• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA di SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA di SMP"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF

MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF DITINJAU

DARI MOTIVASI SISWA di SMP

Skripsi

Oleh :

Dhian Kurnianingsih X2304003

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengalaman sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa

pendidikan merupakan faktor penting bagi kemajuan bangsa. Tingkat pendidikan

menunjukkan tingkat kemajuan bangsa. Bangsa–bangsa di dunia selalu

memperbaiki sistem pendidikannya untuk mencapai tujuannya. Pendidikan adalah

kegiatan yang selalu sadar tujuan. Proses pendidikan terdapat unsur- unsur yang

saling mempengaruhi, khususnya dalam mencapai tujuan pendidikan.

Di Indonesia penyelenggaraan pendidikan terdapat dua jalur yaitu jalur

pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal. Penyelenggaraan pendidikan

formal dilaksanakan melalui sekolah dengan kegiatan belajar mengajar yang

terprogram secara teratur, berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur

pendidikan nonformal dilaksanakan dalam keluarga, kelompok belajar dan satuan

pendidikan yang sejenis.

Dalam proses pendidikan formal terdapat unsur-unsur yang saling

mempengaruhi antara lain yaitu guru, murid, metode belajar dan sistem penilaian.

Unsur – unsur tersebut saling berkaitan apabila unsur–unsur tersebut berperan

dengan baik maka tujuan belajar mengajar akan tercapai dengan baik.

Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada

garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam diri

sendiri ( internal) dan faktor dari luar diri sendiri ( eksternal). Faktor dari dalam

diri sendiri merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan belajar.

Dalam proses belajar sasaran utamanya adalah individu sebagai subyek belajar.

Menempatkan siswa pada posisi subyek belajar berarti memberikan kesempatan

siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan peran aktif

siswa proses pentransferan ilmu dapat berjalan dengan baik. Faktor internal antara

lain faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor psikologis meliputi minat,

intelegensi, genetika, motivasi dan lain-lain. Dengan memperhatikan faktor-faktor

(3)

iii

pendidikan akan memberikan andil yang besar dalam membantu menghantarkan

siswa mencapai tujuan pendidikan. Perlu diperhatikan pula bahwa anak itu

sebenarnya berkeinginan untuk maju. Hal ini berkaitan dengan motivasi dan

adanya kebutuhan. Motivasi adalah kekuatan pendorong yang menggerakkan

seseorang untuk berbuat dan bertindak dalam memenuhi keinginannya. Motivasi

internal yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri adalah motivasi yang paling

kuat untuk mendorong seseorang untuk berbuat. Dalam kegiatan pembelajaran

Fisika yang berkaitan dengan motivasi dari luar diri siswa, Renata Holubová

(2005) mengatakan, “Experiences with the application of environmental problems

in physics teaching and learning have been positive. The students are motivated to

do a lot of out-of-school activities in addition to the compulsory physics

lessons”(Pengalaman-pengalaman melalui penerapan dari masalah-masalah

lingkungan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran Fisika memberikan dampak

yang positif. Siswa dimotivasi untuk melakukan lebih banyak kegiatan-kegiatan di

luar sekolah untuk menambahkan pelajaran-pelajaran fisika yang wajib). Dalam

belajar pun siswa memerlukan motivasi baik dari diri sendiri maupun orang lain.

Manusia adalah mahluk sosial maka faktor eksternal juga mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa.

Fisika merupakan salah satu bagian dari sains yang mempelajari tentang

fenomena energi, sifat-sifat materi dan segala sesuatu yang kita lakukan setiap

hari. Fisika mempelajari keterkaitan konsep-konsep fisika dalam kehidupan dan

pengembangan sikap serta kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi beserta dampaknya. Pengajaran fisika tenaga didik tidak hanya

menyampaikan materi konsep saja, tetapi juga menekankan pada proses dan dapat

menumbuhkan sikap ilmiah pada siswa.

Pengajaran fisika bertujuan agar siswa menguasai konsep-konsep fisika

dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah–masalah

yang dihadapi. Fisika dianggap sebagai pelajaran yang dirasa cukup sulit karena

selain hitungannya yang rumit, juga keterkaitan tiap kejadian dengan kejadian

(4)

iv

mempelajari fisika perlu memilih dan menggunakan strategi belajar mengajar

yang tepat.

Dalam pengajaran fisika tidak hanya keaktifan guru saja, tetapi keaktifan

siswa dalam pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar

siswa. Menurut Piaget anak adalah seorang yang aktif membentuk atau menyusun

pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya

sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian

tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis

(Mulyani,2001:15). Untuk meningkatkan keterlibatan aktif siswa, pendekatan dan

metode pembelajaran haruslah tepat. Pendekatan konstruktivisme merupakan

salah satu bentuk pendekatan pengajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa.

Menurut prinsip ini belajar merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap

obyek, pengalaman maupun lingkungan sehingga menimbulkan pemahaman baru

dan mengembangkan pengertian.

Pembelajaran kooperatif didasarkan pada kebersamaan dengan asumsi

bahwa keberhasilan siswa akan tercapai apabila setiap anggota kelompoknya

berhasil. Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa model salah satunya adalah

model Think Pair Share. Pendekatan struktural Think Pair Share merupakan suatu

model mengajar yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Model ini

dapat meningkatkan penguasaan akademis siswa. Selain itu, dengan model ini

siswa tidak akan cepat merasa bosan dalam belajar fisika. Dengan mengadakan

penelitian ini diharapkan dapat menambah model pembelajaran dalam

mengajarkan pelajaran fisika. Sehingga murid-murid akan lebih mudah dan

menyukai pelajaran fisika.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share terhadap

(5)

v

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukaan di atas, maka

dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul antara lain:

1. Interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lain seringkali kurang berjalan

dengan baik sehingga menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan hasil belajar

yang baik.

2. Hasil belajar yang diukur berdasarkan kemampuan kognitif siswa berkaitan

dengan faktor internal dan eksternal.

3. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui

pendekatan dan model pembelajaran.

4. Konstruksi kognitif siswa terhadap obyek, pengalaman maupun lingkungan

menimbulkan pemahaman baru dan mengembangkan pengertian sering

diabaikan dalam proses belajar mengajar.

5. Keberhasilan belajar siswa dapat dicapai apabila ada kerjasama antar anggota

kelompok dan proses interaksi antara individu dalam berpikir bersama untuk

memecahkan masalah.

6. Kemampuan kognitif siswa berkaitan dengan motivasi belajar dan model

pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam, serta

tidak terjadi penyimpangan terhadap apa yang menjadi tujuan penelitian, maka

peneliti membatasi masalah dalam penelitian. Adapun pembatasan masalah

tersebut sebagai berikut :

1. Faktor internal yang berkaitan dengan hasil belajar siswa dispesifikasi pada

motivasi belajar siswa.

