• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS DI KOTA GUNUNGSITOLI 2.1. Gambaran Umum kota Gunungsitoli - Analisis Sinunő Pada Pertunjukan Fanari Ya’ahowu Dalam Kebudayaan Nias Di Kota Gunungsitoli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DESKRIPSI ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS DI KOTA GUNUNGSITOLI 2.1. Gambaran Umum kota Gunungsitoli - Analisis Sinunő Pada Pertunjukan Fanari Ya’ahowu Dalam Kebudayaan Nias Di Kota Gunungsitoli"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

25 BAB II

DESKRIPSI ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS

DI KOTA GUNUNGSITOLI

2.1. Gambaran Umum kota Gunungsitoli

Pulau Nias yang merupakan salah satu pulau yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang disebut Pulau Nias. Luas Kabupaten Nias adalah 3.495,40 Km² atau 4,88% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara, dan merupakan daerah gugusan pulau yang jumlahnya mencapai 132 pulau. Menurut letak geografis, Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’-1º32’LU (Lintang Utara) dan 97º-98ºBT (Bujur Timur) dekat dengan garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Pulau-pulau Banyak Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam;

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan, Provinsi

Sumatera Utara;

•Sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau Mursala, Kabupaten Tapanuli Tengah;

(2)

26

Pulau Nias memiliki satu (1) Kotamadya, yaitu kota Gunungsitoli. Kota Gunungsitoli adalah salah satu kota di Provinsi ini diresmikan ole Gunungsitoli itu sendiri secara etimologis dan historis merupakan terjemahan akulturatif bahasa Melayu dengan bahasa Nias, berasal dari istilah “Hili Gatoli”yakni sebuah nama gunung dalam kota Gunungsitoli saat ini (Hili = Gunung; Gatoli= Sitoli). Cikal bakal munculnya istilah Gunungsitoli muncul pada saat diadakan kontrak dagang VOC Belanda (terjadinya interaksi orang Nias dengan Belanda untuk kepentingan dagang VOC), sedangkan alasan penggunaan bahasa Melayu dalam istilah Gunungsitoli karena pada saat itu karena bahasa Melayu telah digunakan secara umum di seluruh Nusantara dan orang Belanda telah menguasai bahasa Melayu. Pada tahun 1755 kota Gunungsitoli menjadi kota Pelabuhan yang dinamakan “Kade”dan pada tahun 1840 kota Gunungsitoli menjadi ibu kota Pemerintahan yang disebut Ina Mbanua.

Ada beberapa pendapat tentang lahirnya kota Gunungsitoli sebagai ibu kotanya pulau Nias. Momentum ini antara lain; Menurut Zebua (1996), ada beberapa peristiwa terdekat yang menjadi pra-momentum lahirnya Kota Gunungsitoli yakni:

a. Pusat kota Gunungsitoli yang sekarang, pada awalnya adalah suatu lokasi dalam teritorial yurisdiksi kerajaan Laraga (yang berpusat di desa Luahalaraga kawasan sungai Idanoi)

(3)

27

Bawolaraga Harefadan kampung Bonio yang didiami oleh Baginda Laso Borombanua Telaumbanua.

c. Ketiga leluhur pemukiman tersebut (Marga Zebua, Harefa, dan Telaumbanua) disebut Sitolu Tua. Menurut Zebua (1996), pada awalnya penduduk dan populasi kota Gunungsitoli adalah bersifat homogen yang disebut Ono Niha (Orang Nias) namun dari sisi Marga (Mado) bersifat heterogen terdiri dari 3 marga yakni Harefa, Zebua, dan Telaumbanua. d. Penduduk pemukiman Sitolu Tua sama-sama menggunakan Luahanou

segera meningkat penggunaan jasanya dan tampak agak ramai. Dengan demikian Luaha Nou menjadi Saota (Pelabuhan) dagang dan menjadi saingan pelabuhan Luaha Idanoi di Luahalaraga.

(4)

28

II. Dalam perkembangannya pemimpin pemerintahan (bupati) berganti dan sat ini Kota Gunungsitoli sebagai Daerah Otonom Baru dipimpin walikota defenitif.

Proses perkembangan kota Gunungsitoli sejak lahirnya dengan nama Luahanou masa kemerdekaan Republik Indonesia dan masa Daerah Otonomi Baru Saat ini. Perkembangan itu dapat ditinjau dari perkembangan komunitas/etnis maupun perkembangan fisik/ prasarana. Kedatangan etnis lain di Kota Gunungsitoli adalah etnis Aceh dan Minangkabau (1700), Belanda/VOC (1775-140), Cina (1850), Jerman (1865) dan Jepang (1942). Berdasarkan sejarahnya, motif kedatangan etnis asing tersebut adalah berdagang, kecuali Jerman (motif pengembangan agama Kristen) dan Jepang (motif politik dan kekuasaan).

