hijau gelap pada objek vegetasi yang terlihat menunjukkan bahwa vegetasi tersebut memiliki vegetasi yang lebat atau rapat. Pada band 4 dengan panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ objek yang tertangkap berupa air. Objek air pada sinar tampak (blue) lebih menyerap energi elektromagnetik yang dipancarkan pada objek karena air menyerap spektrum biru dan merah untuk fotosintesis dan karena pada tubuh air terdapat keberadaan krolofil.

F. Kombinasi Band 134 (Terumbu Karang)

Gambar 12. Kombinasi Band 134

Kombinasi yang digunakan pada Gambar 12 adalah kombinasi band RGB (134). Pada band 1 (coastal aerosol) menangkap panjang gelombang 0,43 – 0,45

μ. Digunakan untuk penelitian ekosistem pesisir. Pada band 3 (Green) dapat

(40)

band 4 (Red) menangkap panjang gelombang 0,64 – 0,67 μ digunakan untuk membedakan jenis vegetasi pada daerah studi yang telah ditentukan. Pada gambar tersebut antara objek air, dan vegetasi memiliki kenampakan objek yang berbeda. Objek pada Air tampak berwarna gelap karena air lebih banyak menyerap energi pada spektrum tersebut dibandingkan memantulkan. Kemudian untuk yang berwarna hijau gelap hingga hijau terang merupakan obyek terumbu karang

Setiap objek di permukaan bumi memiliki respon spektral yang berbeda-beda terhadap energi elektromagnetik yang mengenainya. Objek permukaan bumi secara umum jika berkaitan dengan penginderaan jauh dikelompokkan menjadi 3 objek, yaitu vegetasi, air dan tanah.

Objek vegetasi berupa terumbu karang pada band 3 (warna hijau) dengan panjang gelombang 0,53 – 0,59 μ menunjukkan terjadi pantulan spektral atau energi terpantulkan oleh objek pada panjang gelombang tersebut sehingga dapat terlihat pada (Gambar 12) memiliki warna yang cerah warna hijau muda sampai gelap daripada objek lainya yang merupakan vegetasi berupa terumbu karang. Kemudian untuk objek air memiliki warna yang lebih gelap karena nilai pantulan spektral rendah sehingga energi lebih banyak diserap oleh objek, warna yang gelap menandakan juga bahwa pada perairan tersebut memiliki perairan yang dalam dan jernih. Nilai pantulan spektral air dipengaruhi oleh kedalaman air serta keberadaan dan tingkat konsentrasi kandungan suspensi material organik dan anorganik pada air.

(41)

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Satelit Landsat-8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1 - 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS.

2. Penggunaan aplikasi penginderaan jarak jauh citra satelit Landsat-8 OLI/TIRS dengan melakukan berbagai macam kombinasi band yang digunakan dalam memetakan ekosistem pesisir (terumbu karang, lamun dan mangrove) pada praktikum ini penetuan jenis vegetasi, kerapatan dan dominansi belum bisa dianalisis.

3. Kombinasi band yang dilakukan pada citra satelit Landsat-8 OLI/TIRS yaitu: a. Kombinasi band RGB (432): natural color

b. Kombinasi band RGB (764): false color (urban)

c. Kombinasi band RGB (543): color infrared (vegetation) d. Kombinasi band RGB (652): agriculture

e. Kombinasi band RGB (765): atmospheric penetration f. Kombinasi band RGB (562): healthy vegetation g. Kombinasi band RGB (564): land or water

h. Kombinasi band RGB (753): natural with atmospheric removal i. Kombinasi band RGB (754): shortwave infrared

j. Kombinasi band RGB (654): vegetation analysis k. Kombinasi band RGB (124): terumbu karang l. Kombinasi band RGB (134): terumbu karang m. Kombinasi band RGB (234): terumbu karang

4. Pada citra satelit Landsat-8 OLI/TIRS setiap kombinasi band yang digunakan memiliki kegunaan yang berbeda, salah satunya yaitu untuk mendeskripsikan atau mendeteksi kelas tutupan lahan. Penggabungan pada tiga band dari citra satelit Landsat sebagai warna primer red, green, blue (RGB) digunakan untuk memudahkan dalam melihat serta menganalisa wilayah yang akan dikaji. 5. Setiap Band yang ada pada citra memiliki panjang gelombang dan kegunaan

(42)

6. Pola spektral tersusun oleh respon spektral beberapa panjang gelombang terhadap suatu obyek. Setiap obyek juga memiliki karakteristik yang berbeda dalam interaksinya dengan panjang gelombang elektromagnetik. Masing-masing panjang gelombang juga memiliki karakteristik yang berbeda ketika berinteraksi dengan obyek walaupun objek tersebut sama. 7. Objek permukaan bumi secara umum jika berkaitan dengan penginderaan

jauh dikelompokkan menjadi 3 objek, yaitu vegetasi, air dan tanah.