2. Model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistis yang digunakan adalah

pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads

Together.

3. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok

(6)

vi

4. Prestasi belajar siswa dinyatakan dengan hasil tes mata pelajaran fisika pada

pokok bahasan Kalor.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair

Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif

siswa?

2. Adakah perbedaan pengaruh antara motivasi belajar kategori tinggi dan rendah

terhadap kemampuan kognitif siswa?

3. Adakah interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar

terhadap kemampuan kognitif siswa ?

E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara pembelajaran

kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together

terhadap kemampuan kognitif siswa.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara motivasi belajar

kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara penggunaan model

pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif

siswa.

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan :

1. Memberi masukan kepada guru dan calon guru dalam menentukan model

mengajar yang tepat untuk pokok bahasan tertentu.

2. Menjadi panduan bagi guru dan calon guru dalam menentukan model belajar

yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis

(7)

vii BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan kegiatan yang paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian

tujuan pendidikan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami

siswa sebagai anak didik.

Ada beberapa pendapat mengenai definisi belajar. Belajar secara

tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah

pengetahuan.( Mulyani S, 2001:13).

“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman”( learning is defined as the modification or strengthening of behavior

through experiencing)”.( Oemar Hamalik, 2003: 36)

“Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan

lingkungannya”.( Moh. Uzer Usman, 2001: 5)

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik berupa

pengetahuan, kebiasaan ataupun sikap yang diperoleh dari hasil pengalaman.

Seseorang dikatakan belajar apabila didalamnya terjadi perubahan tingkah laku

dan perubahan tersebut sebagai akibat dari pengalaman.

a. Teori–teori Belajar

Untuk lebih mendalami hakekat belajar perlu dikemukakan teori belajar

oleh beberapa ahli.

1). Teori Piaget

Menurut Jean Piaget proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan

yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Proses asimilasi adalah proses

penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada

(8)

viii

situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara

asimilasi dan akomodasi.

Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif

yang dilalui siswa, dalam hal ini Piaget membagi menjadi 3 tahap yaitu:

(a) Tahap Praoperasional, sampai umur 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi

tidak berkenaan dengan anak sekolah.

(b) Tahap Operasi konkret, ketika anak berumur 7 sampai 14 tahun.

(c) Tahap Operasi formal, ketika anak berumur 14 tahun atau lebih.

( Nasution, 2005:7-8)

2) Teori Robert M. Gagne

Gagne mengemukan lima macam kemampuan manusia yang merupakan

hasil belajar yaitu sebagai berikut:

(a) Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis,

hitung, sampai kepada pemikiran yang rumit.

(b) Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang

didalam arti seluas-luasnya, temasuk kemampuan memecahkan

masalah.

(c) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.

(d) Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah.

(e) Sikap dan nilai, berehubungan dengan arah serta intensitas emosional

yang dimiliki seseorang.

(Mulyani Sumantri dkk, 2001:14)

Robert M. Gagne membedakan 8 type belajar yakni

(a) Signal learning ( belajar isyarat)

(b) Stimulus – response learning ( belajar stimulus respons)

(c) Chaining ( rantai atau rangkaian)

(d) Verbal association ( asosiasi verbal)

(e) Discrimination learning (belajar diskriminasi)

(f) Concept learning (belajar konsep)

(g) Rule learning (belajar aturan)

(9)

ix (Nasution, 2005:136)

3) Teori Konektionisme

Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca

indera (sense imprision)dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Dengan

kata lain belajar adalah pembentukan hubungan anatar stimulus dan respon, antara

aksi dan reaksi.

Thorndike mengemukan beberapa prinsip atau hukum diantaranya;

(a) Law of effect

Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, kalau disertakan

dengan perasaan senang atau puas dan sebaliknya kurang erat atau

bahkan bisa lenyap kalau perasaan tidak senang.

(b) Law is multiple response

Dalam situasi problematis, kemungkinan besar respon yang tepat itu

tidak segera nampak, sehingga individu yang belajar itu berulang kali

mengadakan percobaan sampai respon itu muncul dengan tepat.

(c) Law of exercise atau Law of use and disuse

Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat kalau sering

dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika jarang atau tidak

pernah digunakan.

(d) Law of assimilation atau law of analogy

Seseorang dapat menyesuaikan diri atau memberi respon yang sesuai

dengan situasi sebelumnya.

(Sardiman, 1990:34-36)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar menghasilkan perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai

hasil dari proses belajar dipangaruhi oleh faktor yang terdapat dalam diri individu

itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar individu (Sudjana, 1989 : 6).

Terdapat dua fator yang mempengaruhi belajar, yaitu : 1) Faktor Intern

(10)

x

intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan kelelahan. Adapun faktor kelelahan dapat terjadi pada jasmani maupun rokhani.

2) Faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Pengaruh dari keluarga dapat berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, dan keadaan sekolah. Faktor masyarakat berkaitan dengan interaksi siswa dalam masyarakat (Slameto, 1995 : 54).

Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, proses

belajar dapat ditingkatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Tentunya, hasil

yang diharapkan sesuai dengan tujuan belajar.

b. Tujuan Belajar

Proses belajar tidak dapat terlepas dari tujuannya. Tujuan belajar

merupakan hal yang sangat penting karena segala komponen akan bertindak

sesuai dengan pencapaian tujuan.

Mengenai tujuan-tujuan belajar sangat banyak dan variasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, yang dinamakan instructional effects, yanng biasa berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan hasil sampingan yaitu tercapai karena siswa contohnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua itu lazim disebut nurturant effects.

Ditunjau secara umum maka tujuan belajar ada tiga jenis yaitu (a) Untuk mendapatkan pengetahuan

(b) Penanaman konsep dan keterampilan (c) Pembentukan sikap

( Sardiman, 1990;27-30)

2. Hakekat Mengajar

Setiap guru seharusnya dapat mengajar di depan kelas. Setiap guru harus

terampil melaksanakan mengajar tersebut. Mengajar merupakan suatu perbuatan

yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya

pendidikan pada siswa sangat sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru

dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang

bersifat unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena berkenaan dengan manusia

(11)

xi

Pengertian mengajar mengalami perkembangan, bahkan hingga dewasa ini

belum ada definisi yang tepat mengenai mengajar. Mengajar pada prinsipnya

membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian

bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam

hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses

belajar.(Uzer Usman, 2001;6)

“Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak

didik”.(Sardiman, 1990;47).

