• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Konstruktivisme dalam Analisa Hu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manfaat Konstruktivisme dalam Analisa Hu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

Manfaat Konstruktivisme dalam Analisa Hubungan Internasional

Putri Cahya Arimbi

Setelah mempelajari teori konstruktivis sebagai salah satu critical theory yang menjadi

penengah antara positivisme dan post – positivisme, saya percaya bahwa konstruktivisme memang bermanfaat untuk digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami politik

dunia. Ada beberapa alasan yang membuat saya meyakini hal tersebut yang akan saya coba

paparkan dalam esai ini. Pertama – tama saya akan menjelaskan apa itu konstruktivisme dan bagaimana konstruktivis melihat politik global jika dibandingkan dengan teori – teori terdahulunya. Kemudian saya akan menjelaskan poin – poin utama yang ditawarkan konstruktivisme dalam memperkaya khazanah keilmuan hubungan internasional, serta

bagaimana poin – poin tersebut membantu penstudi hubungan internasional dalam menganalisa hubungan antar negara dan kebijakan – kebijakan luar negeri yang dibuat para aktor. Melalui esai ini, saya harap argumen – argumen saya mengenai manfaat konstruktivisme dalam memahami politik global dapat tersampaikan dengan baik.

Apa itu Konstruktivisme?

Sebelum menjadi bagian dari teori hubungan internasional, konstruktivisme merupakan

bagian dari teori sosial. Konstruktivisme baru masuk ke ranah hubungan internasional sekitar

akhir Perang Dingin, yakni akhir 80-an dan awal 90-an oleh ilmuwan – ilmuwan seperti Nicholas Onuf, Alexander Wendt, Emanuel Adler hingga Peter Katzenstein dan banyak lagi.

Pasca Perang Dingin diskursus hubungan internasional amat didominasi oleh teori – teori rasionalis. Perdebatan teoretis selalu dipimpin oleh neorealis dan neoliberalis saja.

Konstruktivisme, seperti teori – teori post – positivis lainnya hadir mengkritik dominasi tersebut dan menawarkan cara pandang baru dalam melihat dunia. 1

Pengikut aliran rationalist percaya bahwa hubungan internasional dibentuk oleh pilihan – pilihan rasional yang dilakukan aktor ketika hendak mencapai kepentingannya. Pilihan

tersebut diambil dengan mengkalkulasi pilihan yang memberi keuntungan sebanyak – banyaknya dan kerugian sesedikitnya. Baik neorealis maupun neoliberal menekankan

penelitiannya pada distribusi kekuatan materiil di dunia, baik itu kekuatan militer maupun

kekuatan ekonomi. Konstruktivisme menolak pandangan – pandangan ini. Tidak seperti realis

1 Chris Brown dan Kirsten Ainley, Understanding International Relations, 3rd ed. (London and New York:

(2)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

maupun liberalis, konstruktivisme lebih berfokus pada karakter sosial, ideasional dan

intersubjektif dalam politik global.2 Dibanding aspek material, konstruktivisme percaya

bahwa aspek paling utama dalam hubungan internasional ialah aspek sosialnya.

Oleh karenanya pula, ketika para rasionalis meyakini bahwa teori hubungan internasional

harus bersifat objektif—dimana si peneliti menjadi pengamat atau sebagai orang ketiga yang melihat fenomena yang diteliti dari luar, sehingga tidak memasukkan pandangan – pandangan subjektif dalam menganalisa kasus, konstruktivisme justru percaya bahwa realita sosial tidak

dapat dipisahkan dari hubungan internasional, sehingga memisahkan begitu saja aspek sosial ‘manusia’ dalam menganalisa politik global dianggap tidak tepat oleh konstruktivisme. Konstruktivisme meyakini bahwa dunia yang kita miliki sekarang merupakan hasil dari

kekuatan ide dan pikiran, bukan semata – mata hasil dari dorongan material saja.3

