MAKALAH FISIKA ZAT PADAT APLIKASI SUPERKONDUKTOR
Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES)
DISUSUN OLEH:
1. ANNISA EMY HIDAYATUL AINY (G1B014006)
2. BAIQ ULFA PUTRI ELINDA (G1B014008)
3. RIZKA FITRIANA (G1B014038)
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATARAM
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Superkonduktor merupakan suatu material yang mempunyai karakteristik dapat mengalirkan arus listrik tanpa mengalami hambatan, dimana resistivitas menjadi nol (transisi fase orde kedua) dan dapat menolak fluks magnet eksternal yang melewatinya atau mengalami diamagnetisme sempurna (efek Meissner – Ochsenfeld) (Santosa, dkk., 2015). Temperatur terjadinya peristiwa superkonduktivitas disebut dengan temperatur transisi atau temperature critis (Tc), dimana suatu bahan berada dalam fase transisi, yaitu
dari kondisi memiliki hambatan listrik normal ke kondisi superkonduksi (Windartun, 2008).
Superkonduktor memiliki beberapa manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pada bidang transportasi, yaitu kereta api super cepat di Jepang, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Superconducting Quantum Interference Device (SQUID), dan generator listrik. Pada bidang teknologi komputer, terdapat komputer super cepat atau superkomputer. Selain itu, terdapat Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES).
Energi listrik yang disuplai ke konsumen harus mempunyai stabilitas dan keandalan yang tinggi. Jika terjadi sebuah gangguan pada sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Gangguan tersebut dapat berupa perubahan beban yang dapat mempengaruhi kestabilan dinamik sistem, sehingga menyebabkan timbul osilasi frekuensi pada generator. Respon yang kurang baik dapat menimbulkan osilasi frekuensi dalam periode yang lama dan menyebabkan pengurangan kekuatan transfer daya yang ada. Untuk meredam osilasi frekuensi yang terjadi dibutuhkan kontroler tambahan, yaitu Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) (Setiadi, dkk., 2014). Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas mengenai aplikasi superkonduktor, yaitu SMES.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah. 1. Bagaimana definisi superkonduktor?
2. Bagaimana aplikasi superkonduktor Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES)?
1.3. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah. 1. Untuk mengetahui definisi superkonduktor.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. DEFINISI SUPERKONDUKTOR
Superkonduktor merupakan suatu material yang mempunyai karakteristik dapat mengalirkan arus listrik tanpa mengalami hambatan di mana resistivitas menjadi nol (transisi fase orde kedua) dan dapat menolak fluks magnet eksternal yang melewatinya atau mengalami diamagnetisme sempurna (efek Meissner – Ochsenfeld) (Santosa, dkk., 2015). Saat resisitivitas sama dengan nol, maka tidak ada energy yang hilang pada saat arus mengalir.
Gambar 1. Resistivitas bahan superkonduktor (Santosa, dkk., 2015)
Gejala superkonduktivitas pertama kali ditemukan oleh seorang Fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes pada tahun 1911 di Leiden Belanda. Dalam penelitiannya, hambatan listrik merkuri (Hg) mendadak menuju nol ketika suhunya diturunkan sampai mendekati 4K atau –269oC. Temperatur terjadinya peristiwa superkonduktivitas disebut
dengan temperatur transisi atau temperature critis (Tc), dimana suatu bahan berada dalam
fase transisi, yaitu dari kondisi memiliki hambatan listrik normal ke kondisi superkonduksi (Windartun, 2008).
Salah satu sifat paling menarik dari bahan superkonduktor pada suhu rendah adalah resistivitasnya nol (ρ = 0) pada suhu tertentu. Suhu tersebut dikenal sebagai suhu kritis (Tc) atau suhu transisi, yaitu suhu terjadinya transisi dari keadaan normal ke
keadaan superkonduktif. Transisi tersebut reversible, artinya apabila dipanaskan akan kembali memiliki resistivitas normal pada suhu Tc. Pada superkonduktor konvensional,
misalnya Hg harga ∆Tc = Tc on-Tc nol ≅ 0.01K. Sedangkan superkonduktor suhu tinggi
(SKST) mempunyai harga ∆Tc ≅ 9K. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain sifat anisotropi karena struktur kristal yang berlapis, fluktuasi termal (struktur vortek superkonduktor suhu tinggi sangat dipengaruhi oleh suhu) serta komposisi dan struktur dari senyawa yang dibuat. Faktor ekstrinsik antara lain akibat adanya impuritas (Santosa, dkk., 2015).