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar

adalah proses membimbing kegiatan belajar mengajar siswa memperoleh

informasi, keterampilan, cara berfikir, dan sarana untuk mengekspresikan dirinya.

a. Teori-teori mengajar

Adapun teori-teori mengajar yaitu:

a) Definisi lama ”mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa

pengalaman-pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita, atau

mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikut sebagai

generasi penerus’. Dalam hal ini tampak sekali bahwa aktivitas terletak

pada guru. Siswa hanya mendengarkan dan menerima saja apa yang

diberikan guru.

b) Definisi De Queliy dan Gazali “mengajar adalah menanamkan

pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat’. Dalam

hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang

memperhatikan bahwa diantara siswa ada perbedaan individual, sehingga

memerlukan pelayanan yang berbeda-beda.

c) Definisi modern di negara-negara yang sudah maju ( Teaching is the

guidance of learning) ”mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam

proses belajar”. Definisi ini menunjukan bahwa yang aktif adalah siswa,

yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru hanya membimbing,

menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan pada

(12)

xii ( Slameto, 2003:29-30)

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

mengajar adalah bimbingan yang diberikan pada siswa berupa pengetahuan,

pengalaman-pengalaman dan kecakapan dalam proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan mengajar.

b. Prinsip – Prinsip Mengajar

Setiap guru mempunyai tugas mengajar anak didiknya. Tugas mengajar

bukanlah pekerjaan yang ringan bagi seorang guru. Tugas mengajar dikaitkan

dengan bimbingan yang diperlukan siswa dalam proses belajar. Proses belajar

nantinya akan membawa siswa menjadi orang yang pintar dan bermoral.

Berkaitan dengan tugas mengajar, guru yang mengajar memerlukan

prinsip-prinsip mengajar untuk dapat dilaksanakan seefektif mungkin.

Prinsip-prinsip mengajar menurut Mursell dibedakan menjadi enam, yaitu konteks, fokus,

sosialisasi, individualisasi, squence, dan evaluasi (Slameto, 1995 : 50).

1) Konteks

Tugas hendaknya dinyatakan dalam kerangka suatu konteks, dengan

sifatnya yang konkret, dapat ditiru dan dilaksanakan dengan teratur yang

dapat memberikan kemungkinan seluas-luasnya untuk bereksperimentasi,

bereksplorasi dan menentukan serta yang mengarah pada penguasaan

melalui pengertian dan pemahaman serta yang memungkinkan transfer.

Ciri – ciri konteks yang baik yaitu;

(a) Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan

kuat sekali.

(b) Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret.

(c) Pengalaman konkret yang dinamis merupakan alat untuk menyusun

pengertian yang bersifat sederhana sehingga pengalaman itu dapat

ditiru untuk diulangi.

2) Fokus

Dalam proses belajar perlu diorganisasikan bahan yang penting. Belajar

yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan di suatu fokus.

(13)

xiii (a) Memobilasi tujuan

(b) Memberi bentuk dan uniformitas (keseragaman) dalam belajar.

(c) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan.

3) Sosialisasi

Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kelompok diskusi.

Mereka bertanggung jawab bersama dalam proses memecahkan masalah.

Ciri-ciri sosialisasi yang baik yaitu;

(a) Fasilitas sekolah

(b) Perangsang ( incentives)

(c) Kelompok demokratis.

4) Individualisasi

Dalam mengorganisasi belajar mengajar, guru memperhatikan taraf

kesanggupan siswa, dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya

sendiri apa yang dapat dilakukan sebaik-baiknya.

Ciri –ciri individualisasi yang baik yaitu:

(a) Perbedaan-perbedaan vertikal

(b) Perbedaan-perbedaan kualitatif

5) Sequence

Belajar sebagai gejala tersendiri dan hendaknya diorganisasikan dengan

tepat berdasarkan prinsip konteks, fokalisasi, sosialisasi dan

individualisasi.

Ciri-ciri Sequence yang baik yaitu:

(a) Pertumbuhan itu bersifat kontinu

(b) Pertumbuhan tergantung dari tujuan

(c) Pertumbuhan tergantung pada munculnya makna.

(d) Pertumbuhan merupakan perubahan dari penguasaan yang langsung

menuju kepada kontrol yang jauh.

(e) Pertumbuhan merupakan perubahan dari yang konkret ke arah yang

abstrak.

(f) Pertumbuhan sebagai suatu gerakan dari yang “kasar dari global” ke

(14)

xiv

(g) Perubahan merupakan proses transformasi.

6) Evaluasi

“Evaluasi adalah suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan

hasil-hasil pelajaran yang dicapai, dan dapat memberi laporan tentang

siswa kepada siswa itu sendiri dan orang tuanya”. Ciri-ciri evaluasi yang

baik yaitu:

(a) Penilaian pada hasil-hasil langsung

(b) Evaluasi dan transfer

(c) Penilaian langsung dari proses belajar

( Slameto, 1995:35-53)

3. Pembelajaran Kooperatif

Dahulu proses belajar mengajar diartikan mentransfer pengetahuan kepada

anak didik. Anak didik hanya menerima saja ibarat menuangkan apa saja yang

diketahui kedalam botol kosong. Guru mempunyai peran aktif dalam proses

belajar mengajar sedangkan siswanya pasif. Pengertian tersebut tidak sesuai

dengan dunia pendidikan dewasa ini.

Siswa dituntun aktif dan kreatif, sedangkan guru hanya memberi bimbingan

dan pengarahan. Guru dituntut mengembangkan kompetensi dan kemampuan

yang dimiliki siswa. Dalam proses belajar mengajar interaksi antara siswa dengan

guru maupun antar siswa dengan siswa sangatlah penting. Salah satu

pembelajaran yang menitikberatkan pada interaksi siswa adalah pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang berbeda untuk saling bekerja sama

dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran. Pengajaran cooperative

learning didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur

(Anita Lie, 2002 : 18). Menurut Johnson & Johnson yang termasuk dalam struktur

yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,

keahlian bekerjasama, dan proses kelompok. Cooperatif learning atau belajar

kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan

(15)

xv

dimana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami,

dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan( 2007:134).

Menurut Slavin, cooperatif learning mempunyai tiga karakteristik:

a. Murid bekerja dalam tim-tim kecil (4-6 orang anggota); komposisi tetap

selama beberapa minggu.

b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang

bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.

c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

( Tim Psikologi pendidikan, 1993;112)

Menurut Scott Gordon pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan

yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokkan

dengan orang sepadan dan serupa bisa menghilangkan kesempatan anggota

kelompok untuk memperluas wawasan dan untuk memperkaya diri, karena dalam

kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses

berpikir, bernegosiasi, berargumentasi, dan berkembang. Pada pembelajaran

cooperatif learning siswa dikelompokkan berdasarkan heterogenitas(

kemacam-ragaman). Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan

keanekaragaman gender, latar belakang sosial ekonomi dan etnik, serta

kemampuan akademis.(Anita lie,2002:40). Kelompok heterogen memberikan

kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung, meningkatkan relasi

dan interaksi dengan orang lain, serta memudahkan pengelolaan kelas. Adapun

jumlah anggota setiap kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai 5 orang. Anggota

yang memiliki sedikit personil dapat lebih meningkatkan partisipasi tiap anggota

tetapi sedikit pula ide yang muncul dan kesulitan memonitor. Untuk anggota yang

memiliki 4 atau 5 personil dapat memperbanyak tugas yang dilakukan tetapi

memakan banyak waktu.

