KOSAMBI CENGKARENG JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh BADRIAH 104011000047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KOSAMBI CENGKARENG JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh Badriah 104011000047
Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Sunarti NIP. 150022714
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Srata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 08 September 2008
BADRIAH 104011000047
HUBUNGAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN KESEHATAN MENTAL SISWA MAN 12
Layanan bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa secara terus menerus agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, sehingga siswa sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan adanya bimbingan dan konseling diharapkan dapat memberikan solusi bagi peserta didik di sekolah. Agar peserta didik menjadi lebih baik dari segi prilakunya.
Adapun tujuan dari skripsi ini adalah penulis ingin mengetahui layanan bimbingan dan konseling yang ada di sekoalah MAN 12 dan bagaimana kesehatan mental (prilaku) siswa MAN 12 dan juga untuk mengetahui adakah hubungan antara layanan bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental (prilaku) siswa MAN 12.
Metodologi yang dipakai dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif kolerasional, pendekatan kuantitatif yaitu variabel. Pertama, Layanan Bimbingan dan Konseling dan kedua, Kesehatan Mental (prilaku) Siswa. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 12 yang berjumlah 257/20% = 51.4 dibulatkan menjadi 52 siswa. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara 1). Observasi, 2). Wawancara, 3). Angket. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Setelah menyebarkan angket tentang layanan bimbingan dan konseling. Maka hasil tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus kofisien korelasi Product Moment.
Dari hasil penyebaran angket. Maka didapatkan hasil 0,18. Dengan memeriksa Tabel Nilai “r”product moment ternyata bahwa dengan df sebesar 50, pada taraf signifikansi 5% diperoleh r tabel sebesar 0,273; sedangkan pada taraf 1% diperoleh r tabel sebesar 0,354. Karena rxy atau ro < dari r tabel, baik pada taraf 5% maupun pada taraf 1% (0,2730 dan 0,354), maka hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan hipotesa nihil (Ho) diterima. Ini berarti bahwa tidak terdapat kolerasi positif yang signifikan antara variabel X dan variabel Y.
Kesimpulannya bahwa tidak terdapat hubungan antara layanan bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental siswa MAN 12.
i
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan semesta alam dan juga yang
telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta memberikan manusia akal
yang berbeda dari makhluk yang lainnya. Sehingga manusia dapat
mengembangkan pikirannya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi
Muhammad saw., beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya.
Karya tulis yang sederhana ini merupakan skripsi yang diajukan kepada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis meskipun dalam
penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak kekurangan dari apa yang
diharapakan.
Selama menulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi,
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta para pembantu dekan.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dosen Pembimbing skripsi Dra. Hj. Sunarti yang telah sabar membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis belajar di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kepala Madrasah MAN 12 Bapak Drs. M. Yunus, M.Pd yang telah
mengizinkan penulis untuk meneliti sekolah yang Bapak pimpin.
6. Dra. Siti Farida, guru- guru, beserta siswa MAN 12 kelas XI yang
membantu dan mempermudah penulis dalam mendapatkan data di MAN
12.
7. Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Saibi dan Saanih yang selalu
ii
8. Kepada kakak-kakakku Marwiyah, Atoillah, Sahrilah, Ropiah. S.Sos.i dan
adik-adikku Fadlah dan Khoirul Rozikin, serta keponakan yang selalu
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman Pendidikan agama Islam angkatan 2004 khususnya kelas B
yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.
Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan. Penulis ucapkan terima
kasih atas bantuan dan motivasinya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi orang
banyak. Amin
Jakarta, September 2008
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL...v
DAFTAR LAMPIRAN BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...4
C. Identifikasi Masalah, pembatasan dan perumusan masalah...5
BAB II: KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Layanan Bimbingan Konseling 1. Pengertian Layanan Bimbingan………...7
2. Pengertian Konseling………...8
3. Hubungan Bimbingan dengan Konseling………...10
4. Tujuan dan fungsi Bimbingan dan Konseling...12
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling...14
6. Teknik Bimbingan dan Konseling………...16
7. Jenis Pelayanan Bimbingan dan Konseling………...17
B. Kesehatan Mental 1. Pengertian Kesehatan Mental………...19
2. Kesehatan Mental Menurut Islam………...20
3. Prinsip-prinsip Kesehatan Mental………...22
4. Penyakit-penyakit Mental dan faktor-faktor penyebabnya….23 5. Tanda-tanda Mental Sehat………...27
iv
D. Pengajuan Hipotesis……….29
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ………...30
B. Variabel Penelitian………..30
C. Populasi dan Sampel………...33
D. Metode Penelitian………....35
E. Teknik Pengumpulan Data………...36
F. Teknik Analisis Data………...36
BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum tentang Sekolah MAN 12 Jakarta Barat 1. Sejarah Berdirinya MAN 12...40
2. Visi, Misi dan struktur sekolah MAN 12...41
3. Keadaan Guru, siswa dan pegawai MAN 12...41
4. Struktur sekolah MAN 12...44
B. Deskripsi Data...45
C. Analisis dan Interpretasi Data 1. Analisis Data...45
2. Interpretasi Data...69
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan...73
B. Saran...74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan
bantuan-bantuan orang lain, untuk mencapai tujuan yang hendak dicapainya.
Manusia, ketika dilahirkan di dunia sudah membutuhkan bantuan dan
bimbingan dari orang lain, terutama bimbingan dari orang tua. Orang tua
mengasuh anaknya supaya menjadi anak yang tumbuh dan berkembang
secara optimal dan normal. Ketika anak tersebut mulai menjadi anak yang
dewasa, orang tua memasukkan anaknya ke sekolah. Di sekolah anak
tersebut mendapatkan bimbingan dari para guru-guru dalam proses belajar
mengajar. Sebagaimana dalam bukunya Hery Noer Aly yang menjelaskan
bahwa tugas dari seorang guru adalah “memperhatikan fase perkembangan
berpikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan
berpikir murid”.1
Selain itu juga, tugas guru adalah “membimbing, mengajar atau melatih
peserta didik ( UU No. 2 Tahun 1989 pasal 1, Ayat 8). Dalam pengertian
tersebut jelaslah bahwa pekerjaan pembimbing di sekolah merupakan
1
salah satu tugas dari tenaga pendidik. Dengan kata lain, tugas pendidik
salah satu di antaranya adalah membimbing”.2
Pelayanan bimbingan dan konseling yang terdapat di sekolah di
Indonesia merupakan layanan yang telah dirintis sejak tahun 1960-an.