Konstruktivisme melihat bahwa negara, sama seperti manusia, bersifat sosial. Oleh karenanya

sistem internasional yang kita miliki sekarang merupakan hasil dari konstruksi sosial yang

terbentuk antar negara. Konstruksi sosial sendiri ialah hasil pemikiran dan interaksi manusia

dengan satu sama lain.4

Seperti yang kita tahu, realisme melihat bahwa hubungan internasional didorong oleh

kepentingan keamanan dan materil negara dalam hal kekuasaan. Sementara menurut

liberalisme, hubungan internasional didorong oleh ketergantungan atau interdependensi aktor – aktor yang bekerja dalam batasan – batasan institusi internasional. Konstruktivisme melihat bahwa politik internasional adalah sebuah ruang interaksi yang dibentuk oleh identitas dan

perilaku aktor, serta dipengaruhi oleh struktur – struktur normatif yang terus bergerak dan berubah di dunia. Konstruktivis percaya bahwa tujuan negara, baik materiil—keamanan atau ekonomi—maupun immateriil—kedudukan internasional, dibentuk atau didorong oleh identitas sosial yang dimiliki atau bagaimana negara tersebut melihat dirinya diantara aktor – aktor lain dalam komunitas internasional.5 Ketika realis dan liberalis melihat aktor

internasional sebagai pihak yang egoistis, dimana kepentingan nasional terbentuk sebelum

2Martin Griffiths, Terry O’Callaghan dan Steven C. Roach, International Relations: The Key Concepts, 2nd ed.

(London dan New York: Routledge, 2008), 51.

3 Emanuel Adler, Communitarian International Relations: The Epistemic Foundations of International

Relations (London dan New York: Routledge, 2005), 90.

4 Fred Chernoff, Theory and Metatheory in International Relations (Basingstoke: Palgrave, 2008), 68. 5 Martin Griffiths, Terry O’Callaghan dan Steven C. Roach, International Relations: The Key Concepts, 2nd ed.

(3)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

melakukan interaksi sosial, konstruktivis justru percaya bahwa aktor internasional merupakan ‘makhluk’ sosial yang identitas serta kepentingannya merupakan produk dari struktur sosial yang intersubjektif.6

Dalam hal ini, saya melihat bahwa perspektif yang ditawarkan konstruktivisme merupakan

suatu alternatif baru yang amat berbeda dari disiplin teori yang selama ini saya ikuti yakni

realisme. Inilah salah satu alasan mengapa konstruktivisme merupakan teori yang bermanfaat

bagi saya. Ada alternatif pandangan yang ia tawarkan, yang menurut saya mampu

menjelaskan fenomena politik global dengan lebih detil dan lebih masuk akal dibanding

dengan melihat bahwa kepentingan dibentuk sebelum interaksi sosial. Setelah mempelajari konstruktivisme, saya menyangsikan pandangan realisme yang terkesan ‘dingin’ tersebut dalam melihat negara dan perilakunya. Kini saya lebih meyakini bahwa konstruksi sosial

yang terbentuk baik dalam level terkecil, yakni antar manusia hingga ke level sistem

internasional merupakan pembentuk kepentingan dan perilaku negara yang paling tepat.7

Kegagalan rasionalis dalam memahami Perang Dingin juga turut menguatkan pemikiran ini,

dikarenakan tidak seperti konstruktivisme, realis maupun liberalis menolak menggunakan aspek lain selain ‘third image’ dalam melihat situasi tersebut, sementara runtuhnya Uni Soviet tidak lain karena didorong oleh kondisi domestik yang tidak stabil.

Untuk menjelaskan aspek – aspek ini lebih lanjut, saya akan melanjutkan ke bagian berikutnya dari esai ini yakni poin – poin utama konstruktivisme.

Poin – poin utama Konstruktivisme

Dalam perspektif ini ada tiga poin utama yang diyakini konstruktivisme. Pertama adalah

tentang pentingnya struktur ide dalam pembentukan perilaku aktor sosial dan politik.

