• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN DENGAN TANAMAN PENUTUP TANAH MUCUNA BRACTEATA YANG TIDAK TERAWAT DAN ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA)

N/A
N/A
19-139 Kevin

Academic year: 2023

Membagikan "PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN DENGAN TANAMAN PENUTUP TANAH MUCUNA BRACTEATA YANG TIDAK TERAWAT DAN ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

dan pengolahan margarin menggunakan fraksi minyak sawit pada skala industri kecil serta aplikasinya dalam pembuatan bolu gulung.

Jurnal Agritech, 35, 377-386.

Hasibuan, H. A., & Magindrin. (2015). Pengembangan proses pengolahan shortening berbahan minyak sawit pada skala industri kecil kapasitas 50 kg/batch. Warta Hasil Penelitian Industri, 32, 24-32.

Hassan, C. Z., Agbaje, R., & Fauzi, A. H. B. M. (2016).

The effects of fat substitution using palm stearin on the colorimetric and sensorial characteristics of cake. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology ( I O S R - J E S T F T ) , 1 0, 5 2 - 5 6 . https://doi.org/10.9790/2402-10215256

MPOB. (2004). MPOB Test Method: A Compendium of Test on Palm Oil Products, Palm Kernel

Products, Fatty Acids, Food Related Products and Others. Malaysia.

Muchtadi, T. R., & Sugiyono. (2013). Prinsip dan Proses Teknologi Pangan. Alfabeta. Bandung.

Siahaan, D., Sianipar, N., & Manurung, H. (2013).

Pengembangan proses pembuatan pastry shortening berbahan baku fraksi-fraksi minyak kelapa sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1, 25-36.

Silow, C., Zannini, E., & Arendt, E. K. (2016). Impact of low trans fat compositions on the quality of conventional and fat reduced puff pastry.

Journal Food Science Technology, 53, 2117- 2126. https://doi.org/10.1007/s13197-016- 2186-z

Subagjo, A. (2007). Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Yogyakarta. Graha Ilmu.

PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN DENGAN TANAMAN PENUTUP TANAH MUCUNA BRACTEATA YANG TIDAK TERAWAT DAN ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA)

sesuai dengan standar terutama pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) memegang peranan penting dalam pencapaian produktivitas yang berkelanjutan. Salah satu kegiatan kultur teknis di TBM yang terkadang sering diabaikan adalah pemeliharaan tanaman penutup tanah (land cover crop).

Tanaman penutup tanah memiliki peranan penting pada proses penghancuran agregat oleh hujan dan menurunkan aliran permukaan. Penggunaan tanaman penutup tanah terutama yang berasal dari legume atau leguminosa cover crop (LCC) merupakan salah satu cara yang tepat untuk memperbaiki atau menjaga kesuburan tanah dengan cara meningkatkan ketersediaan bahan organik dan nitrogen dalam tanah.

Selain itu, LCC juga berperan dalam menekan pertumbuhan gulma (Saputra dan Wawan, 2017).

Salah satu penentu keberhasilan perbaikan lahan adalah dengan pemilihan jenis LCC yang tepat.

Terdapat beberapa jenis LCC yang sering dibudidayakan di perkebunan kelapa sawit yaitu PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman yang menduduki posisi penting di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditi non-migas penyumbang devisa terbesar di Indonesia (Astrini, 2014). Selain itu, tanaman kelapa sawit juga merupakan penghasil minyak nabati dengan nilai ekonomi terbesar per hektar dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (Nasution et al., 2014). Saat ini, upaya untuk menjamin kestabilan produksi kelapa sawit dilakukan dengan cara penerapan teknologi budidaya yang baik (good agricultural practices) yang termasuk di dalamnya kegiatan kultur teknis. Kultur teknis yang

Muhdan Syarovy*, Heri Santoso dan Deby Setyany Sembiring1

Penulis yang tidak disertai dengan catatan kaki instansi adalah peneliti pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Muhdan Syarovy( )* Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan, Indonesia Email: muhdan.syarovy@iopri.org

1Mahasiswa Universitas Gadjah Mada.

Abstrak - Mucuna bracteata (MB) merupakan salah satu jenis tanaman penutup tanah (cover crop) yang banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit. Tanaman ini memiliki kelebihan diantaranya mampu memproduksi biomasa yang banyak, mengandung N lebih tinggi, berumur panjang, tahan terhadap naungan dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Namun demikian, apabila pemeliharaan MB tidak dilakukan sesuai standar maka akan mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hal ini karena sifat MB yang akan tumbuh menjalar dan melilit apapun yang ada disekitarnya. Bahkan, pada beberapa kasus tanaman kelapa sawit dapat mati akibat tanaman tidak mendapatkan ruang tumbuh dan cahaya yang cukup untuk melakukan aktivitas fotosintesis. Disisi lain, areal tanaman kelapa sawit yang tidak ditanam cover crop akan mengakibatkan pertumbuhan gulma terutama alang- alang menjadi tidak terkendali. Selain itu, gulma alang-alang dapat menghasilkan senyawa alelopati yang berdampak buruk bagi pertumbuhan kelapa sawit. Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan kelapa sawit tanpa pemeliharaan MB dan tanaman kelapa sawit yang seluruh arealnya didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Studi kasus penelitian ini dilakukan di salah satu kebun di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang tidak melakukan kegiatan kultur teknis sesuai standar termasuk pemupukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit pada lahan dengan tanaman penutup tanah MB walaupun tanpa pemeliharaan memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan pada areal dengan tanaman penutup tanah alang-alang. Hal ini tercermin dari kondisi visual dan pertumbuhan vegetatif tanaman.

