• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Unsur Intrinsk dan Ekstrinsik N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Unsur Intrinsk dan Ekstrinsik N"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Unsur Intrinsk dan Ekstrinsik Naskah Drama “Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah apresiasi drama, semester genap tahun ajaran 2015 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

Atas terselesaikannya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Taufik , M.pd., selaku dosen pembimbing mata kuliah apresiasi drama.

Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi acuan penelitian karya sastra lebih lanjut. Demikian prakata dari penulis, disampaikan terima kasih.

Saya berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia dan digunakan sebagai bahan pembelajaran di masa yang akan datang.

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan Penulisan...2

1.4 Manfaat Manfaat...2

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Hakikat Drama Sebagai Karya Sastra...3

2.2 Unsur Intrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail ...4

2.2.1 Alur...6

2.2.2 Tokoh dan Penokohan...10

2.2.3 Dialog ...12

2.2.4 Latar (Setting)...13

2.2.5 Tema...15

2.2.6 Amanat...16

2.2.7 Judul...17

2.3 Unsur Ekstrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Usmar Ismail...18

2.3.1 Nilai Sosial-Budaya...18

2.3.2 Nilai Moral...18

2.3.3 Nilai Agama...19

2.3.4 Nilai Ekonomi...19

(3)

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan...20 3.2 Saran...21

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mempelajari karya sastra tidak akan pernah habis, karena semua yang ada di dunia ini ada sangkut pautnya dengan sastra. Misalkan, pengalaman hidup di dunia ini dapat dijadikan sebuah karya sastra. Sastra berbeda jauh dengan ilmu hitung, jika di ilmu hitung, satu ditambah satu sama dengan dua, tetapi di karya sastra satu ditambah satu tidak selalu sama dengan dua, bisa saja sama dengan tiga, empat dan sebagainya. Ini karena ilmu sastra tidak hanya terpaku dengan hal-hal yang bersifat pasti. Setiap orang yang menikmati hasil karya sastra, memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain yang sama-sama menikmati karya sastra. Karena, dalam menikmati karya sastra, setiap orang dibebaskan dalam berapresiasi.

Pengertian sastra itu sendiri adalah karya tulis yang memiliki keaslian dan keindahan dalam isinya. Kata sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yang berarti teks yang berisi tentang instruksi atau pedoman. Pengertian sastra menurut Kamus Besar Indonesia adalah karya tulis yang jika dibanding dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapanya, sedangkan karya sastra adalah hasil dari sastra itu sendiri. Sastra dibagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi, prosa dan drama.

(5)

Melalui makalah ini, penulis akan memaparkan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana hakikat drama sebagai sebuah karya sastra?

1.2.2. Bagaimana unsur intrinsik naskah drama “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail?

1.2.3. Bagaimana unsur ekstrinsik naskah drama “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail?

1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui hakikat drama sebagai sebuah karya sastra.

1.3.2. Untuk mengetahui unsur intrinsik naskah drama ““Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail.

1.3.3. Untuk mengetahui unsur ekstrinsik naskah drama “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail.

1.4 Manfaat Pembahasan

1.4.1. Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan diharapkan pembahasan makalah ini dapat digunakan sebagai bekal menyusun tugas akhir kuliah.

1.4.2. Bagi pemakalah atau calon guru diharapkan pembahasan ini memberikan pengetahuan kepada guru dan calon guru bahasa Indonesia tentang pembelajaran drama.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Drama sebagai Sebuah Karya Sastra

Drama secara harfiah berasal dari bahasa Yunani "Dromai" yang berarti berbuat atau bertindak. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh-tokohnya.

Menurut Wood dan Attfield, 1996 (dalam Sariana, 2010:60) Drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniru gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita cerita tertentu. Sedangkan Benhart (dalam Taringan, 1984: 7) menyatakan bahwa drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik. Jadi, dapat disimpulkan drama yaitu sebuah karya sastra berbentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertontonkan di depan orang banyak yang berupa dialog.

Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog biasanya memainkan peran yang amat penting karena menjadi pengarah lakon drama. Sebagai karya sastra drama dapat dibedakan menurut dua penggolongan mendasar yaitu drama sebagai sastra lisan dan drama sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan drama adalah teater, sedang drama sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi drama itu sendiri.

(7)

2.2. Unsur Intrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail Unsur-unsur intrinsik drama adalah sebagai berikut.

2.2.1 Alur

Untuk menyempurnakan sebuah karya sastra terutama drama dalam hal ini, dibutuhkan alur cerita yang berkesinambungan untuk mengiring pembaca ataupun penonton terhadap drama tersebut. Adanya alur cerita yang akan memudahkan pembaca ataupun penonton memahami alur cerita yang di bawakan. Alur cerita dalam suatu drama dapat di klasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu; alur maju, alur mundur, dan alur campuran (maju-mundur). Dalam bukunya Drama: Teori dan Pengajarannya, Waluyo mengemukakan bahwa alur cerita adalah:

“Alur cerita merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik berkembang karena kontradiksi para pelaku. Konflik itu semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik kulminasi setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian (2002: 8)”.

Menurut Aristoteles yang dikutip dalam buku Waluyo, terutama dalam drama tragedy ada empat jalinan konflik dalam alur cerita, yaitu; protasis (jalinan awal), Epitasio, Catarsis, dan Catastrophe. Aristoteles menambahkan dalam the Poetics,

“The purpose of a tragedy is to arouse the emotion of pity and fear and thus to produce in the audience a chatarsis of these emotions. Fear and pity may be arouse by spectacle or by the structure and incidents of the play. (C. Hugh Holman, 1980: 446)”.

Gustaf Freytag memberikan unsur-unsur plot ini lebih lengkap, yang meliputi hal-hal berikut ini.

2.2.1.1 Eksposisi atau Pelukisan Awal

(8)

tersebut. Dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama dengan watak masing-masing (Waluyo, 2002: 8).

Seorang Ibu yang duduk menampakkan wajah sedihnya ketika mendengar suara bedug takbir. Ibu ini sedih karena ia teringat kejadian masa lalu yang dialami bersama dengan suami dan anaknya. Tepat saat malam hari raya suaminya pergi meninggalkan anak dan dirinya begitu saja, tanpa alasan dan sepatah kata sehingga membuat hidup wanita ini kesepian dan bekerja keras. Saat Ibu ini merenung, tiba-tiba anak laki-laki sulungnya ibunya bekerja keras sampai saat ini. Akan tetapi, ibu Gunarto tetap saja masih memikirkan ayahnya.

Dibuktikan dengan adanya kutipan naskah sebagai berikut.

GUNARTO (Memandang Ibu Lalu Bicara Dengan Suara Sesal) Ibu masih berfikir lagi...

I B U (Bicara Tanpa Melihat Gunarto)

Malam Hari Raya Narto. Dengarlah suara bedug itu bersahut-sahutan. (Gunarto Lalu Bergerak Mendekati Pintu)

Pada malam hari raya seperti inilah Ayahmu pergi dengan tidak meninggalkan sepatah katapun.

GUNARTO (Agak Kesal) Ayah...

I B U

Keesokan harinya Hari Raya, selesai sholat ku ampuni dosanya... GUNARTO

Kenapa masih Ibu ingat lagi masa yang lampau itu? Mengingat orang yang sudah tidak ingat lagi kepada kita?

I B U (Memandang Gunarto)

(9)

Adegan dilanjutkan dengan Gunarto yang mencari adiknya bernama Mintarsih sehingga terjadi obrolan antara ibu dan Gunarto mengenai nasib adiknya yang telah bekerja keras sebagai tukang jahit untuk menghidupi keluarganya. Banting tulang yang dilakukan Mintarsih membuat Gunarto kasihan kepada adiknya, sampai-sampai adiknya tidak mau menikah terlebih dulu. Saat adegan itu pula, Gunarto dan ibunya membahas mengenai sosok laki-laki yang ingin menikahi adiknya. Ibunya menginginkan sosok laki-laki yang menikahi adik Gunarto, sosoknya tidak seperti suaminya. Ibu juga mendeskripsikan sikap sosok ayah Gunarto dan mendesak Gunarto untuk menikah tetapi Gunarto menolaknya karenakan dia ingin mengurus keluarganya dengan baik terlebih dahulu. Gunarto juga mengatakan bahwa keadaan yang dialaminya saat ini, disebabkan ayahnya yang telah meninggalkan keluarga. Gunarto pun kesal terhadap kelakuan ayahnya.