Mulai tahun 1875 pelayanan bimbingan dan konseling telah resmi
memasuki sekolah-sekolah, yaitu dengan dicantumkannya pelayanan
tersebut pada kurikulum 1975 yang berlaku di sekolah-sekolah seluruh
Indonesia, pada jenjang SD, SLTP, dan SLTA. Dan pada tahun 1984
keberadaan bimbingan dan konseling lebih dimantapkan lagi.3
Hal ini sesuai dengan beberapa pasal dalam peraturan pemerintah yang bertalian dengan UUSPN 1989 secara ekplisit menyebutkan pelayanan bimbingan di sekolah dan memberikan kedudukan sebagai tenaga pendidik kepada petugas bimbingan. Dalam Petunjuk Pelaksanan Bimbingan dan Konseling, Kurikulum Sekolah Menengah Umum, 1994, dikatakan sebagai berikut: “Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 29, 1992, bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.”4
Di dalam konteks pendidikan nasional, keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian yang terpadu dalam Sistem Pendidikan Nasional dengan diakuinya konselor secara eksplisit di dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswasta, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.”5
Dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah seorang murid
merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh guru atas tingkah laku yang
diperbuatnya. Selain itu juga, bimbingan dan konseling memberikan suatu
2 H. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2004), h. 30
3
H. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, …,h. 29-30
4
W.S. Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,
(Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. III, h. 43
5
motivasi kepada siswa, sehingga siswa yang mempunyai problem atau
masalah, dapat langsung berkonsultasi kepada guru BK. Dengan demikian,
siswa tersebut tidak berlarut-larut dalam masalah, karena hal tersebut
dapat menyebabkan siswa stress (terganggu dalam belajar), karena
memendam masalah. Dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah
maka akan terjalin suatu kedekatan, keterbukaan antara murid dan guru
yang bersangkutan.
Seorang konselor adalah guru yang mempunyai keahlian
khusus/metode khusus dalam menangani siswa yang bermasalah. Karena
hal tersebut perlu, ketika melakukan tugas bimbingan dan konseling,
karena akan dihadapkan dengan berbagai macam problematika siswa. Di
samping itu, guru BK harus mempunyai metode yang bervariasi, maka
siswa tidak merasa jenuh ketika guru memberikan suatu informasi atau
nasihat-nasihatnya. Hal tersebut, akan membuat siswa lebih memahami
apa yang disampaikannya. Sehingga dia akan menemukan solusi dari suatu
permasalahan yang dihadapinya.
Dalam melaksanakan tugas sebagai pembimbing, itu bukan hanya tugas
dari seorang guru BK saja, melainkan perlu adanya kerja sama dengan
staf-staf dan guru-guru yang ada di sekolah agar yang mengetahui
permasalahan yang dihadapi oleh siswa bukan hanya guru BK saja tapi
guru-guru beserta staf di sekolah.
Dalam masalah kesehatan mental siswa, bimbingan konseling yang
terdapat di sekolah bertujuan untuk “menghilangkan faktor-faktor yang
menimbulkan gangguan jiwa klien, sehingga dengan demikian ia akan
memperoleh ketenangan hidup rohaniyah yang sewajarnya sebagai yang
diharapkan”.6
Untuk itulah seorang konselor harus bisa menjadikan siswa lebih
bersemangat dalam belajar dan memberikan motivasi/spirit agar siswa
tidak merasa jenuh dan stres dalam menghadapi mata pelajaran dan
6
tugas yang diberikan oleh guru. Seorang konselor juga harus bisa
memastikan murid yang bermasalah, agar tidak memberikan dampak yang
buruk kepada murid yang lain, dan tidak mengganggu dalam proses
belajar.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun
skripsi yang berjudul “HUBUNGAN LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DENGAN KESEHATAN MENTAL SISWA MAN 12
DURI KOSAMBI CENGKARENG JAKARTA BARAT.”
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui kebenaran
data judul, adakah hubungannya antara layanan bimbingan dan konseling
dengan kesehatan mental siswa di MAN 12 Duri Kosambi Cengkareng
Jakarta Barat.
Dari tujuan di atas, maka penulis berharap adanya suatu manfaat dari
penelitian ini. Manfaat dari penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi
peneliti sendiri.
b. Manfaat praktis, dapat berguna bagi responden ialah agar terjadi sikap
saling tolong-menolong dalam kebaikkan dan juga sikap saling
menghargai antara guru dan murid.
C. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Adanya bimbingan dan konseling di sekolah merupakan peranan yang
sangat penting untuk peserta didik. Dengan adanya bimbingan dan
konseling di suatu institusi, baik itu di sekolah maupun di
lembaga-lembaga yang lain bisa memberikan suatu motivasi/spirit dan arahan pada
setiap orang yang diberikannya untuk keluar dari suatu permasalahan yang
Untuk itu, orang yang memberikan bimbingan dan konseling haruslah
orang-orang yang ahli dalam mengatasi masalah-masalah yang datang
pada dirinya (konselor). Sehingga konselor bisa memberikan kenyamanan
pada siswa (kilen), dan siswa juga tidak memendam masalahnya sendiri
yang bisa menyebabkan siswa stress ataupun frustasi (kasehatan
mentalnya terganggu) karena tidak bisa memecahkan suatu
permasalahannya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
penulis mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
a. Tidak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
b. Mengotori/mencoret-coret meja, dinding
c. Baju pendek dan ketat
d. Berpacaran memakai pakaian seragam (di lingkungan sekolah)
e. Siswa/i dilarang membawa Hp
f. Rambut panjang melebihi standar dan rambut di cat warna
g. Membawa dan memainkan gitar saat KBM tanpa izin
h. Membawa buku, majalah, kaset atau VCD terlarang
i. Perkelahian antar siswa satu sekolah dan antar siswa dengan
sekolah lain
2. Pembatasan Masalah
Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu
sebelum menguraikan penelitian ini lebih lanjut. Penjelasan tentang
term-term ini dimaksudkan untuk membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu:
a. Layanan bimbingan dan konseling di MAN 12 Duri kosambi
Cengkareng Jakarta Barat yaitu layanan yang bersifat preventif
(pencegahan). seperti pencegahan tawuran, pencegahan bahaya
narkoba dan bahaya pergaulan bebas dengan mendatangkan
instasi-instasi penting seperti: kepolisian dan psikolog ke sekolah.