Menurut konstruktivis, struktur material saja tidak cukup untuk membentuk perilaku aktor.

Adanya nilai, ide, dan norma yang menjadi suatu struktur yang diyakini bersama turut pula

membentuk sikap manusia. Konstruktivis percaya nilai dan ide inilah yang memiliki andil

besar dalam mempengaruhi tindakan politik yang diambil aktor. Kekuatan materiil hanya

6 Christian Reus-Smit, “Constructivism,” dalam Theories of International Relations, 3rd ed. Scot Burchill et.al

(Basingstoke: Palgrave, 2005), 193.

7 tentang Konstruktivisme pada level unit, sistemik, dan holistik, lihat Christian Reus-Smit, ““Constructivism,”

(4)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

memiliki arti atau ‘meaning’ bagi aktor jika ada nilai atau ide bersama bahwa materi tersebut memang berharga, menurut konstruktivis.8

Poin berikutnya ialah bahwa struktur non-materiil mempengaruhi identitas aktor yang

kemudian mempengaruhi kepentingan dan tindakan aktor. Berbeda dengan para rasionalis

yang hanya membahas bagaimana suatu kepentingan dapat dicapai, konstruktivis melihat

pentingnya memahami bagaimana kepentingan terbentuk. Menurut konstruktivisme,

pemahaman atas terbentuknya kepentingan aktor sangat penting untuk menjelaskan berbagai

fenomena politik global yang gagal dijelaskan rasionalis.

Poin terakhir ialah keyakinan konstruktivis bahwa agen/aktor dan struktur saling

mempengaruhi. Maksudnya, struktur akan mempengaruhi identitas, kepentingan, dan

tindakan agen. Sementara agen dapat membentuk struktur sesuai dengan identitas dan

kepentingan yang ia miliki. Hal ini diakibatkan oleh struktur itu sendiri yang tidak dapat

terbentuk tanpa adanya agen yang membentuk atau tanpa adanya ide yang menjadi struktur.

Sementara agen tidak akan memiliki identitas atau ide atau nilai tanpa ada struktur yang

membentuknya sedemikian rupa.9

Melalui ketiga poin ini, Konstruktivisme menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem

internasional amat mungkin terjadi. Ketika neorealisme melihat bahwa struktur anarki

membatasi perilaku negara, Konstruktivisme justru melihat bahwa negara dapat merubah

suatu kondisi dalam tatanan global melalui kapasitas dan kesempatan yang dimilikinya

dengan melakukan proses ideasi dan penyebaran ide tersebut untuk mentransformasi kondisi

tersebut. Contohnya saja, jika suatu negara (agen) menginginkan berubahnya tatanan global

menjadi tidak anarki, hal ini dapat dilakukan melalui penyebaran ide yang ia lakukan

terhadap aktor lainnya sampai ide tersebut menjadi sebuah konstruksi yang diamini seluruh

anggota komunitas global, sehingga struktur internasional dapat diubah. Atau misalnya, suatu

agen menginginkan terciptanya kosmopolitanisme di dunia, maka ide tersebut dapat

dikonstruksi hingga menjadi suatu norma global yang mendorong terbentuknya

kosmpolitanisme tadi. Hal ini terbukti telah terjadi di Eropa, berkat proses historis, serta

proses interaksi sosial antar masyarakatnya (yang juga beridentitas serupa) yang

8 Alexander Wendt, “Constructing International Politics,” dalam Theories of War and Peace, ed. Michael E.

Brown et.al (Cambridge and London: MIT Press, 1998), 416-18.

9Jeffrey T. Checkel, “Constructivism and Foreign Policy,” dalam Foreign Policy: Theories. Actors. Cases, ed.

(5)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

mempengaruhi pola interaksi antar negara di kawasan tersebut hingga akhirnya terbentuk

regionalisme yang dimiliki Eropa saat ini.