Dapat dibuktikan pada :

GUNARTO (Bergerak Ke Meja Makan) Mintarsih kemana, Bu?

I B U

Mintarsih keluar tadi mengantarkan jahitan, Narto. GUNARTO (Heran)

Mintarsih masih juga mengambil upah jahitan, Bu? Bukankah seharusnya ia tidak usah lagi membanting tulang sekarang? I B U

Biarlah Narto. Karena kalau ia sudah kawin nanti, kepandaiannya itu tidak sia-sia nanti. (Usmar Ismail, halaman 4)

Data tersebut membuktikan bahwa naskah drama ini menggunakan alur maju karena pengenalan tokohnya yang sangat runtut.

2.2.1.2 Rising Action atau Komplikasi atau Pertikaian Awal

(10)

dihadapinya. Konflik dan ketegangan mulai berkembang melalui setiap peristiwa yang di alami tokoh (Robert and Jacobs, 2007: 1269).

Konflik pertama yang muncul dalam naskah drama tersebut saat kedatangan sosok adik laki-laki Gunarto yang bernama Maimun. Maimun pulang dari kerjanya dengan membawa kabar yang menganehkan. Dia datang dengan menceritakan jika dirinya bertemu dengan seorang lelaki tua yang mirip dengan ayahnya bahkan teman kerjanya pun (Pak Tirto) juga bertemu dan mengenal sosok lelaki tua yang ditemuinya di Swalayan. Saat itu keadaan rumah mulai agak aneh, ibu dan Gunarto agak tidak nyaman dengan cerita yang disampaikan adiknya tersebut. Bahkan, ibu dan Gunarto tidak percaya dengan cerita Maimun. Cerita Maimun juga sempat membuat mereka kesal dengan mengucapkan hal-hal yang tidak mengenakkan.

Dibuktikan dengan adanya kutipan dialog sebagai berikut. MAIMUN (Menghampiri Gunarto Lalu Duduk Disebelahnya)

Bang, ada kabar aneh, nih! Tadi pagi aku berjumpa dengan seorang tua yang serupa benar dengan Ayah?

GUNARTO (Tampak Tak Terlalu Mendengarkan) Oh, begitu?

MAIMUN

Waktu Pak Tirto berbelanja disentral, tiba-tiba ia berhadapan dengan seorang tua kira-kira berumur enam puluh tahun. Ia kaget juga?! Karena orang tua itu seperti yang pernah dikenalnya? Katanya orang tua itu serupa benar dengan Raden Saleh. Tapi kemudian orang itu menyingkirkan diri lalu menghilang dikerumunan orang banyak! GUNARTO

Ah, tidak mungkin dia ada disini.... I B U (Setelah Diam Sebentar)

Aku kira juga dia sudah meninggal dunia atau keluar negeri. Sudah dua puluh tahun semenjak dia pergi pada malam hari raya seperti ini. (Usmar Ismail, halaman 6-7)

(11)

jembatan yang selalu memandang rumahnya. Hal ini, membuat suasana di dalam rumah semakin aneh dan penasaran. Maimun semakin penasaran dengan sosok laki-laki tua tersebut, dia melihat lewat jendela rumahnya tetapi lelaki tua yang dilihat adiknya tidak ada.

Dapat dibuktikan pada dialog: MINTARSIH

Ada orang tua diujung jalan ini. Dari jembatan sana melihat-lihat kearah rumah kita. Nampaknya seperti seorang pengemis.

(Semua DiaM)

Yah... kenapa semua jadi diam?