Sedangkan layanan Kuratif (Penyembuhan), seperti memberikan
b. Kesehatan mental: peneliti membatasi kesehatan mental dari segi
prilaku siswa di sekolah, yaitu prilaku siswa terhadap peraturan tata
tertib sekolah seperti datang ke sekolah tepat waktu, tidak
membawa rokok, senjata tajam dan obat-obatan terlarang, bolos
pada pelajaran tertentu, tidak mengerjakan PR dan Tidak menjaga
kebersihan sekolah.
3. Perumusan Masalah
Berikut ini perumasan masalah yang penulis kemukakan berdasarkan
masalah, yaitu:
a. Bagaimana pelayanan bimbingan dan konseling di MAN 12 Duri
Kosambi Cengkareng Jakarta Barat
b. Bagaimana mental (prilaku) siswa MAN 12 tersebut di atas?
c. Adakah hubungan antara layanan bimbingan dan konseling dengan
kesehatan mental siswa di MAN 12?
7
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata
“layan yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu
menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni,
menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb). Layanan perihal
atau cara melayani, meladeni.”1
Sedangkan pengertian bimbingan secara harfiyyah “Bimbingan” adalah
“menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun” orang lain ke arah tujuan
yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang. Istilah
“Bimbingan” merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris GUIDANCE yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukan”.2
Sedangkan dalam buku W.S Winkel, kata Guidance berasal dari bahasa Inggris yang dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading); menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction);
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. IV, h. 646
2
mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice).3
Namun, meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau
tuntutan adalah bimbingan. Bimbingan yang terdapat dalam sebuah institut
merupakan bimbingan yang bersifat moril, yaitu di mana seorang guru dapat
memotivasi siswanya agar lebih semangat dalam belajar. Bukan bersifat
materil. Misalnya kalau ada siswa yang belum bayaran lalu ia datang kepada
guru dan guru memberikan siswa tersebut uang, tentu saja bantuan ini bukan
bentuk bantuan yang dimaksudkan dengan pengertian bimbingan.
Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow
(1960), yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti bimbingan diartikan
sebagai, “Bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan,
yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada
individu-individu setiap usia dalam membantunya mengatur kegiatan
hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat
keputusan sendiri dan memikul bebannya sendiri.”4
Dari definisi di atas dapat diberi kesimpulan bahwa bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang
pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam
suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.
2. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai
3
W. S. Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,
(Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. III, h. 27
4
“menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon,
istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau
“menyampaikan.”5
Sedangkan menurus W.S Winkel secara etimologi konseling berasal dari
bahasa Inggris, yaitu Counseling yang dikaitkan dengan kata Counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel).6
Konseling secara terminologi menurut Mortense (1964: 301) yang
dikutip H. Mohammad Surya adalah, “Konseling sebagai suatu proses
antar-pribadi, di mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya.”7
Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor
yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara
perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal
ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas
pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai
tujuannya.
Menurut Dewa Ketut Sukardi, yang mengutip dari Pepinsky and
Pepinsky (1954), Konseling adalah “proses interaksi: (a). terjadi antara dua
orang individu yang disebut konselor dan klien, (b). terjadi dalam situasi
yang bersifat pribadi (profesional), (c). diciptakan dan dibina sebagai salah
satu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku
klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya.”8
5
H. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,…, h. 99
6
W. S. Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,…, h. 34
7
H. Mohammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy, 2003), Cet I, h. 1
8
Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak
saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konseling adalah proses
bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat
memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.
3. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat
dipisahkan karena saling berkaitan, tetapi ada juga pendapat bahwa
bimbingan dan konseling merupakan kata yang berbeda. Untuk
menjelaskannya penulis menerangkannya dengan menggunakan beberapa
pendapat para ahli, yaitu:
Menurut Hallen istilah bimbingan selalu dirangkai dengan istilah
konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling itu
merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu
teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa teknik lainnya.
Sedangkan bimbingan itu kebih luas, dan konseling merupakan alat yang
paling penting dari usaha pelayanan bimbingan.9
Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata
yang menjelaskan bahwa, konseling merupakan salah satu teknik layanan
dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting, konseling
disejajarkan dengan bimbingan. Konseling merupakan teknik bimbingan
yang bersifat terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan
tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap.
Dengan demikian sesungguhnya konseling merupakan suatu upaya untuk
mengubah pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang
9
tidak bisa hanya dengan teknik-teknik bimbingan yang bersifat informatif,
tetapi perlu teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.10
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa antara bimbingan dan
konseling merupakan dua pengertian yang berbeda, karena konseling lebih
identik dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong dan menggarap
individu yang mengalami kesukaran dan gangguan psikis yang serius.
Sedangkan bimbingan oleh pandangan ini dianggap identik dengan
pendidikan.11
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa antara bimbingan dan
konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya
saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam
memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang.
Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif
menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan
tujuannya. Karena tugas dari seorang pembimbing atau konselor yaitu
memberikan arahan yang baik kepada yang terbimbing. Sesuai dengan
firman Allah yaitu:
˳Ϣϴ˶Ϙ˴Θ˸δ͊ϣ˳ρ˴ή˶λϰ˴ϟ˶·ϱ˶Ϊ˸Ϭ˴Θ˴ϟ
˴Ϛ͉ϧ˶·˴ϭ
... dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Q.S Asy Syura: 52)12
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2005, Cet. III, h. 235-236
11
I. Djumhur dan Mohammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, tt), h. 29
12
4. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling a. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti
akan ada tujuannya. Begitu juga dengan bimbingan dan konseling.
Tujuan dari bimbingan dan konseling yaitu:
Menurut Tohirin, tujuan bimbingan dan konseling yaitu:
memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien,
mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu
memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan
diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun
lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.13
Adapun tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen adalah:
a. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan
agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya
sendiri.
b. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan
agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik
sosial maupun ekonomi.
c. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan
dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan
dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik
pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan
masyarakat.14
Menurut H. Prayitno dan Erman Amti bimbingan dan konseling
memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umun bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalah-masalah yang dihadapai individu (klien). Termasuk tujuam umum
13
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 36-37
14
bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya.15
Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari bimbingan dan
konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta
didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun
kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani
mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat,
kemampuan dan minat) untuk dirinya.
b. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling menurut Syamsu Yusuf dan A.
Juntika Nurihsan adalah:
a. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b. Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta
didik.
c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada
siswa yang telah mengalami masalah.
15
e. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan
minat, bakat siswa.
f. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan
konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau
norma agama.16
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari
bimbingan dan konseling selain sebagai pemahaman untuk dirinya
sendiri (peserta didik) maupun lingkungannya, fungsi dari bimbingan
dan konseling juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik
yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang
sulit untuk dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan
rendah diri.
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Dalam memberi bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan
beberapa prinsip di antaranya yaitu:
Menurut pendapat Nana Syaodih Sukmadinata prinsip-prinsip bimbingan
dan konseling yaitu:
a. Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik
yang pandai, cukup, ataupun kurang.
b. Sebelum memberi bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha
memahami kesulitan yang dihadapi siswa.
c. Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan
masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
d. Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi.
16
e. Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru berkerja sama
dengan staf sekolah yang lain. 17
Sedangkan di dalam buku Kartini Kartono, prinsip dari bimbingan dan
konseling yaitu, bahwa setiap orang adalah berharga, satu prinsip yang
penting, peserta didik juga mempunyai potensi dan hak untuk memperoleh
sukses dalam kehidupannya. Seharusnya ia ditolong, agar potensinya itu
menjadi realita.18
Pendapat dari Kartini dan Kartono juga sama dengan pendapat M. Arifin
yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki fitrah (kemampuan dasar)
yang dapat berkembang dengan baik bilamana diberi kesempatan. Untuk itu
melalui bimbingan yang baik. Pandangan yang demikian bersumberkan
hadits yaitu:
˶Ϫ˰˶ϧΎ˰˴δ͋Π˴Ϥ˵ϳ˴ϭ ˶Ϫ˶ϧ˴ή˰͋μ˰˴Ϩ˵ϳ˴ϭ ˶Ϫ˶ϧ˴Ω͋Ϯ˰˴Ϭ˵ϳ ˵ϩ˴Ϯ˴Α˴΄˴ϓ ˶Γ˴ή˸τ˰˶ϔ˸ϟ ϰ˴Ϡ˴ϋ ˵Ϊ˴ϟ˸Ϯ˵ϳ ͉˴ϻ˶ ˳Ω˸Ϯ˵ϟ˸Ϯ˴ϣ ˸Ϧ˶ϣΎ˴ϣ
ϢϠ˰δϣ
Tidaklah setiap anak terlahir kecuali dalam keadaan fitrah sampai kedua orang tuanya yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi19
Dari pendapat di atas, penulis setuju dengan pendapat dari Kartini
Kartono, yang menjelaskan bahwa bahwa setiap orang adalah berharga,
dengan adanya prinsip seperti itu, maka peserta didik merasa bahwa dirinya
dihargai oleh orang lain. Sehingga peserta didik akan lebih bersemangat
(optimis) dalam menghadapi masalah baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Selain itu juga, peserta didik juga akan menganggap bahwa dirinya
tidak dibeda-bedakan dari peserta didik yang lain karena ia mempunyai
pendapat bahwa dirinya mempunyai kelebihan dibandingkan orang lain.
17
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,…, h. 241-242
18
Kartini Kartono (Penyunting), Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), Cet. I, h. 116
19
6. Teknik Bimbingan dan Konseling
Pada umumnya teknik-teknik yang dipergunakan dalam bimbingan
mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group
guidance) dan pendekatan secara individual (individual counseling). a. Bimbingan kelompok
Teknik yang digunakan dalam membantu murid atau sekelompok
murid memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan
kelompok. Beberapa bentuk khusus teknik bimbingan kelompok
yaitu: home room program, karyawisata, diskusi kelompok, kegiatan
kelompok, organisasi murid, sosiodrama.
b. Penyuluhan individual (Individual Counseling)
Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan
yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara counselor dengan konsele.
Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi. 20
Beberapa sistem pendekatan bimbingan dan konseling menurut Abin
Syamsuddin Makmun, yaitu:
1. Pendekatan Direktif.
2. Pendekatan Non-Direktif. 21
Secara singkat kedua pendekatan bimbingan dan konseling tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendekatan Direktif.
Pendekatan ini dikenal juga sebagai bimbingan yang bersifat
Counselor-Centered. Sifat tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang peranan utama dalam proses interaksi layanan bimbingan.
20
I. Djumhur dan Mohammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,…, h. 106 &
110
21
Pembimbinglah yang berusaha mencari dan menemukan permasalahan
yang dialami kliennya.
2. Pendekatan Non-Direktif
Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan bimbingan yang
bersifat Client-Centered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan
bimbingan.
