• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Politik Martin Luther Tentang Relasi Agama Dan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran Politik Martin Luther Tentang Relasi Agama Dan Negara"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam bidang historiografi

abad pertengahan di Eropa ialah Martin Luther, seorang reformis dari gereja

katolik yang sangat berpengaruh. Hingga saat ini pengaruh pemikiran dari Martin

Luther dapat dirasakan, yaitu munculnya gereja protestan di berbagai belahan

penjuru dunia.1

Martin Luther merupakan seorang yang sangat berpengaruh pada Zaman

pertengahan di Eropa. Hasil pemikirannya yang berupa reformasi dalam Gereja

Katolik Roma, telah menimbulkan suatau kegoncangan yang luar biasa hebat pada

masyarakat Eropa pada masa itu. Ajaran yang ditawarkan Martin Luther akhirnya

menyebabkan perpecahan dalam tubuh gereja Katolik Roma, sehingga muncullah

sekte Kristen yang baru, yang disebut Kristen Protestan.

Martin Luther lahir dari pasangan Hans Luder dan Margerethe. Ia lahir di

Eisleben, Jerman, pada tanggal 10 November 1483. Kemudian keesokan harinya

ia dibaptis bertepatan dengan hari Santo Martin. Ayahnya ialah seorang pekerja

tambang, sedangkan ibunya seorang pedagang. Martin Luther juga mempunyai

beberapa saudara laki-laki dan perempuan.

Setelah menjadi biarawan Martin Luther mengabdikan dirinya sepenuhnya

untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Ia pun melakukan berbagai macam

perbuatan baik, seperti puasa, berdoa selama berjam-jam, menolong orang,

menyiksa dirinyam, mengakui semua dosa-dosanya dan mengunjungi makam para

santo. Semakin ia berusaha dekat dengan Tuhannya, maka ia merasa semakin

mengetahui akan keberadaannya yang penuh dosa. Kekuatiran Martin yang terlalu

berlebihan membuat atasannya menyuruh Martin untuk mengembangkan karirnya

sebagai akademisi.

1

▸ Baca selengkapnya: prinsip keteladanan hidup martin luther

(2)

Pandangan yang berkembang hingga dewasa ini bahwa lahirnya pemikiran

di Barat berupa filsafat, ilmu pengetahuan, kebudayaan hingga berkembangnya

peradaban Barat pada dasarnya berasal dari proses interaksi peradaban besar yang

telah ada sebelumnya.2 Peradaban itu terdiri atas: Yunani-Romawi,

Judeo-Kristiani, dan Islam. Setelah runtuhnya tiga peradaban besar itu, memberi pupuk

penyuburan untuk tumbuhnya suatu peradaban baru bagi bangsa-bangsa di Barat.

Tentu bukan datang begitu saja, sejarah telah membuktikan, bahwa bangsa-bangsa

di Barat mengalami masa the dark ages (abad kegelapan) yang panjang, dan

kemudian mereka belajar dari kemajuan serta keunggulan peradaban sebelumnya.

Sebagaimana yang dikemukakan Arnold Toynbee, bahwa peradaban Barat lahir

dari kehancuran peradaban Yunani-Romawi. With disingtegration, menurutnya,

Comes Rebirth.3

Pada abad XV, Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam, di bawah

kekhalifahan Usmaniyah, dan Islam mulai menguasai Eropa Timur dan Tengah.

Sebelumnya di abad VII-VIII Islam telah menaklukan provinsi-provinsi

Bizantiumnya di Syiria, Tanah Suci (Jerusalem), Mesir, Afrika Utara, Spanyol,

dan Sisilia.4

2

Blum Camerun dan Barness, A History of Western World, Boston, Toronto, Little Brown and

Company, 1966, hal 1 3

Arnold Toynbee, Civilzation on Trial, dalam Somervell (ed), Western Civilization, Nottingham: International University Society, ad, hal 5

4

Albert Hourani, Islam dalam Pandangan Eropa (terj), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal 9 Saat itu Islam mulai mengambil alih kebesaran Imperium Romawi

yang telah lama berjaya sebagai kekuatan peradaban penakluk, kemudian berada

di dalam genggaman peradaban Islam yang datang membawa lentera ilmu

mistikisme dan mitiologi telah diutamakan melalui doktrin keagamaan yang

dengan kehendak yang mutlak dari Gereja mengatur segala aspek kehidupan,

menyebabkan Eropa buta dalam keagamaan dan lumpuh dalam Islam, Betrans

Russel, seorang filsuf Inggris menulis: The supremacy of the east was not only

military, science, philosophy,poetry, and the arts, all floursed..in the

(3)

was only in Erope that is was dark-indeed only in Cristian Erope, for spain,

which was Muhammedan, had a briliant culture.”5

Namun seiring pasang surut atau hukum “pergaulan” sejarah, kemajuan satu

peradaban bergulir kepada peradaban yang lain, bagai “roda” penggerak

perubahan sekaligus penghancuran yang bermula dari puncak bangunan sejarah

kelompok masyarakat kepada peredupan, penghancuran, bahkan hilangnya

sebuah pelaku peradaban kecuali puing-puing kebudayaan. Ini semua fakta dari

adanya hukum “pergiliran” sejarah kebudayaan dan peradaban umat manusia.

Toynbee berasumsi bahwa suatu peradaban bagaikan mahluk organis; lahir,

berkembang, matang dan pada akhirnya mengalami proses pembusukan.

Kemudian dari pembusukan atau puing-puing itu memungkinkan akan terjadi

kelahiran kembali peradaban yang baru, ini dimungkinkan karena terdapat

minority creative yang mampu menjawab tantangan. Inilah yang oleh Toynbee

dinamakan teori tantangan jawaban (challange-response theory)”.6

Mengenai kelahiran peradaban Barat itu, Roger Graudy menyebut tiga pilar

peradaban Barat, yakni Yunani-Romawi, Jude-Kristiani, dan Islam.Menurutnya

Barat suatu kebetulan. Kebudayaannya suatu hal yang tidak wajar, karena tidak

memiliki dimensi yang asli. Peradaban Barat; pemikiran politik Barat menjadi

bagian di dalamnya yang kini serta mempengaruhi keberlangsungan peradaban

dan pemikiran politik modern hingga saat ini, adalah bentuk yang tidak datang

dan terjadi dengan sendirinya. Melainkan suatu proses panjang orang-orang di

daratan Eropa. Melalui kelompok kecil yang kretif (minority creative) meminjam

istilah Ibnu Khaldun, ini telah membuka, dari kemajuan kebudayaan yang

terdahulu, hadir disekitarnya dan telah datang ke hadapan mereka. Dapat

dijelaskan apa dan bagaimana warisan intelektual ketiga peradaban besar itu

terhadap pembentukan tradisi keilmuan, kebudayaan juga pemikiran politik Barat

itu sendiri, dengan melihatnya melalui fase sejarah, filsafat dan perkembangan

interaksi serta pengaruhnya kemudian ke belahan dunia lainnya.