Kata kunci: tanaman penutup tanah, Mucuna bracteata, alang-alang, kelapa sawit

(2)

(L) dan estimasi berat kering daun (W) dengan mengikuti formula Corley & Tinker (2003) sebagai berikut :

(1) Dimana :

A = luas daun (m²)

b = faktor koreksi (umur 1-2 tahun =0,512; umur 4-7 tahun = 0,529, diatas 8 tahun = 0,573)

n = jumlah seluruh anak daun pada sampel

lw= rerata panjang x lebar 6 anak daun yang diambil dari pelepah bagian tengah.

(2) Dimana:

L = Indeks luas daun A = luas daun (m²) NL = jumlah pelepah NT = jumlah pohon LA = luas lahan (m²)

W = 0,102.P + 0,21 (3) Dimana :

W = berat kering daun (kg) P = lebar x tebal petiole (cm²) Hasil dan Pembahasan

Tanaman belum menghasilkan (TBM) tanpa pemeliharaan Mucuna bracteata dan TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang memiliki kondisi visual pertumbuhan tanaman yang cukup berbeda (Gambar 1). Pertumbuhan TBM pada areal tanpa pemeliharaan Mucuna bracteata cukup baik dengan warna daun yang hijau. Sementara itu, pada areal TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang, memiliki pertumbuhan tanaman yang kerdil dengan kondisi daun berwarna kuning yang merupakan ciri dari tanaman mengalami defisiensi Nitrogen yang berat.

Pertumbuhan TBM cukup baik walaupun MB tidak dipelihara sesuai standar dikarenakan MB merupakan tanaman legume yang dapat menambat Nitrogen dari udara sehingga walaupun tanpa kegiatan pemupukan dari awal tanam, tanaman kelapa sawit tetap mendapatkan hara terutama Nitrogen dari LCC tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Harahap et al. (2011) yang menyatakan bahwa MB merupakan tanaman yang dapat memfikasasi Nitrogen yang tinggi. Karyudi & Siagian (2005) menambahkan sebanyak 66% hara Nitrogen yang dihasilkan oleh tanaman MB, berasal dari gas N hasil simbiosis dengan bakteri 2 rhizobium.

Namun demikian, apabila areal TBM dengan MB dibiarkan terus tidak terawat hingga menutup seluruh tanaman, maka akan mengakibatkan tanaman mati (Gambar 2). Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit tidak mendapatkan ruang pertumbuhan dan cahaya yang sangat penting untuk aktivitas fotosintesis. Menurut Ai (2012), cahaya merupakan salah satu unsur yang penting untuk proses fotosintesis bagi tanaman untuk menghasilkan asimilat yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan.

Pada areal TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang, tidak adanya masukan nutrisi terutama dari kegiatan pemupukan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit menjadi terhambat. Selain itu, terjadi kompetisi hara antara t a n a m a n T B M d a n g u l m a a l a n g - a l a n g mengakibatkan ketersediaan nutrisi semakin terbatas. Senyawa alelopati yang dihasilkan oleh alang-alang juga turut mempengaruhi pertumbuhan TBM. Menurut Imatomi et al. (2013) senyawa a l e l o p a t i y a n g d i h a s i l k a n a l a n g - a l a n g mempengaruhi proses metabolisme seperti mengubah permeabilitas membran dan penyerapan ion, menghambat transport elektron dalam fotosintesis dan respirasi, mengubah aktifitas enzim, dan menurunkan kemampuan dalam menyerap air dan unsur hara terlarut. Penurunan permeabilitas akibat alelopati menjadikan sel tidak elastis sehingga menghambat lalu lintas air dan hara terlarut melewati membrane sel.

Pertumbuhan vegetatif tanaman juga diamati dengan membandingkan variabel pengamatan jumlah pelepah, panjang rachis, jumlah anak daun, petiola cross section, luas daun, indeks luas daun, Mucuna bracteata (MB), Centrocema pubescens (CP),

Calopogonium muconoides (CM), Pueraria javanica (PJ), dan Calopogonium caeruleum (CC). Tanaman penutup tanah yang tepat sebagai LCC harus memiliki pertumbuhan dan kerapatan yang cepat, mampu bersimbiosis mutualisme dengan bakteri fiksasi nitrogen, serta biomassa yang dihasilkan mudah terdekomposisi agar tanaman cover crop tersebut justru tidak menjadi pesaing bagi tanaman utama (Ma'ruf et al, 2017). Menurut Hairiah et al. (2002), tanaman LCC dapat memberikan masukan bahan organik sebanyak 2-3 ton/ha pada umur 3 bulan dan 3- 6 ton/ha sampai umur 6 bulan.

Tanaman penutup tanah yang saat ini banyak digunakan pada tanaman Kelapa Sawit adalah MB.

Tanaman ini berasal dari India Utara, tepatnya di kawasan hutan negara bagian Tripura. Awalnya MB ditanam untuk keperluan tanaman pakan hijau.

Perkebunan karet di Kerala, Pertanian di India Selatan sudah menanam MB secara intiensif sebagai penutup tanah. Tanaman ini sangat toleran dan dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dibandingkan penutup tanah lainnya (Astuti et al., 2018).