Terdapat enam tahap dalam pembelajaran kooperatif yaitu guru

menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi,

pengelompokan ke dalam tim-tim belajar, membimbing siswa, evaluasi dan

(16)

xvi

Fida,Nur,Ismono,2000:11). Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif

haruslah memenuhi proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam belajar.

Dalam pembelajaran kooperatif penataan ruang kelas perlu

memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Menurut Anita Lie ( 2002 : 51) ada

beberapa model penataan bangku yang dapat dipakai yaitu meja tapal kuda, meja

panjang, penataan tapal kuda, meja laboratorium, meja kelompok, klasikal, meja

berbaris, dan bangku individu.

Keterangan gambar

1. Meja Kuda

4. Meja Panjang

5. Meja Kelompok

6. Meja Laboratorium

7. Penataan Tapal Kuda

8. Klasikal

9. Bangku Individu

10.Meja Berbaris

Gambar 2.1. Model-model Penataan Bangku 2

1

3

4

5

6

7

(17)

xvii

Slavin (1995:285) membagi pembelajaran kooperatif menjadi beberapa

model yaitu :

1) STAD (Student Teams Achievement Division)

2) TGT (Teams Games Tournament)

3) TAI (Teams Assisted Individualization)

4) CIRC (Cooperative integrated reading and composition)

5) GI (Group investigation)

6) Struktural yang terdiri dari Teknik TPS (Think Pair Share) dan NHT

(Numbered Head Together)

a. Think-Pair-Share

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Think-Pair-Share.

Think-Pair-Share merupakan salah satu struktur dalam model struktural. Model

struktural adalah model terakhir dalam pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk. Ada struktur yang dikembangkan untuk

meningkatkan akademik dan struktur yang dirancang untuk mengajarkan

ketrampilan sosial. Think-Pair-Share digunakan untuk mengajarkan isi akademik

atau pemahaman siswa.( Muslimin Ibrahim dkk,2000:26)

Teknik belajar mengajar Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank

Lyman sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Teknik ini

memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang

lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk

memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling

membantu satu sama lain.

Dalam menerapkan model struktural Think-Pair-Share menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

a) Thinking ( berfikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan

pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu

tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

(18)

xviii

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk

mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi

pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu

pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah

diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5menit untuk

berpasangan.

c) Sharing (berbagi)

Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas

tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara

bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar

seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

( Muslimin Ibrahim dkk,2000:27)

Keuntungan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah

1. Optimalisasi partisipasi siswa

2. Suasana kelas tidak gaduh

3. Siswa dapat berpikir sendiri serta dapat bekerjasama dengan orang lain.

Kelemahan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah

1. Terlalu banyak kelompok yang harus diperhatikan guru

2. Lebih sedikit ide yang muncul.

(19)

xix

Gambar 2.2 Skema Pembelajaran Cooperatif Learning Model Think Pair Share

b. Number Head Together

Number Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen untuk

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan

ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga Guru

membentuk siswa berpasangan

Guru memberikan permasalahan atau pertanyaan kepada siswa

Siswa menyelasaikan permasalahan atau pertanyaan secara individu

Siswa menyelasaikan permasalah atau pertanyaan dengan pasangan yang telah dibentuk sebelumnya.

Guru menunjuk salah satu pasangan untuk

menyampaikan hasil diskusinya. Salah satu siswa maju kedepan untuk menyampaikan hasilnya.

Think

Pair

(20)

xx

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Pembelajaran

kooperatif model Number Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah

variansi diskusi kelompok ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang

siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang

mewakili kelompoknya.( Moh Nur, 2005:78).Dalam praktiknya guru

menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut

(1) Penomoran , guru membagi siswa kedalam kelompok beranggotakan

3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai

5.

(2) Mengajukan pertanyaan, guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada

siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat sangat spesifik

dan dalam bentuk kalimat tanya.

(3) Berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban

pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya

mengetahui jawabannya itu.

(4) Menjawab, guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa

yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

( Muslimin Ibrahim dkk, 2000: 28)

Keuntungan pembelajaran kooperatif model Number Heads Togheter

adalah

1. Ide-ide yang muncul lebih banyak

2. Guru mudah memonitor.

Kelemahan pembelajaran kooperatif model Number Heads Togheter

adalah

1. Suasana kelas gaduh

2. Kurang untuk kesempatan untuk individu .

(21)

xxi

Gambar 2.3 Skema Cooperatif Learning Model Number Heads Together

4. Kemampuan Kognitif

Dalam proses belajar mengajar dihasilkan bertambahnya pengetahuan

siswa. Setiap akhir pelajaran diadakan tes ditujukan untuk mengetahui seberapa

besar pemahaman dan pengetahuan yang diterima siswa. Pengetahuan dan

pemahaman merupakan sifat kognitif anak. Menurut Piaget perkembangan

kognitif merupakan proses genetik , artinya proses yang didasarkan atas

mekanisme biologis yakni perkembangan sistem saraf. Perkembangan kognitif

bergantung pada akomodasi dan asimilasi.

Menurut Bloom Krathwool berpendapat bahwa segi kognitif memiliki enam tingkatan yaitu :

a) Pengetahuan ( Knownledge) Guru membentuk

kelompok yang berdiri 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa

Siswa berdiskusi menyatukan pendapat terhapad jawaban pertanyaan guru dan menyakinkan tiap anggotanya mengetahui jawabannya.

(22)

xxii

Pengetahuan merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif berupa pengenalan atau pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk yang dipelajari.

b) Pemahaman (Comprehension)

Pengertian/pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan belajar ranah kognitif berupa kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa mennghubungkan isi pelajaran lainnya.

c) Penerapan (Aplication)

Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya sesuai dengan situasi yang konkret.

d) Analisis (Analysis)

Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran kebagian-bagian yang menjadi unsur pokok.

e) Sintesis ( Synthesis)

Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok menjadi struktur baru.

f) Evaluasion ( Evaluation )

Evaluasi (penilaian) merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud/ tujuan tertentu.

5. Motivasi Belajar

Menurut Mc. Donald dalam buku Sardiman(1990:73-74) motivasi

adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap tujuan. Dari pendapat yang

dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting.

a) Bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa

perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada

organisme manusia karena menyangkut perubahan energi manusia ( walaupun

motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan

menyangkut kegiatan fisik manusia.

b) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang. Dalam

hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan

emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi memang muncul

dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong

oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan

(23)

xxiii

Kartono dan Dali Gulo dalam buku gino dkk(1997:81-82) berpendapat

bahwa motivasi mengandung dua arti yaitu;

a) Kontrol batiniah dari tingkah laku seperti yang dimiliki oleh

kondisi-kondisi fisiologi, minat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap,dan

opini-opini.

b) Kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu; sikap atau perilaku

yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu

yang telah direncanakan.