5

Abul A’la Al Maududi, Towards Understanding Islam, IIPSO, Lahore, 1960, hal 69

6

(4)

“Reformasi” adalah suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam

kekristenan barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17. Sebenarnya,

reformasi merupakan gerakan yang hendak mengembalikan kekristenan kepada

otoritas Alkitab, dengan iman kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip

Wahyu Allah. Reformasi meletus di abad ke-16 dan letusannya terjadi di beberapa

tempat yang berbeda. Pertama-tama terjadi di Jerman dengan Martin Luther

sebagai pelopornya. Setelah itu Zwingli memimpin reformasi di Swiss, kemudian

Johanes Calvin yang mempelopori reformasi di Perancis, serta di Jenewa dan

Swiss. Selain itu, reformasi juga terjadi di tempat lain seperti di Inggris . Gerakan

ini boleh dikatakan dimulai oleh munculnya golongan Lollard, Waldens, dan

Hussit pada masa sebelum abad ke-16. Pada awal abad ke-16 tampak jelas bahwa

gereja di Eropa Barat berada dalam keadaan yang sangat memerlukan

pembaharuan secara menyeluruh. Darah kehidupan gereja telah berhenti mengalir

melalui pembuluh-pembuluhnya. Tata gereja yang resmi benar-benar

membutuhkan pembongkaran yang menyeluruh. Birokrasi gereja menjadi tidak

efisien dan penuh korupsi. Moral para rohaniwan sering tampak lemah dan

menjadi sumber skandal bagi jemaat. Sedangkan jabatan gereja yang tinggi di

peroleh melalui cara-cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Umumnya

jabatan itu diperoleh dengan dasar hubungan keluarga, status politik, atau status

keuangan, bukannya atas kualitas kerohanian mereka. Bagi banyak orang, jeritan

pembaharuan itu merupakan permohonan untuk melakukan reformasi gereja

dalam bidang administratif, moral dan hukum. Penyalahgunaan dan imoralitas

harus disingkirkan, Paus harus mengurangi perhatiannya terhadap

masalah-masalah duniawi, administrasi gereja disederhanakan dan dibersihkan dari

korupsi. Selain itu, ada beberapa orang yang menambahkan tuntutan lain, yakni

tuntutan akan perlunya reformasi atas ajaran, teologi, dan paham-paham

keagamaan Kristen. Bagi Martin Luther dan Johanes Calvin, gereja telah

kehilangan visi. Sebuah penyelewengan dari paham-paham utama dan khas dalam

iman Kristen, serta kegagalan dalam menangkap makna sebenarnya dari

(5)

karya abad pertengahan dan kembali kepada kekristenan yang murni dan segar.

Kekristenan tidak dapat diperbarui tanpa suatu pemahaman akan arti sebenarnya

dari kekristenan itu. Reformasi menekankan untuk kembali kepada gereja

mula-mula.

Martin Luther mengecam keburukan-keburukan yang ada di dalam gereja

katolik, terutama penyelewengan surat penghapusan siksa dan sistem kepausan.

Luther menyerang ajaran substansiasi (pemahaman tentang hakekat Perjamuan

Kudus yang dianut oleh Gereja Katolik Roma), kehidupan selibat para klerus

(klerus adalah istilah bagi para pejabat gereja), dan menuntut penghapusan kuasa

Paus atas Jerman. Gerakan reformasi protestan yang di pelopori Martin

berdampak luas terhadap sejarah pemikiran sosial, keagamaan , politik di zaman

tersebut. Gerakan ini pada awalnya adalah sebuah pemrotestan dari kaum

bangsawan dan penguasa jerman terhadap kekuasaan imperium katolik Roma.

Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, gerkakan ini memiliki konotasi lain,

yaitu dianggap dengan identik dengan semua gerakan dan organisasi yang

menetang kekuasaan paus di Roma. Di Roma, Luther melihat

keburukan-keburukan yang luar biasa. Para klerus hidup seenaknya saja. Nilai-nilai

kekristenan sangat merosot di kota suci ini. Dalam kekecewaannya, Luther

berkata: "Jika seandainya ada neraka, maka Roma telah dibangun di dalam

neraka". Luther telah mempunyai kesan bahwa dahulu Roma adalah kota yang

tersuci di dunia, maka kini adalah yang terburuk. Roma dibandingkannya dengan

Yerusalem pada jaman nabi-nabi. Sekalipun demikian kepercayaan Luther

terhadap Gereja Katolik Roma tidak tergugat, dalam pergumulannya ini Luther

pun memulai kisah Gereakan Reformasinya yang telah menghasilkan

ajaran-ajaran baru, berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik memilih judul

Pemikiran Politik Martin Luther Tentang Relasi Agama dan Negara.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa

(6)

perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang

menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa yang perlu dijawab, dengan

kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci

mengenai kata lain perumusan masalah yang akan diteliti didasarkan pada

identifikasi masalah dan pembatasan masalah.7

1. Bagaimana konsep negara dan agama menurut Martin Luther

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

2. Bagaimana relasi agama dan negara menurut Martin Luther

3. Bagaimana relasi agama dan negara di dalam Konsep Negara Sekuler

dan Sistem Teokrasi

1.3. Batasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, perlu membuat batasan masalah terhadap

masalah yang akan dibahas, agar hasil yang diperoleh tidak menyimpang dari

tujuan yang dicapai yaitu menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar,

maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah pemikiran politik Martin Luther

tentang relasi Agama dan Negara serta bagaimana Konsep Negara sekuler dan

Sistem teokrasi memandang Relasi Agama dan Negara.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui konsep Negara dan Agama menurut Martin Luther

2. Untuk mengetahui Relasi Negara dan Agama menurut Martin Luther

3. Untuk mengetahui Relasi Agama dan Negara di dalam Konsep Negara

Sekuler dan Sistem Teokrasi

7

(7)

1.5. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi

untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari

penelitian ini adalah:

1) Untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah, dan

memahami lebih dalam tentang negara dan agama, khususnya dari

pemikiran Politik Martin Luther

2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah referensi

pemikiran tentang negara dan agama, diharapkan dapat memberikan

sumbangan baru tentang teori negara dan agama.

3) Bermanfaat bagi lembaga-lembaga yang terkait, seperti akademis atau

lembaga Agama.

1.6. Kerangka Teori 1.6.1. Negara

Negara-negara kota Yunani klasik juga berada dengan negara-negara

modern dewasa ini, baik dilihat dari luas wilayahnya, struktur sosial, jumlah

penduduk maupun lembaga-lembaga politiknya. Luas wilayah kekuatan negara

kota umumnya tidak melebihi luas dari propinsi terkecil di Indonesia sekalipun.

Jumlah penduduknya, menurut Herodotus dan Aristophanes, sekitar tiga puluh

ribu orang. Jumlah penduduk relatif kacil memungkinkan anggota-anggota negara

kota untuk saling mengenal dan memahami. Komunikasi politik juga tidak terlalu

sukar dilakukan dalam negara kota berjumlah penduduk relatif kecil itu. Keran

itulah sistem demokrasi langsung (direct democracy) bisa dilakukan secara baik di

negara-negara kota itu. Setiap warga negara dapat terlibat langsung dalam

berbagai proses pengambilan keputusan politik. Dalam konteks negara-negara

modern dewasa ini, penerapan demokrasi langsung tidak dapat dilaksanakan.

Jumlah penduduk relatif beasr dan struktur sosial politik yang kompleks di

negara-negara modern hanya memungkinkan diterapkannya demokrasi melalui

(8)

Negara-negara kota Yahudi, secara geografis terdiri dari kepulauan besar

dan kecil serta dikelilingi laut. Karena letak geografisnya itu, kebanyakan negara

kota Yunani di temukan di lembah-lembah atau daerah bukit dan pegunungan

tinggi. Tempat-tempat seperti itu dipilih untuk menjadi negara kota, antara lain,

karena di anggap strategis untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.

