BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang terbuka publik pada kawasan perkotaan di Indonesia umumnya diawali
dengan ruang yang berupa alun-alun atau lapangan berada disekitar kawasan
bangunan pusat pemerintahan. Selain berfungsi sebagai ruang yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, ruang ini juga sebagai tempat diselenggarakannya
kegiatan-kegiatan formal yang berkaitan dengan kepemerintahan seperti upacara,
parade, kampanye, dan lain sebagainya. Ruang publik ini menjadi penanda kawasan
pusat kota di suatu daerah.
Sejalan dengan berkembangnya wilayah kota, beragam ruang publik dan
fungsinya juga turut bertambah. Umumnya ruang-ruang publik tersebut memiliki
fungsi utama (disamping fungsi-fungsi lain yang dapat ditampungnya) seperti
lapangan olahraga, taman terbuka hijau, arena bermain, kawasan pasar, dan lain
sebagainya.
Fungsi-fungsi tambahan juga berlaku pada ruang publik yang berada di
kawasan bangunan pusat pemerintahan. Ketika alun-alun atau lapangan tersebut tidak
sedang digunakan untuk kegiatan atau acara resmi, masyarakat dapat memanfaatkan
ruang publik untuk berbagai kegiatan, baik yang bersifat formal maupun non-formal.
Sehingga meskipun terdapat beberapa ruang publik di bagian lain dari suatu wilayah
menjadi salah satu tujuan utama tempat berinteraksi masyarakat kota. Selain itu,
ruang publik juga berfungsi sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor
jalan, menjadi ruang pengikat dilihat dari struktur kota menjadi pembagi ruang-ruang
fungsi bangunan disekitarnya dan sebagai ruang untuk transit. Fungsi ruang publik
lainnya adalah sebagai tempat usaha bagi pedagang kaki lima dan sebagai paru-paru
kota yang semakin padat (Iswanto 2006).
Lipton (2002 sebagaimana dikutip dari Holland et al. 2007) mendefinisikan
ruang publik sebagai “ruang duduk terbuka kita, pusat aktifitas waktu senggang kita”.
Sementara Iswanto (2006) menyebut ruang publik sebagai “arsitektur tanpa atap”,
dengan mengumpamakan bumi sebagai lantainya, bangunan dan alam sekitarnya
sebagai dinding, dan langit sebagai atapnya.
Marcus dan Francis (1998) menyatakan bahwa suksesnya ruang terbuka
publik dalam mengakomodasi ruang bagi pengguna (people space) diantaranya
adalah apabila mampu memberikan perasaan aman bagi penggunanya dan mampu
mengarahkan setiap kelompok pengguna agar tidak mengganggu aktifitas kelompok
pengguna lain, disamping kriteria yang bersifat fisik seperti aksesibilitas, indah,
dilengkapi dengan perabot, akses ke tempat teduh dan berangin, mudah dalam
perawatannya, dan seimbang antara ekspresi seni secara visual dengan keadaan sosial
setempat.
Lapangan Merdeka Kota Binjai terletak di kawasan pusat Kota Binjai yang
mempunyai tatanan komponen menjadi satu yakni kantor pusat pemerintahan (Kantor
publik Lapangan Merdeka yang merupakan kawasan pusat di Kota Binjai memiliki
jumlah pelaku kegiatan yang tinggi serta memiliki beragam aktifitas dengan intensitas
tinggi. Aktifitas yang terjadi di Lapangan Merdeka Binjai ini berupa kegiatan
non-formal seperti olahraga, rekreasi, berdagang, kegiatan seni dan budaya, serta kegiatan
formal seperti upacara kenegaraan, seremoni keagamanaan, dan kegiatan politik
(kampanye).