Bagi konstruktivisme, relasi antar negara terbentuk sebagaimana adanya saat ini disebabkan

karena begitulah negara dan masyarakatnya meyakininya. Ketika negara meyakini bahwa

dunia ini konfliktual, maka ia akan bertindak sesuai keyakinan tersebut. Begitu pun

sebaliknya. Seperti yang disebut Alexander Wendt, “anarchy is what state makes of it”. Bagi Wendt, interaksi negara dengan aktor lain lah yang menjadi dasar terbentuknya struktur

identitas dan kepentingan, sementara struktur tidak memiliki kekuasaan atau pengaruh selain

dalam hal proses.10 Negara menginginkan keamanan untuk bisa mempertahankan

eksistensinya, realis dan konstruktivis sama – sama setuju atas hal ini. Namun kebijakan

keamanan seperti apa yang kemudian dibentuk berdasarkan pernyataan tersebut? Apakah

suatu negara serta merta berusaha menjadi sekuat – kuatnya ataukah merasa cukup dengan kekuatan yang dimiliki saja? Menurut Wendt, hal ini hanya dapat diketahui dengan

mempelajari identitas dan kepentingan yang terbentuk dari interaksinya dengan negara lain,

sehingga konstruktivisme tidak hanya sekedar tentang memasukkan peran ide dalam teori – teori hubungan internasional yang sudah ada.11

Selain itu, saya juga semakin yakin dengan teori konstruktivisme dibanding teori – teori rasionalis, melalui intersubjective meaning yang dipaparkan konstruktivisme. Ketika teori

rasionalis berkutat pada rasionalitas sebagai alat utama aktor dalam bertindak, saya

menyadari bahwa rasionalitas itu sendiri merupakan suatu hal yang relatif dan dapat memiliki

makna yang berbeda ketika ditempatkan di lokasi yang berbeda. Maksudnya, apa yang

dianggap rasional oleh orang Cina, bisa jadi irasional di Indonesia, begitu pun sebaliknya.

Hal ini karena adanya intersubjective meaning yang menunjukkan bahwa makna dari suatu

hal atau nilai dari suatu hal bergantung pada bagaimana negara dan masyarakatnya

mendefinisikan tujuan – tujuan (ends) yang dimiliki dan bagaimana mereka mengaplikasikan cara – cara (means) untuk mencapai tujuan tersebut.

Konstruktivisme melihat sistem internasional sebagai sesuatu yang dibentuk dari pikiran dan

ide, artinya tidak berdasarkan kekuatan maupun kondisi material. Hal ini menekankan

10 Wendt, A., ‘Anarchy is what States make of it: The Social Construction of Power Politics’, International

Organization, 1992, vol.46, no.2, p. 391-425.

11 Cynthia Weber, InternationalRelationsTheory: A Critical Introduction, 3rd ed. (London, New York: Routledge,

(6)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

kemampuan manusia untuk membentuk dan mengubah hubungan internasional melalui ide

dan pikirannya yang dapat terjadi melalui perubahan norma, hukum, kemampuan ekonomi,

perkembangan teknologi hingga pendidikan. Konstruktivisme tidak mengesampingkan

pentingnya materi dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri aktor, namun

konstruktivisme berusaha menunjukkan bahwa hal – hal tersebut berakar pada proses interaksi sosial yang mengkonstruksi tindakan – tindakan aktor.

Dari pemaparan saya di atas, saya akan mencoba merangkum alasan – alasan mengapa Konstruktivisme adalah pendekatan yang bermanfaat dalam melihat politik dunia:

1. Konstruktivisme menantang pendekatan hubungan internasional tradisional yang

melihat sistem dunia sebagai sesuatu yang ‘given’. Tidak seperti teori sebelumnya, Konstruktivisme melihat bahwa kepentingan muncul sebagai hasil dari interaksi sosial

dan hasil berpikir/ide, tidak seperti teori sebelumnya yang melihat bahwa kepentingan

muncul terlebih dahulu sebelum interaksi terjadi (untuk memenuhi kepentingan

tersebut).