Beberapa hasil penelitian terkait dengan penggunaan MB sebagai penutup tanah menunjukkan MB mampu memproduksi biomasa yang tinggi dan mengandung N lebih tinggi dari tanaman penutup tanah lainnya. Selain itu, peningkatan dosis mulsa organik MB menghasilkan peningkatan volume akar, berat kering akar dan root occupy pada tanaman kelapa sawit menghasilkan. Ma'ruf et al. (2017) menambahkan MB yang berada pada naungan kelapa sawit mampu menghasilkan serasah sebanyak 8,7 ton (setara 236 kg NPKMg, konsentrasi N 75-83%), sedangkan pada areal terbuka sebanyak 19,6 ton (setara 513 kg NPKMg, konsentrasi N 75-83%). MB memberi peningkatan signifikan terhadap kandungan C, P total, K tertukar, serta kadar pertukaran kation (KTK) dalam tanah. Hal tersebut tentu lebih baik jika dibandingkan lahan yang ditumbuhi gulma.

Saat ini, cukup banyak perkebunan di Indonesia tidak melakukan pemeliharaan sesuai dengan standar terhadap LCC MB dengan alasan efisiensi. Bahkan, dibeberapa perkebunan sudah mulai tidak menanam MB,mengingat biaya kebutuhan tenaga kerja dalam perawatan yang cukup besar. Apabila biaya tersebut dihentikan, maka pertumbuhan Mucuna bracteata menjadi tidak terkendali mengingat pertumbuhan MB

ini dalam seminggu mencapai 53 cm (Sitanggang et al., 2020). Perkebunan yang tidak merawat MB mengakibatkan tanaman kelapa sawit terlilit hingga mati.

Selain itu, perkebunan yang tidak menanam MB akan mengakibatkan pertumbuhan gulma terutama alang-alang menjadi tidak terkendali. Alang-alang memiliki pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan gulma lainnya dan memiliki ketahanan yang tinggi, sehingga tanaman lain harus bersaing dalam memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari.

Tanaman tersebut memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman utama, seperti tanaman kelapa sawit yang berada disekitarnya dikarenakan alang- alang merupakan tumbuhan pengganggu yang mampu melepaskan senyawa alelopati. Alang - alang menghasilkan senyawa alelopati berupa senyawa fenol, asam valinik dan karbolik yang diduga dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain. Apabila tidak dikendalikan, alang-alang dapat menjadi kompetitor bagi tanaman kelapa sawit dikarenakan menghambat pertumbuhan kelapa sawit secara tidak langsung melalui perebutan unsur hara dan air, terutama pada kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) (Yanti et al. 2016).

Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada areal tanpa pemeliharaan MB dan areal yang didominasi oleh gulma alang-alang.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit pada beberapa perkebunan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Tanaman yang dibandingkan dalam tulisan ini adalah tanaman berumur 6 tahun.

Tanaman tersebut saat ini dalam kondisi tidak terawat termasuk tidak dipupuk sehingga pada beberapa areal terdapat tanaman kelapa sawit terlilit Mucuna bracteata dan sebagian areal lagi ditumbuhi gulma alang-alang (Imperata cylindrica).

Pengukuran vegetatif dilakukan pada pelepah ke- 17. Adapun variabel pengamatan yang diamati adalah pengamatan jumlah pelepah, lebar dan tebal petiola, panjang rachis, jumlah anak daun, serta lebar dan panjang anak daun. Selanjutnya, berdasarkan data tersebut akan dihitung luas daun (A), indeks luas daun

(3)

(L) dan estimasi berat kering daun (W) dengan mengikuti formula Corley & Tinker (2003) sebagai berikut :

(1) Dimana :

A = luas daun (m²)

b = faktor koreksi (umur 1-2 tahun =0,512; umur 4-7 tahun = 0,529, diatas 8 tahun = 0,573)

n = jumlah seluruh anak daun pada sampel

lw= rerata panjang x lebar 6 anak daun yang diambil dari pelepah bagian tengah.

(2) Dimana:

L = Indeks luas daun A = luas daun (m²) NL = jumlah pelepah NT = jumlah pohon LA = luas lahan (m²)

W = 0,102.P + 0,21 (3) Dimana :

W = berat kering daun (kg) P = lebar x tebal petiole (cm²) Hasil dan Pembahasan

Tanaman belum menghasilkan (TBM) tanpa pemeliharaan Mucuna bracteata dan TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang memiliki kondisi visual pertumbuhan tanaman yang cukup berbeda (Gambar 1). Pertumbuhan TBM pada areal tanpa pemeliharaan Mucuna bracteata cukup baik dengan warna daun yang hijau. Sementara itu, pada areal TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang, memiliki pertumbuhan tanaman yang kerdil dengan kondisi daun berwarna kuning yang merupakan ciri dari tanaman mengalami defisiensi Nitrogen yang berat.

Pertumbuhan TBM cukup baik walaupun MB tidak dipelihara sesuai standar dikarenakan MB merupakan tanaman legume yang dapat menambat Nitrogen dari udara sehingga walaupun tanpa kegiatan pemupukan dari awal tanam, tanaman kelapa sawit tetap mendapatkan hara terutama Nitrogen dari LCC tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Harahap et al. (2011) yang menyatakan bahwa MB merupakan tanaman yang dapat memfikasasi Nitrogen yang tinggi. Karyudi & Siagian (2005) menambahkan sebanyak 66% hara Nitrogen yang dihasilkan oleh tanaman MB, berasal dari gas N hasil simbiosis dengan bakteri 2 rhizobium.

