Lahan Tanah Andisols untuk Tanaman Kentang
TUGAS KELOMPOK
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Lahan Pertanian Kelas A Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jember
Dosen Pengampu
Ir. Marga Mandala, MP., Ph. D.
Oleh: Kelompok 5
Andina Dwi Pramesti (141510501002) Moh. Kamil (141510501171) Wardatul Jannah (141510501259)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
I. PENDAHULUAN
Pengelolaan lahan pertanian,mengapa harus dikelola, kaarena sebagai sumber kehidupan, khususnya bagi sektor pertanian, lahan harus dijaga kualitas dan kelesatriannya. Untuk itu, perlu dilakukan suatu sistem pengelolaan lahan. Secara spesifik, pengertian pengelolaan lahan pertanian adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan mempertimbangkan kelestariaannya.
Sistem pertanian berkelanjutan, pengelolaan lahan merupakan salah satu komponen pengelolaan teknologi pertanian, karena sistem pertanaman intensif dapat mengarah pada pertukaran antara manfaat ekonomi dalam jangka pendek dan kerusakan lingkungan seperti menurunnya kesuburan tanah dalam jangka panjang. Kegiatan pengelolaan lahan bertujuan untuk (1) mengatur pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian secara optimal; (2) mendapatkan hasil maksimal; dan (3) mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan.
Pertanian berkelnajutan merupakan goal atau suksesnya usaha pertanian. Pengelolaan menjadi snagat penting karena setia jenis tanah memiliki karakter tersendiri da treatment tersendiri dalam penggunaannya untuk tanaman. oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan untuk capaian optimum dalam menghasilkan prduk budidaya yang optimum. Slaah satu jenis tanha yang cukup subur adalah Andisol.
bahan-bahan atau partikel lepas sehingga mempunyai permeabilitas dan aerasi cukup tinggi, ketahanan penetrasinya cukup rendah maka seharusnya pengolahan tanah untuk budidaya pertanian tidak diperlukan lagi.
II. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TANAH 2.1 Gambaran umum lanskap
Andisols berasal dari bahasa Jepang, “an” yang berarti hitam dan “do” yang berarti tanah, sehingga Andisols dapat diartikan sebagai tanah yang berwarna hitam. Pada umumnya, masyarakat mengetahui bahwa jenis tanah Andisols merupakan jenis tanah yang memiliki warna hitam, ringan, gembur, serta terasa licin apabila dipirit dan pada umumnya berada pada daerah gunung berapi. Menurut sistem Klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo, Andisols merupakan tanah berwarna hitam atau coklat tua, memiliki struktur remah, kadar bahan organik tinggi, dan licin jika dipirid. Tanah bagian bawah berwarna coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang, dan akumulasi liat sering ditemukan di lapisan bawah. Andisols dijumpai pada daerah beriklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.500-7.000 mm/tahun. Tanah Andisols umumnya dijumpai pada daerah dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 750 sampai 3.000 m dpl. Namun, hasil penelitian terakhir terhadap geografi tanah-tanah Andisols di Indonesia menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut tidak hanya dijumpai di dataran tinggi, namun dijumpai juga di dataran rendah.
Salah satu daerah penyebaran tanah Andisols di Pulau Lombok adalah di seputar Gunung Rinjani yang meliputi Kabupaten Lombok Barat sampai Lombok Timur. Di Kabupaten Lombok Barat tanah Andisols terdapat di daerah Gondang-Selengan. Di daerah ini tanah Andisols menyebar pada daerah dengan bentuk wilayah berombak (lereng 5 sampai 8%), daerah bergelombang (lereng 8 sampai 15%) dan berbukit (lereng 15 sampai 30%) (Tim Pusat Penelitian Tanah 1989). Sementara itu di Kabupaten Lombok Timur tanah Andisols menyebar di sekitar Sembalun yang menyebar pada daerah berombak sampai bergunung (Tim Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian 2013).
Sedangkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2014) mendefinisikan tanah Andisols sebagai tanah yang mempunyai horison A molik, atau A umbrik dan mungkin terdapat di atas horison B kambik; atau horison A okhrik dan horison B kambik; tidak mempunyai horison diagnostik lain (kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru); pada kedalaman 0 - 35 cm atau lebih mempunyai satu atau kedua-duanya dari: (a) bulk density (pada kandungan air 1/3 bar) dari fraksi tanah halus (kurang dari 2 mm) kurang dari 0,85 g cm-3 dan kompleks pertukaran didominasi oleh bahan amorf, (b) 60% atau lebih adalah abu vulkanik vitrik, abu atau bahan piroklastik vitrik yang lain dalam fraksi debu, pasir dan kerikil. Definisi Andisols tersebut di atas mengadopsi definisi Andisols dari FAO/UNESCO. Dalam sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2014), tanah yang dikenal dengan Andisols tersebut di atas setara dengan Ordo Andisols, yaitu tanah yang mempunyai sifat andik. Belakangan ini Andisols yang sebelumnya dinyatakan hanya dijumpai di dataran tinggi, ternyata dapat dijumpai juga di dataran rendah. Para peneliti Indonesia menemukan bahwa Andisols tidak hanya terdapat pada iklim tropika basah, tetapi terdapat juga di daerah tropika beriklim kering seperti di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
jenis dan karakteristik tanah yang terbentuk Erupsi gunung berapi, mengeluarkan bahan vulkanik (lahar, lava, pasir, debu dan abu) yang kemudian terakumulasi di bagian puncak, lereng, bagian kaki dan daerah sekitarnya. Pada tahap awal bahan-bahan yang relatif baru tersebut membentuk tanah yang disebut sebagai Regosol (Entisols). Dengan bertambahnya waktu, bahan abu vulkanik kemudian berkembang menjadi tanah-tanah yang terdeteksi mengandung mineral non kristalin (short-range-order), berwarna gelap, mengandung karbon organik tinggi, gembur, berat isi rendah, terasa licin (smeary) bila dipirid, memiliki permukaan mineral liat yang luas, dan mengandung banyak gelas vulkanik. Tanah-tanah yang berkembang dari hasil erupsi gunung berapi ini, memperlihatkan ciri khas dan unik yang tidak dimiliki oleh tanah-tanah lain yang berkembang dari bahan bukan vulkanik yang disebut dengan tanah Andisols (andisol). Tanah abu vulkanik atau tanah Andisols adalah salah satu tanah yang subur dan paling produktif dibandingkan dengan tanah-tanah lain.
Tabel 1. Beberapa jenis tanah utama di Indonesia yang berkembang dari bahan vulkanik.
kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa tanah Andisols. Secara keseluruhan proses pembentukan tanah Andisols dikenal dengan nama Andisolsisasi.
2.2 Bahan induk
Bahan induk atau Litologi adalah bahan anorganik atau organik yang merupakan bahan penyusun tanah. Bahan induk yang membentuk tanah Andisols adalah bahan vulkanik hasil erupsi gunung berapi yang disebut tephra. Karena tephra merupakan bahan dari magma yang mengalami pendinginan yang cepat, sehingga mineral utama yang dominan adalah gelas vulkanik. Tephra sebagai bahan induk tanah Andisols, berdasarkan tingkat kemasamannya yang dicirikan oleh kandungan SiO2 dibagi menjadi lima jenis, yaitu.
1. Riolit (70 - 100% SiO2) 2. Dasit (62 - 70% SiO2) 3. Andesit (58 - 62% SiO2)
4. Andesit basaltik (53,5 - 58% SiO2) 5. Basalt (45 sampai 53,5% SiO2).
Bahan induk yang membentuk tanah Andisols di Indonesia adalah bahan vulkanik yang bersifat riolitik, dasitik, andesit, andesit basaltik dan basaltik. 2.3 Suhu Udara dan Iklim
dataran tinggi adalah panjang hari dan intensitas cahaya. Panjang hari dan intensitas cahaya di dataran tinggi cukup sesuai untuk tanaman sayuran.