GUNARTO TERTUNDUK MEMBISU MAIMUN (Dengan Cepat)

Orang tua?? bagaimana rupanya? MINTARSIH

Hari agak gelap. Jadi tidak begitu jelas kelihatannya... tapi orangnya.... MAIMUN (Bangkit Dari Duduknya Lalu Melihat Ke Jendela)

Coba ku lihat! (Usmar Ismail, halaman 9)

2.2.1.3 Klimaks atau titik puncak cerita

Konflik yang meningkat itu akan terus meningkat sampai mencapai klimaks atau titik puncak kegawatan dalam cerita (Waluyo, 2002: 10). ayah yang telah meninggalkannya dalam kesulitan hidup selama puluhan tahun. Hal ini tersirat dalam kutipan dialog Gunarto sebagai berikut:

Adapun dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai berikut. GUNARTO

(12)

Ayah, lalu apa perlunya aku menjadi anak suruhan waktu aku berumur sepuluh tahun? Kami tidak mempunyai seorang Ayah. Kami besar dalam keadaan sengsara.” (Usmar Ismail, halaman 13)

2.2.1.4 Falling Action atau Resolusi

Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati atau menemukan jalan keluar (Waluyo, 2002: 11).

Pada naskah Ayahku Pulang konflik sedikit mereda ketika ayah mulai mengatakan bahwa dirinya akan pergi. Akan tetapi, kepergian Raden Saleh ditahan oleh Maimun, Ibu, dan Mintarsih. Mereka kasihan kepada ayahnya dan meminta Raden Saleh tetap tinggal di rumahnya. Ibu dan Mintarsih menangis tak henti-hentinya. Maimun berusaha membuka hati abangya, dia bertanya kepada kakaknya, agar memaafkan kesalahan ayahnya selama ini. Mintarsih pun menangis sambil mengatakan bahwa kakaknya begitu tega telah menyuruh ayah pergi dalam keadaan hujan deras. Gunarto pun tetap keras hati dan marah, dia merasa disalahkan dan menyuruh Maimun untuk memilih antara ayah atau dirinya. Maimun pun mengatakan jika kakaknya sudah menyakiti hati ibunya, karena sudah berkata tidak-tidak. Maimun akhirnya mengambil keputusan dengan menjemput dan mencari ayahnya yang baru keluar dari rumah, agar masalahnya segera selesai.

Dapat dibuktikan pada dialog: GUNARTO (memandang adiknya)

Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa. Mengapa kalian menyalahkan aku saja? Aku sudah hilangkan semua rasa itu! Sekarang kalian harus pilih, dia atau aku!!

MAIMUN (tiba-tiba bangkit marahnya)

(13)

Abang mau! Aku akan panggil Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti pulang! (Usmar Ismail, halaman 16)

2.2.1.5 Catastrophe atau Denoument atau Keputusan

Meskipun pada dasarnya drama absurd dapat di kategorikan sebagai drama modern, unsur klasik dari drama tradisional masih digunakan Albee dalam drama absurdnya kali ini. Drama tradisional membutuhkan penjelasan akhir, seperti halnya adengan tancep kayon dalam wayang kulit. Dalam tahapan ini, ada ulasan penguat terhadap seluruh kisah lakon itu dengan adanya penyelesaian atas masalah yang di hadapi tokoh utama (Waluyo, 2002: 11-12).

Akhir cerita naskah drama ini ketika Maimun pulang ke rumah dengan membawa baju dan kopyah sang ayah yang ditemukan di tepi jembatan. Gunarto terkejut, dia menduga bahwa ayahnya melompat jembatan. Dia pun memegang kopyah dan pakaian ayahnya sambil menyesal. Gunarto menduga, ayahnya tidak tahan menerima hinaan darinya. Gunartopun menangis dan berteriak memanggil-manggil ayahnya.

Dapat dibuktikan pada.

GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah ayahnya. Tampak menyesal)

Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku. Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku pulang... (Usmar Ismail, halaman 17)

2.2.2 Tokoh dan Penokohan

(14)

Penokohan atau perwatakan, yaitu orang yang berperan dalam drama. Perwatakan penokohan dapat dibedakan menjadi berikut ini (Rohmadi, 2008:147).

a. Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita.

Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh protagonisnya yaitu Ibu. b. Antagonis, yaitu tokoh yang menentang cerita.

Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh antagonisnya yaitu Gunarto. c. Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun

antagonis.

Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh tritagonisnya yaitu Maimun.

Dalam naskah drama ini terdapat 5 tokoh, yaitu Ayah, Ibu, Gunarto, Maimun dan Mintarsih.

Perwatakan pada naskah drama ini yaitu.

1. Ibu memiliki watak yang sosok yang tegar, sabar, dan pemaaf. Penggambaran watak ibu ini berdasarkan sikapnya dalam mengasuh ketiga putra-putrinya sendirian ketika ia ditinggalkan oleh suaminya. Meskipun begitu, ia telah memaafkan suaminya. Berikut penggambaran karekter berdasarkan dialog dalam naskah drama:

I B U

Keesokan harinya Hari Raya, selesai shollat ku ampuni dosanya... (Usmar Ismail, halaman 3)

2. Ayah memiliki watak yang tak begitu suka belajar dan hidup berfoya-foya. Tak bertanggung jawab karena meninggalkan anak-istrinya begitu saja. Sikap inilah yang kemudian membawanya pada permasalahan pelik berupa kebangkrutan atas semua hartanya hingga ia tak diterima lagi dalam keluarganya.

MAIMUN

(15)

I B U

Waktu ia masih muda, ia tak suka belajar. Tidak seperti kau. Ia lebih suka berfoya-foya. Ayahmu pada masa itu sangat disegani orang. Ia suka meminjamkan uang kesana kemari. Dan itulah.... (Usmar Ismail, halaman 7)

3. Gunarto memiliki watak keras dan angkuh. Akan tetapi, ia merupakan sosok pengayom bagi adik-adiknya. Ia juga pekerja keras yang tak mau menyerah terhadap keadaan yang serba keterbatasan.

MAIMUN

Kau masih ingat rupa Ayah, Bang? GUNARTO (Cepat)

Tidak ingat lagi aku. (Usmar Ismail, halaman 8)

4. Maimun merupakan sosok yang cerdas dan enerjik. Dapat dibuktikan pada dialog.

GUNARTO

Betul bu itu? Maimun memang pintar, otaknya encer. (Usmar Ismail, halaman 6)

5. Mintarsih meskipun tidak secerdas kakaknya, akan tetapi ia merupakan sosok perempuan yang rajin dan periang.

I B U

Mereka semua sudah jadi orang pandai sekarang. Gunarto bekerja diperusahaan tenun. Dan Maimun tak pernah tinggal kelas selama bersekolah. Tiap kali keluar sebagai yang pertama dalam ujian. Sekarang mereka sudah mempunyai penghasilan masing-masing. Dan Mintarsih dia ini membantu aku menjahit.

MINTARSIH (malu)

Ah, Ibu. (Usmar Ismail, halaman 12)

2.2.3 Dialog

Dialog, yaitu percakapan dalam drama. Dalam drama, dialog harus memenuhi dua tuntutan berikut ini.

(16)

Gerakan dalam sebuah naskah drama biasanya dituangkan dalam bentuk tanda kurung. Tanda tersebut merupakan bentuk gerakan yang harus dilakukan ketika sebuah naskah dipentaskan. Dengan adanya dialog akan lebih memperjelas maksud dan tujuan antar tokoh.

Di buktikan pada dialog :

MAIMUN (gembira lalu berlutut dihadapan raden saleh) Ayah, aku Maimun.

R. SALEH

Maimun? Engkau sudah besar sekarang, Nak. Waktu aku pergi dulu, engkau masih kecil sekali. Kakimu masih lemah, belum dapat berdiri.

(Diam sebentar lalu melihat mintarsih) Dan Nona ini, siapa?

MINTARSIH

Saya Mintarsih, Ayah.

(LALU MENCIUM TANGAN AYAHNYA) (Usmar Ismail, halaman 11)

b. Dialog dalam pentas harus lebih tajam daripada dialog sehari-hari. I B U (Agak Mengoda)

Narto...siapa gadis yang sering ku lihat bersepeda bersamamu?