Namun demikian, apabila areal TBM dengan MB dibiarkan terus tidak terawat hingga menutup seluruh tanaman, maka akan mengakibatkan tanaman mati (Gambar 2). Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit tidak mendapatkan ruang pertumbuhan dan cahaya yang sangat penting untuk aktivitas fotosintesis. Menurut Ai (2012), cahaya merupakan salah satu unsur yang penting untuk proses fotosintesis bagi tanaman untuk menghasilkan asimilat yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan.

Pada areal TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang, tidak adanya masukan nutrisi terutama dari kegiatan pemupukan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit menjadi terhambat. Selain itu, terjadi kompetisi hara antara t a n a m a n T B M d a n g u l m a a l a n g - a l a n g mengakibatkan ketersediaan nutrisi semakin terbatas. Senyawa alelopati yang dihasilkan oleh alang-alang juga turut mempengaruhi pertumbuhan TBM. Menurut Imatomi et al. (2013) senyawa a l e l o p a t i y a n g d i h a s i l k a n a l a n g - a l a n g mempengaruhi proses metabolisme seperti mengubah permeabilitas membran dan penyerapan ion, menghambat transport elektron dalam fotosintesis dan respirasi, mengubah aktifitas enzim, dan menurunkan kemampuan dalam menyerap air dan unsur hara terlarut. Penurunan permeabilitas akibat alelopati menjadikan sel tidak elastis sehingga menghambat lalu lintas air dan hara terlarut melewati membrane sel.

Pertumbuhan vegetatif tanaman juga diamati dengan membandingkan variabel pengamatan jumlah pelepah, panjang rachis, jumlah anak daun, petiola cross section, luas daun, indeks luas daun, Mucuna bracteata (MB), Centrocema pubescens (CP),

Calopogonium muconoides (CM), Pueraria javanica (PJ), dan Calopogonium caeruleum (CC). Tanaman penutup tanah yang tepat sebagai LCC harus memiliki pertumbuhan dan kerapatan yang cepat, mampu bersimbiosis mutualisme dengan bakteri fiksasi nitrogen, serta biomassa yang dihasilkan mudah terdekomposisi agar tanaman cover crop tersebut justru tidak menjadi pesaing bagi tanaman utama (Ma'ruf et al, 2017). Menurut Hairiah et al. (2002), tanaman LCC dapat memberikan masukan bahan organik sebanyak 2-3 ton/ha pada umur 3 bulan dan 3- 6 ton/ha sampai umur 6 bulan.

Tanaman penutup tanah yang saat ini banyak digunakan pada tanaman Kelapa Sawit adalah MB.

Tanaman ini berasal dari India Utara, tepatnya di kawasan hutan negara bagian Tripura. Awalnya MB ditanam untuk keperluan tanaman pakan hijau.

Perkebunan karet di Kerala, Pertanian di India Selatan sudah menanam MB secara intiensif sebagai penutup tanah. Tanaman ini sangat toleran dan dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dibandingkan penutup tanah lainnya (Astuti et al., 2018).

Beberapa hasil penelitian terkait dengan penggunaan MB sebagai penutup tanah menunjukkan MB mampu memproduksi biomasa yang tinggi dan mengandung N lebih tinggi dari tanaman penutup tanah lainnya. Selain itu, peningkatan dosis mulsa organik MB menghasilkan peningkatan volume akar, berat kering akar dan root occupy pada tanaman kelapa sawit menghasilkan. Ma'ruf et al. (2017) menambahkan MB yang berada pada naungan kelapa sawit mampu menghasilkan serasah sebanyak 8,7 ton (setara 236 kg NPKMg, konsentrasi N 75-83%), sedangkan pada areal terbuka sebanyak 19,6 ton (setara 513 kg NPKMg, konsentrasi N 75-83%). MB memberi peningkatan signifikan terhadap kandungan C, P total, K tertukar, serta kadar pertukaran kation (KTK) dalam tanah. Hal tersebut tentu lebih baik jika dibandingkan lahan yang ditumbuhi gulma.

Saat ini, cukup banyak perkebunan di Indonesia tidak melakukan pemeliharaan sesuai dengan standar terhadap LCC MB dengan alasan efisiensi. Bahkan, dibeberapa perkebunan sudah mulai tidak menanam MB,mengingat biaya kebutuhan tenaga kerja dalam perawatan yang cukup besar. Apabila biaya tersebut dihentikan, maka pertumbuhan Mucuna bracteata menjadi tidak terkendali mengingat pertumbuhan MB

ini dalam seminggu mencapai 53 cm (Sitanggang et al., 2020). Perkebunan yang tidak merawat MB mengakibatkan tanaman kelapa sawit terlilit hingga mati.

Selain itu, perkebunan yang tidak menanam MB akan mengakibatkan pertumbuhan gulma terutama alang-alang menjadi tidak terkendali. Alang-alang memiliki pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan gulma lainnya dan memiliki ketahanan yang tinggi, sehingga tanaman lain harus bersaing dalam memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari.

