• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Atas Hilangnya Objek Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada Pt. Bank) Muamalat Indonesia, Kantor Cabang Medan-Sudirman)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Atas Hilangnya Objek Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada Pt. Bank) Muamalat Indonesia, Kantor Cabang Medan-Sudirman)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

***

) DosenFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah hukum yang masih belumtuntas penanganannya dan memerlukan perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum jaminan.Hukum jaminan memiliki kaitan yang erat dengan bidang hukum benda dan perbankan. Di bidang perbankan kaitan ini terletak pada fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam bentuk kredit.Selain itu, bagi pembangunan ekonomi negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi.Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi,dan sebagainya.1

Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai lembaga jaminan fidusia Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.Jaminan yang paling popular dilakukan oleh bank adalah jaminan kebendaan.Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah jaminan fidusia.Sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis.Dahulu eksistensi fidusia didasarkan kepada yurisprudensi.Sekarang jaminan fidusia sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.Dalam perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan masyarakat, fidusia dapatmenimbulkan persoalan hukum.

1 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,

(2)

menjadi semakin penting. Setidaknya karena beberapa hal, antara lain kejelasan konsep mengenai objek jaminan fidusia, masih kaburnya karakter fidusia, belum sinkronnya prinsip-prinsip perundang-undangan yang mengatur lembaga jaminan, kesimpangsiuran hak kreditur manakala nasabah debitur wanprestasi, kewenangan pemberi fidusia dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga, dan jika terjadi likuidasi bank atau kepailitan nasabah debitur.2

a. Fiducia cum creditora (zaman Romawi)

Para pengarang menyebut lembaga fidusia ini dengansebutan bermacam-macam, tergantung pada penekanannya, yaitu :

b. Bezitloos pand (gadai tanpa bezit), karena yang menguasai benda gadai

tetap Debitur, tetapi tidak sebagai eigenaar dan tidak sebagai bezitter hanya sebagai houder atau detentor

c. Een verkapt pandrecht (gadai yang terselubung)

d. Uitbow (perluasan dari gadai)

e. Zekerheidseigendom (hak milik hanya sebagai tanggungan) atau

Fiduciaire eigendom (hak milik atas kepercayaan) atau Uitgeholde

eigendom (hak milik yang sudah dikurangi)

f. Bezitloos zekerheidsrecht (hak jaminan tanpa penguasaan)

g. Verruimd pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas)

h. Eigndomsoverdracht tot zekerheid (penyerahan hak milik sebagai jamian)

i. Voorraadpand

j. Pandrechtverruiming (gadai yang diperluas)

(3)

k. Hypotheek of roerend goed (Bezitloos pandrecht)

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman Romawi.Di negeri asalnya tersebut, selain bentuk jaminan juga lembaga titipan.

Dalam hukum Romawi lembaga fidusia ini dikenal dengan namafiducia

cum creditore contracta (artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditur). Isi janji

yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur akan tetap menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas.3

3 Rachmadi Usman., Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.151

Dengan demikian berbeda dari pignus (gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan.Dalam hal fiducia cum creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek fidusia.Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberian fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya.

(4)

terhadapkreditur lainnya.4

1. Perjanjian Fidusia Merupakan Perjanjian Obligator.

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 199 tentangJaminan Fidusia menyebutkan yang dimaksud dengan jaminan fidusia sebagai berikut:

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberian fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Berdasarkan pengertian di atas, jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan (agunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk zekerheid, security right in

rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.Sebagai hak kebendaaan (yang memberikan jaminan), dengan sendirinya sifat dan ciri-ciri hak kebendaan juga melekat pada jaminan fidusia.Dia bukan perjanjian obligatoir yang bersifat perorangan (persoonlijk).