(5)

29

(6)

30 2.1.1 Demografi

Dari hasil survei oleh Badan Pusat Statistik di Kota Gunungsitoli tahun 2010,

dimana survei tersebut dihitung berdasarkan jenis kelamin di kota Gunungsitoli

menghasilkan data sebagai berikut :

NO TAHUN 2010

1 Jumlah Pria (Jiwa) 61.839

2 Jumlah Waniata (Jiwa) 64.363

3 Total (Jiwa) 126.202

4 Pertumbuhan Penduduk (% ) ---

5 Kepadatan penduduk ( jiwa/km2) 269

2.1.2 Iklim

Pulau Nias beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu mencapai 2.927,6 mm pertahun sedangkan jumlah hari hujan setahun 200-250 hari atau 86 %. Kelembaban udara rata-rata setiap tahun antara 90 %, dengan suhu udara berkisar antara 17,0ºC – 32,60ºC.

(7)

31

Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan adanya 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar ditemui hampir di seluruh kecamatan. Keadaan iklim kepulauan Nias pada umumnya di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31°C. Kecepatan angin rata-rata dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara.

Sebagian besar wilayah Nias masih merupakan hutan, sebagian lagi merupakan lahan pertanian dan perkebunan. Iklim daerah Nias sama dengan iklim wilayah indonesia pada umumnya yaitu iklim tropis denagn curah hujan yang cukup besar yaitu antara 3000 sampai 4000 milimeter pertahun. Karena itu antara musim kemaru dan penghujan memiliki kelelmbaban (humiditas) yang cukup berimbang.

2.1.3 Pemerintahan

(8)

32

Ada beberapa pembagian wilayah Kecamatan di Kota Gunungsitoli, yaitu: Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan Gunungsitoli Barat, dan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Masing-masing wilayah kecamatan dipimpin oleh camat yang mempunyai wewenang atas wilayahnya masing-masing.

2.2 Masyarakat Nias di Kota Gunungsitoli 2.2.1 Agama

Kebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan Nusantara yang bebas dari pengaruh Hindu-Budha maupun Islam. Orang Nias mengalami banyak perubahan dalam hal kepercayaan dan agamanya. Dahulu kepercayaan orang Nias percaya pada sistem yang bersumber pada kekuatan alam dan roh leluhur. Juga dua kekuatan supernatural di kosmos, yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam dan arwah leluhur mereka. Kekuatan adikodrati (supernatural) bersumber pada gejala-gejala alam yang memiliki nama sesuai dengan tempat atau sistem kekuatannya.

(9)

33

memberhalakan roh-roh yang berdiam di dalam berbagai benda berwujud. Misalnya berbagai jenis patung, (Adu Nama, Adu Nina, Adu Nuwu, Adu Lawölö, Adu Siraha Horö, Adu Horö, dan lain-lain) yang dibuat dari bahan batu atau kayu. Mereka juga percaya pada leluatan supernatural pada pohon tertentu, misalnya: Fösi, Böwö, Endruo, dan lain-lain. Oleh karena masyarakat Nias percaya terhadap banyak dewa, maka sering disebut bahwa orang Nias kuno menganut kepercayaan politeisme.

Dalam acara pemujaan dewa-dewa tersebut, mereka menggunakan berbagai sarana. Misalnya dukun atau pemimpin agama kuno (ere) sebagai perantara dalam menyampaikan permohonan selalu memukul fondrahi (tambur) pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk syair-syair kuno (hoho) atau mantera-mantera. Selain itu, para ere juga mempersiapkan sesajen, misalnya: sirih dan makanan lainnya untuk dipersembahkan kepada para dewa agar apa yang dimohon dapat dikabulkan. Sesajen dalam bentuk makanan (babi, ayam, telur) disertai kepingan emas juga diberikan supaya upacara pemberhalaan itu sempurna dan permohonan dikabulkan. Persembahaan dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah upacara penyembahan selesai, emas sering kali menjadi porsi ere pada akhirnya.

(10)

34

kalau dalam tradisi kuno sebelum agama baru masuk di Nias, patung leluhur (Adu Zatua) selalu dibuat untuk kemudian diberhalakan.

Zaman dahulu para leluhur ono Niha (masyaraakat Nias) mempercayai bahwa seluruh jagat raya dan alam semesta ini diatur oleh dewa, dan dewa tertinggi pada saat ini menurut kepercayaan mereka adalah Dewa Si’Ai. Para leluhur Nias dahulu mempercayai bahwa pada saat-saat tertentu mereka harus memberikan sesajian-sesajian untuk menghormati dewa ini. Mereka mengadakan sebuah upacara dengan berkumpul dibawah pohon besar (pohon fosi atau pohon eho) atau dalam bahasa Niasnya upacara ini disebut sebagai sambua olahoitö. Dibawah pohon tersebut mereka melakukan upacara dengan mengelilingi pohon tersebut dan manyampaikan keinginan mereka.

Selain dewa Si’ai mereka leluhur Nias dahulu juga mempercayai adanya dewa-dewa lain di antaranya: Luo Lowalangi sebagai Dewa Pencipta Alam Semesta; Lature Sobawi Sihono atau Dewa Pemilik dan Penguasa Ternak Babi; Uwu Gere atau Dewa Pelindung dan Penguasa; Uwu Wakhei atau Dewa Penguasa Tanaman-tanaman; Gazo Tuha Zangarofa Dewa Penguasa Air, dan lainnya.