Tanaman tersebut memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman utama, seperti tanaman kelapa sawit yang berada disekitarnya dikarenakan alang- alang merupakan tumbuhan pengganggu yang mampu melepaskan senyawa alelopati. Alang - alang menghasilkan senyawa alelopati berupa senyawa fenol, asam valinik dan karbolik yang diduga dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain. Apabila tidak dikendalikan, alang-alang dapat menjadi kompetitor bagi tanaman kelapa sawit dikarenakan menghambat pertumbuhan kelapa sawit secara tidak langsung melalui perebutan unsur hara dan air, terutama pada kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) (Yanti et al. 2016).

Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada areal tanpa pemeliharaan MB dan areal yang didominasi oleh gulma alang-alang.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit pada beberapa perkebunan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Tanaman yang dibandingkan dalam tulisan ini adalah tanaman berumur 6 tahun.

Tanaman tersebut saat ini dalam kondisi tidak terawat termasuk tidak dipupuk sehingga pada beberapa areal terdapat tanaman kelapa sawit terlilit Mucuna bracteata dan sebagian areal lagi ditumbuhi gulma alang-alang (Imperata cylindrica).

Pengukuran vegetatif dilakukan pada pelepah ke- 17. Adapun variabel pengamatan yang diamati adalah pengamatan jumlah pelepah, lebar dan tebal petiola, panjang rachis, jumlah anak daun, serta lebar dan panjang anak daun. Selanjutnya, berdasarkan data tersebut akan dihitung luas daun (A), indeks luas daun

(4)

Sementara itu, petiola cross section dan luas daun juga menunjukkan pola yang sama dengan jumlah pelepah, jumlah anak daun, dan panjang rachis. TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan TBM tanpa LCC yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan tersebut masing- masing sebesar 28% dan 33% untuk perkebunan di Kalimantan Barat serta 60% dan 19% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan.

Indeks luas daun juga menunjukkan perbedaan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan TBM yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan ILD tersebut masing-masing sebesar 46% untuk perkebunan di Kalimantan Barat dan 24% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan. ILD memiliki kaitan erat dengan efisiensi radiasi cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis (Perwitasari et al., 2012; Anggriani et al., 2013; & Noor and Harun: 2004). (a)

(b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. (a) Perbedaan pertumbuhan tanaman secara visual yang cukup kontras pada areal TBM dengan MB tidak terawat & areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang dalam 1 hamparan; (b) Kondisi visual areal TBM dengan MB tidak terawat di Kalimantan Barat; (c) Kondisi visual areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang di Kalimantan Barat; (b) Kondisi visual areal TBM dengan MB tidak terawat di Kalimantan Selatan; (c) Kondisi visual areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang di Kalimantan Selatan.

Gambar 2. Tanaman kelapa sawit yang mati akibat terlilit Mucuna bracteata dan bobot kering daun. Terdapat perbedaan

pertumbuhan tanaman baik di areal TBM perkebunan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. TBM tanpa pemeliharaan MB memiliki pertumbuhan vegetatif lebih baik dibandingkan dengan TBM yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang.

Jumlah pelepah, jumlah anak daun, dan panjang rachis juga memiliki perbedaan pertumbuhan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki pertumbuhan vegetatif lebih baik dibandingkan

dengan TBM tanpa LCC yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan tersebut masing-masing sebesar 15%, 18%, dan 41% untuk perkebunan di Kalimantan Barat dan 17%, 18%, dan 18% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan. Menurut Kristanto (2003) senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman alang – alang mengakibatkan terhambatnya proses pembelahan, pemanjangan dan perbesaran sel yang tercermin dari penurunan tinggi tanaman maupun jumlah daun dan luas daun yaang lebih sempit.

(5)

Sementara itu, petiola cross section dan luas daun juga menunjukkan pola yang sama dengan jumlah pelepah, jumlah anak daun, dan panjang rachis. TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan TBM tanpa LCC yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan tersebut masing- masing sebesar 28% dan 33% untuk perkebunan di Kalimantan Barat serta 60% dan 19% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan.

Indeks luas daun juga menunjukkan perbedaan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan TBM yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang.

Perbedaan ILD tersebut masing-masing sebesar 46%

untuk perkebunan di Kalimantan Barat dan 24% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan. ILD memiliki kaitan erat dengan efisiensi radiasi cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis (Perwitasari et al., 2012;

Anggriani et al., 2013; & Noor and Harun: 2004).

(a)

(b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. (a) Perbedaan pertumbuhan tanaman secara visual yang cukup kontras pada areal TBM dengan MB tidak terawat & areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang dalam 1 hamparan; (b) Kondisi visual areal TBM dengan MB tidak terawat di Kalimantan Barat; (c) Kondisi visual areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang di Kalimantan Barat; (b) Kondisi visual areal TBM dengan MB tidak terawat di Kalimantan Selatan; (c) Kondisi visual areal TBM dengan gulma yang didominasi alang-alang di Kalimantan Selatan.

Gambar 2. Tanaman kelapa sawit yang mati akibat terlilit Mucuna bracteata dan bobot kering daun. Terdapat perbedaan

pertumbuhan tanaman baik di areal TBM perkebunan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. TBM tanpa pemeliharaan MB memiliki pertumbuhan vegetatif lebih baik dibandingkan dengan TBM yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang.