Adapun teori yang mendasari terjadinya superkonduktor adalah: a. Efek Meissner
Gambar 2. Efek Meissner (Mundy dan Cross, 2006)
Gambar 3. Bahan superkonduktor yang melayangkan magnet di atasnya (Ismunandar & Sen, 2004)
Pada Gambar (2), ketika T ≤ Tc, bahan superkonduktor menolak medan magnet.
Sehingga apabila sebuah magnet tetap diletakkan di atas bahan superkonduktor, maka magnet tersebut akan melayang seperti ditunjukkan pada Gambar (3). Jadi kerentanan magnetnya (susceptibility) χ = -1, sedangkan konduktor biasa memiliki kerentanan magnet χ = -10-5. Fenomena ini dikenal dengan nama efek Meissner. Jika bahan non
superkonduktor diletakkan di atas suatu medan magnet, maka fluks magnet akan menerobos ke dalam bahan, sehingga terjadi induksi magnet di dalam bahan. Sebaliknya, jika bahan superkonduktor yang berada di bawah suhu kritisnya dikenai medan magnet, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet yang mengenainya. Hal ini terjadi karena superkonduktor menghasilkan medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan (Pikatan, 1989).
b. Teori London
Pada tahun 1935 London bersaudara melalui penelitian sifat elektrodinamik superkonduktor mendapatkan bahwa intensitas medan magnet masih dapat menembus bahan superkonduktor walaupun hanya sebatas permukaan saja, ordenya hanya beberapa ratus angstrom. Sifat rembesan ini dinyatakan oleh parameter l yang disebut kedalaman rembesan London. Medan magnet ternyata berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman sesuai dengannya.
Bo adalah medan di luar dan x adalah kedalamannya, l membesar dengan naiknya suhu, di Tc harga l tak berhingga besar, sehingga medan magnet mampu menerobos ke seluruh bagian bahan tersebut atau dengan perkataan lain sifat superkonduktor telah hilang digantikan dengan keadaan normalnya. Teori London ini juga memberikan kesimpulan bahwa dalam bahan supekonduktor arus listrik akan mengalir di bagian permukaannya saja. Hal ini berbeda dengan arus listrik dalam konduktor biasa yang mengalir secara merata di seluruh bagian konduktor. Perbandingan watak magnetik pada keadaan normal, superkonduktor tipe I dan tipe II adalah seperti pada Gambar (4).
Gambar 4. Perbandingan watak magnetic pada superkonduktor tipe I dan II (Pikatan, 1989)
Pada superkonduktor tipe II terdapat daerah peralihan, yaitu antara Hcl dan Hc , pada
saat itu struktur bahan terjadi dari daerah normal yang berupa silinder-silinder kecil, disebut fluksoid karena bisa diterobos fluks magnet, yang dikelilingi sepenuhnya oleh daerah superkonduktor (Pikatan, 1989).
c. Teori BCS
Akibatnya mereka tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor (Pikatan, 1989).
Sejak ditemukan material superkonduktor oleh H.K Onnes, penelitian tentang bahan superkonduktor terus dikembangkan untuk mendapatkan material superkonduktor dengan sifat-sifat/karakteristik yang lebih baik. Seiring perkembangan teknologi, superkonduktor semakin banyak digunakan, misalnya kereta api super cepat yang dikenal dengan sebutan Magnetic Levitation (MagLev) dan pembuatan elektromagnet. Kendala yang dihadapi pada aplikasi bahan superkonduktor adalah sifat superkonduktivitas bahan hanya akan muncul pada suhu yang amat rendah, jauh di bawah 0˚C. Hal ini mulai teratasi setelah ditemukan superkonduktor temperatur tinggi atau lebih dikenal sebagai 2 superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST). Pada umumnya SKST berupa senyawa multikomponen dan memiliki multifase, disamping sifat anisotropis yang berhubungan dengan struktur berlapis dan efek fluktuasi termal (Darminto, dkk., 1999).