2.4 Topografi
Berdasarkan karakteristik biofisik terutama lereng, setidaknya terdapat 2,050 juta ha (38%) tanah Andisols yang potensial untuk pertanian, yaitu pada lahan dengan bentuk wilayah datar sampai berbukit. Lahan potensial tersebut secara teknis-agronomis mampu mendukung pertumbuhan tanaman semusim maupun tanaman tahunan secara optimal. Jika lahan tersebut dikelola dengan baik maka tidak akan mengganggu kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Berdasarkan bentuk wilayahnya, tanah Andisols yang dapat digunakan untuk pertanian tanaman semusim (tanaman pangan dan sayuran) adalah tanah Andisols yang berada pada lahan dengan bentuk wilayah datar sampai berombak dan bergelombang, dengan lereng kurang dari 15% seluas 1.166.452 ha atau 21,62%. Sedangkan untuk lahan yang mempunyai lereng lebih dari 15 sampai 45%, budidaya pertanian yang sesuai adalah tanaman perkebunan seperti teh, kopi, kina, dan kayu manis.
2.5 Pembentukan Tanah
III. Pemanfaatan pada Bidang Pertanian Budidaya Tanaman Kentang
Kentang merupakan jenis tanaman pangan golongan umbi-umbian dari famili Solanaceae berbentuk perdu atau semak dengan penamaan ilmiah Solanum tubersum.L yang berasal dari Amerika Serikat. Memiliki klasifikasi morfologi dengan batang yang berongga dan berkayu,berdaun majemuk dengan warna hijau keputih-putihan,memiliki perakaran tunggang dan serabut dengan sistem bunga hermafrodit (bunga berkelamin dua). Kentang merupakan sayuran yang memiliki tingkat permintaan yang tinggi sehingga prospek yang cukup bagus untuk budidaya kentang di Indonesia, karena tekstur tanahnya juga cocok untuk ditanam kentang. Berikut merupakan cara budidaya tanaman kentang yang baik.
Syarat pertumbuhan tanaman kentang yaitu iklim memiliki curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun dengan lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl. Media tanam yaitu tanah gembur, banyak mengandung bahan organik dengan pH 5,8-7,0 Pembibitan dilakukan dengan cara yaitu umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Memilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam. Apabila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan pupuk organik cair selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air) (Suryana, 2013).
kebutuhan restoran siap saji seperti KFC). Sangat disayangkan, karena Indonesia memiliki jenis tanah yang cocok untuk tanaman kentang (Setiadi, 2009).
IV. Potensi, Sifat dan Permasalahan Tanah 4.1 Karakteristik Berdasarkan Morfologi
Tanah Andisols dapat terlihat dan dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti susunan horizon, dan bentuk struktur serta tekstur. Tanah andisol memiliki susunan horizon A-Bw-C dan pada beberapa tempat horizon AC. Untuk horizon permukaan berjenis melanik, molik, fulvik dan umbrik yang mana harus memiliki kandungan organik sebesar 6 persen dalam lapisan paling atas dengan ketebalan 30 cm.
Secara umum tanah andisol di Indonesia memiliki susunan horizon A-Bw-C, dan pada beberapa tempat terdapat horizon AC sebagai horizon timbunan dan beberapa horizon timbunan lainnya seperti A-Bw-C 2A-2Bw-2C yang terbentuk akibat erupsi gunung berapi yang terjadi secara berulang ulang.
Tanah andisol memiliki warna gelap kecoklatan terutama pada horiozon humus dengan struktur remah, terlihat lebih gembur, kadar bahan organik tinggi, terasa licin saat berada ditangan. Tanah andosol di berbagai tempat memiliki kadar bahan organik yang berbeda beda dan berkisar antara 3 persen hingga 22 persen tergantung dari warna dan massa jenis. Mengenai tekstur tanah andosol mulai dari lempung berpasir hingga liat berpasir tergantung dari ukuran partikel saat terjadi erupsi dan selama proses pelapukan. Sayang, jenis tanah ini bukan jenis tanah yang baik untuk kelapa sawit.
