• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB IV"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Ringkasan

Konsep waste to energy sudah banyak di terapkan di dunia untuk mengatasi energi fosil yang cadangannya semakin menipis. Salah satunya adalah teknologi Fuel Cell. Sel elektrokimia berbasis mikroba atau Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan pengembangan fuel cell yang berbahan bakar hidrogen murni. MFC menggunakan mikroorganisme sebagai katalis untuk mengoksidasi senyawa organik dalam metabolismenya dan melibatkan proses transfer elektron yang digunakan untuk memproduksi tegangan dan arus listrik. Penggunaan materi organik, misalnya air buangan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi dapat diguakan sebagai alternatif solusi penanggulangan air buangan organik. Sumber air buangan yang digunakan adalah air buangan industri tahu, industri mie, dan rumen sapi.

Kata Kunci : Fuel cell, MFC, transfer elektron

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Listrik merupakan salah satu komponen yang sangat berperan banyak dalam kehidupan manusia. Namun dengan adanya eksploitasi energi secara besar-besaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan bahan bakar khususnya minyak dan gas. Hal inilah yang memicu terjadinya kenaikan harga dan krisis energi di negeri ini. Krisis energi ini memicu pengembangan sumber energi alternatif (renewable), salah satunya Microbial fuel cell (MFC) yang memanfaatkan materi organik untuk digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas metabolismenya. Sistem ini memanfaatkan air buangan sebagai sumber energi (substrat).

Limbah cair yang memiliki potensi untuk diteliti adalah limbah cair domestik dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Hal ini membuat limbah cair memiliki potensi sebagai sumber energi alternatif lokal masa depan. Sistem MFC ini menghasilkan jumlah energi yang sedikit tetapi berorientasi jangka panjang sehingga diharapkan biaya operasional dapat ditekan menjadi lebih murah.

1.2 Perumusan Masalah

Pengolahan terhadap limbah cair seharusnya menjadi tanggung jawab setiap industri pengolahan, namun karena proses pengolahan limbah cair membutuhkan biaya diluar biaya produksi sehingga banyak industri pengolahan yang mengabaikan pengolahan limbah. Hal ini mendorong diciptakannya suatu sistem pengolah limbah cair industri menggunakan sistem Microbial Fuel Cell (MFC), namun perlu diketahui mengenai tingkat keefektifannya.

1.3 Tujuan

Mempelajari kemampuan limbah cair organik sebagai penghasil listrik melalui teknologi Microbial fuel cell (MFC) dengan penggunaan limbah cair industri, jenis elektroda yang tepat, serta rangkaian elektroda secara seri dan paralel sehingga dapat menghasilkan listrik yang optimal.

1.4 Manfaat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya mengenai Microbial Fuel Cell (MFC), mendorong timbulnya usaha atau produksi energi alternatif dengan bahan baku limbah cair serta program zero waste dari pemerintah, dan sebagai informasi teknologi alternatif dalam mengolah limbah cair di Indonesia

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Microbial Fuel Cell

MFC merupakan rangkaian peralatan yang menggunakan bakteri sebagai katalis untuk mengoksidasi senyawa-senyawa organik dan anorganik dan menghasilkan arus listrik. Elektron-elektron yang dihasilkan oleh bakteri dari substrat akan ditransfer ke anoda (negatif) dan mengalir ke katoda (positif).

Gambar 2.1. Microbial Fuel Cell

Prinsip kerja MFC adalah memanfaatkan mikroba yang melakuan metabolisme terhadap medium di anoda untuk mengkatalisis pengubahan materi organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda melalui kabel. Bakteri hidup di dalam anoda dan mengubah seperti glukosa, asetat dan juga air buangan menjadi CO2, proton dan elektron. Pada kondisi aerobik, bakteri menggunakan oksigen atau nitrat sebagai akseptor elektron akhir untuk menghasilkan air. Sedangkan di dalam anoda, tidak ada terbentuk oksigen dan bakteri yang harus di ubah dari fungsinya yang tidak dapat larut, seperti MFC. Kemampuan bakteri untuk memindahkan elektron kepada kakseptor elektron yang tidak dapat larut, MFC digunakan untuk mengumpulkan elektron-elektron ynag berasal dari metabolisme mikroba.