Jumlah pelepah, jumlah anak daun, dan panjang rachis juga memiliki perbedaan pertumbuhan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat memiliki pertumbuhan vegetatif lebih baik dibandingkan

dengan TBM tanpa LCC yang didominasi oleh pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan tersebut masing-masing sebesar 15%, 18%, dan 41% untuk perkebunan di Kalimantan Barat dan 17%, 18%, dan 18% untuk perkebunan di Kalimantan Selatan. Menurut Kristanto (2003) senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman alang – alang mengakibatkan terhambatnya proses pembelahan, pemanjangan dan perbesaran sel yang tercermin dari penurunan tinggi tanaman maupun jumlah daun dan luas daun yaang lebih sempit.

(6)

23

20

0 4 8 12 16 20 24

Jumlah Pelepah

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Jumlah Pelepah

280

237

0 50 100 150 200 250 300

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Panjang Racis (m)

4,07

2,89

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Luas Daun (m) 4,68

3,5

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Petiola Cross Section (cm) 10,84

8,5

0 2 4 6 8 10 12

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang- alang

Indeks Luas Daun

1,44

1,01

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

tidak terawat

Bobot Kering Daun (Kg)

1,32

1,08

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

Mucuna bracteata Gulma alang-alang

Gambar 3. Grafik pertumbuhan tanaman kelapa sawit dengan Mucuna bracteata yang tidak terawat dan

gulma alang-alang (Imperata cylindrica) di Kebun Kalimantan Barat. Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman kelapa sawit dengan Mucuna bracteata yang tidak terawat dan gulma alang-alang (Imperata cylindrica) di Kebun Kalimantan Barat.

2 Luas Daun (m)Indeks Luas Daun

Jumlah Pelepah

76

64

0 15 30 45 60 75 90

Jumlah Anak Daun

306

259

0 50 100 150 200 250 300 350

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Panjang Rachis (m)

4,42

3,72

0 1 2 3 4 5 6

4,92

4,15

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Petiola Cross Section (cm) 15,34

9,57

0 3 6 9 12 15 18

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang- alang

4,91

3,97

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata tidak terawat

Gulma alang-alang

Bobot Kering Daun (Kg)

1,77

1,19

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Mucuna bracteata tidak terawat

Gulma alang-alang

(7)

23

20

0 4 8 12 16 20 24

Jumlah Pelepah

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Jumlah Pelepah

280

237

0 50 100 150 200 250 300

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Panjang Racis (m)

4,07

2,89

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Luas Daun (m) 4,68

3,5

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Petiola Cross Section (cm) 10,84

8,5

0 2 4 6 8 10 12

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang- alang

Indeks Luas Daun

1,44

1,01

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

tidak terawat

Bobot Kering Daun (Kg)

1,32

1,08

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

Mucuna bracteata Gulma alang-alang

Gambar 3. Grafik pertumbuhan tanaman kelapa sawit dengan Mucuna bracteata yang tidak terawat dan

gulma alang-alang (Imperata cylindrica) di Kebun Kalimantan Barat. Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman kelapa sawit dengan Mucuna bracteata yang tidak terawat dan gulma alang-alang (Imperata cylindrica) di Kebun Kalimantan Barat.

2 Luas Daun (m)Indeks Luas Daun

Jumlah Pelepah

76

64

0 15 30 45 60 75 90

Jumlah Anak Daun

306

259

0 50 100 150 200 250 300 350

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

Panjang Rachis (m)

4,42

3,72

0 1 2 3 4 5 6

4,92

4,15

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang-alang

2 Petiola Cross Section (cm) 15,34

9,57

0 3 6 9 12 15 18

Mucuna bracteata

tidak terawat Gulma alang- alang

4,91

3,97

0 1 2 3 4 5 6

Mucuna bracteata tidak terawat

Gulma alang-alang

Bobot Kering Daun (Kg)

1,77

1,19

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Mucuna bracteata tidak terawat

Gulma alang-alang

(8)

2 (2) : 691- 701.

Noor. M. R. M, & Harun. M. H. (2004). The role of leaf area index (LAI) in Oil Palm. Oil Palm Bulletin 48 p. 11-16.

Perwitasari.B., M. Tripatmasari & C. Wasonowati.

(2012). Pengaruh media tanam dan nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoi (Brassica juncea L.) dengan sistem hidroponik. Agrovigor 5(1):14–25.

Saputra, A. & Wawan. (2017). Pengaruh leguminosa cover crop (LCC) Mucuna bracteata pada tiga

kemiringan lahan terhadap sifat kimia tanah dan perkembangan akar kelapa sawit belum menghasilkan. JOM FAPERTA . 4(2): 1-15. Sitanggang, K. Dorlina., S. H. Y., Saragih, & K. Rizal.

(2020). Induksi pembungaan Mucuna bracteata menggunakan paklobutrazol dengan sistem tanam vertikal. Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 2. Hal: 57-63.

Yanti, M., Indriyanto, & Duryat. (2016). Pengaruh zat alelopati dari alang- alang terhadap pertumbuhan semai tiga spesies akasia. Jurnal Sylva Lestari 4(2) :27-38.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2006), standar nilai ILD tanaman berumur 6 tahun adalah 4,9. Berdasarkan nilai standar tersebut, nilai ILD pada areal TBM di Kalimantan Selatan, areal TBM dengan MB tidak terawat masih sesuai dengan standar, namun pada areal TBM yang didominasi gulma alang-alang masih dibawah standar sebesar 23%. Sementara itu, pada areal TBM di Kalimantan Barat, baik areal TBM dengan MB tidak terawat dan areal TBM yang didominasi pertumbuhan alang alang memiliki ILD yang jauh lebih rendah dari standar yang masing-masing adalah 240% dan 385%.