(11)

35

ritual berdoa atau sembahyang pada waktu-waktu tertentu dengan memberikan persembahan–persembahan atau sesajian dan melakukan ritual dengan cara mengelilingi pohon-pohon besar atau batu besar.

Dalam sistem religi terutama sebelum masuknya ajaran agama Islam dan Kristen, masyarakat Nias memiliki kepercayaan suku yang disebut dengan Sanomba Adu. Kata-kata ini secara etimologis sanomba berarti menyembah, dan adu adalah patung ukiran yang terbuat dari kayu atau batu yang dipercayai sebagai media roh bersemayam. Adu atau patung di tempatkan di Osali bőrőnadu, yaitu bagunan tempat ibadah untuk penyembah patung (sonomba adu).

Pada abad-19 masuklah ajaran agama kristen di Pulau Nias yang pertama kali dibawa oleh Denninger tahun 1865 tepatnya di Kota Gunungsitoli. Sebelumnya ia sudah belajar bahasa Nias dan bergaul dengan orang Nias yang ada di Padang. Orang Nias yang berjumlah kurang lebih 3000 jiwa ini merupakan pendatang. Dari mereka inilah Denninger banyak mempelajari kebiasaan-kebiasaan orang Nias, adat istiadatnya sehingga ia tertarik untuk datang ke Nias untuk menyebarkan dan mengajarkan ajaran Kristen yang ternyata berhasil dengan baik ia sebarkan.

Misi selanjutnya dilanjutkan oleh Thomas yang datang ke Nias pada tahun1873. Masa terpenting pada penyebaran agama Kristen tersebut terjadi antara tahun 1915-1930 dan tahun ini disebut sebagai tahun pertobatan (fangesa dődő sebua).

(12)

36

perwujudan nenek moyang mereka, menhir, patung-patung dewa, dan benda-benda peninggalan leluhur lainnya ke sungai. Keberhasilan misi Kristen di Nias juga banyak ditentukan oleh strategi yang cerdik dalam mengkonversi ritual-ritual adat sehingga makna ritual tersebut bergeser. Contohnya adalah diberlakukannya ritual fanano buno (menanam bunga) sebagai ganti famaoso dalo (mengangkat tengkorak kepala orang yang sudah meninggal).

Pada masa inilah mulai terjadi perubahan sikap kepercayaan orang Nias, yang mana kepercayaan yang sebelumnya ditinggalkan dengan membuang atau menghancurkan dan membakar patung-patung yang tadinya mereka jadikan sebagai dewa. Sangsi-sngsi hukum adat dengan hukum badan, poligami, penyembahan patung, penyembuhan penyakit memalui dukun sudah semakin berkurang. Hingga kini sebagian besar etnik Nias beragam kristen (S. Zebua 1984:62). Setelah penyebaran Injil oleh misionaris ke pulau Nias, umat Kristen tumbuh dan berkembang. Pada saat itu, seluruh masyarakat Nias menganut agama yang dikenal sekarang, yaitu dengan komposisi agama Kristen Protestan 60%, Katolik 30%, 9% Islam, dan 1% Hindu dan Budha (S. Zebua, 1984:63).

(13)

37

yasin, memperingati isra’ mi’raj Nabi Muhammad dan lainnya. Walaupun memiliki perbedaan kepercayaan, masyarakat Nias di Kota Gunungsitoli hidup dengan harmonis dan rukun, serta saling menghormati antar umat beragama.

2.2.2 Bahasa

Bahasa Nias, atau Li Niha dalam bahasa aslinya, adalah dipergunakan oleh penduduk di bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis dari mana asalnya. Dr. Lea Brown, seorang ahli linguistik dari Australia yang telah menulis disertasi doktoralnya tentang bahasa Nias Selatan berjudul “A grammar of Nias Selatan”, mengatakan dalam suatu wawancara: “Barangkali misteri terpenting, dan yang paling menarik bagi para ahli bahasa, adalah ciri khas gramatikal Li Niha yang hingga sekarang tidak dikenal dalam bahasa-bahasa lain di dunia.”

Bahasa Nias termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia tetapi agak berbeda dengan bahasa Nusantara lainnya, karena sifatnya yang vokal yaitu tidak mengenal konsonan di tengah maupun di akhir kata. Bahasa Nias mempunyai huruf bunyi tunggal (vokal) yang khas yaitu yang bunyinya hampir sama dengan e pepet atau eu dalam bahasa Sunda. Berdasarkan analisis, di identifikasi bahwa fonem bahasa Nias hanya berjumlah 20, yakni: b, d, f, g, h, k, l, m, mb, n, ndr, r, rn, s, t, w, bw, x, y, z.

(14)

38

selatan dan Kepulauan Batu yang mendapat mengaruh bahasa logat Nias bagian Selatan yaitu di daerah pedalaman dengan intonasi yang lebih tegas dan penekanan bunyi konsonan lebih sering. Penggunaan imbuhan berupa awalan, akhiran dan sisipan terbatas. Penggunaan morfologi lebih banyak terjadi karena ada perubahan bunyi secara sintaksis bukan semantik.

Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa dunia yang masih bertahan hingga sekarang dengan jumlah pemakai aktif sekitar setengah juta orang. Bahasa ini dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal.Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a, e, i, u, o dan ditambah dengan ö (dibaca dengan "e" seperti dalam penyebutan "enam").

Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Nias seharusnya memiliki fungsi-fungsi three in one. Bahasa Nias tidak saja merupakan bagian, indeks, dan simbol budaya Nias. Bahasa Nias juga merupakan media untuk memenuhi kebutuhan menyampaikan atau menanggapi suatu informasi, baik mengenai masa lampau, mengenai masa kini, maupun mengenai masa depan. Ini sejalan dengan pendapat Grimes (2002), yang menyatakan bahwa bahasa berkembang bersama lingkungan masyarakat dan mencerminkan budaya masyarakat tersebut. Bahasa digunakan untuk menuturkan cerita, menceritakan masa lampau, mengungkapkan rencana masa depan, mengungkapkan sastra (baik lisan maupun tertulis), dan mewariskan cara hidup. Ini menunjukkan betapa penting peranan bahasa Nias.

(15)

39

beberapa daerah di luar Pulau Nias, terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa juga masih menggunakan bahasa Nias ketika berkomunikasi dengan sesama warga asal Pulau Nias. Akan tetapi, ada beberapa fenomena yang memberi petunjuk bahwa kehidupan bahasa Nias memerlukan lebih banyak perhatian berbagai pihak.

Dalam beberapa tahun terakhir, interferensi bahasa Indonesia (dan beberapa bahasa lain) ke dalam bahasa Nias cenderung menjadi semacam invansi atau “penjajahan” bahasa. “Serangan” bahasa Indonesia (dan beberapa bahasa lain) terhadap bahasa Nias tidak saja menyangkut kosakata, melainkan juga meliputi elemen-elemen lain. Elemen-elemen lain bahasa Indonesia, misalnya, tidak lagi mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasa Nias. Salah satu hal yang menarik perhatian penulis mengenai penyusupan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Nias tersebut adalah kenyataan bahwa bahasa Indonesia menyusup, bahkan menggeser bahasa Nias, melalui orang Nias.

Untuk menulis sebuah kalimat dalam bahasa nias, harus memperhatikan beberapa aturan:

• Dalam penulisan kata yang terdapat huruf double harus menggunakan tanda pemisah (') contoh kata: Ga'a

• Semua kata dalam bahasa nias asli selalu ditutup oleh huruf vokal.

Beberapa kosa kata bahasa Nias dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Ya'ahowu = biarlah engkau diberkati, bisa juga digunakan sebagai ucapan salam

(16)

40

(17)

41 • omasido = aku suka

laluo = siang • ono = anak

ono alawe = anak perempuan • Hezo möi'ö? = Mau kemana? • Manörö-nörö = jalan-jalan

Gambar 3:

Seorang Ibu Sedang Berbicara dalam Bahasa Nias

2.2.3 Organisasi Mayarakat

(18)

42

bahkan bersatu di dalam setiap kegiatan organisasi yang ada di tengah masyarakat.

Salah satu organisasi masyarkat di Kota Gunungsitoli adalah dalam segi organisasi keagamaan, seperti organisasi Persatuan Masyakat Muslim Se-Kepulauan Nias yang sudah banyak mengadakan acara-acara seperti pada acara memperingati Maulid Nabi Muhamad SAW. Ketua MUI Kota Gunungsitoli, H. Abdul Hadi Caniago, S.H. di halaman Masjid Al-Falah Tohia mengatakan, saat ini pihaknya memperhatikan BKPRM (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia) telah banyak melakukan berbagai kegiatan positif, khususnya dalam sendi-sendi kehidupan umat Islam di wilayah Kota Gunungsitoli dan Nias. Pihaknya juga mengharapkan kepada semua umat Islam untuk terus menggunakan mesjid sebagai tempat ibadah secara kolektif, sesuai dengan tujuan dan fungsi masjid itu sendiri sehingga masjid dapat dipandang dengan baik di mata semua umat. Momentum peringatan Maulid Nabi dapat dijadikan sebagai rasa hormat dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah SWT sebagai rahmatan lil alamin. Untuk itu pihaknya mengharapkan kepada generasi muda untuk dapat terus meneladani Nabi Muhammad sAW. Terlebih saat ini meningkatnya berbagai kegiatan negatif yang dapat menjerumuskan para kader-kader pemuda Islam.

(19)

43

Idanő Gawo, Lahewa, Sirombu, Nias Selatan dan Pulau-pulau Batu dan lainnya. Ada juga organisasi masyarakat berdasarkan marga (mado), seperti Persatuan marga Telaumabnua, Zalukhu, Zega, Gulő, Ziliwu dan lainnya.

2.2.4 Mata pencaharian

Kota Gunungsitoli saat ini merupakan kota yang sangat berkembang di Pulau Nias dan Kota Gunungsitoli ini juga merupakan Kota yang menjadi tujuan orang dari perkampungan atau pelosok untuk bermigrasi, mengadu nasib, dan mencari lahan pekerjaan akibat ketertarikan akan banyaknya lahan kerja yang ada di kota Gunungsitoli. Masyarakat dari perkampungan yang ke kota Gunungsitoli ini menyebar keberbagai wilayah di kota, ada yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI, menjadi petani, nelayan karyawan swasta atau bahkan ada yang jadi tukang becak dan buruh lepas.

