• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penyuluhan Melalui Media Film Dan Slide Show Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Dalam Penyalagunaan Napza Di SMUN 1 Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penyuluhan Melalui Media Film Dan Slide Show Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Dalam Penyalagunaan Napza Di SMUN 1 Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2015"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Efektifitas 2.1.1. Efektifitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya

keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu

berkaitan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yangsesungguhnya dicapai.

Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (point of view) dan dapat

dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang eratdengan efisiensi. Seperti

yang dikemukakan oleh H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S.

(1994:16) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti

tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Mahmudi dalam bukunya "Manajemen Kinerja Sektor Publik "

mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output terhadap pencapaian

tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan,

maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan (Mahmudi, 2005:92).

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik

antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka satu program

atau kegiatan akan semakin efektif.

Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan: “Efektivitas

(2)

mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme

mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas

harus berkaitan dengan mesalah sasaran maupun tujuan”.

Menurut Steers (dalam Halim, 2004:166) efektivitas adalah “seberapa jauh

organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai”. Efektivitas harus dinilai atas

tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan atas konsep tujuan yang maksimum.

Sementara itu menurut The Liang Gie (dalam Halm, 2004:167) berpendapat bahwa

efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yangdikehendaki kalau

seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksudtertentu dan memang

dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau

mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya.

Pendapat lain mengenai efektivitas menurut Robin (dalam Hermaya, 2004:7)

adalah efektivitas sering digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu yang benar

yaitu aktivitas-aktivitas pekerjaan yang membantu organisasi mencapai sasaran.

Efektivitas menurut Gibson (1996:25) adalah pencapaian sasaran yang telah

disepakati atau usaha bersama. Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam

bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan Efektivitas adalah

kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau

misi)daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau

ketegangan diantara pelaksanaannya” (Kurniawan, 2005:109).

Efektivitas merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal

(3)

berlakunya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Supriyono dalam bukunya Sistem

Pengendalian Manajemen mendefinisikan pengertian efektivitas merupakan

hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti

dicapai, semakin besar konstribusi dari keluaran yang dihasilkan terhadap nilai

pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut

(Supriyono,2000:29). Dengan demikian efektivitas merupakan suatu tindakan yang

mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki

danmenekankan pada hasil atau efeknya dalam pencapaian tujuan.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat

disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh

target(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang

manatarget tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat

yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa Efektivitas adalah

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu)

telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makintinggi

efektivitasnya.

2.1.2. Ukuran Efektifitas

Mengukur efektivitas bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena

efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang

menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka

seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas

(4)

membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah

diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan

tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan,

maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai

pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian

(1978:77), yaitu:

a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya dalam

pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan dapat tercapai.

b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada

jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai

sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian

tujuan.

c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitandengan tujuan

yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkanartinya kebijakan harus

mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan

operasional.

d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa

yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan

dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para

(5)

f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi

adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan saranadan prasarana yang

tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program

apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka tidak akan mencapai

sasarannya.

h. Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas, ada tiga pendekatan yang dapat

digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani danLubis (1987:55), yakni:

a. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitasdari input.

Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan untuk memperoleh sumber

daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan.

b. Pendekatan proses ( process approach) adalah untuk melihat sejauh mana

efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal.

c. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output,

mengukur keberhasilan untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan

rencana.

Selanjutnya Strees dalam Tangkilisan (2005:141) mengemukakan 5 (lima)

kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu:

1. Produktivitas

2. Kemampuan adaptasi kerja

3. Kepuasan kerja

(6)

5. Pencarian sumber daya

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pengukuran

merupakan penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya dengan menggunakan sasaran yang tersedia. Bila sasaran atau tujuan

telahtercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi,

apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan,maka tidak efektif.

2.2. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu proses mendidik baik secara individu mauapun

masyarakat yang bertujuan agar mereka mampu memecahkan masalah-masalah

kesehatan yang sedang mereka dihadapi. Pendidikan bukan merupakan satu-satunya

cara dalam merubah perilaku, tetapi pendidikan memiliki peranan yang cukup penting

dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004)

Green (2005) mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama,

yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap

dari sesesorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas

(7)

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang

untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang,

peraturan-peraturan, surat keputusan.