Ciri-ciri hubungan non-direktif:
a. Hubungan non-direktif ini menempatkan klien pada kedudukan
sentral, klienlah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari
pemecahan masalah.
b. Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta
situasi yang memungkinkan klien bisa berkembang sendiri.22
7. Jenis Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Menurut I. Djumhur dan Mohammad Surya, pelayanan-pelayanan yang
diberikan oleh bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid b. Pelayanan Pemberian Penerangan
c. Pelayanan Penempatan d. Pelayanan Pengajaran e. Pelayanan penyuluhan
f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (evaluasi) g. Pelayanan Hubungan Masyarakat. 23
Secara singkat jenis pelayanan bimbingan dan konseling tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid
Sesuai dengan pengertian bahwa bimbingan adalah bantuan bagi
individu yang menghadapi masalah, maka sudah tentu berhasil tidaknya
suatu usaha bantuan dalam rangka bimbingan akan banyak bergantung
22
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling,…, h. 60-61
23
dari keterangan-keterangan atau informasi-informasi tentang individu
tersebut. Oleh karena itu mengumpulan data seperti ini merupakan langkah
pertama dalam kegiatan bimbingan secara keseluruhan.
b. Pelayanan Pemberian Penerangan
Yang dimaksud dengan pelayanan ini adalah memberikan
penerangan-penerangan yang sejelas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya mengenai
berbagai hal yang diperlukan oleh setiap murid, baik tentang pendidikan,
pekerjaan, sosial, maupun pribadi.
c. Pelayanan Penempatan
Hakekat dari pelayanan penempatan ini adalah membantu individu
memperoleh penyesuaian diri dengan jalan menempatkan dirinya pada
posisi yang sesuai. Yang menjadi tujuan pelayanan penempatan ini adalah
agar setiap individu dapat posisi yang sesuai keadaan dirinya, seperti
minat, kecakapan, bakat, cita-cita, tingkat perkembangan dan sebagainya.
d. Pelayanan Pengajaran
Yang dimaksud dengan pelayanan pengajaran adalah kegiatan
pemberian bantuan kepada murid-murid dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan dalam pengajaran. Yang menjadi tujuannya adalah agar setiap
murid memperoleh penyesuaian diri yang baik serta mengembangkan
kemampuannya secara optimal dalam kegiatan pengajaran.
e. Pelayanan penyuluhan
Penyuluhan merupakan inti kegiatan program bimbingan. Kegiatan
penyuluhan ini di samping berfungsi sebagai terapi (penyembuh), dapat
pula berfungsi sebagai cara pengumpulan data. Penyuluhan merupakan
kegiatan professional, artinya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
pendidikan dan keahlian serta pengalaman khusus dalam bidang
penyuluhan.
f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (evaluasi)
Tujuan pelayanan ini adalah untuk mengadakan penelitian dan
bimbingan dan penyuluhan. Program bimbingan yang baik senantiasa
mendasarkan diri kepada hasil-hasil penelitian dan penilaian.
g. Pelayanan Hubungan Masyarakat.
Di samping memberikan pelayanan kepada murid-murid dan personil
sekolah lainnya, kegiatan bimbingan memberikan pelayanan pula kepada
pihak-pihak luar sekolah, yaitu masyarakat. Tujuan pelayanan ini adalah
untuk bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam
memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
murid-murid, seperti kenakalan anak, pembolosan, kelesuan belajar, drop-out dan
sebagainya.
B. Kesehatan Mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental merupakan salah satu cabang termuda dari ilmu
jiwa yang tumbuh pada akhir abad ke-19 M dan sudah ada di Jerman sejak
tahun 1875 M. pada abad kedua puluh, ilmu ini berkembang dengan pesat,
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Menurut Yahya Jaya kesehatan mental adalah “terwujudnya keserasian
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya,
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.”24
Menurut Zakiah Daradjat kesehatan mental adalah “terhindarnya orang
dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)”.25
24
Yahya Jaya, Spiritual Islam dalam Menunbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhama, 1994), Cet. I, h. 75 & 77
25
Sedangkan menurut Sururin kesehatan mental adalah “kemampuan untuk
menyesuaikan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan di mana ia hidup”.26
Dari pengetian di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan mental yaitu
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan dirinya baik dengan orang lain
serta dengan lingkungannya dan orang tersebut sehat mentalnya dari
gejala-gejala kejiwaan dan penyakit jiwa.
2. Kesehatan Mental Menurut Islam
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai
“akhlak yang mulia.” Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai
“keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melaksanakan akhlak yang mulia.”27
Di dalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental
menurut Islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri
yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan
agama-Nya untuk mendapatkan al-nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.28
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzkir kesehatan
mental menurut Islam yang dikutip dari Musthafa Fahmi, menemukan dua
pola dalam mendefinisikan kesehatan mental:
a. Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seorang dari segala neurosis (al-amradh al-‘ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah).
b. Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. 29
26
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, h. 143
27
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 165
28
Yahya Jaya, Spiritual Islam dalam Menunbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental, …, h. 88
29
Di dalam Al-Quran sebagai dasar dan sumber ajaran Islam banyak
ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagian
jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ayat tentang kebahagian
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada
orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang munkar. Keimanan, ketaqwaan, amal saleh, berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan munkar adalah
merupakan faktor penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
b. Ayat tentang ketenangan jiwa
Allah-lah yang telah menurunkan ketenangan jiwa ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan yang sudah ada.(Q.S. Al-Fath: 4) 31
30
Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), Cet. II. h. 84-85
31
Ayat di atas menerangkan tentang bahwa Allah mensifati diriNya bahwa
Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat
memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang beriman.