Mata pencaharian orang Nias, kecuali yang tinggal di daerah pantai adalah pada umumnya bercocok tanam yakni di ladang (sabae’e) dan di sawah (laza). Lahan di Pulau Nias tergolong memiliki daya guna yang besar bila sistem pendayagunaan dikembangkan. Hal ini di sebabkan oleh iklim di daerah Nias sangat menunjang untuk lahan pertanian karena memiliki curah hujan yang tingg sehingga banyak juga orang Nias yang hidup dari bertani.

(20)

44

penduduk antara lain berupa minyak nilam, kopi, kopra dan minyak kelapa. Minyak nilam dari Nias juga diekspor setelah diproses di Medan sebagai bahan kosmetik. Sedangkan kpra dan kopi dipasarkan keluar pulau Nias namun masih dalam jumlah yang kecil karena keterbatasan sarana dan prasarana angkutan (distribusi barang yang terbatas).

Selain masyarakat nias sendiri yang bermigrasi,ada juga masyarakat dari etnis lain di luar Nias seperti Minangkabau (Padang), Aceh, Melayu, Cina yang mencari nafkah di kota Gunungsitoli dengan cara berdagang. Arang Padang, Aceh, dan Melayu sebagian besar berjualan emas. Ada juga yang jualan pakaian jadi, serta ada yang berjualan bahan bagunan dan elektronik.

2.2.5 Teknologi Tradisional

Orang Nias yang berkebudayaan megalitik sudah mengenal teknologi mengenai pertukangan logam sejak zaman prasejarah. Misalnya, pandai membuat jenis-jenis pedang dan golok perang yang disebut seno gari dan telogu. Dari segi ketajaman, keampuahan, dan keindahan bentuk, senjata-senjata tajam buatan Nias tidak kalah dengan mandau yang dibuat oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Orang Nias juga memiliki keahlian dan keterampilan dalam seni membangun pemukiman, seni ukir, dan seni tari sangat khas. Keahlian orang Nias yang khas ini diwariskan secara turun temurun sehingga keasliannya masih dapat dipertakankan sampai saat kini.

(21)

45

kerajinan anyaman, topi, tikar, karung dan bagian ornamen untuk bagian-bagian rumah. Industri lainnya berupa industri perkakas logam seperti pedang, tombak, golok, dan cangkul.

2.2.6 Adat Istiadat dan Filsafat Hidup

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kemudian bagi siapa saja yang melanggar hukum tersebut akan di kenakan sanksi sesuai dengan apa yang dilakukannya, bahkan ada sanksi yang sampai kepada kematian.

(22)

46

Umumnya pesta dilangsungkan dengan menari dan menyanyikan hoho. Menari adalah mencipta ruang. Dalam tindakan menari dan menyanyikan hoho itu tatanan semesta (banua) dipentaskan ulang. Semua anggota komunitas berpartisipasi dalam tarian sesuai peran dan kedudukan dia di dalamnya. Desa dan anggotanya pada peristiwa itu sungguh-sungguh menjadi banua, karena istilah banua itu sendiri selain bermakna langit, semesta, juga desa dan orang-orangnya. Di dalam peristiwa menari dan menyanyi ini dibagikanlah (commune) dan diteguhkan kisah penciptaan dan harapan yang hendak dicapai di depan. Menari adalah awal dan akhir dunia.

Di suku ono Niha (suku Nias) kepatuhan terhadap adat-istiadat itu adalah merupakan salah satu beban tugas yang harus ditaati agar dapat menggapai apa yang disebut dengan fahasara dödö (persatuan). Sebab dengan tidak adanya fahasara dödö (persatuan) maka akan timbullah yang disebut siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Itulah sebabnya ono niha takit melawan atau melanggar setian peraturan (fondrakhö) yang berlaku dan yang sudah diatur di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat Nias mempercayai bahwa apa yang diamanahkan oleh leluhur itu adalah “Hukum” dan barang siapa yang melanggarnya akan dikenakan sanksi yang berat atau kutukan dari arwah leluhur yang mengakibatkan hidup diatas dunia ini tidak bahagia, tidak aman serta dilanda oleh kesengsaraan hidup sampai ke anak cucu. Amaedola (pepatah) Nias mengatakak afatö gahe zanaö, aköi döla hulu zanuri arö yang artinya patah kaki yang melanggar hukum dan bengkok punggung yang menyeruaknya.

(23)

47

- Selalu mempercayai segala yang diamanahkan oleh orang tua atau leluhur agar tidak terkena kutukan.

- Tetap mematuhi semua amanah leluhur baik dalam segi kehidupan sehari-hari baik dari segi persatuan, kesatuan, dan alam sekitar terlebih di dalam keluarganya.

