• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kastrasi Sebuah Dilema Hak Asasi Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kastrasi Sebuah Dilema Hak Asasi Manusia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kastrasi: Sebuah Dilema Hak Asasi Manusia dalam

Hukum Pidana Indonesia

Oleh

Yoga Arfiansyah Firdaus

14010414140092

NO ABSEN: 048

HI B 2014 (Rabu, 07.00-09.00 WIB)

(2)

Semarang

2015

ABSTRAK

Semakin maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dewasa ini membuat perlu dibuatnya hukum pidana baru untuk memberikan efek jera terhadap pelaku. Salah satu cara adalah dengan diterapkannya hukuman kebiri. Hukuman kebiri dianggap mampu menekan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak. Meski demikian, praktek pengebirian masih dianggap oleh beberapa kalangan sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.

(3)

DAFTAR ISI

Abstrak...1

Daftar Isi...2

Pendahuluan...3

Latar Belakang Masalah...3

Rumusan Masalah...4

Tujuan...4

Pembahasan...5

Hukuman Kebiri dalam Sudut Pandang Agama...5

1. Islam...5

2. Kristen...8

Penerapan Hukuman Kebiri: Pro dan Kontra...9

Hukuman Kebiri di Negara Lain: Amerika Serikat...12

Penutup...13

Kesimpulan...13

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kekerasan terhadap anak tiap tahun semakin meningkat. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2010 sebanyak 171 kasus, tahun 2011 sebanyak 2.179 kasus, 3.912 kasus di tahun 2012, 4.311 kasus di tahun 2013, 2.066 kasus di tahun 2014, dan sebanyak 6.006 kasus terjadi hingga April 20151. Dari jumlah itu, sebanyak 3.160 kasus kekerasan

terhadap anak terkait dengan pengasuhan, 1.764 kasus terkait pendidikan, 1.032 kasus disebabkan oleh cyber crime dan pornografi2 . Jumlah ini meningkat

dibanding tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am, Indonesia saat ini telah memasuki gawat darurat kejahatan terhadap anak3.

Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Impres Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Anak (GN-AKSA). Maka dari itu diperlukan solusi untuk problem tersebut. Senada dengan hal itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sadik Mudjahid, mengatakan hukum dalam keadaan darurat tidaklah sama dengan hukum dalam keadaan damai sehingga perlu adanya revisi UU Perlindungan Anak agar memberikan hukuman yang lebih berat bagi pelakunya4.

Salah satu upaya untuk menekan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut adalah hukuman kebiri. Hukuman kebiri dianggap mampu menekan jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak bahkan mampu memutus rantai kejahatan tersebut karena pelaku tidak dapat mengulangi perbuatannya kembali. Meski demikian, implementasi hukuman kebiri masih dihadang oleh adanya isu HAM.

1 Media Umat, 5 November 2015, hlm. 5

2Ibid., hal.6

3Ibid., hal.8

(5)

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dengan mempertimbangkan konsekuensi pemberlakuan kebiri terhadap unsur Hak Asasi Manusia korban maupun pelaku dan dengan memperhatikan instrumen-instrumen hukum dan kaidah normatif lainnya, maka penulis menarik rumusan masalah:

Apakah pemberlakuan hukuman kebiri di Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia?

Tujuan

(6)

PEMBAHASAN

Hukuman Kebiri dari Sudut Pandang Agama

1. Islam

Hak Asasi Manusia dalam Islam memiliki batas-batas tertentu sesuai dengan syariat Islam. Berbeda dengan pemikiran kaum liberal seperti John Locke bahwa batas hak asasi manusia adalah hak asasi orang lain, Islam memandang hak seseorang memiliki batasan ketika ia bersinggungan dengan hak Tuhan. Oleh karenanya, pendefinisian HAM itu sendiri tidak bersifat analogis ataupun penafsiran dalam dimensi logika manusia semata.

Sebagaimana dalam mukadimah Dekalarasi Kairo dikatakan “Islam gave humanity an ideal code of human rights 1400 years ago. The purpose of these rights is to confer honor and dignity on humanity and to eliminate exploitation, oppression, and injustice. Human rights in Islam are deeply rooted in the conviction that God, and God alone, is the author of Law and the source of all human rights. Given this divine origin, no leader, no government, no assembly or any other authority can restrict, aberogate or violate in any manner the rights confered God.”