2.2. APLIKASI SUPERKONDUKTOR
Superkonduktor kini banyak digunakan dalam berbagai bidang. Penggunaan superkonduktor di bidang transportasi memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor. Hal ini diterapkan pada kereta api super cepat di Jepang yang diberi nama The Yamanashi MLX01 Maglev Train. Kereta api ini melayang di atas megnet superkonduktor, sehingga gesekan antara roda dengan rel dapat dihilangkan dan akibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat, yaitu 343 mph atau sekitar 550 km/jam. Selain itu, Magnetic Resonace Imaging (MRI) juga merupakan salah satu aplikasi superkonduktor dibidang kedokteran. MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio, sehingga lebih aman jika dibandingkan dengan X-Ray. Superconducting Quantum Interference Device (SQUID) juga merupakan salah satu aplikasi superkonduktor. SQUID dapat mendeteksi medan magnet yang sangat kecil dan digunakan untuk mencari minyak dan mineral.
Penggunaan superkonduktor yang sangat luas tentu saja terdapat pada bidang listrik. Generator konvensional yang menggunakan kawat tembaga memiliki efisiensi 98.5% – 99.0%, sedangkan generator superkonduktor efisiensinya dapat mencapai 99.6%. Hal ini disebabkan karena superkonduktor dapat menghasilkan medan magnet sangat kuat, sehingga generator dapat dibuat dengan ukuran lebih kecil dari yang konvensional. Salah satu negara yang membuat generator superkonduktor adalah Jepang dengan menciptakan generator superkonduktor berdaya 70 MW. Selain itu, dalam bidang kelistrikan terdapat kabel superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga. Dengan menggunakan kabel superkonduktor, arus yang dapat ditransmisikan akan jauh meningkat. Dua ratus lima puluh pon kabel superkonduktor dapat menggantikan efisiensi sebesar 7.000% dari segi tempat dan jaringan transmisi.
pada kecepatan teraflop sekitar jutaan/detik. NASA beserta berbagai universitas mulai mengembangkan komputer petaflop. Petaflop dapat bekerja dengan kecepatan jutaan ribu/detik. Komputer akan lebih cepat dan tidak memerlukan ruang untuk pendingin. Pada perkembangan teknologi pencitraan terhadap suatu benda dapat menggunakan superkonduktor dengan mengurangi kesalahan mendekati nol. Detektor sinar superkonduktor dikembangkan dengan berbagai jenis kemampuan untuk mendeteksi sejumlah energi yang sangat lemah. Saat ini peneliti Eropa telah mengembangkan S-Cam, yaitu kamera optik dengan kemampuan sensitivitas yang bagus. Sedangkan dalam kemiliteran, superkonduktor digunakan dalam kapal selam dan kapal laut. Dengan menggunakan superkonduktor, keduanya atau alat penggerak (motor) dapat dibuat menjadi lebih kecil dan lebih efisien. Kemudian aplikasi superkonduktor yang terakhir adalah tenaga baterai, yaitu Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES).
2.3.Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES)
Penggunaan peralatan tambahan pada sistem tenaga listrik yang tidak tepat dalam menstabilkan sistem dapat menimbulkan banyak masalah. Masalah tersebut sering timbul karena kesalahan peralatan dalam mengambil sinyal referensi atau nilai parameter peralatan tersbut yang kurang optimal.perbaikan yang dilakukan dapat menimbulkan osilasi. Apabila osilasi terjadi secara terus menerus, maka generator akan lepas bahkan dapat merusak generator tersebut. Sehingga diperlukan peralatan yang dapat meredam osilasi yang terjadi. Alat tersebut adalah Superconducting Magnetic Energy Storage. Superconducting Magnetic Energy Storage merupakan salah satu peralatan kontroler tambahan yang berfungsi untuk meredam osilasi daya pada sistem tenaga lsitrik. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penalaan parameter yang tepat dan optimal pada memperbaiki power quality industry dan untuk menyediakan pelayanan yang baik untuk peralatan yang mengalami fluktuasi tegangan. Pengisian ulang SMES dapat dilakukan hanya dilakukan dalam hitungan menit dan dapat mengulangi proses charge dan discharge ribuan kali tanpa mengurangi magnet. Waktu pengisian ulang dapat dipercepat untuk memenuhi kebutuhan khusus, tergantung pada kapasistas sistem.
