• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB I"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konflik Maluku merupakan rangkaian peristiwa kelam yang telah menjadi catatan tragis dan memilukan dalam sejarah anak negeri Seribu Pulau. Konflik komunal yang terjadi di wilayah Maluku tersebut mewujud dalam aksi-aksi kekerasan kolektif dengan menggunakan simbol-simbol Agama. Disebut rangkaian persitiwa kelam karena konflik Maluku bukanlah sebuah catatan gelap yang terjadi hanya sekali, melainkan dalam beberapa periode, antara lain :

Periode pertama tahun 1999-2002. Periode ini ditandai dengan perkelahian jalanan yang meluas pada konflik antar kelompok dan semakin menyebar menjadi konflik masal di kota Ambon pada pertengahan tahun 1999. Konflik tersebut mulai merambat ke seluruh kepulauan Maluku pada bulan Maret tahun 2000. Akibat konflik tersebut, Pemerintah Maluku mulai mengambil kebijakan untuk memperlakukan darurat sipil di seluruh daerah Maluku dan Maluku Utara. Meskipun darurat sipil telah diberlakukan, namun eskalasi konflik semakin memanas dengan munculnya stigmatisasi Republik Maluku Selatan (RMS) yang disematkan kepada orang Kristen dan Gereja Protestan Maluku (GPM) secara institusi. Meredahnya konflik pada periode pertama ini terjadi di tahun 2002, seiring dilakukannya proses perdamaian yang dikenal dengan perjanjian damai Malino II pada 11 Februari 2002, bertempat di pegunungan Malino Sulawesi Selatan. Perjanjian damai tersebut dipimpin langsung oleh Pemerintah pusat Republik Indonesia. Kesepakatan dalam perjanjian Malino ini ternyata tidak serta merta mengakhiri konflik Maluku, karena konflik masih terus berlangsung, meskipun terjadi dalam skala yang kecil. Namun demikian, kesepakatan Malino telah menjadi dasar (starting point) rekonsialiasi untuk semua pihak yang berproses bagi perdamaian yang lebih luas di Maluku.

(2)

Periode ketiga tahun 2011. Konflik Maluku kembali muncul pada periode ketiga dengan isu kematian seorang tukang ojek bernama Darkin Saimen seorang warga Muslim akibat kecelakaan di wilayah Kristen, Gunung Nona. Ia dikatakan mengalami kematian karena dibunuh. Kejadian ini turut memanaskan situasi masyarakat Maluku, khusus di Kota Ambon. Masyarakat Islam dan Kristen yang terpengaruh dengan isu yang disebarkan, saling melakukan pelemparan, bahkan pembakaran dan pembunuhan. Sekalipun kondisi ini tidak berlangsung lama, tetapi turut menjadi catatan kelam dalam perjalanan konflik masyarakat Maluku.

Kenyataan konflik di atas hendak menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat di Maluku masih sangat rentan dengan konflik. Ketika ada sedikit gesekan, maka konflik itu dapat terjadi kapan saja. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan dasar? Apakah yang sesungguhnya menjadi latarbelakang dibalik kerentanan konflik Maluku atau faktor apakah yang menjadi latarbelakang sehingga Maluku menjadi daerah yang rentan dengan konflik? Sejumlah pendekatan perdamaian sudah diupayakan baik itu berupa pendatanganan perjanjian Malino II, hingga pada pembangunan gong perdamaian di wilayah Maluku, tetapi konflik tetap saja dimungkinkan terjadi di wilayah Maluku. Begitu pula sejumlah upaya melalui pendekatan Sosial-budaya yakni Pela-Gandong, Lavur-Ngabal, serta masohi, dan sebagainya, dinilai belum mampu menempatkan Maluku pada kondisi damai secara utuh. Hal yang sama terjadi pula dengan pendekatan dialog antar umat beragama yang hanya menghadirkan perdamian secara temporal (sesaat).

Segregasi yang terjadi pada masyarakat Maluku bukanlah sebuah kenyataan yang baru saja muncul, melainkan sudah hadir sebagai warisan sosial pada masa kolonial. Tiga penguasa kolonial diantaranya, segregasi pola portugis, pola VOC, dan pola Hindia-Belanda yang mempunyai kesamaan aspek dalam kebijaksanaan segregasinya, yaitu fisik kewilayahan, di mana masyarakat dipisah-pisahkan berdasarkan tempat tinggalnya menurut perbedaan warna kulit, agama, dan kultural. Berdasarkank salah satu dari tiga aspek itu pula, pemerintah kolonial mengondisikan masyarakat ke dalam dua varian kelompok, yaitu Kelompok Keyakinan Dominan (KKD) dan Kelompok Keyakinan Minoritas (KKM).1