2.3. Media Promosi Kesehatan

2.3.1. Pengertian Media Promosi Kesehatan

Media dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu yang

dipakai untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau

dicium, bertujuan untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi

(Depkes, 2008). Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui

media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga

sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi

perilaku yang positif.

2.3.2. Jenis Media Promosi Kesehatan

Menurut Depkes (2004), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok

besar:

a. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati

Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal,

mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya

tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk

(8)

- Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain

sebagainya.

- Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing

dalam botol pengawet, dan lain-lain.

- Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya unstuk diperdagangkan seperti

oralit, dan lain-lain.

b. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa

digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini

dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda

asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari

bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.

c. Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan

lain-lain

1. Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar

dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya, tepat

pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter.

Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan

banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan

pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan,

ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk

mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara

(9)

satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya

tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong

untuk bertindak.

2. Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat

yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.

Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk

memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi

pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan

pencegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada

saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan

Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri

dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy.

3. Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk

topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok

sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang

dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi,

Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa

hal antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga

kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu

mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, kondisi fisik maupun

(10)

Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena kadang

informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada suatu tujuan

instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.

4. Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain.

5. Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album

dan dokumentasi lepasan

6. Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide

cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali,

dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak

sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.

7. Film meruapakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan

pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok

besar, dan kolosal.

2.3.3. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media

Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah (Sadirman,2006):

a. Bermaksud mendemonstrasikannya

b. Merasa sudah akrab dengan media tersebut

c. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret

d. Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang biasa dilakukan

Berdasarkan uraikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi

dasar pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana, yaitu dapat

(11)

Connel yang dikutip oleh Sadirman (2006), mengatakan bahwa jika media itu sesuai

pakailah, “If the medium fits, Use it”. Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa

ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan

misalnya adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik sasaran, jenis rangsangan

yang diinginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya

jangkauan yang ingin dilayani. Faktor tersebut akhirnya diterjemahkan dalam

keputusan pemilihan.

2.4 . Perilaku

2.4.1. Definisi Perilaku

Secara biologis, perilaku menurut Notoatmodjo (2006) adalah suatu kegiatan

atau aktifitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Dari segi biologis

makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktifitas masing

masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai kegiatan yang sangat

luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara,

bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya.

Aktifitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni:

a. Akivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan,

bernyanyi, tertawa dan sebagainya.

b. Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berpikir,

(12)

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati

bahkan dapat dipelajari. Sementara itu, Ensikiopedia Amerika mengartikan perilaku

sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya.

Seorang ahli psikologi Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau

faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Skinner juga menyatakan faktor-faktor-faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang

bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor

dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui melalui proses:

Stimulus→Organisme→Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “ S-O-R “

(stimulus–organisme–respons).

Teori Skiner menjelaskan, ada dua jenis respon, yaitu :

a. Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan

(13)

nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup dan

sebagainya.

b. Operan respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang

yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi

untuk memperkuat respons.

Berdasarkan teori “S–O–R” tersebut maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat

diamati orang, respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,

persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

unubservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah

pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut

dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa

tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable

behavior” (Notoatmodjo, 2007).

2.4.2. Ilmu-ilmu Dasar Perilaku

Pada uraian–uraian sebelumnya disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di

(14)

luar diri seseorang tersebut (factor eksternal), dan respons merupakan faktor dari

dalam diri orang yang bersangkutan/factor internal (Notoatmodjo, 2007). Faktor

eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non

fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada, faktor eksternal yang

paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan

budaya dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang

menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah: perhatian,

pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Faktor sosial merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara

lain, struktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial

yang lain. Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ini adalah sosiologi. Faktor

budaya sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain:

nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi dan sebagainya.

Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ini adalah antropologi. Sedangkan faktor-

faktor internal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seperti perhatian, motivasi,

persepsi, inteligensi, fantasi dan sebagiannya dicakup oleh psikologi.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu perilaku dibentuk atau dikembangkan dari 3

cabang ilmu yaitu, psikologi, sosiologi dan antropologi sehingga dalam ilmu perilaku

terdapat konotasi atau pengertian jamak “ilmu- ilmu perilaku” atau “behavioral

(15)

2.4.3. Domain Perilaku

Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan seseorang yang

merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Perilaku seseorang

sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2010).