3. Prinsip-prinsip Kesehatan Mental
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar
yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan
mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip
tersebut menurut Sururin adalah:
a. Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri b. Keterpaduan antara Integrasi diri
c. Perwujudan Diri (aktualisasi diri) d. Berkemampuan menerima orang lain, e. Berminat dalam tugas dan pekerjaan f. Pengawasan Diri
g. Rasa benar dan Tanggung jawab.32
Secara singkat prinsip-prinsip kesehatan mental tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri
Prinsip ini biasa diistilahkan dengan self image. Prinsip ini antara lain dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan
pada diri sendiri. Self Image yang juga disebut dengan citra diri merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pribadi.
b. Keterpaduan antara Integrasi diri
Yang dimaksud keterpaduan di sini adalah adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam
hidup dan kesanggupan menghadapi stress.
c. Perwujudan Diri (aktualisasi diri)
Merupakan proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang mampu mengaktualisasikan diri atau potensi
32
yang dimiliki, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang
baik dan memuaskan.
d. Berkemampuan menerima orang lain, melakukan aktivitas sosial dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. Untuk dapat penyesuaian
diri yang sukses dalam kehidupan, minimal orang harus memiliki
kemampuan dan keterampilan, mempunyai hubungan yang erat dengan
orang yang mempunyai otoritas dan mempunyai hubungan yang erat
dengan teman-teman.
e. Berminat dalam tugas dan pekerjaan
Orang yang menyukai terhadap pekerjaan walaupaun berat maka akan
cepat selasai daripada pekerjaan yang ringan tetapi tidak diminatinya.
f. Pengawasan Diri
Mengadakan pengawasan terhadap hawa nafsu atau dorongan
keinginan serta kebutuhan oleh akal pikiran merupakan hal pokok dari
kehidupan orang dewasa yang bermental sehat dan kepribadian normal,
karena dengan pengawasan tersebut orang mampu membimbing segala
tingkah lakunya.
g. Rasa benar dan Tanggung jawab
Rasa benar dan tanggung jawab penting bagi tingkah laku, karena
setiap individu ingin bebas dari rasa dosa, salah dan kecewa. Rasa benar,
tanggung jawab dan sukses adalah keinginan setiap orang yang sehat
mentalnya.
4. Penyakit-penyakit Mental dan Faktor-faktor Penyebabnya
Menurut Zakiah Daradjat, keabnormalan dapat dibagi atas dua golongan
yaitu: gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa (psychose). Namun ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang yang terkena neurose, masih
bisa mengetahui dan merasakan kesukaran, sebaliknya yang kena psychose
tidak.33
Macam-macam neurosis di antaranya adalah:
33
a. Neurasthenia b. Histeria c. Psychastenia.34
Secara singkat macam-macam neurose tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Neurasthenia
Penyakit Neurasthenia adalah penyakit payah. Orang yang diserang akan merasa antara lain: Seluruh badan letih, tidak bersemangat, lekas
merasa payah, walupun sedikit tenaga yang dikelaurkan.
Para ahli menyebutkan penyebab penyakit ini antara lain: karena
terlalu sering melakukan onani (masturbasi), terlalu lama menekan
perasaan, pertentangan batin, kecemasan, terlalu banyak mengalami
kegagalan hidup.
b. Histeria
Histeria terjadi akibat ketidak mampuan seseorang menghadapi kesukaran-kesukaran, tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan dan
pertentangan batin.
Macam-macam Histeria:
1. Lumpuh Histeria: kelumpuhan salah satu anggota fisik. Penyebab hysteria ini adalah adanya tekanan pertentangan batin yang tidak
dapat diatasi.
2. Cramp Histeria: Cramp yang terjadi pada sebagian anggota fisik. Penyebab dari hysteria ini adanya tekanan perasaan, kegelisahan,
kecemasan yang dirasakan akibat kebosanan menghadapi
pekerjaan-pekerjaannya.
3. Kejang Histeria: yaitu badan seluruhnya menjadi kaku, tidak sadar akan diri, kadang-kadang sangat keras disertai dengan
teriakan-teriakan dan keluhan-keluhan tetapi air mata tidak keluar.
Penyebabnya adalah emosi sangat tertekan, seperti tersinggung,
sedih, dan rasa penyesalan.
34
c. Psychastenia
Psychastenia adalah semacam gangguan jiwa yang bersifat paksaan, yang berarti kurangnya kemampuan jiwa untuk tetap dalam keadaan
integrasi yang normal.
Gejala-gejala penyakit ini adalah:
1. Phobia yaitu rasa takut yang tidak masuk akal. Kadang-kadang rasa
takut yang tidak masuk akal itu menyebabkan tertawaan orang
sehingga ia makin merasa cemas.
2. Obsesi yaitu gejala gangguan jiwa, di mana si sakit dikuasai oleh
pikiran yang tidak bisa dihindari.
3. Kompulsi yaitu gangguan jiwa, yang menyebabkan melakukan
sesuatu, baik masuk akal ataupun tindakan itu tidak dilakukannya,
maka si penderita akan merasa gelisah dan cemas. Kegelisahan
atau kecemasan itu baru hilang apabila tindakan itu dilakukan.
Sedangkan macam-macam Psychose antara lain: a. Schizophrenia
b. Paranoia
c. Manicdepressive.35
Secara singkat macam-macam psychose tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Schizophrenia
adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan
penyakit jiwa lainnya, penyakit ini menyebabkan kemunduran
kepribadian pada umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa
puber. Gejala-gejala Skizoprenia yang penting antara lain:
1. Dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi
disekitarnya.
2. Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan
3. Mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar dan tidak
beralasan
35
4. Sering terjadi salah tanggapan atau terhentinya pikiran atau juga
pembicaraannya tidak jelas ujung pangkalnya
5. Halusinasi pendengaran, penglihatan atau penciuman, di mana si
penderita seolah-olah mendengar, mencium atau melihat sesuatu
yang sebenarnya tidak ada.
6. Si sakit banyak putus asa dan merasa bahwa ia adalah korban
kejahatan orang banyak atau masyarakat
7. Keinginan menjauhkan diri dari masyarakat, tidak mau bertemu
orang lain.
b. Paranoia
adalah penyakit “gila kebesaran”, atau “gila menuduh orang”.