Kinerja dari MFC ini di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti bahan elektroda, permukaan elektroda, jarak antar elektroda, membran, pH, suhu, serta tipe media yang digunakan pada bejana anoda tersebut. selain dari parameter tersebut, kinerja dari MFC bisa diatur dengan kondisi operasi yang dikenakan pada reaktor, seperti kekuatan limbah cair dan karateristiknya. Bakteri pada sistem MFC yang menggunakan biakan bakteri murni memiliki beberapa kelemahan, seperti berkembang dengan lambat, memiliki resiko tinggi untuk terkontaminasi, dan harus berada di substrat yang spesifik dibandingkan dengan biakan bakteri yang tercampur (Behera dan Ghangrekar 2009).

(4)

3

2.2 Faktor Operasional pada Sistem MFC

Terdapat beberapa faktor operasional yang mempengaruhi kerja sistem MFC. Faktor tersebut meliputi substrat, sifat kimia larutan, temperatur dan waktu tinggal (Hydraulic Retention Time, HRT)

1. Substrat

Substrat merupakan faktor kunci untuk produksi listrik yang efisien dalam sistem MFC. Substrat yang digunakan mulai dari material organik sederhana samapai campuran kompleks seperti yang terdapat pada limbah cair. Meskipun substrat yang kaya dengan kandungan organik mampu membantu pertumbuhan mikroba aktif, namun sustrat yang telah digunkaan seperti asetat, glukosa biomassa lignoslulosa dar sampah pertanian, limbah cair industri bir, limbah pati, selulosa dan kitin (Das and Mangwani, 2010).

2. Sifat kimia larutan a. pH

pH merupakn faktor kritis untuk semua proses berbasis mikroba. Pada MFC, pH tidak hanya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan bakteri tapi juga terhadap transfer proton., reaksi katoda, sehingga mempengaruhi performa MFC. Sebagian besar MFC beroperasi pada pH mendekati netral untuk menjaga kondisi pertumbuhan optimal komunitas mikroba yang terlibat dalam pembentukan listrik (Liu, 2008).

b. Kekuatan Ionik

Kekuatan ion mempengaruhi kondukstivitas larutan pada ruangan MFC sehingga mempengaruhi hambatan internal yang akhirnya berefek pada perfora MFC (Liu, 2008).

3. Temperatur

Kinetika bakteri, transfer massa proton melalui elektrolit dan laju reaksi oksigen pada katoda menentukan performa MFC dan semua tergantung kepada temperatur. Biasanya konstanta reaksi biokimia mengganda setiap kenaikan temperatur 10 C sampai tercapai temperatur optimal. Sebagian besar studi mFC dilakukan pada temperatur 28-35 C (Liu, 2008).

4. Hydraulic Retention Time (HRT)

Hydraulic Retention Time (HRT) merupakan variabel penting yang dapat mempengaruhi kadar COD/BOD dan pembentukan dyaa pada MFC (Liu, 2008).

2.3 Air Bilasan Beras sebagai Bahan Baku MFC

Beras merupakan hasil pengolahan padi (bahasa latin: Oryza sativa L.). Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.

(5)

4

-

amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket Dalam kehidupan sehari-hari, proses pencucian beras akan menghasilkan suatu limbah rumah tangga yang dikenal dengan air cucian beras. Selama ini limbah air cucian beras tersebut belum pernah dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga hal ini memicu terjadinya pencemaran lingkungan (Lestari, 1994).

Pada umumnya saat memasak beras, air cuciannya sering sekali dibuang begitu saja oleh masyarakat. Sedangkan, seperti yang kita ketahui bahwasanya pada air cucian beras tersebut masih ada terkandung karbohidrat yang tersuspensi ketika pencucian, begitu juga dengan dedak (abu) yang tadinya masih menyelimuti beras ikut terbuang. Karbohidrat yang terbuang itu oleh mikroorganisme akan dirombak menjadi produk yang lebih sederhana. Tetapi, jika mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu merombaknya maka akan menimbulkan aroma yang kurang sedap (Rahman. A, 1992).

Tabel 1 berikut ini menunjukkan komposisi kimia yang terkandung dalam air cucian beras. Dapat dilihat bahwa kandungan terbesar adalah karbohidrat (41,3%).