Berdasarkan hal demikian, maka dapat dikatakan bahwa penyebab konflik Maluku bukan karena sebuah luapan emosional dari umat beragama atau runtuhnya sistem sosial –budaya, melainkan lebih kepada menguatnya jalur segregasi dibalik rangkaian konflik Maluku. Pada masa prakonflik pemetaan ruang kehidupan masyarakat Ambon dapat digambarkan pada tabel berikut ini:

(3)

Tabel 1.12

Menguatnya Jalur Segregasi Pasca Konflik Maluku

Komu-Pemetaan seperti ini tidak hanya terjadi dipusat kota, Maluku, melainkan juga dirasakan hampir di seluruh wilayah Maluku pascakonflik. Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan konflik Maluku secara utuh, maka jalur-jalur segregasi tersebut hendaknya diubah dengan cara menciptakan sebuah ruang bersama sebagai ruang yang mempertemukan komunitas Islam dan komunitas Kristen bagi perdamaian Maluku.

2 Tamrin Amal Tomagola, dkk,Format Ulang Birokrasi Kota Ambon, (Makasar : Ininnawa 2007 ),

(4)

Di tengah-tengah kenyataan segregasi masyarakat yang tercipta karena konflik, muncul sebuah lifestyle baru yang dapat dijadikan sebagai model dalam upaya menciptakan ruang bersama yang selama ini menjadi kekurangan dalam proses rekonsiliasi bagi masyarakat Maluku. Hal dimaksud adalah pemanfaatan media sosial sebagai model perdamaian, khususnya oleh komunitas muda-mudi di Maluku. Melalui media sosial, telah tercipta sebuah ruang bersama yang menghubungkan antara komunitas Islam dan Kristen di Maluku, sebagai model alternatif perdamaian di tengah-tengah pemetaan ruang geografis masyarakat Maluku yang segregatif.

Kemunculan pendekatan media sosial sebagai sebuah ruang bersama, telah menyuarakan perdamaian, serta menyatukan perspektif, bahkan mengorbitkan titik perdamaian Maluku secara utuh terhadap kedua komunitas (Islam dan Kristen) yang berkonflik di Maluku. Media sosial menjadi ruang bersama yang memunculkan seruan perdamaian, bahkan karya-karya perdamaian berupa puisi, lagu, pantun dan sebagainya yang digunakan oleh beberapa komunitas, seperti: Rumah Beta, MHC (Molucca Hip-Hop Community), Baronda Ambon, Maluku Satudarah, dan lain sebagainya.

Perumusan Masalah

Bertolak dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian akan dikaji menjadi beberapa pertanyaan-pertanyaan penting:

1. Apa pengaruh Segregasi sebagai ancaman konflik masyarakat Maluku? 2. Bagaimana media sosial sebagai ruang bersama dalam pendekatan

penyelesaian konflik?

3. Sejauh mana peran dan fungsi komunitas muda-mudi di Maluku lewat pemanfaatan media sosial sebagai pejuang perdamaian Maluku?

Pembatasan Masalah

(5)

Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengaruh Segregasi sebagai ancaman konflik masyarakat Maluku?

2. Menganalisa Media Sosial sebagai ruang bersama dalam pendekatan penyelesaian konflik?

3. Memahami peran dan fungsi komunitas muda-mudi di Maluku lewat pemanfaatan media sosial sebagai pejuang perdamaian Maluku?

Manfaat Penulisan Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan refleksi anak Maluku mengenai kenyataan segregasi yang memetakan ruang kehidupan masyarakat Maluku dan menjadi sumber konflik di Maluku. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengembangkan wawasan berpikir dan pengetahuan yang baik mengenai media sosial sebagai ruang bersama yang menyuarakan, menjaga, memberitakan serta membangun perdamaian secara utuh bagi Maluku.

Manfaat Praktis

Maluku sebagai daerah rentan konflik dapat memudahkan terjadinya perpecahan di kalangan masyarakat dalam waktu kapan pun. Salah satu ancaman terbesar daripadanya adalah pola segregasi yang melekat dalam kehidupan masyarakat Maluku. Pola segregasi ini bukan sebuah kenyataan baru, melainkan sebuah warisan kolonialisme, di mana segregasi telah memetakan ruang bersama dalam kehidupan masyarakat Maluku yang terpetakan secara agama. Karena itu, penempatan media sosial sebagai ruang bersama yang dimanfaatkan oleh komunitas muda-mudi diharapkan dapat menjadi sebuah modal dasar membangun perdamaian Maluku di masa kini dan masa depan. Melalui media sosial, pola segregasi dapat teratasi dan nilai-nilai bersama dapat ditumbuhkan untuk membangun hubungan kekeluargaan bagi Maluku yang lebih baik.