Dari penjelasan di atas maka motivasi merupakan penggerak yang dapat

menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, yang

melibatkan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi untuk kemudian bertindak

melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau

keinginan.

Dalam proses belajar mengajar, motivasi siswa sangat berpengaruh pada

hasil belajar. Menurut Ngalim P (1990:60) motivasi syarat mutlak untuk belajar.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya

penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,

yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga

tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Motivasi memegang peranan

penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa

termotivasi kuat memiliki energi benyak untuk melakukan kegiatan belajar.A

student’s total motivation is most often combination of intrinsic and exstrinsic

motivation( www.questia.com). Artinya seorang siswa mempunyai motivasi yang

besar yang berasal dari kombinasi antara motivasi instrinsik dan motivasi

ekstriksik.

Fungsi motivasi dalam belajar antar lain:

a) Motivasi mendorong siswa untuk berbuat dalam hal ini berbuat/melakukan

kegiatan belajar.

b) Motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang tepat menuju tercapainya

(24)

xxiv

c) Dengan motivasi siswa dapat memilih dan menyeleksi perbuatan/ perilaku

yang mana harus dilakukan atau ditinggalkan sehingga pencapaian tujuan

dapat direalisaikan.

Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang

baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama

didasari motivasi maka seseorang yang belajar akan menghasilkan prestasi yang

baik. Sehingga seorang guru harus dapat menyusun suatu strategi belajar mengajar

yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar dalam diri siswa. One way to

motivate students to study physics is to solve problems that are closer to students’

lives, to do simpler and nontraditional experiments, to teach with multimedia, and

to use interdisciplinary connection.( www.phy. Ilstu.edu). Salah satu jalan

memberi motivasi siswa untuk belajar fisika dengan memecahkan masalah yang

berada disekitar lingkungan siswa, lebih mudah dan ekperimen non tradisional,

mengajar dengan multimedia dan menggunakan koneksi interdisplinary.

Indikator-indikator angket motivasi sebagai berikut; ketertarikan dan

perhatian yang tmeliputi minat, kesadaran dan menerima. Kemauan yang meliputi

rasa ingin tahu, keuletan, tidak mudah putus asa dan bekerjasama. Keaktifan yang

meliputi keaktifan dalam proses belajar dan keaktifan dalam menyelesaikan tugas.

6. KALOR a. Pengertian Kalor

Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari

suhu tinggi ke suhu rendah. Perubahan suhu suatu zat dan perubahan wujud zat

dari bentuk ke bentuk lain adalah fenomena yang berkaitan dengan kalor. Dalam

SI kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Sedangkan satuan lain yang

digunakan untuk menyatakan satuan kalor adalah kalori (kal), dimana 1 kal = 4,2

J atau 1 J = 0,24 kal.

b. Kalor Dapat Mengubah Suhu Zat

Apabila suatu zat dapat menyerap kalor, maka suhu zat itu akan naik

dan sebaliknya apabila zat itu melepaskan kalor, suhunya akan turun. Jumlah

(25)

xxv

zat, dan kenaikan atau penurunan suhu zat itu. Jika ditulis dalam bentuk

persamaan matematika, diperoleh hubungan sebagai berikut.

t mc

Q 

Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = masa zat (kg)

c = kalor jenis zat (J/kg0C)

t= kenaikan suhu (0C)

Yang dimaksud kalor jenis suatu zat adalah bilangan yang menyatakan banyaknya

kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 0C. satuan

internasional dalam sistem MKS untuk kalor jenis adalah J/kg0C. satuan kalor

jenis juga dapat ditulis dalam kalori/gram0Celsius.

Kapasitas kalor

Kapasitas kalor didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk

menaikkan suhu 10C atau 1K. Secara matematis kapasitas kalor dirumuskan

T Q C

 atau Cmc

Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = masa zat (kg)

c = kalor jenis zat (J/kg0C)

t= kenaikan suhu (0C)

C = kapasitas kalor (J/0C atau J/K)

c. Kalor Dapat Mengubah Wujud Zat

Kalor yang diterima atau dilepaskan suatu zat tidak hanya menyebabkan

perubahan suhu zat tersebut, tetapi dapat pula menyebabkan zat tersebut berubah

wujud. Wujud zat yang ada di alam mempunyai tiga wujud yaitu padat, cair, dan

gas.

1) Melebur Dan Membeku

Melebur adalah perubahan wujud dari zat padat menjadi zat cair,

sebaliknya membeku adalh perubahan wujud dari zat cair menjadi zat

padat. Ketika melebur terjadi penyerapan kalor, sedangkan ketika

(26)

xxvi

Titik lebur adalah suhu zat ketika melebur. Kalor dalam joule yang

diperlukan untuk meleburkan 1 kg zat padat menjadi 1 kg zat cair pada

titik leburnya disebut kalor lebur. Sebaliknya kalor yang dilepaskan pada

waktu 1 kg zat cair membeku menjadi 1 kg zat padat pada titik bekunya

disebut kalor beku. Untuk zat yang sama titik lebur sama dengan titik beku

dan kalor lebur sama dengan kalor beku.

Rumus untuk menentukan kalor lebur atau kalor beku adalah

m Q

L atau Q = mL

Dengan Q = kalor (J)

L = kalor lebur/beku (J/Kg)

m= massa (Kg)

titik lebur suatu zat dipengaruhi oleh tekanan dan ketidak murnian zat. Jika

tekanan pada zat dinaikan, titik lebur zat akan turun, sebaliknya tekanan

zat diturunkan titik leburnya akan naik.

2) Menguap dan Mengembun

Menguap adalah perubahan wujud dari zat cair menjadi gas, sebaliknya

mengembun adalah perubahan wujud dari gas menjadi zat cair. Ketika

menguap zat menyerap kalor, dan sebaliknya mengembun zat melepaskan

kalor. Faktor-faktor yang mempercepat penguapan:

(a) Pemanasan

(b) Meniup udara di atas permukaan

(c) Memperluas permukaan

(d) Mengurangi tekanan di atas permukaan.

Banyaknya kalor yang diperlukan oleh setiap 1 kg massa zat untuk

berubah wujud dari cair menjadi gas disebut kalor penguapan/ kalor uap.

Secara matematis dirumuskan sebagai berikut

m Q U

Dengan U = kalor uap atau kalor laten (J/kg, kkal/kg)

(27)

xxvii m = massa zat (kg)

Mendidih adalah proses perubahan wujud dari zat cair menjadi gas yang

terjadi pada seluruh bagian zat cair pada suhu tertentu. Peristiwa mendidih

berbeda dengan menguap. Penguapan hanya terjadi pada permukaan zat

cair sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair. Penguapan

terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada suhu

tertentu yang disebut dengan titik didih.