Bobot kering daun juga menunjukkan perbedaan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat menunjukkan bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan bobot kering tersebut masing-masing 22% untuk areal TBM di Kalimantan Barat dan 49% untuk areal TBM di Kalimantan Selatan. Berat kering tanaman yang besar menggambarkan kemampuan tanaman menghasilkan asimilat yang besar pula (Kristanto, 2003).

KESIMPULAN

Pada areal TBM dengan cover crop MB memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan areal TBM tanpa cover crop dengan gulma yang didominasi alang-alang.

Perbedaan pertumbuhan tersebut dapat dilihat dari kondisi visual maupun pertumbuhan vegetatif tanaman. Namun demikian, apabila Mucuna bracteata tidak dirawat hingga melilit dan menutup tanaman, maka akan mengakibatkan tanaman kelapa sawit mati.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. (2012). Evolusi fotosintesis pada tumbuhan.

Jurnal Ilmiah Sains. 12(1): 28-34.

Anggraini, F., A. Suryanto, & N. Aini. (2013). Sistem tanam dan umur bibit pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) varietas inpari 13.

Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 52-60.

Astrini, N. N. A. P. (2014). Analisis daya saing komoditi crude palm oil (CPO) indonesia tahun 2001- 2012. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan

Universitas Udayana. 4(1): 12-20.

Astuti, Y. T. M., T. N. B. Santosa, & Andi. (2018).

Sistem penanaman legume cover crop p a d a lahan replanting perkebunan kelapa sawit.

Agroista Jurnal Agroteknologi 2 (01): 28-40.

Corley, R.H.V. & P.B. Tinker. (2003). The Oil Palm.

The Edition. Blackwell. Science Ltd. United 4th Kingdom.

Harahap I.Y. (2006). Penataan ruang pertanaman kelapa sawit berdasar pada konsep optimalisasi pemanfaatan cahaya matahari.

Warta PPKS Vol. 14 (1): 9-15.

Harahap, I., Y., T. C. Hidayat, Y. Pangaribuan, G.

Simangunsong, E. S. Sutarta, E. Listia, & S.

Rahutomo. (2011). Mucuna bracteata pengembangan dan pemanfaatannya di perkebunan kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Hairiah, K. S.R. Utami, B. Lusiana, & M.V. Noordwijk.

(2002). Neraca hara dan karbon dalam sistem agroforestri. dalam wanulca: model simulasi untuk sistem agroforestri. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). 105 ± 124

Imatomi, M., 1, P. Novaes, & S. C. J. Gualtieti. (2013).

Interspecific variation in the allelopahic potential of the family Myrtaceae. Journal Acta Botanica Brasilica 27: 54-61.

Karyudi & Siagian. (2005). Peluang dan Kendala dalam Pengusahaan Tanaman Penutup Tanah di Perkebunan Karet. Balai Penelitian Karet Sungai Putih. Sumatera Utara.

Kristanto, A. (2006). Perubahan karakter tanaman jagung (Zea mays l.) akibat Alelopati dan Persaingan teki (Cyperus rotundus l.). J. Indon.

Trop. Anim. Agric. 31: 189-194.

Ma'ruf, A., C. Zulia, & Saffrudin. (2017). Legume cover crop di perkebunan kelapa sawit. Forthisa Karya.

Nasution, S.H., C. Hanum , & J. Ginting. (2014).

Pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis g u i n e e n s i s J a c q . ) p a d a B e r b a g a i Perbandingan Media Tanam Solid Decanter dan Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Sistem Single Stage. Jurnal Online Agroekoteknologi.

(9)

2 (2) : 691- 701.

Noor. M. R. M, & Harun. M. H. (2004). The role of leaf area index (LAI) in Oil Palm. Oil Palm Bulletin 48 p. 11-16.

Perwitasari.B., M. Tripatmasari & C. Wasonowati.

(2012). Pengaruh media tanam dan nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoi (Brassica juncea L.) dengan sistem hidroponik. Agrovigor 5(1):14–25.

Saputra, A. & Wawan. (2017). Pengaruh leguminosa cover crop (LCC) Mucuna bracteata pada tiga

kemiringan lahan terhadap sifat kimia tanah dan perkembangan akar kelapa sawit belum menghasilkan. JOM FAPERTA . 4(2): 1-15.

Sitanggang, K. Dorlina., S. H. Y., Saragih, & K. Rizal.

(2020). Induksi pembungaan Mucuna bracteata menggunakan paklobutrazol dengan sistem tanam vertikal. Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 2. Hal: 57-63.

Yanti, M., Indriyanto, & Duryat. (2016). Pengaruh zat alelopati dari alang- alang terhadap pertumbuhan semai tiga spesies akasia. Jurnal Sylva Lestari 4(2) :27-38.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2006), standar nilai ILD tanaman berumur 6 tahun adalah 4,9. Berdasarkan nilai standar tersebut, nilai ILD pada areal TBM di Kalimantan Selatan, areal TBM dengan MB tidak terawat masih sesuai dengan standar, namun pada areal TBM yang didominasi gulma alang-alang masih dibawah standar sebesar 23%. Sementara itu, pada areal TBM di Kalimantan Barat, baik areal TBM dengan MB tidak terawat dan areal TBM yang didominasi pertumbuhan alang alang memiliki ILD yang jauh lebih rendah dari standar yang masing-masing adalah 240% dan 385%.