Konsep Yang digunakan

(6)

1 Segregasi Segregasi dapat dimaknai sebagai terkotak-kotaknya masyarakat berdasarkan identitas kelompok, misalnya etnisitas, agama, asal ge-ografis, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut merupakan unsur-unsur pemisah yang umum ditemui dalam sosiokultural masyarakat, baik yang sebelumnya mengalami konflik dan kekerasan maupun tidak.3

2 Padroado Merupakan kebijakan politik segregasi yang dimiliki oleh pemerintah kolonial Portugis bukan semata dalam bidang pemerintahan, melainkan juga dalam bidang kerohanian yakni agama.4

3 Devide et Impera Merupakan Kebijakaan Politik Segregasi yang dimiliki oleh Pemerintah Hindia-Belanda dalam proses memetakan stuktur masyarakat demi kepentingan kolonial. Devide et Impera merupakan wujud dari strategi pecah-belah pemerintah Hindia-Belanda untuk mengamputasi gerakan-gerakan perlawanan masyarakat bumi putra.5

4 Media Sosial Merupakan ruang bersama yang terhubung secara online melalui

internet sebagai sarana berkomunikasi dan berbagi.6

5 Ruang Publik Merupakan ruang yang memperantarai masyarakat sipil dengan

Negara, di mana publik mengorganisasi dirinya sendiri dan di mana

“opini publik” dibangun.7

Sistematika Penulisan

Tesis ini dimulai dengan Bab I sebagai pendahuluan. Dalam bab ini didahulukan dengan latar belakang yang menjadi alasan ketertarikan peneliti melakukan penelitian ini. Dalam bab ini juga peneliti mengajukan pertanyaan penelitian yang menjadi dasar bagi peneliti ketika melakukan kajian di lapangan. Selanjutanya peneliti mengajukan tujuan dan manfaat dari penelitian yang merupakan hal-hal yang peneliti harapkan dapat dicapai dalam penelitian yang dilakukan

Selanjutnya dalam bab II berisikan pendekatan teoritis yang terkait dengan Segregasi sebagai batasan Ruang dan ancaman konflik Maluku, serta

3 Mohammad Hasan Ansori, dkk. Segregasi, Kekerasan dan Kebijakan Rekonstruksi Pasca Konflik di AmbonProgram Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan, (Depok : The habibie Center 2014), lm 6

4 David J. Bosch. Transformasi Misi Kristen. Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah dan Berubah

(Jakarta BPK Gunung Mulia, 1997) Hlm 355

5Budi Rajab, “Pluralitas Masyarakat Indonesia Suatu Tinjauan Umum”, dalam Prisma. 6 Juni 1993,

hlm 3.

(7)

Media sosial sebagai ruang bersama yang dimanfaatkan oleh komunitas muda-mudi.

Kemudian pada Bab III akan digambarkan konstruksi pola relasi masyarakat Ambon di masa pra konflik. Hal demikian dinilai penting, karena melalui konstruksi tersebut dapat dilihat secara jelas gambaran relasi dan segregasi yang telah kuat menghiasi masyarakat Ambon sebelum dan pascakonflik.

Bab IV berisikan tentang metode penelitian yang memakai jenis pendekatan deskritif, dimana akan dijelaskan oleh peneliti dalam hal melihat proses dari komunitas muda-mudi di Ambon yang akan diteliti, dan juga teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti. Selain itu juga, dalam bab ini dibahas mengenai proses analisis data hingga menjadi sebuah karya ilmiah.

Bab V dalam tesis ini penulis menguraikan tentang latarbelakang, tujuan serta pola pengembangan proses relasi Komunitas Muda-Mudi dalam membangun jaringan.

Bab VI dalam tesis ini akan menguraikan tentang data empirik yang didapatkan. Kemudian penulis menganalisa temuan penelitian berupa data peran dan fungsi media sosial sebagai ruang bersama, serta karya komunitas muda-mudi di Ambon dalam menyuarakan perdamaian. Proses analisa dimaksud, memiliki keterhubungan dengan teori sebagaimana disebutkan pada Bab II.

Gambar

Tabel 1.12

Referensi

Dokumen terkait

Sultan Agung pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik

proporsi 5% dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan yang optimal pada budidaya

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kegiatan Rehabilitasi / Pemeliharaan Jalan, Pekerjaan Pengadaan Aspal Tahun Anggaran 2016 pada Dinas Pekerjaan

Pengambilan contoh darah ikan untuk diuji titer antibodi, total leukosit, dan hematokrit ikan dilakukan saat sebelum vaksinasi, 7 hari setelah.. vaksinasi, dan 7 hari

Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan perilaku seseorang kearah pencapaian suatu tujuan tertentu. Pengertian pengarahan dalam hal ini untuk menyebabkan

Untuk pencapaian tujuan kedua, analisis dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap pertama, pendekatan analisis yang digunakan berdasarkan pendekatan

Rencana pengembangan ini telah selaras dengan rencana strategis Universitas dan secara rinci akan dijabarkan dalam rencana operasional oleh program studi yang ada di lingkungan

Kajian yang dilakukan oleh Lauer dan Lauer (1986) dalam Parker, 2002), mendapati bahawa daripada 351 responden yang telah berkahwin seramai 300 orang pasangan yang kedua-