Titik didih zat ternyata dapat berubah. Ada dua faktor yang dapat

mengubah titik didih yaitu pengaruh tekanan dan adanya ketidak murnian

zat.

3) Azas Black

Bila sebuah benda melepaskan kalor ke benda yang suhunya lebih rendah,

pada akhirnya akan tercapai kesetimbangan suhu. Artinya suhu kedua

benda akan sama. Menurut Joseph Black banyaknya kalor yang

dilepaskan benda sama dengan benyaknya kalor yang diterima benda.

Pernyataan itu kemudian dikenal sebagai azas black. Secara matematis

azas black dirumuskan sebagai berikut:

Q1 = Q2

m

1

c

1

T

1

m

2

c

2

T

2

Qlepas = Qterima

d. Perpindahan Kalor

Kalor dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain denga tiga cara

yaitu secara radiasi, konduksi dan konveksi.

1) Radiasi

Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor tanpa zat perantara

(medium). Sebagai contoh sinar matahari kebumi melalui radiasi.

Beberapa zat dapat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada zat lainnya.

Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik

sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik juga. Sebaliknya permukaan

(28)

xxviii

sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk. Alat yang digunakan untuk

mengetahui adanya pancaran kalor adalah termoskop.

Beberapa pemanfaatan dari sifat pemukaan yang memancarkan kalor

dengan baik dan buruk antara lain:

(a) Sirip-sirip pendingin yang terdapat dibelakang lemari es dicat hitam

dan kusam agar memancarkan radiasi ke lingkungan sekitar.

(b) Panel surya pemanas dicat hitam agar dapat menyerap radiasi dari

matahari.

(c) Rumah dicat putih agar dapat memantulkan kalor radiasi dari sinar

matahari.

(d) Bagian dari termos dilapisi perak mengkilap agar memantulkan radiasi

kembali ke dalam termos.

2) Konveksi atau aliran

Konveksi adalah perpindahan kalor melalui zat disertai perpindahan

partikel-partikel zat itu. Perpindahan kalor secara konveksi disebabkan

oleh perbedaan masa jenis zat. Contoh peristiwa konveksi dalam

kehidupan sehari-hari:

(a) Terjadinya angin darat dan angin laut.

(b) Cerobong asap

(c) Sistem ventilasi rumah

(d) Sistem pendingin mobil

(e) Lemari es

(f) Memanaskan air

3) Konduksi atau hantaran

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat tanpa disertai perpindahan

partikel-partikel zat itu. Perpindahan kalor secara konduksi terjadi pada zat

padat. Umumnya logam merupakan penghantar kalor yang baik. Zat bukan

logam merupakan penghantar kalor yang kurang baik. Penghantar kalor

yang baik disebut konduktor. Sedangkan penghantar yang buruk disebut

(29)

xxix

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share Dan

Number Heads Together Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model

pembelajaran yang menekankan pada interaksi siswa dengan keterlibatan

aktifnya dalam proses pembelajaran. Salah satu dari model pembelajaran ini

adalah Think-Pair-Share. Think-Pair-Share bertujuan agar siswa dapat saling

bekerja sama dengan anggota kelompoknya, serta bertukar pikiran untuk

menghasilkan hal yang terbaik. Sebelum siswa dikelompokkan, siswa

memecahkan masalah sendiri. Setelah mendapatkan pasangan siswa bertukar

pikiran untuk memecahkan masalah tersebut. Jadi, siswa berperan aktif untuk

menyumbangkan ide-ide terbaiknya.

Number Heads Together juga merupakan model dari pembelajaran

kooperatif. Number Heads Together mementingkan kerja kelompok saja tanpa

ada pemikiran sendiri. Siswa diberi masalah langsung dipecahkan dengan

kelompoknya baru menjawab secara individu. Siswa yang kurang aktif bisa

tertinggal karena mereka akan malu dalam mengeluarkan pendapatnya. Dan

saat anak itu giliran menjawab, jawabannya dari teman-teman kelompoknya

saja. Sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Siswa

yang aktif kemampuan kognitifnya akan tinggi. Dengan menggunakan Think

Pair Share setiap siswa cenderung berpartisipasi aktif sehingga kemampuan

kognitifnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan Number

Heads Together.

2. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa.

Motivasi belajar siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa

yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai frekuensi

belajar yang lebih sering daripada siswa yang memiliki motivasi belajar yang

rendah. Siswa yang memiliki motivasi tinggi mempunyai kesadaran dan

kemauan untuk konsentrasi terhadap pelajaran serta memberikan perhatian

yang lebih dalam proses belajar. Semakin tinggi motivasi belajar siswa maka

(30)

xxx

demikian kemampuan kognitif siswa cenderung lebih tinggi. Sedangkan siswa

yang memiliki motivasi rendah mempunyai kesadaran yang rendah dan

konsentrasi yang kurang serta kurang memperhatikan proses belajar. Hal ini

mempengaruhi kemampuan kognitif siswa dalam menguasai materi

pembelajaran. Diharapkan motivasi belajar berpengaruh terhadap kemampuan

kognitif siswa.

3. Interaksi Antara Model Pembelajaran Kooperatif Dan Motivasi Belajar Siswa

Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa.

Faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tidak

terlepas dari faktor eksternalnya. Demikian pula, faktor faktor eksternal,

model belajar tidak lepas dari faktor internal motivasi belajar. Penggunaan

Think-Pair-Share yang diberikan kepada siswa dengan motivasi belajar siswa

tinggi tentunya akan berbeda dengan pemberian kepada siswa dengan motivasi

belajar rendah. Begitu pula penggunaan Number Heads Together yang

diberikan kepada siswa dengan motivasi belajar tinggi tentunya berbeda

dengan pemberian kepada siswa dengan motivasi belajar rendah. Penggunaan

Think-Pair-Share pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan

mendapatkan output kemampuan kognitif yang tinggi. Hal ini didasarkan pada

adanya kecenderungan siswa yang aktif ditambah dengan adanya kemauan

dan kesadaran siswa untuk memperhatikan dan berkonsentrasi pada saat

kegiatan pembelajaran. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan

penggunaan Number Heads Together pada siswa yang memiliki motivasi

belajar rendah yang menghasilkan output kemampuan kognitif yang rendah.

Sesuai dengan teori adanya kecenderungan beberapa siswa yang pasif dengan

kurangnya kemauan dan kesadaran untuk memperhatikan dan berkonsentrasi

pada saat kegiatan pembelajaran. Diharapkan ada interaksi antara penggunaan

metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif

siswa.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan alur pemikiran dari peneliti ini

(31)

xxxi

Gambar 2.4. Bagan Kerangka Berpikir

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan

hipotesa sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif model

Think-Pair-Share dan Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa.

2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dan rendah terhadap

kemampuan kognitif siswa.

3. Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dan motivasi

(32)

xxxii B

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Jatiroto Wonogiri kelas VII

tahun ajaran 2008/2009. Adapun waktu penelitian dilakukan mulai bulan

Desember tahun 2008 sampai bulan Januari tahun 2009.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.

Dalam penelitian digunakan dua kelas yang mempunyai kemampuan awal sama

tetapi diberi perlakuan yang berbeda, yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan

model Think Pair Share sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan berupa

pembelajaran dengan menggunakan model Number Heads Together.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 X 2 dengan

model desain sebagai berikut :

Tabel.3.1.Desain Faktorial 2 X 2

Motivasi Belajar (B)

B1 B2

Penggunaan Model

Pembelajaran (A)

A1 A1 B1 A1 B2

A2 A2 B1 A2 B2

Keterangan :

A : penggunaan model pembelajaran.

A1 : penggunaan model Think-Pair-Share

A2 : penggunaan model Number Heads Together

B : motivasi belajar siswa.

B1 : motivasi belajar siswa tinggi

B2 : motivasi belajar siswa rendah.

(33)

xxxiii

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 2

Jatiroto Wonogiri tahun ajaran 2008/2009. Sampel yang akan digunakan dalam

penelitian terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak kemudian dijadikan

sebagai kelas eksperimen dan kontrol. Sebelum sampel diteliti, terlebih dahulu

disamakan keadaan awalnya.

D. Variebel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu variabel bebas

dan variabel terikat. Untuk variabel terikat adalah kemampuan kognitif siswa

sedangkan variabel bebasnya adalah model pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme dan motivasi belajar siswa.

1.Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian adalah kemampuan kognitif siswa:

a. Definisi

Kemampuan kognitif siswa adalah tingkat penguasaan siswa dalam

mempelajari fisika pada sub pokok bahasan kalor.

b. Indikator

Nilai tes kemampuan kognitif siswa sub pokok bahasan kalor.

c. Skala pengukuran : interval

2. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

a. Penggunaan model pembelajaran koopertif

(1) Definisi

Pembelajaran kooperatif adalah faktor eksternal yang direkayasa oleh guru

untuk mencapai keberhasilan belajar dengan pendekatan pembelajaran

yang menekankan keaktifan, dimana pelajar membangun sendiri

pengetahuannya. Pelajar mencari sendiri dari apa yang mereka pelajari.

Ini merupakan proses penyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan

(34)

xxxiv (2) Indikator

Pembelajaran yang disesuaikan dengan model yang diterapkan.

(3) Kategori : - pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share

- pembelajaran kooperatif model Number Heads Together

(4) Skala Pengukuran : nominal

b. Motivasi

(1) Definisi

Motivasi adalah daya dorong yang mendorong siswa untuk belajar.

(2) Indikator : skor hasil angket motivasi belajar siswa

(3) Kategori : - motivasi belajar fisika kategori tinggi

- motivasi belajar fisika kategori rendah

(4) Skala Pengukuran : nominal

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan

menggunakan beberapa teknik yaitu :

1. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

menggunakan dokumen sebagai sumber data. Adapun jenis dokumen yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah data nilai hasil tengah semester yang

dimiliki oleh guru kelas kontrol maupun eksperimen. Data digunakan untuk

mengetahui kemampuan awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk

menguji kesamaan kemampuan awal antara kedua kelas ini digunakan uji-t

dua pihak sedangkan uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas dan uji

homogenitas.

2. Angket

Angket merupakan metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan

cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh responden.

Angket motivasi belajar digunakan untuk mengukur tinggi dan redahnya motivasi

(35)

xxxv

Pemberian skor untuk angket motivasi digunakan skala 1 sampai 4, umtuk item

yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya sebagai berikut:

Skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju

Skor 3 untuk jawaban Setuju

Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju

Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju

Item yang mengarah jawaban negatif, pemberian skornya sebagai berikut :

Skor 1 untuk jawaban Sangat Setuju

Skor 2 untuk jawaban Setuju

Skor 3 untuk jawaban Tidak Setuju

Skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju

3. Teknik Tes

Tes adalah metode pengumpulan data sesuai dengan cara dan aturan yang

telah ditentukan dengan memberikan pertanyaan kepada subyek penelitian

yang harus dijawab.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif. Adapun

tujuannya digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan kognitif siswa

setelah proses pembelajaran dengan metode pembelajaran koopertif model

Think-Pair-Share pada kelompok eksperimen dan model Number Heads

Together pada kelompok kontrol untuk pokok bahasan kalor.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen

angket dan instrumen tes.

1. Instrumen Angket

Instrumen angket pada penelitian ini diambil dari skripsi yang telah

divalidasi (Devita K, 2008: 112).

2. Instrumen Tes

Adapun sebuah alat ukur dapat dikatakan baik bila memenuhi

(36)

xxxvi

penjelasan mengenai daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat

ukur tersebut sebagai berikut:

a. Daya Beda

Daya beda kemampuan suatu alat soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah ).

Cara menentukan daya pembeda yaitu dengan rumus sebagai berikut :

B

(Suharsimi arikunto, 2005 : 177)

dengan :

J

:

jumlah peserta tes

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang dapat menjawab

dengan betul butir item.

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang dapat menjawab

dengan betul butir item.

JA : jumlah semua peserta yang tergolong kelompok atas

JB : jumlah semua peserta yang tergolong kelompok bawah

Adapun proporsi masing-masing kelompok dapat ditentukan dengan :

A

PA : proporsi peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan

(37)

xxxvii

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan

betul butir item yang bersangkutan.

Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan D = 0,00  D < 0,2 = jelek

- Soal dengan D = 0,20  D < 0,40 = cukup

- Soal dengan D = 0,40  D < 0,70 = baik

- Soal dengan D = 0,70  D < 1,00 = baik sekali

- Soal dengan D = negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal

yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

(Anas Sudijono, 1995 : 389).

b. Derajat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu

mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi

usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan

siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di

luar jangkauannya.

Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus sebagai berikut :

P =

S J

B

=

2 P PA  B

(Anas Sudijono, 1995 : 372)

dengan :

P

:

proporsi = angka Indek Kesukaran

B : banyaknya peserta yang dapat menjawab dengan betul

terhadap butir item yang bersangkutan.

Js : jumlah peserta yang mengikuti tes hasil belajar

(38)

xxxviii

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Menurut ketentuan yang sering diikuti, derajat kesukaran sering

diklasifikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P = 0,00  P < 0,30 adalah soal sukar

- Soal dengan P = 0,30  P < 0,70 adalah soal sedang

- Soal dengan P = 0,70  P < 1,00 adalah soal mudah

(Suharsimi Arikunto,2005 : 176 )

c. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen tes tersebut valid

apabila instrumen tes ini dapat mengukur kemampuan kognitif siswa. Dalam

penelitian ini yang dihitung adalah validitas item yaitu untuk mencari korelasi

antara item dengan keseluruhan tes, maka digunakan korelasi point biseral.