Daerah-daerah di pegunungan itu, seperti Acropolis, menjadi benteng pertahanan

yang sukar ditembus, terbukti ketika negara-negara kota itu diserang oleh tentara

persia pada tahun 479. Di negara-negara itulah orang-orang Yunani mengadakan

berbagai kegiatan olahraga (olimpiade, gimnasium dan lain-lain), kesenian dan

kegiatan-kegiatan pemerintah.

Salah satu kebiasaan orang-orang Yunani kuno adalah membicarakan

berbagai persoalan hidup, termasuk masalah-masalah politik dan negara. Hal itu

disebabkan beberapa faktor:8 Pertama, negara mereka (polis) sering mengalami

pertukaran-pertukaran pemerintah dari monarkhi ke aristokrasi, dari aristokrasi ke

tirani dan dari tirani ke demokrasi. Peristiwa politik ini menyebabkan lahirnya

rangsangan-rangsangan untuk timbulnya pemikiran politik. Kedua, yang

menimbulkan rangsangan untuk mendiskusikan persoalan politk adalah kebebasan

bicara, bukan penggunaan kekerasan senjata. Penjelasan suatu masalah tergantung

pada kekuatan argumentasi bukan pedang. Adu kekuatan argumentasi

menyebabkan tumbuhnya daya nalar yang kritis. Ketiga, apa yang disebut negara

disamakan dengan masyarakat, dan sebailknya, masyarakat identik dengan negara.

Karenaitulah masalh pergaulan bersama menjadi masalah kenegaraan, dan dengan

sendirinya masalah hidup menjadi masalah negara. Keempat, cara hidup

oarng-orang Yunani masa itu mnuntut mereka untuk selalu memperhatikan dan

mendiskusikan masalah-masalah yang di hadapi secara bersama-sama.9

Sekitar abad V SM, Athena adalah ibukota Yunani yang pernah menjadi

kota perdagangan. Lalu lintas perdagangan berlangsung intensif sehingga

membuka peluang bagi terciptanya masyarakat perdagangan. Proses pertukaran

8

Deliar Noer, Pemikiran Politik Barat, Bandung: Mizan, 1997, hal 3

9

(9)

(barter) barang-barang kebutuhan hidup berlangsung dengan disertai saling

pengaruh budaya antara orang-orang Athena denga masyarakat di sekeliling

negara kota itu. Negara kota ini juga memiliki armada laut yang kuat. Khusus

pada masa pricles athena berkembang menjadi sebuah negara demokrasi.10

Aristoteles membenarkan perbudakan karena diasumsikan sebagai bagian

dari hukum alam. Budak, menurut pandangannya, bersifat fungsional. Golongan

budak diperlukan dalam struktur sosial karena diperlukan untuk mengerjakan

semua pekerjaan kasar atau pekerjaan yang bersifat fisik, denga demikian, para

warganegara memiliki waktu luang yang cukup untuk memikirkan

persoala-persoalan mendasar kehidupan sosial dan kenegaraan tanpa terganggu oleh

keharusan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Dengan pandanga yang

membenarkan perbudakan itu, Aristoteles menutup kemungkinan mobilitas sosial

pertikal golongan budak. Budak tidak mungkin bisa menjadi berubah status

menjadi golonga Aristokrat.

Masyarakatnya terdiri dari kelas warga negara, imigran asing pedagang dan budak

yang diperoleh melalui perdagangan (budak) maupun perang. Dimasa peradaban

Yunani klasik ini, kehidupan budak-budak athena tidak terlalu buruk, karena

mereka bisa menjadi pegawai atau serdadu. Pengecualian tentu saja ada. Mereka

yang menjadi budak karena kekalahan dalm peperangan mungkin nasibnya jauh

lebih buruk, yang menarik, meski demokrasi diterapkan di negara kota ini,

perbudakan dibenarkan dan dianggap sebagai pernyataan sosial, atau proses alami.

Perbudakan menjadi bagian inheren kehidupan masyarakat, sama seperti kaum

bangsawan diterima sebagai kewajaran sebagai kewajaran dalam bermasyarakat

feodalis atau buruh-majikan dalam masyarakat kontemporer dewasa ini.

Pemikiran kritis menggugat status quo perbudakan dianggap aneh, sama anehnya

mempertanyakan keberadaan buruh-majikan sekarang ini. Pandangan yang

membenarkan perbudakan dianut tidak hanya oleh kaum awam, tapi juga para

pemikir terkemuka seperti Aristoteles.

10

(10)

Warga negara sebagai elite sosial politik dengan hak-hak istimewa serta

waktu luang memiliki kesempatan luas terlibat dalam kegiatan politik negara kota.

Status mereka begitu kokoh karena mereka menjadi bagian penting mekanisme

kenegaraan. Warga negara yang telahg mencapai usia dua puluh Tahun, menurut

shabine, diwajibkan menjadi anggota sidang Ecclesia, suatu forum kenegaraan

dimana kebijakan-kebijakan negara yang penting dirumuskan. Status

kewarganegaraan itu diperoleh karena kelahiran bukan status yang diperoleh

karena prestasi. Mereka yang termasuk kelas warga negara memiliki kebanggaan

tersendiri, karena status itu dinilai sebagai “kemuliaan tertinggi.11

Dimana pericels Athena mengalami masa kejayaan, berperadaban tinggi,

adil dan makmur. Negarawan itu juga berhasil membangun sistem pemerintahan

demokratis yang dinamakan “athenian”demokratia. Demokrasi dalam perspektif

pricels, seperti ditulis Roy C. Macridis, memiliki beberapa kriteria: (1)

pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat secara penuh dan langsung,(2)

kesamaan didepan hukum, (3) pluralisme, penghargaan atas semua bakat, minat,

keinginan, dan pandangan serta (4) penghargaan terhadap suatu pemisahan dan

wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengexpresikan kepribadian individual.

12

Dalam pemerintahan negara Athena itu, pericels menerapkan

prinsip-prinsip demokrasi yang terlihat dari sistem pemerintahannay yang dikuasai atau

diperintah banyak orang (democracy), bukan diperintah segelincir warga negara

(oligarchy atau tyrani).pericels menyadari pemerintahan segelintir orang akan

mudah menimbulkan penyimpangan kekuasaan karena tidak adanya kontrol

terhadap penguasa negara. Semua warganegara dianggap memiliki hak dan

kewajiban yang sama di mata hukum tidak ada diskriminasi dalam proses

perumusan kebijakan negara. Karena itu, dalam perdebatan dalam merumuskan

kebijakan negara tidak ada pengecualian hak berbcara, apakah seseorang berasal

dari kelas bangsawan ataukah rakyat jelata, miskin ataukah kaya yang menjadi

11

George Sabine and Thomas A, History of Political, New York: Henry Holt and Co, hal 16

12

(11)

tolak ukurnya adlaha seberapa besar reputasi dan kebijaksanaan yang

dimilikinya.13

Ritus semacam itu tekankan pericels dalam pidato pemakaman prajurit

yang gugur melawan tentara sparta, “Saya mengharap saudara setiap hari

memusatkan perhatian saudara kepada ke agungan Athena, sampai saudara

diliputi rasa cinta terhadapnya, dan jikalau saudara terpesona karena keagungan

itu, saudara akan menginsafi, bahwa negara ini telah didirikan oleh orang-orang

yang tahu akan kewajibannya dan memiliki tekat untuk membuat demikian. Yang

tak pernah mengenal takut dalam pertempuran-pertempuran, dan yang-jika

mereka gugur dalam suatu usaha tidak akan mengorbankan kehormatan

negaranya, tetapi dengan sukarela akan mengorbankan jiwanya sebagai

persembahan yang termulia kepada negaranya.