4.2 Karakteristik Berdasarkan Mineralogi
Setiap tanah pasti tersusun atas mineral termasuk tanah andosol yang berperan sangat penting dalam menentukan sifat kimiawi dan fisika tanah. Dengan melihat komposisi mineral terkandung dalam tanah, maka dapat pula menentukan proses pelapukan seperti apa yang telah terjadi, mineral tanah dapat dikategorikan menjadi dua bagian yakni mineral primer dan sekunder.
mempunyai ukuran sangat kecil yaitu dibawah 2 mikrometer dan terbentuk dari proses kimiawi dari mineral primer. Andisols berkembang dari bahan volkanik seperti abu volkan, batu apung, sinder, lava, dan sebagainya, dan atau bahan volkaniklastik yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral ‘ short-range-order’ (alophan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al-humus (Chairunnisa dkk., 2013). 4.3 Karakteristik Berdasarkan Sifat Kimia
Tanah andisol sebelumnya berasal dari material gunung berapi yang mengalami pelapukan dan tentu saja melibatkan proses kimiawi didalamnya. Berdasarkan sifat kimia maka bahan organik tanah bersama unsur yang ada didalam tanah seperti Al, Fe dan silika aktif merupakan unsur paling dominan dalam mengatur reaksi kimia pada tanah andosol. Tanah andosol di Indonesia memiliki kandungan unsur Al sangat dominan jika dibandingkan dengan unsur besi dan silika aktif, penyebab tingginya kadar almunium tersebut karena berasal dari batuan induk yang bersifat masam (liparit), sedangkan jika berasal dari batuan induk basa maka kadar Al akan rendah. Hal ini menjadi penyebab kenapa tanah andosol sangat resisten dengan unsur fosfor, terutama tanah andosol dengan kadar Al tinggi. Andisol memeiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi dengan pH 5-7 dan memiliki C-organik berkisar 2-5 % (Saridevi dkk., 2013). 4.4 Karakteristik Berdasarkan Sifat Fisika
USDA (2015), secara garis besar tanah andosol memiliki sifat fisika seperti memiliki massa jenis yang lebih rendah daripada tanah lain, memiliki kadar air yang lebih tinggi, memiliki batas mencair tinggi dan indeks plastisitas rendah. Tanah andosol akan mengalami perubahan yang sifatnya tidak akan kembali ke bentuk asal jika dikeringkan.
Rendahnya massa jenis tanah andosol disebabkan oleh kandungan alofan yakni mineral yang memiliki sifat bentuk non kristalin. Selain itu penyebab lainnya adalah kandungan organik yang memiliki bentuk berongga. Struktur fisika tanah andosol terdiri dari dua kategori yaitu makrostruktur dan microstruktur, dimana makrostruktur terdapat di horizon A dengan bentuk granular sehingga sangat tahan terhadap daya rusak air hujan.
Indonesia karena memiliki banyak gunung berapi sehingga Indonesia memiliki tanah yang subur, tidak hanya andosol melainkan seperti tanah Inceptisol dan tanah entisol yang jumlahnya secara umum lebih banyak daripada andosol. Perlu diketahui bahwa luas tanah andosol di Indonesia yaitu sebesar 5.4 juta hektar yang paling banyak ada di sumatera kemudian disusul oleh jawa. Presentase tanah andosol jika berdasarkan kemiringan lokasi sebagian besar atau sekitar 62 persen berada di kawasan lereng curam, dan sisanya ada pada lokasi tanah berbukit dan bergelombang. Berdasarkan karakteritik biofisik dan kemiringan suatu tempat, maka ada sekitar 2 juta hektar tanah andosol yang berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Dengan pembagian untuk wilayah dengan bentuk tanah yang bergelombang lebih cocok untuk ditanami sayuran, palawija dan holtikultura, sementara untuk lahan dengan kemiringan cukup tinggi lebih bagus ditanami tanaman perkebunan seperti kopi, kayu manis, kina, teh dan tanaman perkebunan lainnya (Chairunnisa dkk., 2013).