Penyakit ini tidak banyak terjadi, kadang-kadang hanya satu atau dua
orang saja yang terdapat menjadi penghuni dari salah satu rumah sakit
jiwa. Biasanya penyakit ini mulai menyerang orang sekitar umur 40
tahun. Di antara ciri-ciri khas penyakit ini adalah delusi, yaitu satu pikiran salah yang menguasai orang yang diserangnya.
c. Manicdepressive
Penyakit ini dinamak juga “gila kumat-kumatan” di mana penderita
mengalami rasa besar/gembira yang kemudian berubah menjadi
sedih/tertekan.
Menurut Zakiah Daradjat, gangguan kesehatan mental dapat
mempengaruhi:
a. Perasaan; misalnya cemas, takut, iri-dengki, sedih tak beralasan, marah oleh hal-hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan (frustasi), pesimis, putus asa dan apatis.
b. Pikiran; kemampuan berpikir kurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat. c. Kelakuan; nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang lain,
menyakiti badan orang atau dirinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya.
d. Kesehatan tubuh; penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani. 36
36
Dari penjelasan di atas penulis memberi kesimpulan bahwa semua
penyakit jiwa dan gangguan jiwa disebabkan karena perasaan tertekanan
yang tidak bisa dihindari oleh si penderita, sehingga perasaan itu
terus-menerus ia simpan yang akhirnya menyebabkan si penderita pesimis dan
hilang akal untuk mengontrol dirinya.
5. Tanda-tanda Mental Sehat
Dari Word Health Organization (WHO) “Bagian Jiwa” telah menetapkan
ciri-ciri Mental Health seseorang. Adapun ciri-ciri mental sehat tersebut
adalah:
a. Adjustment (Penyesuaian diri).
b. Integrated Personality (Kepribadian utuh/kokoh).
c. Free of the Senses of Frustration, Confict, Anxiety, and Depression (Bebas dari rasa gagal, pertentangan batin, kecemasan dan tekanan).
d. Normatif, semua sikap dan tingkah laku yang dilahirkannya tidak ada yang lolos dari jaringan Niai/Adat/Agama/Peraturan/UU.
e. Responsibility (Bertanggung Jawab).
f. Maturity (Kematangan), terdapatnya kematangan dalam melakukan suatu sikap dan tingkah laku-tingkah laku itu dijalankan penuh
pertimbangan.
g. Otonomi (Berdiri Sendiri), selalu bersifat mandiri atas segala tugas-tugas atau kewajiban yang menjadi bebannya, tanpa suka memikul
bebannya kepada orang lain dalam kondisi yang tidak terpaksa.
h. Well Decision Making (Pengambil Keputusan yang Baik).37
Sedangkan di dalam bukunya Dadang Hawari, kriteria jiwa atau mental
yang sehat adalah:
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya. c. Merasa lebih puas memberi daripada menerima
37
d. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
e. Berhubungan dengan orang secara tolong-menolong dan saling memuaskan
f. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sehingga sebagai pelajaran untuk dikemudian hari
g. Menjuruskan rasa permusuhan lepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
h. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.38
Sedangkan di dalam bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
tanda-tanda kesehatan mental adalah “adanya perasaan cinta. Cinta dianggap
sebagai tanda kesehatan mental sebab cinta menunjukkan diri positif. Cinta
mendorong individu untuk hidup berdamai, rukun, saling kasih-mengasih,
dan menjauhkan dari kebencian, dendam, permusuhan, dan pertikaian”.39
Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Tetapi penulis memilih
pendapat dari Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir karena dengan adanya rasa
cinta di antara manusia, maka akan timbul rasa saling menyayangi,
perdamaian, saling menghormati sesama manusia. Sehingga tidak ada rasa
dendam ataupun iri hati yang bisa menyebabkan seseorang tertekan
perasaannya karena di benci oleh orang lain.
C. Kerangka Berpikir
Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya yaitu
kerangka teori, layanan bimbingan konseling merupakan layanan yang
mempunyai hubungan dan pengaruh yang sangat besar bagi para siswa, baik
dari sikap maupun dan intelegensinya. Karena berhasilnya suatu pendidikan
dalam proses belajar mengajar bukan hanya ditentukan dari intelegensi yang
dimiliki oleh murid tetapi dari faktor-faktor lain yang mendukungnya, salah
satunya, yaitu dari bimbingan yang diberi oleh para guru-guru yang ada di
sekolah. Bagaimana para guru-guru membimbing murid-muridnya dengan
38
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 12
39
bimbingan dan dukungan yang bisa menjadi para murid lebih semangat,
berkreasidan kreatif dalam belajar
Layanan bimbingan konseling di samping sebagai penyemangat bagi para
murid, layanan bimbingan konseling juga bisa menjadi tempat mengadunya
para murid atau tempat konsultasi ketika murid sedang menghadapi
masalah/problem dalam belajar. Dengan demikian, maka akan timbul suatu
kedekatan dan keterbukaan murid dan juga terjalin hubungan yang baik, antar
guru dan murid.
Dengan adanya layanan bimbingan konseling menjadikan pengaruh yang
baik bagi para murid terutama pada tingkah laku murid, yaitu murid akan
lebih terarah, berani dalam mengambil keputusannya sendiri, tidak rendah diri
(pesimis) melainkan selalu optimis apa yang ia lakukan artinya kesehatan
mentalnya normal tidak dipengaruhi pada hal-hal yang negatif.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, jika layanan bimbingan
konseling yang ada di sebuah lembaga sekolahan diberikan secara terus
menerus diberikan kepada para murid, maka dapat menjadikan mereka
menjadi lebih bersemangat dan berani dalam menghadapi masalah dan juga
dalam mencapai tujuan yang hendak dicapainya.
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis.
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa
uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun
yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara layanan bimbingan
konseling dengan kesehatan mental siswa.
Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara layanan bimbingan konseling
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian/ rancangan penelitian merupakan “rancangan untuk
menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh,
waktu penelitian, sumber data dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan
deangan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah”.1
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Deskriptif
korelasional. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk
menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat
penelitian dilakukan dan mencari sebab-sebab dari suatu gejala.
Selanjutnya, dalam penelitian ini penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Jakarta tahun 2007.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian.2
1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. III, h. 52
2
Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai
acuan dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris
mengenai hubungan bimbingan dan konseling terhadap kesehatan mental,
yaitu:
1. Variabel bebas (Variabel Independen), yaitu variabel yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel lain, yaitu layanan bimbingan
dan konseling (variabel X).
2. Variabel terikat (Variabel Dependen), yaitu variabel yang yang dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu kesehatan mental siswa
(variabel Y).
Tabel. 1
Matriks Variabel penelitian
No Variabel Dimensi Indikator
1. Layanan
Membantu siswa dalam
memilih jurusan dan
ekstrakulikuler yang sesuai
dengan minat, bakat dan
cita-cita
Membantu siswa dalam
menyelesaikan masalah yang
dihadapi baik yang
berhubungan dengan sekolah,
keluarga, sosial, pribadi dan
pekerjaan
Membantu kesulitan siswa
dalam proses belajar- mengajar
Memberikan penerangan yang
sejelas-jelasnya dan
selengkap-lengkapnya kepada siswa
mengenai berbagai hal yang
5.Layanan Hubungan
Pihak sekolah bekerjasama
dengan masyarakat, yaitu
adanya pertemuan dengan
orang tua murid, kunjungan ke
rumah, seminar dan
bekerjasama dengan berbagai
lembaga penting.
Guru berusaha mengantisipasi
berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berusaha
untuk mencegahnya.
Membantu murid/sekelompok
murid dalam memecahkan
masalah-masalah dengan
melalui kegiatan kelompok.
Membantu siswa dalam
memecahkan masalah pribadi.
pilihan/tindakan yang telah
dilakukan.
Siswa dapat mematuhi
peraturan tata tertib sekolah
Siswa dapat
menjaga/mengawas dirinya
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu
ruang lingkup dan waktu kita tentukan.3
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh siswa.
Siswa kelas dua MAN 12 Duri Kosambi Cengkareng Jakarta Barat yang
berjumlah 257 siswa.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat dan
karakteristik yang sama, sehingga betul-betul mewakili populasi. Guna
menyederhanakan proses pengumpulan dan pengolahan data, maka penulis
mengambil teknik Purposive sample. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel sebanyak 20% dari jumlah populasi yang ada yaitu 257 dengan
perhitungan 20% X 257 = 51,4 dibulatkan menjadi 52 responden. Hal ini
berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto:
“Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehinnga penelitiannya merupkan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah
subyeknya besar, dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % atau
lebih.”4
Tabel. 2
Matriks Populasi dan Sampel
Kelas Jumlah Siswa Jumlah Sampel XI- IPA
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet. V, h. 118
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,…, h. 134
Tabel. 3
Kisi-kisi Instrumen Bimbingan dan Konseling
Variabel Indikator Butir Soal Jumlah
1. Layanan
b. Membantu siwa dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi baik yang
berhubungan denagn sekolah, sosial,
pribadi dan pekerjaan
c. Membantu siswa dalam proses
belajar-mengajar
d. Memberikan penerangan yang
sejalas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya
kepada siswa mengenai berbagai hal
yang diperlukan baik tentang
pendidikan, sosial dan pribadi.
e. Pihak sekolah bekerjasama dengan
masyarakat, yaitu adanya pertemuan
dengan orang tua murid, kunjungan ke
rumag, seminar, dan bekerjasama
dengan lembaga-lembaga penting
seperti mendatangkan kepolisian dan
Psikolog ke sekolah.
f. Guru berusaha mengantisipasi berbagai
masalah yang mungkin terjadi dan
berusaha untuk mencegahnya.
g. Membantu murid/sekelompok murid
dalam menyelesaikan masalah-masalah
dengan melalui kegiatan kelompok
h. Membantu siswa dalam memecahkan
masalah pribadi.
Kisi-kisi Instrumen Kesehatan Mental (prilaku) siswa 2. Kesehatan
Mental
(prilaku)
siswa
a. siswa dapat menunjukkan rasa
tanggung jawabnya atas segala
pilihan/tindakan yang telah dilakukan
b. Siswa dapat mematuhi peraturan tata
tertib sekolah
c. Siswa dapat menjaga/mengawas dirinya
dari hawa nafsu.
menggunakan metode eksplanasi yaitu, model penelitian yang memiliki
objek kajian dalam bentuk menguji hubungan antarvariabel yang dihipotesiskan. Dalam konteks ini, maka peneliti eksplanasi bertumpu
pada hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis itu sendiri
menggambarkan hubungan antar dua atau lebih variabel untuk mengetahui
apakah sesuatu variabel berasosiasi ataukah tidak dengan variabel lainnya,
atau apakah sesuatu variabel disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel
lainnya atau tidak.6
Di samping itu juga, metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif
yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya.
Untuk memperoleh data obyektif, maka digunakan dua bentuk penelitian,
yaitu:
a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan menganalisis buku
yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.
b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian untuk memperoleh data-data lapangan langsung. Dengan cara mendatangi
langsung sekolah yang akan diteliti.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data terdiri dari:
1. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dalam lapangan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang dihadapi dan sesuai dengan
kenyataan yang ada.
2. Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung dengan kepala sekolah dan guru BK.
3. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.
4. Angket adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirimkan
kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung untuk
mengetahui sakala tentang layanan bimbngan dan konseling terhadap
kesehatan mental siswa MAN 12 di kelas XI.
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganaliss data adalah:
1. Editing
Yang pertama kali dilakukan adalah melakukan edit atau memilih data,
sehingga hanya data yang tercapai saja yang tersisa. Langkah editing ini
bertujuan untuk merapihkan data agar rapi, bersih dan mengadakan