Bobot kering daun juga menunjukkan perbedaan dimana TBM dengan MB yang tidak terawat menunjukkan bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan TBM yang didominasi pertumbuhan gulma alang-alang. Perbedaan bobot kering tersebut masing-masing 22% untuk areal TBM di Kalimantan Barat dan 49% untuk areal TBM di Kalimantan Selatan. Berat kering tanaman yang besar menggambarkan kemampuan tanaman menghasilkan asimilat yang besar pula (Kristanto, 2003).

KESIMPULAN

Pada areal TBM dengan cover crop MB memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan areal TBM tanpa cover crop dengan gulma yang didominasi alang-alang.

Perbedaan pertumbuhan tersebut dapat dilihat dari kondisi visual maupun pertumbuhan vegetatif tanaman. Namun demikian, apabila Mucuna bracteata tidak dirawat hingga melilit dan menutup tanaman, maka akan mengakibatkan tanaman kelapa sawit mati.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. (2012). Evolusi fotosintesis pada tumbuhan.

Jurnal Ilmiah Sains. 12(1): 28-34.

Anggraini, F., A. Suryanto, & N. Aini. (2013). Sistem tanam dan umur bibit pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) varietas inpari 13.

Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 52-60.

Astrini, N. N. A. P. (2014). Analisis daya saing komoditi crude palm oil (CPO) indonesia tahun 2001- 2012. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan

Universitas Udayana. 4(1): 12-20.

Astuti, Y. T. M., T. N. B. Santosa, & Andi. (2018).

Sistem penanaman legume cover crop p a d a lahan replanting perkebunan kelapa sawit.

Agroista Jurnal Agroteknologi 2 (01): 28-40.

Corley, R.H.V. & P.B. Tinker. (2003). The Oil Palm.

The Edition. Blackwell. Science Ltd. United 4th Kingdom.

Harahap I.Y. (2006). Penataan ruang pertanaman kelapa sawit berdasar pada konsep optimalisasi pemanfaatan cahaya matahari.

Warta PPKS Vol. 14 (1): 9-15.

Harahap, I., Y., T. C. Hidayat, Y. Pangaribuan, G.

Simangunsong, E. S. Sutarta, E. Listia, & S.

Rahutomo. (2011). Mucuna bracteata pengembangan dan pemanfaatannya di perkebunan kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Hairiah, K. S.R. Utami, B. Lusiana, & M.V. Noordwijk.

(2002). Neraca hara dan karbon dalam sistem agroforestri. dalam wanulca: model simulasi untuk sistem agroforestri. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). 105 ± 124

Imatomi, M., 1, P. Novaes, & S. C. J. Gualtieti. (2013).

Interspecific variation in the allelopahic potential of the family Myrtaceae. Journal Acta Botanica Brasilica 27: 54-61.

Karyudi & Siagian. (2005). Peluang dan Kendala dalam Pengusahaan Tanaman Penutup Tanah di Perkebunan Karet. Balai Penelitian Karet Sungai Putih. Sumatera Utara.

Kristanto, A. (2006). Perubahan karakter tanaman jagung (Zea mays l.) akibat Alelopati dan Persaingan teki (Cyperus rotundus l.). J. Indon.

Trop. Anim. Agric. 31: 189-194.

Ma'ruf, A., C. Zulia, & Saffrudin. (2017). Legume cover crop di perkebunan kelapa sawit. Forthisa Karya.

Nasution, S.H., C. Hanum , & J. Ginting. (2014).

Pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis g u i n e e n s i s J a c q . ) p a d a B e r b a g a i Perbandingan Media Tanam Solid Decanter dan Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Sistem Single Stage. Jurnal Online Agroekoteknologi.

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis : PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SECARA BIOLOGIS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT TANAH.. PERTUMBUHAN

Mucuna bracteata merupakan tanaman penutup tanah yang sering digunakan di perkebunan karet dan kelapa sawit. bracteata jarang menghasilkan bunga, buah dan biji,

Pengambilan sampel tanah pada lahan kelapa sawit dengan penutup tanah kacang- kacangan(Pueraria javanica). Pengambilan sampel tanah pada lahan kelapa sawit dengan penutup

Tabel 8 menunjukkan bahwa lahan kelapa sawit yang ditumbuhi LCC MB memiliki kapasitas tukar kation lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang dibersihkan LCC MB.)

Pemberian ekstrak dengan beberapa perlakuan masih belum mempengaruhi pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit secara signifikan, hal ini berarti ekstrak

Adapun judul dari penelitian ini adalah “ Respons Pertumbuhan Bibit Mucuna (Mucuna Bracteata D.C) Secara Stek Pada Media Tanam Limbah Kelapa Sawit Dan Mikoriza ”

Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah (LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan

Mucuna brakteata merupakan tanaman penutup tanah yang kebutuhan benih per hektar 6 kg Mucuna brakteata merupakan tanaman penutup tanah yang kebutuhan benih per hektar 6 kg dapat