Benyamin Blomm (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan

adanya 3 area wilayah, ranah atau domain perilaku ini yakni kognitif (cognitive),

afektif (affective) dan psikomotor (chompsyotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di

Indonesia, ke tiga domain diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif) dan

karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa dan peri tindak (Notoatmodjo, 2007).

Pada perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh Bloom

ini dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tiga tingkat

ranah perilaku sebagai berikut: Pengetahuan, Sikap dan Tindakan. Namun dalam

penelitian ini, peneliti hanya akan membahas tentang Pengetahuan dan Sikap.

2.4.4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Dalam ranah Pengetahuan, ada enam tingkatan Pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

(16)

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis) , merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthetis), adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

(17)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur. Dalam

penelitian ini, pengetahuan akan diukur dengan menggunakan jenis kuesioner dengan

bentuk pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana hanya ada satu jawaban yang

benar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif.

2.4.5. Sikap

Sikap menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu.

Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang

berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah

kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek,

ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku

dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda,

orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Sikap mengandung daya pendorong

atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan

apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan apakah yang

disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan

(18)

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

a. Menerima (Receiving), dapat diartikan bahwa seseorang atau subjek mau

memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi

dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b. Menanggapi (Responding), diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

c. Menghargai (Valuing), diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus.

d. Bertanggung Jawab (Responsible), Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah

bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang

paling tinggi.

2.5. Remaja

2.5.1. Pengertian Remaja

Pada umumnya remaja didefenisikan sebagai individu yang mengalami masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun.

(19)

mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi

kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun.

Menurut BKKBN, remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun.

Masa remaja merupakan usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih

tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Pertumbuhan dan perkembangan

pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Pada perempuan sudah

mulai terjadinya menstruasi dan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan

sperma (Hurlock, 2009 ; Proverawati & Misaroh, 2009).

2.5.2. Tumbuh Kembang Remaja

Tumbuh kembang remaja adalah pertumbuhan fisik atau tubuh dan

perkembangan kejiwaan/psikologis/emosi. Tumbuh kembang remaja merupakan

proses atau tahap perubahan/transisi dari masa kanak – kanak menjadi dewasa yang

ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan tersebut meliputi.

1. Pubertas

Masa puber merupakan masa seseorang mengalami perubahan fisik dan

psikis. Masa puber ditandai dengan kematangan organ – organ reproduksi primer

(sperma, ovum) maupun sekunder (kumis, rambut, payudara dan lain lain). Mengenai

masa puber berkisar antara umur 13 – 14 tahun pada laki laki dan 11 – 12 tahun pada

perempuan, pubertas perempuan lebih cepat dari pada laki – laki, dan pubertas

berakhir pada umur 17 – 18 tahun. Mengenai batas umur ini tidak mutlak karena

(20)

antara lain gizi makanan, lingkungan keluarga, dan lain lain. Hal ini berpengaruh

pada perasaan dan emosi remaja (perubahan psikologisnya).

2. Perubahan fisik pada perempuan

Pertumbuhan pada perempuan ada hormon estrogen dan progesterone

berperan aktif dan menimbulakn perubahan fisik, tumbuh payudara, pinggul mulai

melebar dan membesar, tumbuh bulu – bulu halus disekitar ketiak dan vagina,

mengalami haid atau menstruasi.

Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam endometrium yang banyak

mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina. Menstruasi dimulai saat

pubertas berhenti sesaat waktu hamil dan menyusui dan berakhir saat menopause,

terjadi pada umur sekitar 45 – 50 tahun. Menstruasi mulai terjadi setelah buah dada

mulai membesar, tumbuh rambut disekitar alat vital dan vagina mengeluarkan cairan

keputih – putihan.