Inilah prinsip demokrasi dalam konteks dunia modern dinamakan

egalitarianisme politik.

Pericles membangun rasa pengabdian, kebanggaan diri (self pride) dan

rasa memiliki (sense of belonging) warga negara Athena, merupakan pusat tata

nilai, kebanggaan dan kehidupan mereka. Negara menjadi pusat kehidupan. Seni

dan agama-sejauh bukan masalah keluarga-adalah seni dan agama kota. Semua

ritual-ritual keagamaan dianggap sebagai ritus negara kota. Segala perbuatan yang

memberikan nilai kebesaran dan keagungan bagi negara Athena merupakan suatu

bentuk ritus Heorisme politik tertinggi warga negara. Keluarga, sahabat dan harta

kekayaan hanya akan bisa dinikmati pada tingkat yang tertinggi bila semua itu

memberikan nilai kepada kehidupan dan kebebasan negara Athena.

14

Hemat saya, ritus heroisme

Pericels merupakan suatu untuk ‘nasionalisme primitif’ yang kemudian menjadi

cikal bakal nasionalisme Barat dewasa ini.15

Negara Athena masa Pericels bersifat paternalistis personal dan memiliki

sifat-sifat paguyuban. Tidak seperti negara-negaramodern dimana sesama warga

13

Keagan, Perincles., Op.cit, hal 143

14

Sabine, History, Op.cit, hal 16

15

Ernest Renan, Filsuf Perancis abad XIX juga menggangap “pengorbanan jiwa” demi

(12)

negara kurang memiliki hubungan batin antara sesama warga negara seperti

hubungan antara anggota-anggota keluarga. Hubungan antara penguasa dengan

rakyat seperti hubungan antara bapak dengan anak-anaknya.

Tahun 431-404 terjadi perang Peloponnesia yang mengakhiri masa

kejayaan Athena. Negara kota itu runtuh karena serangan tentara Sparta dan

menjadikan sebagian rakyat Athena itu menjadi budak. Kunci kemengan Sparta

atas Athena, di antaranya, terkait erat dengan sistem kenegaraan yang dimilikinya.

Sparta adalah sebuah negara aristokrasi militer yang kuat.16

“Bahwa para gadis harus mengencangkan tubuh mereka dengan latihan

lari, gulat, lempar lembing dan melepaskan anak panah yang pada akhirnya

membuahkan hasil dimana selanjutnya dapat mereka pahami, mendapatkan

makanan dengan tubuh yang kuat dan sehat serta segar, harus berteriak dan

menyebarkan kebaikan tersebut; dan bahwa dengan mengumpulkan tenaga

melalui olahraga, dapat dengan mudah menahan rasa sakit saat melahirkan, dan

walaupun para gadis menampakkan diri mereka telanjang bulat, tapi tidak ada

ketidakjujuran yang terlihat atau ditawarkan.

Di negara itu semua

penduduk seperti tertulis dalam konstitusi Sparta, tanpa pengecualian adalah

tentara. Rakyat Sparta laki-laki, wanita dan anak-anak diwajibkan Negara ikut

latihan olahraga keras dan pendidikan kemiliteran.

Perempuan dan laki-laki diperlakukan sama oleh negara. Mereka

melakukan latihan fisik dan kemeliteran, dalam keadaan telanjang secara

bersama-sama. Tentang pendidikan fisik Spartan ini Russell, berdasarkan karya

Plutarch Lycurgus, menulis:

17

Kewajiban latihan fisik itu mendidik rakyat Sparta menjadi manusia yang

sangat disiplin, kehidupannya teratur, memiliki ketaatan tinggi pada pemimpin

negara dan selalu siap menghadapi peperangan. Sedangkan di lain pihak, Athena

adalah negara demokrasi yang tidak memiliki program militerisasi yang ketat

seperti di negara Spartan. Dengan demikian, rakyat Athena memang tidak atau

16

Russell, History, Op.cit, hal 113

17

(13)

kurang dipersiapkan untuk menghadapi peperangan yang datang setiap saat. Inilah

letak kelemahan Athena yang membuatnya kalah menghadapi negara Spartan.

Kekalahan Athena menimbulkan trauma sejarah dan psikologis serta

merupakan event yang paling monumental dilihat dari sudut sejarah pemikiran

Barat. Kekalahan itu, Robert Nisbet mencatat: “Lebih dari sekedar kekalahan

militer, kekalahan tersebut menandakan akhir suatu demokrasi yang pernah ada di

dunia kuno dengan degeradasi etos moral yang menyertainya dan permulaan suatu

perubahan radikal dalam bentuk pemikiran dan budaya”.18

Orang-orang Athena, termasuk Plato meratapi kehancuran negara Athena.

Ratapan Plato itu nampak dalam karya-karya pemikiran politik ini. Meskipun

demikian, kekalahan Athena di sisi lain justru berdampakm positif. Mirip dengan

Jepang yang kalah perang melawan Amerika Serikat dan tentara sekutu di masa

Perang Dunia II (1939-1945)yang kemudian bangkit menjadi “adi kuasa” di

kawasan Asia dewasa ini, Athena menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan

dan filsafat kenegaraan justru sesudah kekalahannya dalam medan perang

Peloponnesos. Sabine menulis bahwa kekalahan itu tidaklah otomatis mengikis

pengaruh Athena di Yunani dan seluruh peradaban kuno di sekitarnya, karena

ternyata lambat laun Athena menjadi pusat pendidikan negara-negara sekitar laut

Tengah sejak kekalahannya itu sampai abad-abad sesudah Nabi Isa.19

1.6.2. Agama

Agama berasal dari bahasa Sankrit, atau pendapat mengatakan bahwa kata

itu tersusun dari dua kata, yaitu a = tidak dan gama = pergi/kacau, jadi arti agama

tidak pergi dan tidak kacau, tetap di tempat, diwarisi turun temurun.20

18

Nisbet. The Social Philosopher, Community and Conflict in Western Thought, New York Washington Square Press, 1983, hal 2-3

19

Sabine, History, Op.cit., hal 36

20

Somad Zawawi, dkk, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Universitas Trisakti, 2004, hal. 19 Agama

memang mempunyai sifat yang demikian, selanjutnya dikatakan lagi agama

(14)

tuntutan hidup bagi penganutnya. Jalauddin Rahmat mengatakan bahwa agama

adalah kenyataan terdekat dan sekaligus misteri terjauh.21

Berdasarkan fenomena kehidupan keagamaan secara umum, dapat

dikatakan bahwa agama adalah segala ekvitits hidup manusia dalam usahanya

untuk mewujudkan rasa bakti dan mempresentasikan keterhubungan manusia

dengan suatu kuasa yang diyakini bersifat supranatural dan mengatasi dirinya

(transendom). Agama sebagai aktivitas hidup manusia membutuhkan

bentuk-bentuk konkret meyakini sesuatu, tetapi bertindak sesuai dengan apa yang

diyakinkannya. Aktivitas tersebut dilakukan dalam rangka usaha merealisasikan

rasa bakti dan keterhubungan manusia dengan kuasa yang ditambah, sebagai

ibadah kepada kuasa yang disembah, agama melibatkan seluruh segi kehidupan

peribadatan dan pranata-pranata tertentu, juga terwujud dalam sikap dan tindakan

terhadap sesama manusia dan lingkungannya. Salah satu unsur yang menjadi

dasar bagi seluruh bangunan adalah keyakinan subjektif yang menjadi landasan

kehidupan agama tidak menuntut pembuktian kebenarannya secara akali. Dalam

hal ini, agama menjadi sesuatu yang betul-betul pribadi dan tidak mungkin

diganggu gugat atau dipaksakan oleh orang lain, termasuk oleh Negara.22

Selanjutnya dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum.

Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh,

utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan

agama yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum

yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Selanjutnya agama juga

menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus

dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya

membaca kepada timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan kewajiban

dan patuh kepada perintah agama akan mendapat yang baik dari Tuhan.

21

Jalaluddin Rahmat dalam M. Muksshim, Agama-Agama Baru di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal 219

22

(15)

Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar terhadap perintah

Tuhan akan mendapat penjelasan yang menyedihkan.23

Asal kata Negara yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.

Pengertian kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca.

Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti

mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.

Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan roh manusia dengan Tuhan, dan

agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.

Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya dapat disimpulkan bahwa intisari

yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang

mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini

mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan

itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.

Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai

berikut. Elizabet K. Nittingham dalam bukunya Agama dan masyarakat

berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana

sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah.

Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha

manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan

keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas

dan juga digunakan untuk membinasakan kekejaman orang yang luar biasa

terhadap orang lain.

Pengertian agama yang dikutip di atas sudah pasti tidak akan mendapatkan

kesepatakan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana

dikatakan di atas, bahwa kita sulit sekali bahkan mustahil dapat dijumpai definisi

agama yang dapat diterima semua pihak.

23

(16)

1.6.3. Hukum Alam, Negara, dan Kekuasaan

Thomas Aquinas mengatakan hukum alam “tidak lain merupakan

partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (enternal law).24

“Setiap tindakan akal dan kehendak dalam diri didasarkan pada suatu yang sejalan dengan alam...karena setiap tindakan pemikiran berdasarkan prinsip-prinsip yang dikenal secara alami, dan setiap tindakan keinginan mengenai caranya diambil dari keinginan alam sesuai dengan tujuan akhir. Dengan demikian, arah awal tindakan kita dan tujuan akhirnya harus sesuai dengan kebijakan hukum alam.

Yang dimaksud

dengan makhluk rasional adalah manusia. Di antara semua makhluk ciptaan

Tuhan sungai-sungai, galaksi, lautan, hewan, tumbuhan hanya manusialah yang

berhak memiliki predikat makhluk rasional sedang yang lainnya adalah makhluk

irasional. Hanya manusialah yang dianugrahi Tuhan penalaran (Inteligensia) dan

akal budi (Rasio), makhluk lainnya hanya diberikan insting.

Hubungan antara akal budi, tindakan manusia dan hukum kodrat (natural

law) dijelaskan Thomas dalam Summar Theologica:

25

Bertitik tolak dari hukum kodrat ini, Thomas berpendapat bahwa

eksistensi negara bersumber dari sifat ilmiah manusia. Salah satu sifat alamiah

manusia adalah wataknya saja yang bersifat sosial dan politis, Manusia adalah

Eternal law adalah kebijaksanaan dan akal budi abadi tuhan. Hukum ini

merupakan dasar bagi seluruh hukum sebenarnya (true law) yang

sungguh-sungguh tidak diragukan kebenarannya tetapi tidak bisa diketahui oleh akal

pikiran manusia. Hukum ini beroperasi pada alam semesta yang merupakan

ciptaan Tuhan. Air mengalir, angin berhembus, gunung meletus, manusia lahir,

berkembang, dan kemudian mati, merupakan tanda-tanda beroperasinya hukum

abadi Tuhan dalam jagad raya. Maka, tentu saja hukum kodrati yang mengatur,

sementara manusia merupakan bagian dari hukum abadi Tuhan. Menurut Thomas

tidak mungkin hukum kodrat bertentangan dengan hukum abadi, sebab hukum

kodrat mencerminkan hukum abadi Tuhan.

24

Andrew Hacker, Political Theory: Philosophy, Ideology, Science, New York, The Macmillan Company, 1968, hal 147

25

(17)

mahkluk sosial dan politik. Thomas dalam hal ini nampak dipengaruhi Aristotele,

Tetapi Thomas memodifikasi konsep binatang politik Aristoteles sehingga cocok

denganfilsafat dan doktrin-doktrin Keristiani. Thomas tidak hanya menonjolkan

aspek insting hewani sebagaimana Aristoteles melainkan juga menekankan aspek

akal budi yang ada dalam diri manusia. Isting dan akal budi merupakan dua esensi

kodrati yang menjadi manusia makhluk politik.

“Dengan menganugrahkan manusia pikiran dan mengurangi instingnya

dan persediaan yang suadah disiapkan yang diperlukan untuk kehidupan, Tuhan

menetapkan bahwa manusia harus menjadi binatang politik Sebagai makhluk

demikian, nmanusia tergantung pada manusia lain. Tidak mungkin manusia dapay

mencapai kebaikan hidup tanpa manusia lain. Dan kebutuhan atau ketergantungan

pada manusia lain itu terdapat dalam berbagai sektor pemenuhan kebutuhan

hidup. Untuk memenuhi kebutuhan primer sedang pangan misalnya, manusia

harus melibatkan manusia lain yang tak terhingga jumlahnya dalam berbagai

tingkat kelembagaan. Negara merupakan lembaga sosial manusia yang paling

tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia memenuhi

kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan sosial lebih kecil seperti desa

dan kota. Untuk mengembangkan akal budi dan pemikiran, individu juga

membutuhkan komunitas politik, negara. Negara dengan demikian merupakan

kebutuhan kodarti manusia.

Thomas dalam karyanya De Regimine Principum bahwa negara, karena

merupakan bagian integral alam semesta, memiliki sifat dan karakter dasar yang

mirip dengan mekanisme kerja alam semesta pula. Negara merupakan suatu

sistem tujuan yang memiliki tatanan hierarkis diaman yang berada diatas dan

lebih tinggi memerintah, menata, membimbing dan mengatur yang berada di

bawah atau lebih rendah, Konsep hierarki menjadi pentinng dalam pemikiran

Thomas karena dalam hubungan negara duniawi dengan kekuasaan tuhan harus

dipahami dalam konteks hierarkis. Dalam konteks hierarkis, negara dunia

(kekuasaan raja atau kaisar,penguasa duniawi) merupakan subjek dari kekuasaan

(18)

hidup manusia. Tujuan akhir hidup manusia, yaitu kesenangan, kebajikan bersama

Tuhan dan penyelamatan jiwa hanya bisa dicapai melalui kekuasaan Tuhan.

Manifestasi dari kekuasaan Tuhan didunia ini adalah para pemuka agama, pelanjut

Santo petrus, dan Paus.

Di sisi lain Thomas, mengikuti Plato dan Aristoteles, melihat negara

sebagai suatu sistem tukar menukar pelayanan demi mencapai kebahagiaan dan

kebaikan bersama. Petani bekerja disawah menghasilkan padi untuk orang-orang

kota, sedangkan kota menciptakan industri jasa untuk orang desa, pendeta berdoa

dan melakukan kebaktian demi keselamatan bersama. Setiap kelas sosial,

demikian Thomas, bekerja sesuai dengan profesionalismenya masing-masing.