Agama Islam mengenal adanya asas hukuman setimpal. “..dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45)

(7)

dapat disetarakan karena secara asal pelanggaran dan hukumannya tidak sama. Hukuman bagi pelaku pedofil disamakan dengan pelaku zina, yaitu dirajam apabila sudah muhsan atau dicambuk seratus kali jika bukan muhsan (menikah). Apabila yang dilakukan pelaku adalah liwath (homoseksual) maka hukumannya adalah hukuman mati. Namun jika yang dilakukan tidak sampai pada zina atau liwath tetapi termasuk ke dalam tindak pelecehan seksul maka hukumannya ta’zir (putusan hakim)5.

Nash-nash syariah yang melarang tindakan ini antara lain:

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, bahwa ;

”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW),’Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). (taqiyuddin an nabhani, An NizhamAl Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 164; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/119)

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA, dia berkata :

”Rasulullah SAW telah menolak Utsman bin Mazh’un RA untuk melakukan tabattul (meninggalkan kenikmatan duniawi demi ibadah semata). Kalau sekiranya Rasulullah SAW mengizinkan Utsman bin Mazh’un untuk melakukan tabattul, niscaya kami sudah melakukan pengebirian.” (HR Bukhari no 5073; muslim no 3390).

Sedangkan dalam kitab Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta’alliqah bi Al Syahwat, Syekh ‘Adil Mathrudi berkata :

“Para ulama telah sepakat bahwa kebiri pada manusia itu diharamkan dan tidak boleh.” (‘Adil Mathrudi, Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta’alliqah bi Al Syahwat, hlm. 88).

(8)

Menurut KH. M. Shiddiq Al-Jawi hukuman kebiri bagi pelaku pedofil tidak diperbolehkan atas dasar tidak adanya khilafiyah atau perbedaan pendapat di kalangan fuqaha. Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah dikatakan:

“Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,’(Hadits yang melarang kebiri) adalah larangan pengharaman tanpa perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu kebiri pada manusia.’ (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/121).

Selain itu, efek samping tindakan kebiri yang dilakukan dengan metode injeksi mengakibatkan laki-laki yang dikebiri memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Hal ini dilarang dalam Islam.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata:

”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari, no 5546).

2. Kristen

(9)

kasim dapat melakukan kebiri atas kehendaknya sendiri. Menurut Matthew Henry pengebirian disini maksudnya ialah mereka yang tidak memilih menikah dapat dilakukan dalam rangka untuk melayani Tuhan6. Hal ini biasa dilakukan oleh

pastur maupun biarawati. Sedangkan untuk pengebirian para teolog Kristen seringkali merujuk pada Kitab Ulangan pasal 23 ayat 1 “Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah Tuhan”. Ayat ini memberikan larangan absolut tentang larangan kebiri. Meski demikian, Mohamad Aulia Syifa menyatakan bolehnya kebiri dalam arti sebagai hukum pidana dengan merujuk pada ayat berikut:

“Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya, patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya.” (Imamat 24:19-20)

“Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.”(Ulangan 19:21)

“Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” (Matius 5:38).7

Rujukan tersebut membuktikan bahwa dalam ajaran Kristen juga dikenal prinsip hukuman setimpal.

Penerapan Hukuman Kebiri di Indonesia: Pro dan Kontra

Kebiri adalah pemotongan testis laki-laki atau beserta alat kelaminnya. Pada wanita hal ini dilakukan pada ovarium. Saat ini, kebiri atau kastrasi dapat

6 BP & Saxman, “Study Kata: KEBIRI - BANCI - KASIM/SIDA-SIDA“,

http://www.sarapanpagi.org/kebiri-banci-kasim-sida-sida-vt565.html, Diakses pada tanggal 06 November 2014 Pukul 02.23 WIB.