- Seluruh warga mengetahui bahwa yang lebih berkuasa adalah yang disebut sobawi (dewa yang dapat memberikan kebahagiaan dah dapat memberikan kesengsaraan dan kesusahan juga bagi setiap orang yang tidak mematuhi aturan yang digariskan oleh leluhur.

- Tetap memelihara dan menyambungkan semua amanah itu kepada anaknya sampai kepada cucu-cunya.

-. Menyadari bahwa adat dan hukumnya itu adalah satu sumber pengaturan kehidupan agar tenteram, damai dan bahagia serta dapat mempersatukan warga dalam wadah yang baik.

Contoh seseorang yang memandang remeh, tidak menghormati, tidak menghormati orang tuanya, pamannya, mertuanya, tidak mengasihi istri dan anak-anaknya, tidak sopan santun dalam berbicara, maka dalam adat istiadat Nias ini tindakan ini disebut dengan silo mangila huku (tidak tahu adat). Akibat dari perbuatannya ini, maka dia, keluarganya dan keturunanya akan mendapatkan hukuman baik dari dewa dan roh leluhur.

(24)

48

Kemudian filsafat rumput ilalang di tengah tanaman padi sebagai pesan khusus kepada pilar Nias. Rumput ilalang sangat dibenci oleh petani karena

sangat membahayakan dan merusak tanaman padi. Menanam padi secara

musiman di ladang (area tanah keras) bukan sawah (area tanah datar yang berair)

memiliki banyak kelemahan yaitu selalu mudah ditumbuhi oleh ilalang dan jenis

tanaman rumput lainnya. Rumput ilalang tumbuh diantara padi dan sulit sekali

dideteksi karena jenis daunnya hampir sama. Lebih hebatnya lagi, ilalang bisa

menyesuaikan diri dengan tingkat kehijauan daun padi. Rumput ilalang sangat

kuat dalam memperebutkan makanan dari tanah, justru ilalang kelihatan

lebih subur dan kadang daunnya menghalangi daun padi. Rumput ilalang merusak

padi dan membuatnya menjadi tidak menghasilkan buah yang maksimal.Cerita di

atas mengungkap Filsafat Nias dalam pepatah yang jarang diungkapkan sekarang

ini, yaitu:

Ada juga filsafat hidup hulo mbua go’o, bagotalua mbua wakhe, oroma zowua faya i’ohe angi, ba oroma zowua sindruhu tola mubasi. Artinya, seperti buah ilalang di tengah buah tanaman padi, kelihatan buah kebohongan dibawa angin dan kelihatan buah kebenaran dapat dinikmati atau dipanen.

Sekalipun rumput ilalang berusaha menyembunyikan diri dari komunitas

tanaman padi, namun pada akhirnya mereka pasti tertangkap dari hasil kerja yang

mereka buahi. Akhir dari semuanya itu adalah “buah” yang langsung kelihatan

mana yang benar dan mana yang penuh dengan kefasikan. Sekalipun rumput ilalang mengubah wajahnya, berusaha seakan-akan seperti padi yang baik hati, namun suatu hari dia tertangkap dalam “hasil kerja yang dibuahkannya.”

(25)

49

Tanaman Padi. Misi yang pertama ini sudah ketahuan bahwa pemikirannya hanya bersifat short term. Sangat bersifat pendek dan sesaat. Sifat inilah yang sangat membahayakan organisasi di manapun, ada orang-orang yang berpikir pendek memakai kata “mumpung ada kesempatan.”

Akibatnya aboto mbanua karena ilalang kelihatannya persis tanaman padi, mukanya sangat polos seakan-akan buahnya kelak sama dengan buahnya padi, semua orang dilingkungannya menganggap dia saudara, sahabat, dan mitra yang baik. Hati sebagian tanaman padi menjadi condong kepadanya, karena belas kasihan namun akan diuji oleh waktu bahwa ketika tiba saatnya akan kelihatan siapa yang akan memberi hasil yang baik dan siapa yang hanya memberi buah kosong, ada penyesalan namun sudah terlambat.

Akibat lainnya jika petani sang pengelola ladang terlambat mendeteksi rumput ilalang dalam ladang itu, maka rumput ilalang sangat cepat sekali menyebar ke seluruh areal ladang. Padi pun menjadi kurus kering dan mati, hidupnya terancam akhirnya jika bertahan hidup, sekalipun tentu tidak menghasilkan buah yang maksimal, pasti hasilnya tidak sesuai dengan harapan.

Apa yang harus di lakukan? Cabut rumput ilalang sampai keakar-akarnya dan buang ke bara api untuk dibakar sampai jadi debu. Jangan ada belas kasihan padanya, karena dia dilahirkan sebagai perusak. Tidak akan mungkin dia menghasilkan buah padi sampai kapan pun. Rumput ilalang tetap menghasilkan buah ilalang. Di manapun ilalang tumbuh dia adalah trouble maker, samoto banua, dan pembuat penderitaan bagi tanaman padi.

(26)

50

ladang yang telah disiapkan untuk kehidupan dan peradaban manusia. Itulah arti dari apa yang saya sampaikan bahwa kita harus mengabdikan diri bagi kemanusiaan, mendatangkan kebaikan dan mampu mebedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Ketika kita memisahkan rumput ilalang dari tanaman padi harus benar-benar super hati-hati, supaya tanaman padi lainnya jangan ikut tercabut dan turut terbawa ke bara api yang mematikan itu. Namun segala sesuatu ada resikonya.