Perempuan mengalami menstruasi kira – kira umur 9 tahun paling lambat kira

– kira umur 16 tahun. Menstruasi akan terus berlangsung setiap bulan selama sel telur

matang dan tidak dibuahi sperma. Siklus menstruasi sekitar 25 – 32 hari tetapi ada

yang kurang maupun lebih dari proses yang normal. Siklus ini tidak selalu sama

karena ditentukan beberapa faktor antara lain gizi, stres, kelelahan, usia, dan pada

masa remaja biasanya mempunyai siklus yang belum teratur, bisa maju atau mundur,

(21)

3. Perubahan fisik pada laki- laki

Pertumbuhan pada laki – laki, ada hormon testoteron yang akan membantu

tumbuhnya bulu – bulu halus di sekitar ketiak, kemaluan, wajah, (jenggot dan kumis),

terjadi perubahan suara pada laki –laki, tumbuhnya jerawat, dan dimulai reproduksi

sperma yang pada waktu tertentu keluar mimpi basah. Pada saat laki – laki mimpi

basah secara ilmiah sperma akan keluar saat tidur saat mimpi tentang seks.

4. Perubahan Psikologis pada Perempuan dan Laki – laki

a. Perubahan kebutuhan, konflik nilai pada keluarga dengan lingkungan dan

perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif.

b. Remaja sering bersikap irasional mudah tersinggung, stress.

c. Ciri – ciri tingkah laku remaja yang sedang puber :

(1) Mulai meninggalkan ketergantungan pada keluarga dan kenangan masa kecil.

(2) Butuh diterima kelompoknya.

(3) Mulai banyak menghabiskan waktunya dengan teman – teman sebaya.

(4) Mulai mempelajari sikap serta pandangan yang berbeda antara keluarganya

dengan lingkungan sekitar (tentang moral, seksualitas dll).

(5) Mulai menghadapi konflik dan memutuskan apa saja norma yang harus

diambil dari lingkungan sekitar serta berapa banyak ajaran orang tuanya yang

dia tolak.

(6) Mulai muncul kebutuhan akan privasi.

(7) Mulai muncul kebutuhan keintiman dan eksrpresi erotik.

(22)

(9) Tertarik pada lawan Janis.

(10) Ingin menjalin hubungan dengan lawan jenisnya.

2.6. Narkoba

2.6.1. Pengertian Narkoba

pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan

cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.

Sedangkan

biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk

penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang

telah diluar batas dosis. (Kurniawan, 2008)

2.6.2 Jenis-jenis Narkoba

Narkoba dibagi dalam 3 jenis , yaitu :

1. Narkotika

Menurut Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa

adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya

dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan,

hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya

khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis

bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang

(23)

Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :

• Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya

sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.

Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.

• Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi

bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan

betametadol.

• Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi

bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan turunannya.

2. Psikotropika

Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun

sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.

Psikotropika menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 meliputi ectasy,

shabu-shabu, LSD, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti psikosis.

Menurut WHO 1992, Zat psikotropika yang sering disalahgunakan adalah :

1. Alkohol : Semua minuman beralkohol yang mengandung etanol (Etil alkohol).

2. Opioida : heroin, morfin, pethidin, candu.

3. Kanabinoida : Ganja, hashish.

4. Sedativa/hipnotika : obat penenang/obat tidur.

(24)

Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :

1. Psikotropika golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum

diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh:

MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta

berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin,

dan metakualon.

3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta

berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan

fleenitrazepam.

4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan

serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam dan

diazepam.

3. Zat adiktif lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika yang

dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

1. Rokok

2. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan

ketagihan.

3. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin

yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2008). Demikianla

(25)

2.6.3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba dapat dibagi menjadi dua faktor,

yaitu :

1. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti

kepribadian, kecemasan, dan depresi serta kurangya religiusitas. Kebanyakan

penyalahgunaan narkotika dimulai atau terdapat pada

yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang

pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan obat-obat

terlarang ini. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih

besar untuk menjadi penyalahguna narkoba.

2. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu atau lingkungan

seperti keberadaan zat, kondisi keluarga, lemahnya hukum serta pengaruh

lingkungan.

Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak

menjadi penyalahgunaan obat terlarang. Namun, makin banyak faktor-faktor diatas,

semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahgunaan narkoba.

Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak

selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan

narkoba. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga

(26)

2.6.4. Tanda Gejala Dini Korban Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Ami Siamsidar Budiman (2006 : 57–59) tanda awal atau gejala dini

dari seseorang yang menjadi korban kecanduan narkoba antara lain :

1. Tanda-tanda fisik Penyalahgunaan Narkoba

beraturan, jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh),

mengantuk, agresif, nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin,

nafas lambat/berhenti, mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa

sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran

menurun, penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan,

gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh

lain (pada pengguna dengan jarum suntik)

2. Tanda-tanda Penyalahgunaan Narkoba ketika di rumah

Sikap membangkang terhadap teguran orang tua, tidak mau mempedulikan

peraturan keluarga, mulai melupakan tanggung jawab rutin di rumah, malas

mengurus diri, sering tertidur dan mudah marah, sering berbohong, banyak

menghindar pertemuan dengan anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan

bahwa ia adalah pecandu, bersikap kasar terhadap anggota keluarga lainnya

dibandingkan dengan sebelumnya, pola tidur berubah, menghabiskan uang

tabungannya dan selalu kehabisan uang, sering mencuri uang dan barang-barang

berharga di rumah, sering merongrong keluarganya untuk minta uang dengan

(27)

pulang lewat jam malam dan menginap di rumah teman, sering pergi ke disko, mall

atau pesta, bila ditanya sikapnya defensive atau penuh kebencian, sekali-sekali

dijumpai dalam keadaan mabuk.

3. Tanda-tanda Penyalahgunaan Narkoba di sekolah

lingkungan tidak ada, sering kelihatan mengantuk di sekolah, sering keluar dari kelas

pada waktu jam pelajaran dengan alasan ke kamar mandi, sering terlambat masuk

kelas setelah jam istirahat; mudah tersinggung dan mudah marah di sekolah, sering

berbohong, meninggalkan hobi-hobinya yang terdahulu (misalnya kegiatan

ekstrakurikuler dan olahraga yang dahulu digemarinya), mengeluh karena

menganggap keluarga di rumah tidak memberikan dirinya kebebasan, mulai sering

berkumpul dengan anak-anak yang “tidak beres” di sekolah.

2.6.5. Akibat Penyalahgunaan Narkoba

menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga mengakibatkan terganggunya

sistem neuro-transmitter pada susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem

neuro-transmitter akan mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam pikiran),

afektif (alam perasaan, mood, atau emosi), psikomotor (perilaku), dan aspek sosial.

Berbagai upaya untuk mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah

dilakukan, namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum

terhadap narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan

(28)

oleh pemerintah. Sebagai perbandingan, di Malaysia jika kedapatan pengedar atau

pecandu membawa dadah 5 gr ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati.

2.6.6. Langkah-langkah Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Semboyan inipun dapat kita

terapkan untuk penyalahgunaan Narkoba. Pencegahan tersebut dapat kita mulai dari

keluarga kita sendiri, pada anak-anak kita sendiri, karena mereka merupakan generasi

penerus bangsa.Sebenarnya tidak terlalu rumit mencegah penyalahgunaan Narkoba,

asalkan kita tahu langkah-langkah yang harus kita lakukan. Ada 7 langkah

pencegahan untuk menghindarkan seseorang dari pemakaian dan penyalahgunaan

Narkoba, yaitu :

1. Menanamkan pemahaman hidup sehat anak usia dini

Menanamkan pemahaman akan perilaku hidup sehat harus sudah kita mulai

sedini mungkin, sejak anak masih kecil. Segala yang kita tanamkan pada

anak-anak sedari kecil, akan mereka ingat terus sampai mereka dewasa. Perilaku hidup

sehat, seperti pentingnya asupan makanan yang bergizi untuk menghindari tubuh dari

racun-racun, pentingnya menjaga kesehatan tubuh, menyayangi tubuh dengan tidak

mengkonsumsi zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Hal-hal tersebut apabila

ditanamkan pada anak-anak kita, maka mereka akan semakin peduli akan kesehatan

tubuh mereka. Sementara itu, orang tua sendiri juga harus menjadi contoh dengan

menerapkan kebiasaan hidup sehat, seperti tidak merokok, tidak minum minuman

(29)

2. Pemahaman akan adanya racun di sekeliling kita

Sebagai orangtua, kita harus menjelaskan kepada anak-anak sedini mungkin

tentang adanya racun di sekeliling kita, dan bahaya racun tersebut bagi tubuh kita.