5.2 Saran

Sebaiknya setiap pengolahan data dilakukan lebih serius lagi dalam mengikuti kegiatan, agar waktu yang digunakan tidak terbuang banyak sehingga waktu yang diperlukan pun lebih minim dan dalam mengerjakan laporan kerjasama lebih ditingkatkan lagi mulai dari pengolahan data hingga pembuatan laporan agar yang mengerjakan tidak hanya pada satu pihak saja.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Lillesand, M.T. and W.R. Kiefer. 1979. Remote Sensing And Image Interpretation. 3rdEdition. John Wiley & Sons Inc. NewYork.

Lindgren.D.T, 1985., Land Use Planning and Remote Sensing, Martinus Nijhoff Publishers, Doldrecht.

Darsidi, A., 1986. Perkembangan Pemanfaatan Hutan Mangrove Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Dinas Kehutanan Prov. Sumatera Utara.

Lillesland dan Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Marine Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G.

Suharsono, 1998. Kesadaran Masyarakat Tentang Terumbu Karang (Kerusakan Karang di Indonesia). P3O-LIPI. Jakarta.

Bengen, D. G., 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan. Indonesia. PT Gramedia Pustaka. Utama. Jakarta. hal 63, 64.

Husni. 2003. Ekosistem Lamun Produsen Organik Tinggi. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Landgrebe. 2003. Signal Theory Methods In Multispectral Remote Sensing . John Willey and SonsInc.. New Jersey.

Zulkifli. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Ekosistem Padang Lamun. Program Pasca Serjana, Institut Pertanian Bogor.

Bengen, D. G., 2004. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pedoman. Teknis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.

Adams, J. B. and Gillespie, A. R., 2006. Remote Sensing of Landscapes with Spectral Images: A Physical Modeling Approach, Cambridge University Press, 362

(44)

Richards, J.A. dan Jia, X., 2006, Remote Sensing Digital Image Analysis. edisi ke-4. Springer. Berlin Heidelberg.

Coremap–Critic.2007. Coremap phose II, Reef Health indicator: Basic, Intermadiate and Advance Level Standar Operational Procedure (PRAFI). Consultan Report ADB,mCRITIC COREMAP II/53.54p.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Maduppa, H. 2008. Terumbu Karang Hewan atau Tumbuhan. http://netsains.com [ Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2017].

Indriasari. 2009. Hutan Hakikat Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor indonesia. Jakarta

Ambalika,I., 2011. Eksploitasi Terumbu Karang. Universitas Brawijaya. Malang

Gambar

Tabel 2.  Dua Band Sensor TIRS Band Spektral
Gambar  1 Cara Kerja Metode Supervised
Gambar  2. Cara Kerja Metode Unsupervised
Gambar  4. Zooxanthellae pada terumbu karang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, gejala melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak

Rawapening secara administratif terletak di Kecamatan Banyubiru, sebagian Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Bawen, dan Tuntang, Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)

dari enam indeks vegetasi dan dikombinasikan dengan metode analisis IDW untuk menganalisis tingkat potensi terjadi kebakaran pada lahan/hutan[17], analisis tingkat dan

NDVI DKI Jakarta 2014 berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki area hijau cukup luas berada di wilayah

Rawapening secara administratif terletak di Kecamatan Banyubiru, sebagian Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Bawen, dan Tuntang, Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)

Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, gejala melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak

Perubahan tingkat desertifikasi yang tinggi terdapat pada daerah lahan terbuka dan tambang kapur yang mengalami perubahan tutupan vegetasi serta singkapan

Peta kesesuaian lahan tanaman Jagung Kabupaten Lampung Selatan Musim Tanam 1 Pada Musim Tanam 1, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi kesesuaian lahan