Banyaknya pengunjung atau masyarakat yang melakukan aktifitas di
Lapangan Merdeka Kota Binjai seringkali menyebabkan fasilitas yang tersedia
kurang mencukupi dalam mengakomodasi aktifitas yang berlangsung. Sementara itu,
keragaman aktifitas dengan intensitas tinggi yang terjadi pada Lapangan Merdeka
seringkali terjadi pada waktu yang hampir bersamaan sehingga menyebabkan juga
ruang dimanfaatkan tidak sesuai fungsinya. Hal ini ditambah dengan adanya
pengguna yang kurang toleransi dengan pengguna lain sehingga aktifitas yang
dilakukan tersebut dirasakan oleh pengguna lain mengganggu hak untuk melakukan
kegiatan lain. Kondisi ini dapat menyebabkan pengguna ruang publik menjadi kurang
nyaman.
Ruang publik dianggap "demokratis" (Holland et al. 2007) ketika siapapun
dapat menggunakannya sehingga memungkinkan masyarakat atau komunitas tersebut
untuk hidup dan berkembang. Namun, perbedaan diantara kelompok penggunanya
memungkinkan terjadinya pergesekan dan konflik dalam penggunaannya akibat
adanya perbedaan cara pandang atau pemahaman mereka dalam beraktifitas di ruang
disebut berhasil apabila mempunyai fungsi dominan dari beragam aktifitas yang
terjadi dan penggunaannya.
Lynch (1981) menyatakan bahwa jiwa dari suatu tempat tidak hanya terbentuk
oleh tatanan fisik semata, namun juga oleh tatanan aktifitas atau fungsi dan
bagaimana terjadinya dialog diantara keduanya, yaitu makna. Ruang terbuka publik
menjadi bermakna bagi penggunanya bila ruang dapat memenuhi kebutuhan mereka
sehingga mereka nyaman beraktifitas. Sementara itu, Garnham (1985) juga
menekankan pada perlunya manajemen ruang yakni tatanan aktivitas orang atau
pengguna ruang yang ada di situ dan bagaimana itu berhubungan dengan
elemen-elemen pembentuk tatanan fisik kawasan. Bila kebutuhan dasar pengguna akan ruang
terpenuhi dan hak pengguna dilindungi maka makna ruang akan semakin meningkat.
Carr (1992) menyatakan bahwa sebuah ruang publik yang berkualitas secara
esensial harus memiliki tiga kriteria yaitu tanggap terhadap semua keinginan
pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut
(responsive), dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas
tanpa ada diskriminasi (democratic), dan memiliki arti/makna bagi masyarakat
setempat secara individual maupun kelompok (meaningful). Untuk itu keterlibatan
komunitas/masyarakat setempat menjadi kunci penting dalam memenuhi ketiga
kriteria tersebut.
Pertama-tama peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat keragaman
aktifitas dan pengguna ruang yang ada di Lapangan Merdeka Binjai melalui
mengetahui sejauh mana elemen-elemen fisik kawasan mendukung aktifitas-aktifitas
tersebut di dalam ruang publik yang tersedia. Selanjutnya hasil pengamatan tersebut
menjadi dasar untuk melakukan wawancara terhadap pengguna dan pengelola ruang
publik (aparat pemerintah) guna mengetahui persepsi pengguna terhadap ruang publik
Lapangan Merdeka Binjai. Hasil pengamatan dan wawancara tersebut menjadi dasar
dalam menganalisa kualitas ruang terbuka publik Lapangan Merdeka Kota Binjai
terhadap aktifitas publik yang berlangsung di dalamnya dengan menggunakan
teori-teori yang terkait dengan aspek responsive, democratic, dan meaningful. Penelitian
ini diharapkan dapat membuat rekomendasi atau saran dalam meningkatkan kualitas
layanan ruang publik di Kota Binjai sehingga kegiatan-kegiatan yang berlangsung di
dalamnya dapat terakomodasi dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ditinjau dari aspek daya tanggap ruang hak-hak pengguna, dan makna,
ruang terbuka publik Lapangan Merdeka Binjai (dalam mengakomodasi
aktifitas publik yang berlangsung di dalamnya) telah mengalami
keberagaman aktifitas.