Seperti racun pada tumbuh-tumbuhan seperti jamur dan tumbuhan lainnya yang

beracun, racun pada gigitan ular, sengatan ubur-ubur, dan binatang lainnya yang

berbisa, juga racun yang secara sengaja maupun tak sengaja diproduksi oleh manusia,

seperti polusi asap dari knalpot mobil, asap dan limbah beracun dari pabrik-pabrik,

asap rokok, dll. Ini akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam menyelamatkan

anak-anak dari penggunaan zat-zat berbahaya.

Mendidik meraka untuk menyadari bahwa zat-zat yang sangat berbahaya bagi tubuh

kita ada di sekitar kita dan setiap zat yang membahayakan kesehatan kita harus

dijauhi atau dihindari atau terkadang dimusnahkan. Jadi bila suatu saat ia akan

berhadapan dengan narkoba (biasanya ditawarkan oleh lingkungan teman-teman

terdekatnya), maka kita harapkan mereka akan menolak untuk mengkonsumsi

narkoba, zat yang asing yang dapat membahayakan kesehatan dan hidupnya. Oleh

sebab itu informasi mengenai racun di sekeliling kita termasuk tentang narkoba, harus

diberikan kepada mereka sedetail dan sejelas mungkin.

3. Memberikan informasi yang akurat dan jelas

Memberikan informasi yang akurat dan jelas mengenai bahaya dari setiap

jenis narkoba merupakan kewajiban bila kita ingin membentengi/menyelematkan

anak-anak kita (atau pun orang lainnya) dari bahaya narkoba. Tanpa informasi yang

(30)

temannya itu berbahaya bagi kehidupannya. Tetapi bila ia mendapat informasi yang

akurat dan jelas mengenai bahaya narkoba, pasti ia akan menolaknya. Seharusnya

pemberian informasi yang akurat dan jelas harus juga diberikan oleh sekolah-sekolah

sebagai salah satu sub-kurikulum yang wajib diikuti oleh setiap anak. Informasi

mengenai jenis-jenis narkoba. Dampak bila menggunakannya, dampaknya bagi

organ-organ tubuh kita serta dampak dari segi hukumnya bila tertangkap memiliki,

menggunakan atau mengedarkan narkoba; Penyakit yang dapat diderita sebagai

akibat pemakaian narkoba (infeksi klep kanan jantung, kerusakan hati

atau cirrhosis, HIV/AIDS, dan lainnya)

4. Bekerjasama dengan tempat pendidikan

Bekerjasama dengan sekolah ataupun universitas di mana anak-anak kita

menuntut ilmu, untuk merancang program pemantauan, pencegahan, dan juga

program penanggulangan narkoba secara holistic yang spesifik dengan pusat-pusat

pendidikan tersebut (yang sebetulnya hanya berbeda sedikit saja dari satu sekolah ke

sekolah yang lainnya). Kerjasama yang baik dan melibatkan setiap sendi dalam

kehidupan di sekolah ataupun kampus seperti: Dosen, guru-guru, guru bimbingan

konseling, OSIS, Satpam/security,penjaga kantin, dan karyawan lainnya di

lingkungan sekolah/kampus.

5. Tanggap lingkungan

Orang tua harus tanggap lingkungan di rumah mereka sendri, di mana

anak-anak mereka tumbuh. Orang tua harus selalu sadar akan perubahan-perubahan kecil

(31)

menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, tidak sama dengan perubahan perilaku

seorang anak yang mulai ter ekspos pada narkoba, atau yang sudah kecanduan

narkoba.

6. Bekerjasama dengan lingkungan rumah

Kerjasama dan menjalin hubungan baik dengan lingkungan rumah kita seperti

dengan ketua RT, RW, dsb, terutama dengan tetangga yang mempunyai anak seusia

atau yang lebih tua dari anak kita, akan selalu mendatangkan kenyamanan dan

keamanan bagi kita. Kita dapat membuat sistem pemantauan keamanan bersama

tetangga lainnya yang juga melibatkan ketua RT untuk memantau keamanan umum

dan memantau bila ada anak-anak di RT kita yang disinyalir menggunkan narkoba.