GUNARTO (Kaget. Gugup)

Ah...dia itu cuma teman sekerja, Bu. I B U

Tapi Ibu rasa pantas sekali dia buat kau, Narto. Meskipun Ibu rasa dia bukanlah orang yang rendah seperti kita derajatnya. Tapi kalau kau suka ....

(17)

tempat kejadian cerita atau latar cerita tidak berdiri sendiri, berhubungan dengan waktu dan ruang” (2002: 23). Dalam drama unsur ini sangatlah penting, selain sebagai bentuk penyimbolan terhadap sesuatu, latar cerita juga berfungsi sebagai penanda waktu (dapat berupa tanggal, tahun, bulan, pagi, siang, sore, malam), dan untuk memberikan kesan dramatis terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam cerita drama tersebut.

Setting/landasan/tempat kejadian cerita biasanya disebut juga latar cerita. Setting biasanya mencakup hal-hal berikut.

a) Setting tempat berhubungan dengan tempat peristiwa tersebut terjadi. Tempat dalam naskah terjadi hanya berlangsung di tempat tunggal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan naskah berkiut.

“PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA DENGAN SEBUAH JENDELA AGAK TUA. DIKIRI KANAN RUANGAN TERDAPAT PINTU. DISEBELAH KIRI RUANGAN TERDAPAT SATU SET KURSI DAN MEJA YANG AGAK TUA, DISEBELAH KANAN TERDAPAT SEBUAH MEJA MAKAN KECIL DENGAN EMPAT BUAH KURSINYA, TAMPAK CANGKIR TEH, KUE-KUE DAN PERALATAN LAINNYA DIATAS MEJA. (Usmar Ismail, halaman 3)

b) Setting waktu berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, sore, atau malam hari. Setting waktu dalam cerita naskah tersebut terjadi dalam waktu satu kurun waktu saja.

SUARA ADZAN DI LATAR BELAKANG MENUNJUKKAN SAAT BERBUKA PUASA. (Usmar ismail, halaman 3)

Dalam kutipan tersebut, latar waktu terjadi pada waktu setelah berbuka puasa dengan latar tempat berada di dalam rumah bagian ruangan dapur.

(18)

TAMPAK IBU SEDANG DUDUK DIKURSI DEKAT JENDELA. EKSPRESINYA KELIHATAN SEDIH DAN HARU MENDENGAR SUARA BEDUK DAN TAKBIRAN YANG BERSAHUT-SAHUTAN ITU.” (Usmar Ismail, halaman 3)

Kutipan dialog tersebut menggambarkan bahwa pengarang mencoba membangun situasi sedih dan haru pada malam idul fitri. Suasana sedih dan haru tersebut merupakan akibat mengingat kembali kenangan kejadian sepuluh tahun silam yang membuat kehidupan keluarga ini menjadi semakin sulit

2.2.5 Tema

Dalam karya sastra, tema merupakan akar dari ide-ide yang terdapat dalam sebuah cerita. Menurut Prof. Dr. Herman J. Waluyo, ”tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama” (2002: 24). Sementara menurut Adhy Asmara, setiap lakon drama memiliki ide utama atau yang di sebut dengan tema yang memiliki kepentingan di akhir drama. Tema merupakan dimensi pekerjaan artis dalam menghidupkan nilai hiburan menjadi lebih panjang sehingga penonton akan bertanya, apakah maksud drama itu? (1983: 28).

Ide pokok dari tema tersebutlah yang mengawali sebuah cerita atau karya sastra di bentuk. Tanpa tema sebuah karya sastra akan terasa tidak hampa.

(19)

“GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah ayahnya. Tampak menyesal)

Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku. Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku pulang...” (Usmar Ismail, halaman 18)

2.2.6 Amanat

Amanat atau pesan pengarang yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Amanat adalah maksud yang terkandung dalam suatu drama. Menurut Sudjiman (1992:52) bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat.

Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, dan nasehat (Sudjiman, 1992: 57).