Rumus korelasi Point Biseral adalah :

q p SD

M M rpbi p t

 

(Suharsimi Arikunto, 2002 : 145)

Keterangan :

rpbi

:

koefisien korelasi point biseral

Mp : rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang

dicari validitasnya.

Mt : rerata skor total

SD : standar deviasi skor total

(39)

xxxix

Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga r. jika r Point Biseral lebih besar atau sama

dengan dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal

tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biseral lebih kecil dari r tabel,

berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan

tidak valid.

d. Reliabilitas

Pada hakekatnya uji reliabilitas untuk mengetahui sampai seberapa

jauh pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap subyek (kelompok

subyek ) akan memberikan hasil yang relatif sama. Teknik yang digunakan

adalah dengan rumus K-R 20 sebagai berikut :

Jika r11 menyatakan reliabilitas tes secara keseluruhan, n adalah banyaknya

item/soal, p menyatakan proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

tiap-tiap butir, q menyatakan proporsi subyek yang menjawab item dengan

salah (q = 1-p) dan pq merupakan jumlah hasil perkalian antara p dan q.

SDt =

dengan N adalah banyaknya subyek pengikut tes

Instrumen dikatakan reliable (handal) jika mempunyai korelasi yang

(40)

xl

rendah. Untuk mengetahui kehandalan suatu instrumen dikonsultasikan

dengan tabel sebagai berikut:

a. Test dikatakan reliable jika r11≥ rtabel

b. Test dikatakan tidak reliable jika r11 <rtabel

G. Teknik Analisis Data

Analisis data secara statistik digunakan agar subyektifitas peneliti

dapat dikurangi dalam penelitian ini. Analisis statistik yang digunakan adalah

analisis variansi dua jalan Namun sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan

uji persyaratan terlebih dahulu.

1. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa

Uji kesamaan kemampuan awal siswa dilaksanakan sebelum sampel

diberi perlakuan dan bersamaan dengan penetapan sampel. Uji kesamaan

kemampuan siswa dimaksudkan mengetahui apakah kemampuan siswa

masing-masing kelas sama atau tidak.Untuk mengetahui kemampuan siswa,

peneliti mengambil data dari dokumentasi nilai hasil tes pokok bahasan

sebelumnya. Analisa yang digunakan adalah uji t dua ekor.

Untuk menyeledikinya dilakukan prosedur sebagai berikut :

a. Hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kedua

kelompok eksperimen dan kontrol

H1 : Ada perbedaan kemampuan awal antara kedua kelompok

eksperimen dan kontrol

(41)

xli

(Suharsimi Arikunto :2002 :304)

Dengan keterangan :

Ma

:

Nilai rata-rata hasil kelas eksperimen.

Mb : Nilai rata-rata hasil kelas control.

N : banyaknya subyek.

kemampuan awal antara kedua kelompok yaitu eksperimen maupun kontrol.

H0 ditolak jika : thitung > ttabel atau thitung < - ttabel; ada perbedaan

kemampuan awal antara kedua yaitu kelompok eksperimen dan kontrol.

2. Uji Prasyarat Analisis a.Uji Normalitas

Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal dengan menggunakan Metode Lilliefors, dengan hipotesis

sebagai berikut:

1) Hipotesis

(42)

xlii

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal.

2) Statistik Uji

Untuk pengujian hipotesis nol tersebut digunakan rumus sebagai berikut:

maks ) zi ( S ) zi ( F

L0  

dengan :

D

S x x zi

 

F(zi) = p(z < zi)

S(zi) = proporsi z < zi terhadap seluruh cacah zi

3 ) Daerah Kritik L0 ditolak jika L0 L,n

 : Taraf signifikansi

4) Keputusan Uji

L0 < Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

L0 Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

(Budiyono, 1998 : 62)

b.Uji Homogenitas

Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang

homogen atau tidak maka menggunakan Metode Bartlett :

1) Hipotesis

H0 : 12 22 32 42 ; keempat sampel homogen.

H1 : 12 22 , atau 12 32 , atau 12 42 , atau 22 32,

(43)

xliii

2 4 2

2

 ; keempat sampel tidak homogen.

2) Statistik Uji

nj : cacah pengukuran pada sampel ke-j.

(44)

xliv

a. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel tak Sama

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil

eksperimen dalam rangka menguji hipotesis penelitian adalah dengan Uji

Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan dengan menggunakan Sel tak Sama.

1) Tujuan

Analisis variansi dua jalan untuk menguji signifikansi perbedaan

efek baris, efek kolom, dan kombinasi efek baris dan efek kolom terhadap

variabel terikat.

2) Asumsi Dasar

a. Populasi-populasi berdistribusi normal dengan variasi sama.

b. Sampel dipilih secara acak (random).

3) Hipotesis

H01 : i = 0 untuk semua i (Tidak ada pengaruh perbedaan antara

pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share dan model

Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa).

H11 : i 0 untuk paling sedikit satu harga i (Ada pengaruh perbedaan

antara pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share dan

model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif

siswa).

H02 : j = 0 untuk semua j (Tidak ada pengaruh perbedaan antara motivasi

belajar kategori tinggi dan motivasi belajar kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa).

H12 : j 0 untuk paling sedikit satu harga j (Ada pengaruh perbedaan

Gambar

Gambar 2.1. Model-model Penataan Bangku
Gambar 2.2   Skema Pembelajaran Cooperatif Learning
Gambar 2.3  Skema Cooperatif Learning Model Number Heads Together 4. Kemampuan Kognitif
Gambar 2.4. Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut: 1) Lembar observasi, yaitu untuk memperoleh data tentang kondisi pelaksanaan proses pembelajaran matematika melalui

Gambar 12d adalah tampialn saat aplikasi dan perangkat keras telah memulai penghitungan langkah kaki dan apa bila sistem measuki mode hemat daya maka akan muncul

Adanya gugus asam yang terikat pada atom C nomor 6 pada alginate, karagenan maupun agrose akan menghalangi terbentuknya ester sehingga perlu dideaktivasi dengan cara

kinds of English textbooks used by students in schools.. However, the reality not all the English textbooks

Ginseng jenis ini umur panennya lebih cepat yaitu hanya 5 – 6 bulan dibanding ginseng dari Korea atau China (jenis Panax spp ) yang dipanen setelah umur 3 - 4 tahun. Kandungan

Aplikasi yang dibangun pada artikel ini dapat membantu pengguna mencari informasi alam tanpa harus melakukan pencocokan dengan kata kunci pencarian. 5.2

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Departemen Pendidikan Kimia.

memiiki nilai α pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan dengan spesimen lainnya dikarenakan spesimen ini memiliki rongga yang mungkin terisi udara dimungkinkan porositas