2. Konstruktivisme menawarkan cara – cara alternatif dalam memandan fenomena dunia yang tidak dapat dijelaskan teori – teori sebelumnya. Contohnya terjadinya Perang Dingin, maraknya terorisme, hingga kebijakan luar negeri Timur Tengah.

3. Meski menjadi bagian dari critical theory, ide – ide dan analisis konstruktivisme tetap bersifat empiris sehingga konstruktivisme tetap masuk akal dan kredibel sebagai

sebuah teori.

4. Konstruktivisme membantu peneliti hubungan internasional memahami pembentukan

kebijakan luar negeri lebih baik, karena ia menawarkan alternatif dari pandangan

tradisional yang selalu melihat aktor sebagai pihak rasional. Konstruktivisme

menawarkan penjelasan yang lebih berdasarkan pada identitas, norma serta sejarah

yang dimiliki aktor dalam pengambilan keputusannya dibandingkan menggunakan

kalkulasi untung – rugi semata.

Pada akhirnya, konstruktivisme memang menjadi teori favorit saya selama mempelajari teori – teori hubungan internasional. Tidak hanya pandangannya yang menurut saya lebih membuka pikiran, konstruktivisme juga menjadi teori yang lebih masuk akal bagi saya,

karena ia melihat negara sebagai suatu organisme dan dunia sebagai ekosistemnya.

(7)

Do you find constructivism a useful approach for thinking about world politics?

kompleks, namun dapat dijelaskan dengan berbagai aspek berbeda yang tidak sekedar

terbatas pada tataran material saja.

Referensi

Adler, Emanuel, Communitarian International Relations: The Epistemic Foundations of

International Relations (London dan New York: Routledge, 2005).

Brown, Chris dan Kirsten Ainley, Understanding International Relations, 3rd ed. (London

dan New York: Palgrave, 2005).

Checkel, Jeffrey T., “Constructivism and Foreign Policy,” dalam Foreign Policy: Theories. Actors. Cases, ed. Steve Smith, Amelia Hadfield dan Tim Dunne (Oxford: Oxford

University Press, 2008).

Chernoff, Fred, Theory and Metatheory in International Relations (Basingstoke: Palgrave,

2008).

Griffiths, Martin, Terry O’Callaghan dan Steven C. Roach, International Relations: The Key Concepts, 2nd ed. (London dan New York: Routledge, 2008).

Reus-Smit, Christian, “Constructivism,” dalam Theories of International Relations, 3rd ed. Scot Burchill et.al. (Basingstoke: Palgrave, 2005).

Weber, Cynthia, International Relations Theory: A Critical Introduction, 3rd ed. (London,

New York: Routledge, 2010).

Wendt, Alexander, “Anarchy is what States make of it: The Social Construction of Power Politics”, dalam International Organization, Vol.46, No.2, (1992) p. 391-425.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah Aceh mendapat tambahan dana bagi hasil Minyak dan gas bumi untuk membiayai

Buku saku ini disusun secara ringkas agar pembaca dapat memahami dengan baik, buku saku merupakan pemanfaatan secara teoritis sebagai referensi yang memuat tentang: a)

Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)... 1) BB/U adalah

(m.1343H) yang merupakan guru Sheikh Yasin al-Fadani sendiri), Maka saya mengumpulkan sebanyak empat puluh Hadith dari empat puluh kitab dengan sanad-sanadku dalam

Solusi yang ditawarkan oleh penulis adalah membuat aplikasi mobile atau mobile aplication berbasis multimedia yang dijalankan pada perangkat handphone menggunakan aplikasi

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang

Hal inilah yang mungkin terjadi pada penelitian ini, dimana seluruh subyek dengan asupan rendah namun kadar hemoglobin darah normal, sehingga tidak terdapat hubungan antara