Tanah Andisol adalah salah satu tanah yang paling produktif apabila dikelola dengan baik. Tanah Andisol cenderung memiliki jumlah humus yang besar (isinya 7-12% karbon organik di dalam tanah). Lempung amorf dan alofannya memiliki kapasitas tukar kation sangat tinggi (150 cmol/kg, yang lebih tinggi dari montmorillionit). Sayangnya, tanah ini dapat menyerap dan mengendapkan fosfor. Jika fosfor ditambahkan dengan pupuk kurang dari 10%, maka efisiensinya akan berkurang akibat kandungan Al larut dan tanah liat Fe. Tanah Andisol menyimpan air dalam jumlah yang besar. Tetapi ketika kering, tanah ini menjadi tidak padat dan berdebu. Karena itu, tanah Andisol rentan terhadap erosi (Resman, 2010).
2015). Peningkatan produksi tanaman sangat berkaitan dengan keadaan hara tanaman hortikultura karena nilai ekonomis yang lebih tinggi dari pada tanaman pangan lainnya. Dalam usahatani tanaman hortikultura, teknologi petani saat ini sudah memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pangan. Sebenarnya banyak teknologi budidaya tanaman hortikultura yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman, seperti teknologi Budidaya Balitsa. Teknologi ini selain diarahkan untuk peningkatan produktivitas tetapi juga diarahkan untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui pemanfaatan bahan-bahan alami lokal (untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintesis).
4.6 Problematika Tanah Andisol a. Topografi/Bentuk Wilayah
belum menerapkan teknik-teknik konservasi tanah dan air yang benar karena teknik konservasi dirasakan sulit dalam pengerjaannya dan membutuhkan waktu yang lama serta memerlukan tenaga kerja yang besar. Dengan tidak diterapkannya tindakan konservasi tanah dan air, maka tanah Andisols di dataran tinggi sangat rentan terhadap erosi dan longsor.
b. Ketersediaan Unsur Hara Fosfat dan Nitrogen
Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah Andisols unsur fosfat sebagian besar terikat oleh mineral liat non kristalin alofan, imogolit, dan ferihidrit. Alofan mampu meretensi P hingga 97,8%, dan keberadaan Al dan Fe dalam bentuk amorf juga mempunyai kemampuan dalam mengikat P. Meskipun tanah Andisols mempunyai kemampuan besar dalam mengikat P, tetapi karena P-total yang ada dalam tanah cukup tinggi, maka kandungan P-tersedia dalam tanah tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman.
V. Permasalahan yang Dihadapi dalam Usaha Pertanian Permasalahan Permasalahan yang paling menonjol pada tanah andisols adalah sifat kemampuan menyerap dan menyimpan air yang tak pulih kembali seperti semula bila mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan koloid amorf seperti abu vulkan dan bahan organic yang mempunyai daya jerap air tinggi jika mengalami kekeringan sampai 15 atmosfir / lebih film air yang terikat pada permukaan partikel akan menguap dan akan terjadi kontak ikatan kimia antar partikel, sehingga tanah mengkerut dan bersifat irreversible, akibatnya jika sudah mengalami kekeringan sulit untuk dibasahi kembali. Sehingga apabila mengalami kekeringan rawan terhadap erosi air hujan. Tanah andisols memiliki kandungan Al yang tinggi dengan retensi fosfat 85% atau lebih (USDA, 2015).
5.1 Perbaikan
VI. Solusi Pengelolaan Tanah dan Air
Lahan yang digunakan bisa pada dataran tinggi dan menengah dengan memperhatikan pengolelaan tanahnya. Pengelolaan tanah juga diperhatikan seperti pH tanah, waktu dan pertimbangannya. Pengolahan tanah pada dataran tinggi hanya perlu dibuatkan terasering untuk mengurangi erosi. Tanah Andisols biasanya memiliki pH 5-7 sehingga sudah cocok untuk tanaman kentang. Pengelolaan tanahnya perlu memperhatikan curah hujan untuk mengurangi run off
yang berlebihan. Sedangkan pada dataran menengah dapat dilakukan pengelolaan minimum yaitu mengolah tanah pada tempat yang dianggap penting dalam pertumbuhan tanaman dimana tanah tersebut merupakan tanah Andisols yang memiliki pH 5-7 dengan tanah gembur dan bahan organik 2-5%.