Saudara, kita membutuhkan profesionalisme yang tinggi meminimalis resiko apapun. Namun ada harga yang harus dibayar jika memang demikian keadaanya di lapangan. Sekalipun beresiko besar bagi tanaman padi yang akan turut tercabut posisinya karena ketika sang ilalang dicabut dengan tangan yang kokoh, yang mengakibatkan tanaman padi dilingkungannya turut tercabut. Itu adalah resiko dan harga yang harus dibayar dalam menyelamatkan ladang padi yang lebih besar yang telah disiapkan untuk menghasilkan padi demi keluhuran manusia dan demi kebaikan kita bersama. Filsafat buah ilalang, padi, dan ladang ini, sangat dipegang teguh oleh masyarakat Nias hingga hari ini. Inti dari filsafat hidup ini adalah jangan mengganggu orang lain, hiduplah untuk kebijakan dan bermanfaat bagi orang lain.

2.2.7 Kesenian

(27)

51

kedewasaan seorang pria, para pengunjung dapat menyaksikan lompat batu tersebut di Desa Bawomatolua, Hilisimaetano, atau di desa-desa sekitarnya. Lompat batu dilakukan untuk menunjukkan kedewasaan seorang pria. Walaupun hal ini sangat berbahaya tetapi menjadi sebuah olahraga yang menyenangkan serta menjadi daya tarik pariwisata di pulau Nias.

Gambar 4: Atraksi Lompat Batu Nias

Tarian perang tradisional Nias juga sangat menarik tetapi jangan takut karena tarian ini bukan untuk menunjukkan perang yang sebenarnya. Para penari mengenakan pakaian tradiional, pakaian yang terbuat dari sabut ijuk dan serat kulit kayu dan kepala mereka dihiasi dengan bulu burung. Dengan tangannya

mereka membawa tombak dan perisai.

(28)

52

Gambar 5 : tari perang

Di dalam kebudayaan Nias, tarian tradisional merupakan hal penting dan masih ada sampai sekarang, contohnya adalah sebagai berikut.

1. Maluaya (tari perang), terdapat diseluruh daerah Nias. Di bahagian utara namanya Baluse. Tarian tersebut ditarikan minimal 12 orang pria, dan bila lebih maka akan lebih baik. Pada umumnya lebih 100 orang, gerakannya sangat kuat. Maluaya ini di Pulau-pulau Batu berbeda dengan daerah Nias lainnya, di Pulau-pulau Batu para wanita juga turut menari. Para wanita menari dengan langkah kecil yang lemah gemulai. Tarian Maluaya ditarikan pada upacara pernikahan untuk masyarakat kelas atas, penguburan, dan pesta untuk menyambut pendatang baru. 2. Maena adalah sebuah tarian khas dari Nias Utara yang ditarikan oleh

wanita dan pria, biasanya ditarikan pada uapacara pernikahan.

(29)

53

4. Foere adalah tarian yang menampilkan lebih dari 12 penari wanita, diiringi dengan seorang penyanyi. Tarian ini merupakan bentuk dari penyembahan untuk berakhirnya kematian dan bencana.

5. Fanarimoyo (tarian perang) adalah sebuah tarian yang ditarikan di Nias Selatan dan Utara oleh 20 penari wanita. Kadang-kadang di dalam lingkaran ditarikan oleh penari pria. Di bagian utara tarian ini dinamakan Moyo. Tarian ini dimulai dengan gerakan seperti elang terbang dan ditampilkan untuk acara hiburan. Tarian ini menggambarkan seorang gadis yang harus menikahi pria yang tidak dicintainya. Dia berdoa supaya menjadi seekor elang yang dapat terbang.

6. Foluaufaulu adalah upacara yang manandakan kedudukan status seseorang pada zaman megalitikum. Dalam upacara ini ditarikan kedua tarian Maluaya dan Foere.

7. Famadaya Hasijimate (Siulu) adalah sebuah upacara pemakaman bagi keturunan raja di Nias Selatan. Di dalam upacara ini, tarian Maluaya ditarikan dibawah pimpinan desa Shaman, peti mati diukir dari batang kayu pohon dan ukiran kepalanya dihiasi dengan sebuah batang kayu untuk memperlihatkan dasarnya setelah itu zenajah tersebut dikuburkan. 8. Mandau Lumelume adalah sebuah tarian dengan tujuan untuk memanggil

roh. Tarian ini hanya ada di Pulau-pulau Batu.

(30)

54

bawah menarikan tarian Boli-boli. Tarian ini ditarikan didalam gedung, dengan tujuan agar tamu tidak erasa bosan. Tarian ini hanya ada di Pulau-pulau Batu.

10. Tari Tuwu adalah tarian yang menampilkan seorang penari wanita/pria diatas sebuah meja batu, dengan tujuan untuk menghormati para pemimpin.