Perjanjian fidusia menimbulkan hak-hak yang bersifat zakelijk, merupakan pendapat yang banyak diikuti oleh pengarang, sesuai dengan pertumbuhan kehidupan perkreditan modern sekarang ini. Sesuai dengan pertumbuhan sistem Anglo Amerika, dalam hal ini menurut sistem equity, di mana analog dengan pinjaman dengan hipotek, pemegang hipotek (morgagee) memperoleh hak-hak jaminan yang bersifat zakelijk dan tidak memperoleh hak eigendom atas

(5)

benda jaminan. Demikian juga menurut pertumbuhan hukum di Inggris, Amerika Utara, Belgia, Prancis, dan Nederland. Di Inggris di dalam law of property Act 1925 mulai diintrodusir change by way of legal morgagee yang secara teoretis dikonstruksikan sebagai zakelijkrecht. Di Amerika Serikat dalam pertumbuhan hukumnya juga mulai memberi tempat pada lien theory yang memberikan hak yang bersifat zakelijk. Pertumbuhan hukum di Nederland, menurut sebagian besar pengarang, yurisprudensi maupun Nieuw Burgerlijk Wetboek, mengakui perjanjian fidusia itu sebagai perjanjian yang melahirkan hak-hak zakelijk, yang dirumuskan dengan bezitloospandrecht, yakni perjanjian penjaminan yang bersifat

zakelijk yang diatur dalam rangka jaminan gadai.5

5Ibid, hal 163

(6)

2. Sifat Accessoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia

Undang-undang fidusia menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai agunan bagi pelunasan utangnya debitur (pemberi fidusia) yang berarti perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan, butut, atau ekor dari perjanjian pokoknya.6

3. Sifat Droit de Suite dari Fidusia: Fidusia sebagai Hak Kebendaan

Ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia beserta penjelasannya menegaskan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian ini berarti adanya perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban dan sekaligus tanggungjawab para pihak untuk memenuhi suatu prestasi sebagai akibat terjadinya suatu perikatan.

Sifat droit de suite, juga dianut jaminan fidusia di samping jaminan hipotek dan hak tanggungan. Hal ini ditegaskan oleh ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan:

Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.

Penjelasan atas Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan:

Ketentuan inimengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan

(7)

bagian dari peraturan peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).

Pemberian sifat hak kebendaan di sini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan.Hal ini berangkat dari pikiran, bahwa benda jaminan tetap menjadi milik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya. Dengan memberikan sifat droit pada fidusia, maka hak kreditur tetap mengikuti bendanya ke dalam siapapun ia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang berkedudukan sebagai pihak ketiga pemberi jaminan.7

4. Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan (Sifat Droit de Preference) Sifat droit de preference atau diterjemahkan sebagai hak (mendahului atau diutamakan) juga melekat pada jaminan fidusia. Sifat droit de preference ini dapat kita baca dari perumusan pengertian yuridis jaminan fidusia yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan lebih lanjut diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan: a. Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. b. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak

penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

c. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.

Dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia di atas, dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau

(8)

diutamakan terhadap krediturnya lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutang ini mendahului dari kreditur lainnya yang tidak dijamin dengan fidusia, walaupun penerima termasuk orang yang pailit atau dilikuidasi. Hak utama dari penerima fidusia tidak dihapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi dan pemberi fidusia, berhubung benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam budel kepailitan pemberi fidusia.Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana diterangkan di atas, yang menentukan bahwa benda yang menjadi objek jaminan kebendaan, termasuk jaminan fidusia berada di luar kepailitan dan/atau likuidasi.8

Fidusia.

Pasal 2 Undang-Undang Fidusia menentukan ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Fidusia. Bunyi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Fidusia sebagai berikut:

Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian fidusia yang

bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia sepanjangperjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada dan mengikuti Undang-Undang Jaminan

9

Sebagaimana telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan benda

8Ibid,hal.172

(9)

bergerak (roerende zaken, movable goods) adalah setiap benda yang karena sifatnya memang bergerak, dapat bergerak atau dapat digerak-gerakkan atau karena undang-undang digolongkan kedalam benda-benda bergerak, kecuali benda yang karena sifatnya dapat bergerak atau digerakkan tetapi oleh undang-undang telah dikategorikan sebagai benda tidak bergerak.