7 Mohamad Aulia Syifa, “Pidana Kebiri/Neuter (Kastrasi) Sebagai Alternatif Pidana Karena Semakin Maraknya Pemerkosaan di Indonesia”,

(10)

dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimia tertentu ke dalam tubuh sehingga mampu mengendalikan hormon testosterone pada pria. Pada Oktober 2015, muncul rencana pengebirian bagi pelaku kejahatan seksual, hal ini merupakan reaksi dari semakin meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak. Meski dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah dinyatakan bahwa pelaku diancam dengan hukuman 3-15 tahun

Banyak kalangan menilai jenis pidana kebiri sama sadisnya dengan hukuman mati. Pada kenyataanya, tindakan si pelaku terhadap korban jauh lebih sadis. Bukan saja hak asasi korban telah dilanggar secara tidak manusiawi tapi juga menghilangkan harkat martabatnya secara keseluruhan. Korban kekerasan seksual, terlebih anak, akan mengalami depresi serta mengancam masa depannya. Namun disisi lain hukuman kebiri seringkali juga dianggap tidak memperhatikan sisi kemanusiaan dari pelaku.

Dalam Pasal 28 B ayat 1 UUD 1945 dinyatakan “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Apabila kastrasi dilakukan, pelaku tidak lagi mampu melanjutkan keturunan. Sedangkan pada Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik dinyatakan pada Pasal 7 “Tidak ada seorangpun dapat dikenai penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Khususnya tidak seorang pun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuannya.”

Namun pada kenyataannya Indonesia telah memiliki definisi serta penafsiran sendiri tentang HAM. Hal ini dijelaskan pada Pasal 73 UU Nomor 39

(11)

Tahun 1999 tentang HAM yang berisi penjelasan mengenai pembatasan HAM. Sehingga HAM di Indonesia bukan tanpa batas namun mengacu pada UUD 1945. Hal ini diperkuat pada butir 18 The Jakarta Message yang berbunyi:

We reaffirm that basic human rights and fundamental freedom are of universal validity. We welcome the growing trend towards democracy and commit ourselves to cooperate in the protection of human rights. We believe that economic and social progress achievement of these objective. No country however, should use its power to dictate its concept of democracy and human rights or to impose conditionalities on others. In the promotion and the protection of these freedoms, we emphasize the interrelatedness of the various categories, call for the balanced relationship between individual and community rights, uphold the competence and responsibility of national goverments in their implementation. The Nonaligned countries therefore shall coordinate their positions and actively participate in the prepatory work of the Second World Conference on Human Rights in June 1993, universality, indivisibility, impartiality, and nonselectively.”

Kemudian ditegaskan dalam The Vienna Declarationn and Programme of Action melalui Conference on Human Rights (June 1993) menyatakan bahwa: “5. All human rights are universal, indivisible and interdependent and interrelated. The international community must treat human rights globally in a fair and equal manner, on the same footing, and with the same emphasize. While the significant of national and regional particularities and various historical, cultural and religious background must be borned in mind, it is the duty of states, regardless of their political, economic and cultural systems, to promote and protect all human rights and fundamental freedoms

(12)

Alih-alih kastrasi, banyak kalangan mendorong upaya rehabilitasi. Meski disisi lain persepsi ini dianggap keliru ketika dimana pelaku kejahatan yang melakukan pelecehan seksual sudah bersifat adiktif sehingga upaya rehabilitasi dirasa tidak tepat atau bahkan sia-sia.

Deklarasi Universal HAM menyatakan “Tiada seorang jua pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat kemanusiaan ataupun jalan perlakuan atau hukum yang menghinakan.” Kalimat ini sekaligus menjadi koin dengan dua sisi mata uang berbeda bagi hukuman kebiri. Disatu sisi hak pelaku harus diperhatikan kan namun disisi lain hak korban juga harus dilindungi.

(13)

Hukuman Kebiri di Negara Lain: Amerika Serikat

Rencana hukuman kebiri di Indonesia masih belum berlaku saat ini. Namun sudah ada beberapa negara yang telah melakukan hukuman tersebut diantaranya ialah Amerika Serikat.

Hukuman kebiri di Amerika Serikat dimulai sejak tahun 1996 di negara bagian California. Hukuman ini sudah dilakukan secara kimiawi. Disusul oleh Florida di tahun 1997 yang menerapkan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak9.

Meski pengebirian secara kimiawi dirasa lebih manusiawi daipada pengebirian bedah, American Civil Liberties Union menentang pemaksaan konsumsi obat apapun terhadap manusia, termasuk obat antiandrogen untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Pengebirian dianggap melanggar Amandemen Kedelapan sehingga secara konstitusional dilarang10.