(Suryana, 2013). Pengairan dilakukan 7 hari sekali secara rutin dengan digembor, Power sprayer atay dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit) (Suryana, 2013).
Pemanenan dilakukan setelah kentang berumur berkisar antara 150-190 hari. Panen umbi dilakukan pada pagi hari yang dimulai dengan memangkas batang kentang dengan benda tajam seperti;arit dan pisau kemudian di cangkul secara perlahan agar umbi tidak rusak,selanjutnya semua umbi kentang dikumpulkan kedalam wadah keranjang untuk memudahkan pengankutan, pengemasan,dan penyimpanan.Tanaman kentang yang siap mempunyai ciri-ciri yaitu biasanya daunnya berwarna kekuningan, batang tanaman juga kekuningan, kulit umbi akan lekat dengan daging umbi, dan kulit tidak cepat mengelupas (Suryana, 2013).
Tahap pasca panen kentang yang perlu dilakukan supaya diperoleh umbi kentang yang bermutu baik pada dasarnya meliputi tahap pembersihan, sortasi dan grading, penyimpanan dan pengemasan. Ada pun tahap pasca panen tersebut adalah yaitu tahap Pembersihan merupakan proses menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi. Tujuannya untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada umbi supaya umbi terlihat bersih. Umbi kentang dibersihkan dari segala kotoran yang menempel pada umbi seperti tanah, sisa tanaman atau akar tanaman dipangkas, kemudian dicuci dengan air bersih. Cara mencucinya dapat dilakukan dengan cara memasukkan umbi kedalam bak air atau dilakukan pencucian dalam air yang mengalir. Umbi-umbi yang sudah dibersihkan tersebut ditaruh pada terpal atau bahan lain untuk dikeringanginkan. Dalam pengeringan umbi yang baru dicuci itu jangan dikeringkan langsung pada sinar matahari (Rukmana, 2008).
itu dipilah-pilah lagi berdasarkan kualitas dan ukuran (grading/pengklasifikasian) (Rukmana, 2008).
Pengklasifikasian Bibit Kentang
Mutu Berat umbi Keterangan
Super >400 gram Umbi konsumsi
A >250gram-400 gram Umbi konsumsi
B >100 gram- 250 gram Umbi konsumsi
C >60gram-100 gram Umbi bibit
D 30 gram-60 gram Umbi bibit
Sumber : Rukmana (2008)
Umbi kentang dalam tahap penyimpanan dimasukkan kedalam wadah berupa kotak kayu/krat/keranjang/waring, kemudian wadah itu dimasukkan ke dalam ruang penyimpanan yang disusun secara rapi. Jika wadah berisi kentang itu disimpan dalam gudang, usahakan gudang penyimpanan mempunyai ventilasi udara yang cukup supaya sirkulasi udara lancar dan kelembabannya sekitar 65-75%dan gudang dalam keadaan bersih (Rukmana, 2008).
VII. REKOMENDASI PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2014. Tanah Andisols Di Indonesia. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Chairunnisa, C., H. Hanum, dan Mukhlis. 2013. Peran Beberapa Bahan Silikat (Si) dan Pupuk Fosfat (P) dalam Memperbaiki Sifat Kimia Tanah Andisol dan Pertumbuhan Tanaman. Online Agroekoteknologi, 1(3): 732-743.
Resman. 2010. Karakteristik Sifat Kimia Andisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Agriplus, 20(03): 205-208.
Rukmana, R. 2008. Usahatani Kentang Sistem Mulsa Plastik. Yogyakarta: Kanisius.
Saridevi, G. A. Y. R., I W. D. Atmaja, dan I. M. Mega. 2013. Perbedaan Sifat Biologi Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol Inceptisol, dan Vertisol. Agroekoteknologi Tropika, 2(4): 214-223.
Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suryana, D. 2013. Menanam Kentang. Yogyakarta: Kanisius.