11. Fadabu adalah sebuah upacara untuk mempertunjukkan kekebalan seseorang. Sebuah pertunjukkan yang menikam dirinya sendiri dengan benda tajam. Di dalam bahasa Indonesia namanya dabus dan banyak dijumpai di Indonesia seperti di Nanggroe Aceh Darussalam, Jakarta, Banten, kawasan-kawasan budaya Melayu, dan lain-lainnya.

12. Silat Nias adalah sebuah bentuk seni perang tradisional yang lebih menekankan kepada sisi seninya daripada sisi perangnya. Masyarakat Aceh dan Pesisir memperkenalkn tarian ini ke Nias. Ada banyak jenis nama-nama tarian ini: Starla, Aleale, Sangorofafa, Famosioshi, dan lain-lainnya.

(31)

55

peristiwa ini adalah sebuah nilai seni yang mempunyai irama musik dan keributan. Fatabo sangat populer di Pulau Sigata, Desa Wawa, dan Tanah Masa. Sekarang sangat jarang dijumpai di Nias.

14. Tari Ya’ahowu merupakan sebuah tari kreasi baru yang biasanya di pertunjukan pada acara penyambutan tamu adat, pesta-pesta adat seperti pernikahan, penyambutan tamu pemerintahan atau daerah. Tarian ini merupakan tari kreasi baru dan sudah disahkan menjadi salah satu tarian kesenian Nias. Dan tarian ini selalu di pertunjukan setiap kali ada penyambutan tamu di pulau Nias

Masyarakat Nias juga mengenal beberapa tradisi musik antara lain yaitu tradisi seni suara yang dilakukan bersama (sikola manuno), nyanyian perorangan, dan hoho (nyanyian adat). Sikola manuno merupakan suatu koor baik dalam kelompok gereja untuk memuliakan kebesaran atau pujian (sinuo fano bu’o) atau lagu perkawinan dikala seorang calon mempelai laki-laki menawara, jujuran (fanuo bawango walu), lagu kematian sebagai ratapan bela sungkawa (bawa abu dodo), lagu mars, pemberi semangat berperang (sinuno wanuwo) dan lagu anak-anak (sinuno nda ono). Salah contoh lagu dari Nias adalah Hoho Hilinawalö-Fau.

(32)

56

Di Nias Selatan, selain pada upacara kebesaran (fa’ulu), pada upacara kematian seorang bangsawan yang dihormati, gong dan gendang juga dibunyikan. Sementara pada upacara pemujaan dewa-dewa, para pemuka agama kuno (ere) selalu membunyikan fondrahi sambil mengucapkan mantra-mantra tertentu dalam bentuk syair atau pantun (hoho).

Di bawah ini adalah berbaga jenis alat-alat musik tradisional yang sering di pakai oleh masyarakat nias dalam berbagai acara kebudayaan:

(33)

57 Gambar 6: Göndra (Gendang Besar)

(34)

58 Gambar 7: Aramba (Gong)

(35)

59 Gambar 8:

Faritia

(36)

60 Gambar 9:

Lagia

(37)

61 Gambar 10:

(38)

62

Nias memiliki rumah adat yang sangat menarik. Rumah tradisional yang tertua dan terluas yang dinamakan Omo Sebua, yang merupakan rumah asli dan suku yang suka perang terdapat di dea Bawomatulou atau “Sunhill”. Rumah ini tingginya mencapai 22 m dan beberapa tiangnya lebih tebal dari 1 m. Rumah ini masih dimiliki dan ditempati oleh keluarga kerajaan.

(39)

63

Gambar

Gambar 1:Peta Wilayah Kota Gunungsitoli
Gambar 2: Peta Keseluruhan Pulau Nias
                        Gambar 3:        Seorang Ibu Sedang Berbicara dalam Bahasa Nias
Gambar 4: Atraksi Lompat Batu Nias
+7

Referensi

Dokumen terkait

harga dan inovasi produk terhadap minat beli konsumen di perusahaan Jati Unggul Klaten, 2) menguji signifikansi antara harga dan inovasi produk terhadap minat beli konsumen pada

Analisis input-output merupakan analisis untuk menentukan berapa banyak tingkat output dari setiap industri yang harus diproduksi dalam suatu perekonomian, agar

bagi para pedagang dari adanya pengembangan pariwisata di destinasi wisata. taman Diponegoro ini adalah Pengembangan dan pembukaan lapangan

Akhir-akhir ini informasi mengenai gizi seimbang siswa SMP yang sedang dalam masa pertumbuhan serta makanan sehat yang bagus untuk imunitas tubuh dapat diperoleh

The power of an active learning environment in which students test their mental models (make predic- tions and seek confirmation of those predictions) is demonstrated by the success

Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Jenis dan Dosis Pupuk Kandang terhadap Rerata Tinggi Tanaman Umur 7 HST Tanaman Sawi Pakcoy ( Brassica rapa L.). Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan

BAHWA sesungguhnya untuk mencapai Keserasian Hubungan Kerja yang Harmonis dan Efektif antara Pihak PENGUSAHA dan Pihak PEKERJA berlandaskan Undang-Undang dan Ketentuan

Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Ahmad Fuadi, M.Pd.I mata kuliah ilmu Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas Makalah ini