Meski demikian hingga kini beberapa negara bagian tetap melaksanakan hukuman tersebut. Negara bagian lain yang menerapkan hukuman serupa ialah Georgia, Iowa, Louisiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin. Hukuman ini, selain diberlakukan dengan pertimbangan pengadilan, namun juga secara paksa apabila pelaku kejahatan kembali mengulangi perbuatannya11.

9 Indrawan,” Ini 9 Negara yang Menerapkan Hukuman Kebiri untuk Pelaku Paedofil”, http://batamnews.co.id/berita-7495-ini-9-negara-yang-menerapkan-hukuman-kebiri-untuk-pelaku-paedofil.html, Diakses pada tanggal 6 November 2015 pukul 04.26 WIB

10 https://en.wikipedia.org/wiki/Chemical_castration , Diakses pada 6 November 2015 pukul 04.27 WIB

(14)

PENUTUP

Kesimpulan

Wacana penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak hingga kini masih menjadi sebuah kontroversi. Pihak yang pro beranggapan bahwa tindakan kekerasan seksual merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) maka hukuman yang diberikan seharusnya luar biasa pula. Pengebirian, disisi lain dianggap mampu menekan jumlah tindak kekerasan seksual terhadap anak. Anggapan ini menghantarkan pada sebuah konklusi bahwa akan semakin banyak HAM orang lain yang terlindungi apabila hukuman ini diberlakukan. Disisi lain, pihak yang tidak setuju membantah anggapan bahwa pengebirian mampu menghentikan kasus pelecehan seksual. Pengebirian dianggap menghiraukan eksistensi HAM pada pelaku. Hak asasi ini tidak dapat direnggut apalagi dengan cara yang tidak manusiawi sehingga pengebirian dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia. Dalam sistem hukum Indonesia, pidana ini dimungkinkan karena Indonesia memiliki konsep HAM partikularistik.

Saran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

BP & Saxman, “Study Kata: KEBIRI - BANCI - KASIM/SIDA-SIDA“, http://www.sarapanpagi.org/kebiri-banci-kasim-sida-sida-vt565.html, diakses pada tanggal 06 November 2014 Pukul 02.23 WIB.

Effendi, A. Masyhur., dan Evandri, Taufik Sukmana. 2007. HAM dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik. Bogor: Ghalia Indonesia

El-Muhtaj, Majda. 2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana

Emje. 2015. “Kejahatan Berulang”. Media Umat. Edisi 160. Halaman. 6

https://en.wikipedia.org/wiki/Chemical_castration , Diakses pada 6 November 2015 pukul 04.27 WIB

Indrawan,” Ini 9 Negara yang Menerapkan Hukuman Kebiri untuk Pelaku Paedofil”,

http://batamnews.co.id/berita-7495-ini-9-negara-yang-menerapkan-hukuman-kebiri-untuk-pelaku-paedofil.html, Diakses pada tanggal 6 November 2015 pukul 04.26 WIB

KH. M. Shiddiq Al-Jawi, “Pro-Kontra Hukuman Kebiri Dalam Perspektif Syariah

Islam” http://www.hizbut-tahrir.or.id/2015/10/26/pro-kontra-hukuman-kebiri-dalam-perspektif-syariah-islam/., op.cit., diakses pada tanggal 6 November 2015 pukul 02.15 WIB

(16)

kastrasi-sebagai-alternatif-pidana-karena-semakin-maraknya-pemerkosaan-di-indonesia/#ixzz3r7PSLWMW, diakses pada tanggal 6 November 2015 pukul 02.29

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tambahan hukuman kebiri bagi pelaku tindak pidana pedophilia yaitu melakukan tindakan terhadap

cara yang konvensional maka akan menjadi semakin tidak menarik. Maka dari itu diperlukan adanya sebuah media yang dapat menarik minat remaja. Sekarang ini remaja sudah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang pengaruh pemahaman konsep Bhinneka Tunggal Ika terhadap hubungan sosial siswa berbeda suku

Lamintang menyatakan tujuan pemidanaan ada 3 (tiga), yaitu untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan

alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan

Berdasarkan hasil Perhitungan Indeks Nilai Penting makrofauna tanah di kawasan perkebunan coklat dapat diketahui bahwa nilai Indeks Nilai Penting pada lokasi

Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (2014) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan

Adalah benar sebagai lembaga yang memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat, dan dianggap layak mengajukan bantuan Pendidikan