Amanat berkaitan dengan pesan yang hendak disampaikan oleh seorang penulis kepada pembaca untuk bisa memaknai dari keseluruhan isi naskah drama. Amanat berisi pesan moran dan nilai kehidupan yang dapat dijadikan renungan berpikir dan implementasi bertindan pembaca nantinya sesuai dengan kaidah atau norma yang berlaku. Amanat yang coba ditampilkan dalam naskah drama di atas, yaitu.

(20)

2. Tidak mudah tergiur untuk mencari kekayaan yang di batas kemampuannya karena kehidupan itu berputar ada kalanya di bawah dan di atas karena harta bukan ukuran untuk bahagia jika dengan harta seorang itu tidak bisa bertanggung jawab.

3. Bagaimanapun kesalahannya, kita harus saling memaafkan.

2.2.7 Judul

Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.

Judul naskah drama ini sangatlah sederhana tidak ada yang menarik hanya judul sering terdengar entah di televisi atau sebuah lagi. Tetapi keserhanaan itu lebih mengarah pada cerita yang sering terjadi di lingkungan sekitar jadi memungkinkan semua orang ingin membacanya.

Kemungkinan yang dapat penulis paparkan mengapa pengarang mengambil judul “Ayahku Pulang” karena .

(21)

b. Judul naskah drama karya Usmar Ismail dalam analisis ini adalah Ayaku Pulang. Ayah disini memiliki makna seorang laki-laki dewasa yang sudah mempunyai istri dan anak dan sebagai kepala keluarga.

2.3 Unsur Ekstrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail Menurut Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik pada karya sastra merupakan wujud murni pesan yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Adapun unsur ekstrinsik dalam drama terdiri atas empat bagian, yaitu:

2.3.1 Nilai Sosial-budaya

Nilai sosial-budaya adalah nilai yang berkaitan dengan norma yang ada di dalam masyarakat. Nilai sosial-budaya ini berhubungan dengan nilai peradaban kita sebagai manusia. Karena budaya mempunyai makna pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar di ubah, dan sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang/ beradab/ maju, maka nilai-nilainya pun berkembang sesuai dengan masalah-masalah yang terjadi pada manusia.

Cerita dalam naskah tersebut ternyata terjadi juga pada kehidupan sosial di masyarakat. Peristiwa meninggalkan istri dan anak-anaknya hanya tergiur dengan harta semata. Dan ketika kekayaan itu melimpah akan mencari dan menikah lagi dengan yang lain. Setelah waktu berjalan dan mengakibatkan ia bangkrut dalam kehancuran, dengan sesuka hatinya akan kembali kepada istri dan anak-anaknya yang dulu pernah ia tinggalkan.

2.3.2 Nilai Moral

(22)

Dalam naskah ini terdapat moral yang buruk karena Gunarto salah satu tokohnya memiliki watak yang angkuh. Dan karena keangkuhannya ia mengakibatkan ayah kandungnya bunuh diri.

2.3.3 Nilai Agama/religius

Nilai agama/religius adalah nilai yang berkaitan dengan tuntutan beragama.

Pada naskah drama Ayahku Pulang tersirat pesan bahwa kita harus saling memaafkan atas kesalahan yang telah dipebuat olehnya atau orang lain karena dalam agama dilarang bermusuhan. Dan ketika bermusuhan akan terjadi tindak kejahatan ataupun pembunuhan. 2.3.4 Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi adalah nilai yang berkaitan dengan perekonomian.

Pada naskah drama Ayahku Pulang memiliki nilai ekonomi, yaitu bagaimana sulitnya istri dan ketiga anaknya berusaha untuk tetap hidup. Gunarto yang merupakan anak sulung bekerja keras untuk mencukupi semua kebutuhan keluarganya.

2.3.5 Biografi

Berisi riwayat hidup pengarang secara keseluruhan terutama pada saat menulis naskah.

Usmar Ismail dilahirkan di Bukittinggi, 20 Maret 1921 dan wafat di Jakarta, 2 Januari 1971. Selama hidupnya, beliau sangat berperan aktif dalam bidang seni di Indonesia. Nama beliau diabadikan sebagai nama pusat perfilman di Jakarta, yakni pusat perfilman Haji Usmar Ismail.