Dan produk kerjanya ditukar dengan produk kerja kelas atau orang lain. Adanya

saling menukar (mutual exchange) merupakan keharusan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, sama seperti keharusan adanya ruh bagi jasad. Ruh

dibutuhkan untuk mengatur seluruh kerja tubuh, sebaliknya tubuh dibutuhkan bagi

ruh demi eksistensi Fisikal materialnya. Negara, sebagaimana manusia harus

tunduk kepada hukum alam. Bila melawan atau menentang hukum alam berarti

negara menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan dirinya sendiri yang akan

membawanya kepada kehancuran. Sama seperti manusia yang melawan kodratnya

sendiri.

Hukum kodrat inilah yang mendasari prilaku dan aspirasi manusia

membentuk negara. Thomas seperti ditulis Andrew Hacker, mengajukan beberapa

argumen mengapa secara ilmiah manusia membutuhkan negara, Thomas

sependapat dengan Aristoteles bahwa manusia adalah bagian integral dari alam.

Karena itu, manusia tidak hanya tergantung dan membutuhkan manusia lain

(makhluk sesama jenis) melainkan juga berbagai subtansi alam hewan, tumbuhan,

mineral, lautan, udara, dan lain-lain yang berada di atas dunia ini.

Dalam diri manusia terdapat juga kecenderungan kodarti agar segala

sesuatu dapat menjadi bagian dari dirinya (menjadi miliknya), sebagaimana

hewan pun memiliki karakter kodrati demikian.Juga, terdapat kecendrungan

(19)

dianggap baik sesuai dengan akal budinya. Maka tak mengejutkan menuntut

Thomas bahwa secara alamiah manusia memiliki keingintahuan prihal kebenaran

tentang Tuhan dan ingin hidup bermasyarakat. Itu sebabnya, proses pencarian

kebenaran tentang tuhan tidak akan pernah lenyap dari dalam diri manusia.

Manusia selalu dirundung cinta kebaikan dan kebenaran. Maka begitu sifat

alamiah manusia itu hilang, identitasnya sebagai manusia akan lenyap dengan

sendirinya. Bertitik tolak dari pandangan seperti ini Thomas mengklarifikasi

manusia menjadi tiga kategori: man-the subtance, man-the animal dan man-the

moral agent.

Dalam diri man-the substance, manusia memiliki watak ingin memiliki

segala sesuatu yang membuatnya bahagia, sedang dalam man-the animal manusia

memiliki kecendrungan hewani kejam, bengis, rakus, suka membunuh dan

mengkhianati, terhadap sesamanya. Dalam istilah Hobbes, manusia demikian

menjadi srigala bagi manusia lainnya (Homo homoni lupus). Berbeda dengan

keduanya, man-the moral agent memiliki watak cinta kebenaran, kebaikan dan

saling mencintai sesama manusia dan isi alam lainnya. Ia memiliki sifat

konstruktif dan positif dari segi moralitas, Manusia terakhir inilah yang diyakini

Thomas sebagai agen moralitas manusia. Dalam konteks pengaturan ketiga jenis

watak kodrati manusia itu, suatu negara yang memiliki kekuasaan, dibutuhkan.

Negara diperlukan untuk mengontrol kecendrungan negatif man-the subtance dan

man-the animal serta mengembangkan dan memperkuat posisi man-the moral.

Kedua, sisi lain watak alamiah manusia adalah manusia bertindak sesuai

dengan inteligensianya, karena manusia adalah makhluk yang berpikir. Maka

manusia berbuat dan berprilaku dituntun oleh kemampuan daya pikirnya. Tidak

sekedar digerakan oleh instingnya seperti dalam prilaku binatang. Pandangan

Thomas ini sejalan dengan Augustinus dan merupakan refleksi optimisme doktrin

Kristiani. Thomas mengatakan:

“Setiap manusia dianugrahkan dengan akal dan dengan cahaya akallah

tindakannya ke tujuan akhirnya.” Dengan demikian, apakah Thomas

(20)

Thomas berpendapat bahwa manusia memang merupakan makhluk

inteligen dan rasional, tetapi juga makhluk sosial. Itu berarti apabila manusia

sebagai individu bisa bersifat rasional, tetapi manakala menjadi manusia

sosialhidup bermasyarakat maka pengarahan otoritas negara diperlukan agar

usaha menegjar tujuan dan kepentingannya tidak menimbulkan konflik sosial.

Thomas berpendapat:

“Dalam hubungan sosial berbagai kepentingan seorang manusia mengambil dimensi yang irasional ketika kepentingan tersebut diadu dengan kepentingan orang lain. Jika kepentingan yang berlainan tersebut harus diselesaikan secara damai manusia tak memandang seberapa rasionalnya mereka sebagai individu harus menerima kewenangan politik.”

Naluri sosial manusia merupakan cikal bakal terbentunya otoritas politik

atau negara. Di sini nampak pengaruh Aristoteles pada Thomas, Namun,

pemikiran Thomas mengenai konsep otoritas politik atau negara melebihi

Aristoteles. Bagi Aristoteles atau tradisi rasional Yunani pada umumnya

eksistensi negara sepenuhnya bersifat sekuler,duniawi, kini dan di sini. Kehidupan

kenegaraan sepenuhnya merupakan refleksi kehidupan manusia sehingga

kebahagiaan yang hendak dicapai melalui pembentukan negara hanyalah

kebahagiaan di dunia ini. Ini karena tradisi rasionalitas Aristoteles cendrung

menegasi eksistensi kehidupan lain di luar kehidupan dunia.

Thomas menegaskan, bahwa kehidupan manusia itu tidak hanya di dunia,

kini dan di sini. Ada kehidupan lain yang kekal, abadi yang akan dialami manusia

setelah kematiannya di dunia yaitu kehidupan akhirat. Nilai-nilai kebajikan

spritual sangat menentukan nasib manusia di alam lain ini. Tanpa menyalahkan

konsepsi Aristoteles, Thomas menilai bahwa kehidupan yang baik dan

kebahagiaan yang hendak dicapai melalui negara duniawi itu hanyalah satu

langkah pendek untuk mencapai satu tujuan akhir kebahagiaan manusia yang

kekal, yaitu kebahagiaan bersama Tuhan. Jadi, berbeda pula denga Aristoteles

yang menilai kebahagiaan ditentukan dalam diri manusia, Thomas beranggapan

(21)

Ketiga, lazim diterima pendapat bahwa seorang manusia sederajat

berhadapan dengan manusia lainnya. Posisi sederajat itu diterima manusia sejak

pertama kalinya manusia dilahirkan ke dunia. Kesamaan derajat itu menurut

Thomas berkonotasi teologis dalam arti bahwa manusia sederajat di mata Tuhan.

Di sisilain manusia jelas memiliki perbedaan. Ada sebagian manusia yang lebih

dari manusia jelas memiliki perbedaan. Ada sebagian manusia yang lebih dari

manusia lain dalam penguasaan kekayaan material, kekuatan fisik, kemampuan

mengetahui kebijakan dan kebenaran serta potensi-potensi pengembangan dirinya.

Demikian juga dalam hal keadilan dan pengetahuan.