Bila sistem yang dibangun bersama para tetangga itu kuat, dijamin gejala-gejala

penyalahgunaan narkoba di pemukiman kita akan terdeteksi dan dapat tertanggulangi

dengan baik.

7. Hubungan interpersonal yang baik

Membina dan menjaga hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan

dan juga dengan anak-anak kita, akan memungkinkan kita melihat gejala-gejala awal

pemakaian narkoba pada anak-anak kita. Kedekatan hubungan batin dengan orang tua

akan membuat anak merasa nyaman dan aman, menjadi benteng bagi keselamatan

mereka dalam mengarungi kehidupan mereka nanti.

Bila orang tua tidak akur, sering bertengkar, maka itu akan mempengaruhi

sang anak secara psikologis. Kegalauan ini akan menyebabkan si anak mencari

(32)

akhirnya memungkinkan anak untuk mencoba narkoba dengan berbagai macam

alasan yang dicarinya sendiri. Misalnya supaya diperhatikan, sikap masa bodoh

terhadap hidupnya, untuk mengatasi kemarahan, ketidaksenagan, atau kesedihan yang

timbul dari melihat orang tua mereka yang selalu bertengkar.

2.7. Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan Teori S – O – R (Skiner , 1938) sebagai Landasan

Teorinya. Landasan teori yang digunakan adalah model S – O – R (Stimulus,

Organism, Respon) atau selanjutnya peneliti akan menyebutnya SOR. Pada model

SOR ini, manusia menjadi objek materialnya memiliki jiwa yang mencakup

komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut

model ini, organism akan menghasilkan perilakutertentu bila ada kondisi stimulus

tertentu pula, dan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus

khusus, sehingga dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antar pesan

dan reaksi komunikan.

Adapun asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek

yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory

atau S – R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi

– reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,

symbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon

dengan cara tertentu. Pola SOR ini dapat berlangsung secara positif ataupun negative,

(33)

positif, namun bila respon negative maka akan dibalas dengan memalingkan muka.

Model ini yang kemudian akan mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu

Hypodermic needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh

berbeda dengan model SOR, dimana media secara langsung dan cepat memiliki efek

yang kuat terhadap komunikan. Jadi unsure dalam model ini adalah Pesan (Stimulus,

S), Komunikan (Organism, O), Efek (Response, R).

Adapun keterkaitan model SOR dengan penelitian ini adalah:

1. Stimulus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pesan tentang

penyalahgunaan narkoba yang akan disampaikan dalam bentuk film dan slide

show

2. Organism yang dimaksud adalah siswa-siswi SMAN-1 Peureulak

3. Respon yang dimaksud adalah pengetahuan dan sikap siswa-siswi SMAN-1

Peureulak.

Gambar 2.1. Landasan Teori

Stimulus Organisme

Respons Tertutup Pengetahuan

Sikap

(34)

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Intervensi

Penyuluhan Kesehatan

 Media Film

 Media Slide Show

Pretest

Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang

Penyalahgunaan Narkoba

Postest

Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dan hal lain adalah bagaimana jika dalam satu album terdapat lagu lagu yang berbeda volume sehingga setiap kali berpindah Track, harus menyentuh player berulang - ulang sehingga

5 MAS Sunan Ampel Tenggumung Wetan Merpati II/1 Semampir 43.. 6 MAS Ibnu

Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi perusahaan, petugas dan pembaca.Berwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan orang, baik wisata dalam negeri (domestik) maupun

Hendro Gunawan, MA

Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi dilingkungan Bidang Sarana Prasarana dan Perpustakaan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun Anggaran 2013 telah melakukan

The Calculation of Mean and Standard of Deviation of the Pretest Measuring the Speaking Ability of the Eleventh Grade Students of MA Miftahut Thullab in the Academic

Setelah proses import data dari format JSON kedalam MongoDB server maka proses manajemen data bisa dilakukan melalui console mongoDB atau juga bisa dilakukan

Kadar glukosa darah rata-rata tikus sehat, tikus hasil induksi MLD-STZ dan tikus hasil terapi herbal spray Spirulina sp.. Perlakuan Rata-rata Glukosa