2. Beragam aktifitas yang terjadi pada waktu yang hampir bersamaan
beberapa fasilitas yang tersedia di Lapangan Merdeka Binjai dimanfaatkan
juga untuk aktifitas yang tidak sesuai dengan fungsinya.
3. Perlu dikaji kualitas ruang terbuka publik Lapangan Merdeka Binjai
ditinjau dari aspek ruang publik yang tanggap (responsive), demokratis
(democratic), dan bermakna (meaningful).
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian
Secara spasial penelitian ini dilakukan di Lapangan Merdeka Binjai sebagai
RTH (Ruang Terbuka Hijau) dengan skala kota yang memiliki fasilitas rekreasi dan
olah raga yang terbuka untuk umum, dimana secara administratif terletak di
kelurahan Tangsi, kecamatan Binjai Kota.
Kawasan Lapangan Merdeka Binjai dibatasi oleh koridor-koridor adalah
sebagai berikut:
1. Sisi Utara: Jalan Veteran;
2. Sisi Selatan: Jalan Jendral Sudirman; dan
3. Sisi Barat: Jalan Veteran.
Secara substansial penelitian ini merupakan kajian kualitas ruang publik
dengan pendekatan pada aspek dan unsur-unsur atau variabel pembentuk kualitas
ruang terbuka publik yang tanggap terhadap kebutuhan (responsive), melindungi hak
kelompok pengguna (democratic) dan bermakna (meaningful) di Lapangan Merdeka
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menemukan kualitas
penggunaan Lapangan Merdeka Binjai ditinjau dari aspek kebutuhan (responsive),
melindungi hak kelompok pengguna (democratic) dan bermakna (meaningful).
Sehingga beragamnya aktifitas yang terjadi pada waktu yang hampir bersamaan tidak
mengurangi kualitas ruang publik yang ada.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang telah dilakukan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat dan pemerintah Kota Binjai dapat dijadikan sebagai salah
satu bentuk sumbangan pemikiran terhadap evaluasi kebijakan perencanaan
dan pengembangan ruang publik kota;
2. Bagi Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara dapat bermanfaat dalam menambah jumlah
literatur dan referensi penelitian yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan
lebih lanjut;
3. Bagi peneliti sebagai salah satu rujukan dalam meneliti khususnya untuk
penelitian yang identik; dan
4. Bagi penulis dapat memberikan tambahan wawasan khususnya dalam
bidang keilmuan yang terkait dengan evaluasi ruang terbuka publik di
1.6 Sistematika Pembahasan
Pembahasan penelitian ini dibagi menjadi 7 (tujuh) Bab, yaitu:
1. Bab Pertama, merupakan Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan permasalahan, ruang lingkup dan batasan kajian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
2. Bab Kedua, merupakan Tinjauan Pustaka yang berisi kajian teori-teori yang
membahas tentang pengertian/definisi mengenai kualitas ruang publik.
3. Bab Ketiga, berisi Metode Penelitian mengenai jenis dan metode penelitian,
variabel dan indikator penelitian, kerangka konseptual, jenis dan sumber
data, responden, metode analisis, dan penetapan kesimpulan.
4. Bab Keempat, berisi penjelasan tentang kawasan penelitian yang meliputi
lokasi kawasan penelitian, eksisting tatanan aktifitas, fungsi kawasan dan
gambaran umum wilayah dari lokasi penelitian.
5. Bab Kelima, berisi kajian analisa yang merupakan bagian inti dari penelitian,
dimana kajian secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui aspek aktifitas
publik yang berpengaruh terhadap kualitas ruang publik kawasan yang
menjadi obyek penelitian.
6. Bab Keenam, berisi penemuan dari hasil kajian atas kondisi yang muncul
terhadap kualitas ruang publik kawasan penelitian dari aspek aktifitas publik
yang berlangsung di dalamnya.
7. Bab Ketujuh, merupakan kesimpulan dan saran sebagai hasil dari kajian dan