generator sinkron selama periode dinamis, SMES dipasang pada bus terminal generator pada model sistem tenaga listrik. Untuk mengontrol secara efektif keseimbangan daya pada generator, SMES ditempatkan pada terminal bus generator. Hubungan antara arus dan tegangan pada SMES adalah
ISM=L1 SM
∫
t0t
VSMdτ+ISM0
ISM0 adalah arus awal inductor. Daya yang disimpan atau dikirimkan oleh SMES adalah
PSM=VSMISM
Jika VSMpositif maka daya akan ditansfer dari sistem ke unit SMES. Sedangkan jika VSM negatif maka daya akan dilepaskan dari unit SMES. Energi yang disimpan pada kumparan SMES sebesar
WSM=12 LSMISM2
LSMadalah induktansi dari SMES. Tegangan pada kumparan SMES VSMdikontrol secara kontinyu tergantung pada perubahan kecepatan rotor generator, yaitu:
∆ VS M=
KC
1+sTdc∆ ω
KC adalah gain dari control loop dan Tdc adalah konstanta time delay dari peralatan kontrol. Karena keterbatasan implementasi hardware maka arus kumparan memiliki batas maksimum dan minimum. Selama beroperasi, batas atas dari arus kumparan diatur 1,38Ism0, dan batas bawah 0,31Ism0. Batas dari tegangan terminal adalah ± 0,2352 p.u.
Gambar (5) menunjukkan pemodelan SMES dalam bentuk block diagram.
Gambar 5. Block Diagram SMES (Setiadi, dkk., 2014)
Gambar 6. Skema SMES yang dihubungkan dengan grid listrik AC (Tixador, 2008)
Adapun karakteristik utama dari SMES adalah kepadatan daya tinggi tetapi kepadatan energi yang tinggi agak rendah (lebih sumber listrik dari sebuah perangkat penyimpanan energi), waktu respon yang sangat cepat, jumlah siklus charge-discharge yang sangat tinggi (tak terbatas), tidak ada bagian yang bergerak/pemeliharaan rendah, cepat mengisi ulang mungkin, dan efisiensi konversi energi tinggi (> 95%).
BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Superkonduktor merupakan suatu material yang mempunyai karakteristik dapat mengalirkan arus listrik tanpa mengalami hambatan di mana resistivitas menjadi nol (transisi fase orde kedua) dan dapat menolak fluks magnet eksternal yang melewatinya atau mengalami diamagnetisme sempurna (efek Meissner – Ochsenfeld). Superkonduktor didasari oleh 3 teori dasar, yaitu efek Meissner, teori London, dan teori BCS.
2. Superconducting Magnetic Energy Storage. Superconducting Magnetic Energy Storage (SEMS) merupakan salah satu peralatan kontroler tambahan yang berfungsi untuk meredam osilasi daya pada sistem tenaga lsitrik. Selain itu, SMES untuk menyimpan dan melepaskan daya dalam jumlah yang besar secara simultan. SMES menyimpan energi dalam medan magnet yang dibuat oleh arus DC pada kumparan superkonduktor yang didinginkan dengan cara cryogenic. Adapun karakteristik utama dari SMES adalah kepadatan daya tinggi tetapi kepadatan energi yang tinggi agak rendah, waktu respon yang sangat cepat, jumlah siklus charge-discharge yang sangat tinggi, tidak ada bagian yang bergerak, cepat mengisi ulang mungkin, dan efisiensi konversi energi tinggi (> 95%).
3.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Darminto, Nugroho, dkk. 1999. Variasi Tekanan Oksigen dalam Penumbuhan Kristal Tunggal Superkonduktor Bi2Sr2CaCu2O8+δ dan Pengaruhnya. Bandung: Proc ITB.
Ismunandar dan Sen, C. 2004. Mengenal Superkonduktor. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1100396563. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012 pukul 09.54 WIB.
Mundy, J. and Cross, S. 2006. Organic Superconductor. http://hoffweb@physics.harvard.edu/material/organic/backgroud.php. Diakses pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 06.15 WIB.
Pikatan, Sugata. 1989. Mengenal Superkonduktor. Majalah Kristal, No. 3.
Santosa, Usaman, dkk. 2015. Efek Doping Pb Rendah pada Superkonduktor Sistem BSCCO-2223. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Setiadi, dkk. 2014. Penalaan Parameter Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) Menggunakan Firefly Algorithm (FA) pada Sistem Tenaga Listrik Multimesin. Surabaya: ITS.
Tixador, Pascal. 2008. Superconducting Magnetic Energy Storage: Status and Perspective. France: Institut Néel.