(23)

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

Naskah drama berjudul “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail setelah dikaji secara struktural memberikan sejumlah pembelajaran dan hasil analisis struktur naskah tersebut. Diantaranya dari segi tema, judul, latar, alur, tokoh dan penokohan juga amanat.

Tema dalam naskah tersebut mengenai rasa penyesalan seorang anak karena telah mengakibatkan ayahnya bunuh diri atas perilakunya. Dalam naskah ini, pengarang menggunakan judul yang sanagt sederhana namun tetap memiliki rasa ketertarikan. Latar yang ada pada naskah drama tersebut yaitu di dalam rumah tepatnya di dapur waktu berbuka puasa. Naskah ini menggunakan alur maju sehingga mempermudah pembaca untuk memahami isi ceritanya.

(24)

3.2 Saran

(25)

Daftar Pustaka

Al Adzani Art. 2012. Drama. http://aladzaniart.blogspot.com [Minggu, 19 April 2015]

Harymawan, R.M.A. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda Karya

Lokerseni. 2011. Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Umar. http://www.lokerseni.web.id [Minggu, 19 April 2015]

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Sutrasurga. 2013. Unsur-Unsur Intrinsik Drama. http://sutrasurga.blogspot.com [Minggu, 19 April 2015]

(26)

SINOPSIS

1. Identitas naskah

Judul : Ayahku Pulang Pengarang : Umar Ismail Halaman : 17 halaman Sumber : Lokerseni

2. Sinopsis

Menceritakan kehidupan rumah tangga seorang ayah yang bernama Raden Saleh dengan istriya yang bernama Tina. Biduk rumah tangga mereka kurang harmonis karena sang ayah tega meninggalkan istri dan ketiga anaknya yang masih kecil demi kesenangannya. Saat itu putra sulungnya yang bernama Gunarto berumur 8 tahun, Maimun anak keduanya masih balita sedangkan putri ketiganya masih dalam kandungan yang bernama Mintarsih.

Sejak kepergian sang ayah, Gunarto kini menjadi pria dewasa dan menjadi tulung punggung keluarganya. Gunarto bekerja di pabrik tenun dan memiliki watak keras karena beratnya perjuangan hidup yang harus ia lalui tanpa kasih sayang dan didikan sosok ayahnya. Maimun juga bekerja demi keluarga agar dapat membiayai pernikahan adiknya. Mintarsih, si bungsu juga bekerja dengan menerima jahitan karena telah belajar menjahit dari ibunya.

(27)

Konflik muncul saat kedatangan Raden saleh dengan penampilan yang berbeda, ia kini seperti pengemis. Ibu kaget hampir tidak percaya namun bahagia dan akhirnya menyuruhnya untuk masuk. Ibu langsung mengenalkan Raden Saleh kepada anak-anaknya. Maimun dan Mintarsih yang tidak mengerti permasalahan apa yang dulu pernah terjadi, langsung saja menerima orang tersebut sebagai ayah sedangkan Gunarto yang masih meiliki rasa dendam yang mendalam pada ayahnya hanya diam. Kemarahan Gunarto semakin menjadi setelah mendengarkan cerita dari ayahnya yang waktu di Singapura mempunyai istri, kemudisan tokonya terbakar habis dan kini kehidupan terlunta-lunta. Ia mengingatkan ayah, ibu dan adik-adiknya tentang kesalahan yang telah diperbuat oleh ayahnya di masa lalu, serta mengingatkan perjuangannya selama ini. Sang ayah menyesal dan memilih untuk pergi.

Ibu dan Mintarsih menangis. Ibu menahan kepedihan dan penderitaan yang dialaminya lagi, ditinggalkan suaminya saat malam hari raya. Maimun menyesalkan perilaku Gunarto yang tidak mau menerima kembali ayah mereka dan bertekad menentang kakaknya dan pergi untuk memanggil ayahnya pulang kembali. Tetapi maimun hanya menemukan kopiah dan baju ayahnya saja dipinggir jembatan.

Referensi

Dokumen terkait