Kapal laut yang besar (yang volumenya minimal 20 meter kubik) hakikatnya adalah benda bergerak, tetapi oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai benda tidak bergerak, sehingga hukum tentang benda tidak bergerak yang harus diterapkan kepada benda berupa kapal laut tersebut.Mesin-mesin atau rumah sebenarnya merupakan benda bergerak, tetapi oleh Hukum Perdata (sesuai KUH Perdata) telah dianggap sebagai benda yang menyatu dengan tanah sehingga karenanya dikategorikan sebagai benda tidak bergerak. Akan tetapi, binatang, sebesar apa pun binatang itu tetap dianggap sebagai benda bergerak. Di samping itu, hak atas benda bergerak oleh undang-undang juga dikategorikan sebagai benda bergerak. Kemudian, saham-saham dalam sebuah perusahaan terbatas atau badan hukum lainnya, maupun surat berharga lainnya, oleh undang-undang (KUHPerdata) juga dikategorikan sebagai benda bergerak. Terkadang dalam bahasa Inggris untuk benda bergerak ini disebut juga dengan istilah movable

goods atau personal property, sementara untuk benda tidak bergerak berup

tanah disebut dengan istilah immovablegoods atau real property.

(10)

Hak Guna Bangunan untuk benda bergerak, karena oleh undang-undang kedua hak tersebut memang dimaksudkan khusus untuk benda tidak bergerak berupa tanah saja. Sebaliknya, terhadap benda bergerak dikenal hak-hak seperti Hak Milik, Hak Pakai, Hak Bagi Hasil, Hak Sewa, Hak Penguasaan (Bezit), Hak Jaminan (dalam bentuk Gadai dan Fidusia), dan sebagainya. Sama seperti hak atas tanah (benda tidak bergerak), maka yang paling kuat di antara hak-hak atas benda bergerak tersebut adalah hak milik.10

10Munir Fuady I, Konsep Hukum Perdata, Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2014, hal. 33

Kemudian, sistem hukum seperti yang diatur dalam KUHPerdata mengenal apa yang disebut Hak Penguasaan (Bezit). Seperti juga telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hak bezit adalah suatu penguasaan atas benda untuk menikmati hasil dari benda tersebut yang oleh hukum dianggap benda tersebut seolah-olah sebagai miliknya sendiri sehingga haknya tersebut dapat dipertahankan kepada setiap orang, tanpa mempersoalkan siapa sebenarnya secara yuridis yang memiliki benda tersebut.

(11)

putusan hakim yang menyatakan bahwa dia bukanlah pemilik benda tersebut.11

1. Setelah berlakunya masa kadaluwarsa, sehingga benda tersebut telah resmi menjadi milik dari pemegang bezit tersebut, asalkan pemegang bezit tersebut beritikad baik.

Hak penguasaan (bezit) atas benda bergerak berakhir manakala terjadi salah satu di antara hal-hal sebagai berikut:

2. Setelah adanya putusan pengadilan yang menetapkan siapa sebenarnya pemilik benda tersebut.

3. Jika benda tersebut lepas dari kepemilikan dan kekuasaannya, misalnya karena dicuri orang lain.

4. Jika benda tersebut hilang sehingga tidak diketahui lagi keberadaannya. 5. Prinsip-prinsip yuridis dalam hukum jaminan.

Ada beberapa prinsip yuridis yang berlaku terhadap suatu jaminan utang, prinsip mana bervariasi, bergantung kepada jenis jaminan utang atau kredit itu sendiri. Di antara prinsip-prinsip yuridis dari suatu jaminan kredit dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Prinsip territorial 2. Prinsip acessoir 3. Prinsip hak prefrensi 4. Prinsip nondistribusi 5. Prinsip disclosure 6. Prinsip eksistensi benda

(12)

7. Prinsip eksistensi kontrak pokok

8. Prinsip larangan eksekusi untuk diri sendiri 9. Prinsip formalisme

10. Prinsip ikutan objek (mengikuti benda atau mengikuti orang) 11. Prisip ikutan piutang 12

Fidusia sebagai lembaga perjanjian yang menjamin benda bergerak yang jadi jaminan khususnya di lembaga keuangan yaitu bank.Bank dalam menjalankan kredit membutuhkan jaminan untuk menjamin pembayaran terhadap kredit tersebut, oleh karena itu lembaga penjaminan hak tanggungan, fidusia, gadai, hipotik diperlukan untuk menjadi perlindungan hukum.

Dalam perbankan ingin memberikan pembiayaan atau kredit untuk benda bergerak atau pada saat perbankan mendapatkan jaminan berupa benda bergerak maka bank membutuhkan fidusia untuk mengikat jaminan tersebut agar memiliki landasan hukum.