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Air Cucian Beras

(6)

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2017 bertempat di Laboratorium Kimia Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Sriwijaya.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Air bilasan beras 10 Liter

Grafit 4 buah

Box Plastik kapasitas 15 L 2 buah

Lampu 3 watt philips 3 buah

Amperemeter 1 buah

Pipa PVC 1 inch 1 meter

Kabel jumper jepit buaya 2 set

(7)

6

3.4 Prosedur Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yang terdiri dari pembuatan limbah cair industri, analisis limbah cair industri, pembuatan alat microbial fuel cell, dan pengukuran elektrisitas limbah cair dengan metode sebagai berikut : 1. Persiapan alat MFC

Reaktor MFC yang digunakan adalah wadah plastik dengan volume 10 L. Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC dua bejana tanpa membran.

2. Pembuatan Limbah Air Bilasan Beras

Pembuatan limbah cair dilakukan menurut cara :

Perbandingan antara beras dan air adalah 1:2,5, air bilasan yang dipakai adalah air bilasan pertama.

1. Pembuatan Larutan NaCl sebagai Jembatan Garam 2. Pengukuran elektrisitas

Sistem MFC pada setiap perlakuan yang sudah diisi limbah cair buatan kemudian akan diukur elektrisitasnya. Masing-masing elektroda (anoda-katoda) di kedua bejana dihubungkan pdengan kabel lalu dihubungkan oleh multimeter. Pengukuran dilakukan setiap satu jam selama 5 hari, sehingga data elektrisitas yang diperoleh adalah selama 120 jam.

4. Analisis limbah cair

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Dwilina. 2013. Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Dinata, M. Ridho dan M. Bimo Cahyo Pratomo. Fuel Cell sebagai Energi Alternatif pada Motor. Palembang : Universitas Sriwijaya.

Hasan, Achmad. 2007. Aplikasi Sistem Fuel Cell sebagai Energi Ramah Lingkungan di Sektor Transportasi dan Pembangkit. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Hermawan, Khanigia Vanessa. 2014. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu Menggunakan Sistem Dual Chamber MFC. Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung.

Idham, Fitriani. 2009. Alternatif Baru Sumber Pembangkit Listrik dengan menggunakan Sedimen Laut Tropika melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Kristin, Ester. 2012. Produksi Energi Listrik Melalui MFC menggunakan Limbah Industri Tempe. Depok : Universitas Indoonesia.

Putra, Luki Swandiri, dkk. Sumber Energi Listrik Melalui Metode Microbial Fuel Cell dengan menggunakan Bio Slurry sebagai Penerangan Kehidupan Manusia. Semarang : Universitas Diponegoro.

Rosmalawati, Syeila. 2013. Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan sebagai Penghasil Listrik melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Suhada, Hendrata. 2001. Fuel Cell sebagai Penghasil Energi Abad 21. Universitas Kristen Petra.

Wahyudi, M. Rafiq, dkk. 2014. Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan dengan Sistem Fuel Cell sebagai Penghasil Listrik. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

(9)

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL PELAKSANAAN

4.1 Anggaran Biaya No

. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)

1. Metil Ester 250.000

2. Analisa GCMS 4.300.000

3. Perjalanan 450.000

4. Lain-Lain 2.100.000

Total 7.100.000

4.2 Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3

(10)
(11)

Gambar

Gambar 2.1. Microbial Fuel Cell
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Air Cucian Beras

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari hasil amalisis data yang telah peneliti lakukan, maka dapat diambil kesimpulan (1) persentase kesalahan konsep yang dilakukan siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta dalam

Dalam konteks bahasa perempuan, kajian terhadap ideologi akan menghasilkan sebuah perian, tafsir, dan eksplanasi tentang bagaimana perempuan melihat dan menafsirkan dunia

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Untuk mengetahui gambaran yang mempengaruhi perilaku sosial anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-Kanak Ar-Ridho

Setiap siklus direncanakan mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamtan (observing) dan refleksi (reflecting). Melalui kedua siklus tersebut

merupakan alat bantu yang digunakan untuk melakukan deteksi outlier pada sekumpulan data numerik telah berhasil dibangun; algoritma Block-based Nested-Loop terbukti

Telah dilakukan suatu subterranean dissection pada neurofibroma di bibir bawah kanan seorang pasien dengan NF-1 dengan anestesi bilevel, pada hasil satu minggu follow- up

• Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS/Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi kejadian yang tidak diharapkan (KTD),