Berdasarkan premis itu, Thomas berkesimpulan bahwa kebanyakan

manusia harus menerima kepemimpinan segelintir manusia yang memiliki

kelebihan-kelebihan itu dan memiliki keabsahan sebagai penguasa-penguasa

politik. Melalui merekalah nilai-nilai kehidupan yang baik dapat ditransmisikan

kepada orang-orang kebanyakan.

Alam menyeleksi manusia yang patut menjadi penguasa politik itu

nampak dari kenyataan bahwa ada segelintir manusia yang diberikan kelebihan

dan bakat untuk berkuasa atau menjadi pemimpin. Mereka secara alamiah sejak

lahir, telah memiliki watak penguasa dan kepemimpinan. Di lain pihak ada

sebagian (besar) manusia yang ditentukan alam memiliki kemampuan

melaksanakan tugas dan kewajiban belaka dan tidak memiliki bakat

kepemimpinan. Jadi alam telah menentukan kelas superior dan kelas inferior

inilah yang dinamakan Thomas sebagai nature rulers. Mereka adalah kelompok

manusia terbaik dimana kekuasaan yang mereka miliki is given by nature. Maka,

kemunculan penguasa politik dalam negara ditentukan secara alamiah, dan bukan

produk dari rekayasa politik. Gagasan Thomas ini menampakkan pengaruh kuat

Plato.

Tuhan adalah penguasa alam semesta. Dan karena kekuasaan politik

seorang penguasa diberikan kepada golongan manusia terbaik, maka ia

merupakan anugerah Tuhan. Semua bentuk kekuasaan apa pun, seperti dikatakan

(22)

tidak lepas dari ketentuan itu maka ia, demikian Thomas, merupakan suatu

lembaga yang besifat ketuhanan. Kekuasaan politik bersifat sakral dan karena itu

harus dipergunakan sesuai dengan kehendak Tuhan.

Menurut Bogingiari, meskipun kekuasaan datang dan berasal dari Tuhan

tidaklah berarti bahwa Thomas menganggap kekuasaan sebagai kebijakan hukum

Tuhan. Negara, sebagai bentuk simbolik dan akumulasi kekuasaan politik, tetap

merupakan suatu organisasi manusia yang terikat pada hukum manusia. Artinya,

negara sebagai organisasi manusia bisa semata-mata bersifat sekular. Ia menjadi

bagian dari manusia bisa semata-mata bersifat sekular. Ia menjadi bagian dari

dunia dan bersifat duniawi semata. Dominium,menurut Thomas, “dikemukakan

oleh ius gentium, yang merupakan hukum manusia...’ lebih lanjut Thomas

berpendapat: Kekuasaan dari Tuhan tapi berbagai formasi politik yang

memungkinkan denganpelaksaan kekuasaan ini merupakan hasil dari hukum

alam, karena negara adalah alami.

Kekuasaan didunia ini mupun kekuasaan negara datangnya dari Tuhan.

Sehingga kepala negara dalam menjalankan kekuasaanya sebagi refleksi dari

wakil Tuhan dan bukan menjalankan kekuasaan sendiri ataupun kekuasaan

negara, maka dalam menjalankan kekuasaanya itu harus sesuai dengan kehendak

Tuhan. Kekuasaan didalam negara merupakan karuniaNya kepada negara untuk

dilanjutkan kepada rakyat sesuai dengan kehandakNya yaitu memuliakan Tuhan.

Pemerintah suatu negara diberi amanat dan kekuasaan oleh Tuhan, oleh

karena itu pemerintah wajib meneruskan kekuasaan itu kepada rakyat sesuai

dengan perintah Tuhan. Dalam negara kerajaan, semua titah raja merupakan titah

Tuhan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat dalam kerajaan tersebut.

Menolak titah raja berarti melanggar titah Tuhan. Dalam catatan sejarah banyak

rakyat yang sengsara dalam pemerintahan yang menganut kedaulatan Tuhan,

karena raja memanfaatkan kesempatan untuk kepentingannya dengan alasan titah

Tuhan. Kekuasaan Raja menjadi absolut, tidak lagi memperhatikan kesejahteraan

(23)

1.6.4. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Sekuler dan Paham Teokrasi

Hubungan antara agama dan negara bukan hanya masalah peka,

melainkan, juga rumit dan luas. Hubungan ini berkembang terus, karena agama

bertahan berabad-abad dan melampaui batas Negara-negara dan

lingkungan-lingkungan kebudayaan yang terus berubah, bahkan timbul dan hilang. Sehingga

identifikasi antara agama dan Negara tertentu tidak mungkin dan agama-agama

besar tidak pernah menjadi suatu fungsi Negara saja.26

Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan Negara .

dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan antara system kenegaraan dengan

agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungna manusia dengan Dalam sejarah Negara dapat dianggap dan dijadikan sarana satu agama.

Baik Negara maupun agama-agama, menurut pengertian masing-masing agama

adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Esa, yaitu satu dan sama, maka kedua-keduanya

lama saling mengakui dan menghormati, karena Negara modern adalah wadah

bagi para warga negara yang berkeyakinan dan beriman berbeda-beda, maka

hukum agama termasuk hukum-hukum yang menurut iman penganut suatu agama

dimaksudkan Tuhan untuk Negara hanya dapat menjadi hukum Negara, sejauh

rasionya dapat diterima baik oleh semua golongan, tetapi tidak hanya karena

diimani oleh golongan, sekalipun mayoritas dapat menjadi hukum negara.

Agama dapat mempunyai fungsi interaktif bagi masyarakat dan Negara

karena menyumbangkan juga nilai-nilai social dan norma-norma moral, member

arti pada peristiwa hidup baik orang perseorangan maupun bagi masyarakat

seluruhnya.

Fungsi agama untuk mempersatukan orang, masih kuat, tapi agama juga

dapat berfungsi desintragratif jika agama dicampuradukkan dengan kepentingan

politik dan ekonomi, bila kebebasan agama ditolak dan jika mendukung

diskriminasi atas dasar agama.

26

(24)

manusia lain, atau utusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia

dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.

Dalam Negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan

nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan

tidak berdasarkan agama dan firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma

tersebut bertentangn dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini

memisahkan antara agama san Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler

membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka

yakini dan Negara tidak intervensif dalam urusan agama.

Dalam sistem teokrasi, hubungan agama dan Negara digambarkan sebagai

dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Teokrasi merupakan suatu istilah yang

berasal dari Bahasa Yunani,theokratia, artinya “pemerintahan Tuhan.” Istilah ini

ditemukan dalam tulisan Yosefus, seorang sejarahwan Yahudi yang hidup pada

sekitar tahun 37-100 M. Dalam tulisannya berjudul Melawan Apion, Yosefus

mengatakan bahwa Musa telah membentuk pemerintahan Yahudi menjadi apa

yang lebih tepat disebut sebagai “teokrasi.”

Secara harafiah, istilah teokrasi berasal dari kata theos (Tuhan) dan kratein

(memerintah). Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut

paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan

dalam masyarakat, bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan

demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini

sebagai manifestasi firman Tuhan.

Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua bagian,

yakni paham teokrasi langsung dan paham teorasi tidak langsung. Menurut paham

teokrasi langsung, pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung

pula. Adanya Negara di dunia ini adalalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena

itu yang memerintah adalah Tuhan pula. Paham teokrasi langsung menyatakan

bahwa manusia, dalam hal ini raja merupakan orang yang ditunjuk oleh Tuhan di

(25)

Raja sebagai orang yang ditunjuk secara langsung oleh Tuhan menjalankan

perintah langsung oleh Tuhan. Tuhan menurunkan seperangkat aturan kepada

manusia untuk menjadi panduan dalam hidupnya. Sehingga peran raja hanyalah

sebagai phak yang ditugaskan untuk menjalankan aturan hukum dari Tuhan.

Ketika manusia memutuskan untuk mempercayai tentang Tuhan ia akan

mempercayai ketika dirinya melanggar aturan yang telah diturunkan akan

mendatangkan nestapa (neraka). Namun jika manusia tidak mematuhi aturan

Tuhan akan mendapatkan ganjaran berupa kenikmatan (surga). Hukum ditaati

oleh manusia karena manusia menginginkan dirinya mendapatkan kebahagiaan

dan menghindarkan pada penderitaan. Raja sebagai penjelmaan tuhan di dunia

sehingga apa yang ditetapkan harus ditaati.

Sementara menurut pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah

bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala

Negara atau raja yang diyakini memerintah atas kehendak Tuhan. Dalam

pemerintahan teokrasi tidak langsung, sistem dan norma-norma dalam Negara

dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian, Negara

menyatu dengan Agama. Negara dan Agama tidak dapat dipisahkan.

1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kualitatif

deskriptif. Metode yang digunakan dibutuhkan dalam studi tokoh adalah

kualitatif. Dalam penelitian pemikiran tokoh, kerangka yang dipakai dalam

meneliti adalah kualitatif. Menurut Arief Furchan dan Agus Maimun dalam

bukunya “studi tokoh metode penelitian mengenai tokoh”, melalui metode

kualitatif penulis dapat mengenal sang tokoh secara pribadi dan melihat dia

mengembangkan definisinya sendiri tentang dunia dengan berbagai pemikiran

karya dan prilaku yang dijalaninya. Di samping itu metode kualitatif dapat

dipergunakan untuk menyelidiki lebih mendalam mengenai konsep-konsep atau

(26)

Konsep dan ide yang pernah ditulis dalam karya-karya tokoh akan dapat

dikaji dngan melihat kualitas dari tulisan-tulisannya yang mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan pemikiran selanjutnya. Pengaruh tersebut tidak hanya

dalam perkembangan teori, tetapi juga dalam hal praktek sehingga akan dapat

dikatakan apakah pemikiran tokoh tersebut dapat dikatakan ilmiah dan memenuhi

karena ilmu pengetahuan. Dari pengaruh terhadap perkembangan pemikiranlah

akan terlihat kekuatan dari pemikiran tersebut. Objek wacana penelitian ini adalah

pemikiran seorang tokoh. Penelitian studi tokoh seperti yang dikatakan oleh Arief

Furchan dan Agus Maimun dikategorikan kedalam jenis penelitian kualitatif,27

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

menelusuri pemikiran melalui karya-karya peristiwa yang melatarbelakangi

lahirnya karya tersebut dan pengaruh dari karya yang dihasilkan.

Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan

kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif,

memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

komponen-komponen yang analitis konseptual dan kategori dari data itu sendiri.

Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga

dalam langkah-langkah penelitiannya tidak perlu memuruskan hipotesis.

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam penelitian adalah

mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Dalam penelitian

skripsi ini penulis hanya menggunakan data sekunder, sebab data sekunder

dianggap sudah mewakili dari segala pemikiran tentang studi tokoh tersebut. Data

sekunder itu didapat dari pengumpulan data sebagai berikut:

Library research methods (metode penelitian kepustakaan) yaitu sumber

yang diambil langsung berasal dari data buku, majalah, surat kabar, kamus bahkan

didapat dari akses internet dan literature lain yang berhubungan dengan judul

27

(27)

skripsi ini. Dengan demikian diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja

teoritis.

1.7.3. Teknik Analisa Data

Analisis data sekunder merupakan analisis data survei yang telah tersedia.

Analisis ini mencakup interpretasi, kesimpulan atau tambahan pengetahuan dalam

bentuk lain. Semua itu ditunjukkan melalui hasil penelitian pertama secara

menyeluruh. Analisis bentuk ini merupakan analisis ulang (re-analysis) dalam

bentuk atau sudut pandang berbeda dari laporan pertama (Thomas 1996, 42).

Hasil dari penelitian pertama itu disaring melalui pengertian peneliti kedua,

tergantung dari konteks dan situasi sosialnya.

Data sekunder dikumpulkan untuk memperoleh hasil yang mendalam dan

tidak melebar. Setelah data yang diperoleh dirasa memadai untuk mendukung

proses analisis, maka tahapan selanjutnya adalah analisis data. Analisa data yang

dilakukan dalam penelitian ini pemikiran tokoh disini mempergunakan analisa

sejarah. Ada dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisa sejarah, Pertama,

kegunaan dari konsep periodeisasi atau deriviasi darinya. Kedua,rekonstruksi

proses genesis perubahan dan perkembangan. Dengan cara demikianlah manusia

dapat dilacak asal mula situasi yang melahirkan suatu ide dari seseorang tokoh.

Melalui analisa sejarah pula dapat diketahui bahwa seorang tokoh dalam

berbuat atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginan-keinginan dan

tekanan-tekanan yang muncul dari dirinya sendiri. Kita dapat melihat

tindakan-tindakannya secara mendalam dipengaruhi tidak Cuma oleh dorongan instensi

yang berupa ide, keyakinan konsepsi-konsepsi awal yang tertanam dalam dirinya

tetapi juga oleh keadaan eksternal.28

28

(28)

1.8. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka dasar pemikiran, metodologi penelitian yang

digunakan dan sistematika penulisan.

BAB II BIOGRAFI MARTIN LUTHER

Bab ini berisikan tentang biografi singkat pengalaman hidup dari

objek yang diteliti yaitu Martin Luther mulai dari lahir,

keluarganya, pendidikan yang ditempuh sampai pengelaman

hidupnya, serta apa yang melatarbelakangi pemikiran politiknya.

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian

yang dilakukan penulis mengenai pemikiran politik Martin Luther

tentang politik.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab

ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.

Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran

merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan

dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna

Referensi

Dokumen terkait

Fotomikro sampel magnet sebagaimana diperoleh dalam studi ini sangat mirip dengan fotomikro magnet sinter Nd-Fe-B yang dapat dilihat dari publikasi para peneliti sebelumnya

Penjaminan mutu pengelolaan keuangan dilakukan dengan penetapan standar mutu pengelolaan (meliputi standar mutu penerimaan/pemasukan keuangan, pengeluaran keuangan,

Pengaturan dua pertemuan untuk workshop merupakan pengaturan yang baik, bukan saja untuk membuat kegiatan di pertemuan pertama menjadi bisa fokus untuk

Sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat penguasaan konsep dan retensi peserta didik MA Uswatun Hasanah pada materi hidrolisis melalui

Setelah semua komponen yang dibutuhkan di tambahkan ke dalam Dia Diagram Editor,langkah selanjutnya adalah menghubungkan semua komponen agar dapat saling terhubung dan dapat

 Merancang  teknik  pemanenan   pakan  alami

Mayangsari, (2003), Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, Serta Mekanisme Corporate Governance Integritas Laporan Keuangan, Simposium Nasional Akuntansi VI ,

Kepala SMKN 3 Metro Guru Mata Diklat Bahasa