Namun permasalahannya di dalam jaminan fidusia objek tidak dikuasai, berbeda dengan gadai objek barang dikuasai penerima gadai.Oleh karena itu objek jaminan tidak dikuasai oleh penerima fidusia.Hal tersebut menimbulkan konsekuensi hukum apabila sewaktu-waktu objek jaminan hilang, dimana pada saat yang bersamaan debitur wanprestasi.

Pada saat tersebut maka objek jaminan fidusia dibutuhkan untuk dapat dijual sebagai suatu pengembalian hutang, namun di sini timbul permasalahan

12

(13)

apabila objek tersebut hilang.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan pada skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tinjauan umum tentang jaminan fidusia terhadap hukum

positif?

2. Bagaimanakah pelaksanaan tentang jaminan fidusia di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan?

3. Bagaimana Pertanggungjawaban atas hilangnya objek jaminan fidusia yang telah didaftarkan di KEMENKUMHAM?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui secara jelas dan terperinci mengenai hukum jaminan fidusia yang ada dan diatur dalam hukum positif.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan tentang jaminan fidusia di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbk. Cabang Medan.

3. Untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban debitur atas akibat hilangnya objek jaminan fidusia yang berstatus hukum telah di daftarkan di KEMENKUMHAM.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Penulisan secara Teoretis

(14)

pula memberikan sumber pengetahuan khususnya jaminan hukum fidusia.

2. Manfaat Penulisan secara Praktis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberikan jalan keluar kepada para pihak yang terlibat langsung dalam masalah fidusia. Manfaat penulisan ini akan memberikan input kepada beberapa pihak khususnya terhadap para praktisi dan pelaku usaha perbankan atau bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan dengan jaminan benda bergerak yang dijaminkan dan dilindungi oleh fidusia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hilangnya objek jaminan fidusia dari lembaga penjaminan jaminan fidusia. Namun demikian, penelitian kepustakaan tidak hanya terhadap bahan perundang-undangan di Indonesia yang mengandung celah yang dapat dimanfaatkan dalam praktek penyelenggaraan jaminan fidusia tersebut, akan tetapi juga terhadap doktrin-doktrin para sarjana terdahulu dan didukung oleh dokumen-dokumen yang nyata di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Cabang Medan.

(15)

berkembang didalam masyarakat tentang hilangnya objek jaminan fidusia dengan melakukan survey normative dari aturan norma-norma hukum jaminan fidusia itu sendiri.

Kemudian dilakukan analisis terhadap fakta-fakta yang terjadi dalam hal hilangnya atau musnahnya objek jaminan fidusia yang dijaminkan, baik itu bagi bank sebagai lembaga perbankan yang memegang jaminan fidusia, selanjutnya Notaris sebagai pejabat yang ditunjuk oleh negara sebagai pelaksana pemasang jaminan fidusia, dan terakhir Pengadilan Negeri sebagai pelaksana eksekusi jaminan fidusia.

2. Sumber Data a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, kemudian dilakukan penelitian dan dicatat gejala-gejala hukum yang terjadi yang berasal dari hasil wawancara dengan pihak terkait.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi dokumentasi dan studi kepustakaan, serta berbagai dokumen tertulis lainnya baik berupa peraturan perundang-undangan, definisi para ahli hukum yang berhubungan dan mendukung proses penelitian serta untuk melengkapi data primer yang telah diperoleh.

3. Metode Pengumpulan Data

(16)

a. Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertieryaitu:13 1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan

peraturan perundang-undangan, yaitu: a. Undang-Undang Dasar 1945.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian pembiayaan dan sertifikat fidusia. 3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk

danpenjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum,kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

b. Studi Dokumen yaitu pengumpulan data dengan menghimpun dokumen yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah dan akta-akta jaminan fidusia beserta sertifikat jaminan fidusia terhadap objek jaminan yang hilang di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Cabang Medan.

13 Penelitian Hukum Normatik adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

(17)

Selain dengan metode teknik pengumpulan data di atas, penelitian ini juga melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) ke beberapa pihak yang mengetahui secara langsung terkait dengan pembiayaan bermasalah dan pelaksanaan jaminan fidusia antara lain kepada :

a. Pejabat dan Pegawai bagian hukum di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Cabang Medan.

b. 2 orang Notaris dan PPAT di wilayah kerja Medan yang memiliki kriteria sebagai notaris rekanan di beberapa Bank, baik Bank Pemerintah maupun Swasta dan juga sering melakukan pengikatan atas Jaminan Fidusia.

c. Advokat yang sering menangani kasus eksekusi fidusia di Wilayah Medan. d. Juru Sita di Pengadilan Negeri Medan

e. Kepolisian Resort Kota Medan f. Kasi Lelang KPKLN Medan.

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan baik dengan melakukan studi kepustakaan maupun dengan studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif.14

sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.

Penelitian kualitatif dimaksud adalah jenis penelitian yang temuan- temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau dalambentuk hitungan lainnya. Selanjutnya digunakannya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rinciankaidah yang lebih kompleks tentang fenomena yang akan

14Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

(18)

Setelah seluruh proses pengumpulan data dilakukan, data disusun dan kemudian dikelompokkan dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan masalah kekuatan objek jaminan fidusia yang hilang, dimulai dari ketentuan ketentuan yang bersifat umum mengenai ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia selanjutnya kepada ketentuan khusus yang tercantum pada ketentuan ketentuan bank Indonesia kemudian di sinkronisasikan dengan ketentuan PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk, Cabang Medan dalam prosedur umum penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan akhirnya dapat disimpulkan jawaban mengenai tinjauan yuridis terhadap pertanggung jawaban atas hilangnya objek jaminan fidusia.

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian terdahulu, penelitian terhadap “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN JAMINAN FIDUSIA YANG OBJEKNYA HILANG” belum

pernah dilakukan sebelumnya pembahasan dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan objektif secara terbuka dan jelas semua ini merupakan implikasi etis dari proses penemuankebenaran ilmiah yang diperoleh dari kasus atau fakta asli di lapangan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

(19)

bidang kajiannya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain : 1. Yuslinda Lestari, NIM : D1A010340, Fakultas Hukum Universitas

Mataram Tahun 2014, “Tinjauan Yuridis Objek Jaminan Yang Dirampas Oleh Negara”.

Substansi permasalahan adalah:

a. Bagaimana status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh negara? b. Bagaimana akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia terhadap

perjanjian jaminan fidusia?

2. Desi Irawan Hsb, NIM : 040200117, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2008, “Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jamnian Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999”. Substansi permasalahan adalah:

a. Bagaimana proses pelaksanaan eksekusi objek fidusia?

b. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam melakukan eksekusi? c. Bagaimana akibat hukum musnahnya objek fidusia?

3. Lanang Galuh Pratyaksa WP, NIM : C100050134, Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Tahun 2013, “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia”.

Subtansi permasalahan adalah :

a. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia? b. Permasalahan-permasalahan apa saja yang timbul dalam pemberian

(20)

G. Sistematika Penulisan

Setelah diperoleh data dan bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, langkah selanjutnya adalah merangkai seluruh temuan dalam suatu sistematika penulisan. Adapun gambaran isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Bab ini lebih menjelaskan tentang gambaran umum mengenai Jaminan Fidusia diantaranya pengertian, Sejarah, Asas, Fidusia serta Fidusia sebagai Jaminan Hutang.

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG PT BANK MUAMALAT, TBK

Bab ini menjelaskan tentang gambaran tentang PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, secara umum dimulai dari sejarah lahirnya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA OBJEK FIDUSIA

(21)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

zatvaranja financijskih konstrukcija. Filmovi se snimaju pod traumatskim financijskim uvjetima, pod pritiskom i sa štednjama koja izravno utječu na smanjenu tehničku i

Karena pengukuran hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total, sedangkan untuk penilaian fleksibilitas di

Proses pencatatan dan perhitungan transaksi arus kas pada Taman Kanak Kanak Sion yang relatif lambat dikarenakan proses pencatatan yang masih menggunakan buku dan proses

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

Pada umumnya saluran pipa terletak dibawah permukaan tanah, bisa mengalir dengan berat sendiri dan bisa juga dengan tekanan.. Saluran pipa digunakan untuk

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Guru menggerakkan pion kekotak berikutnya dijalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu, kemudian menyebutkan gambar yang ada pada jalur papan ular tangga dimana pion