• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MODEL MODEL pENELITIAN DALAM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH MODEL MODEL pENELITIAN DALAM ISLAM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama islam adalah agama yang hanya di terima disisi Allah SWT,agama yang di bawa Nabi Muhammad adalah agama yang didalamnya terdapat banyak petunjuk bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan ini, petunjuk itu semua terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist yang isinya sudah tidak diragukan lagi kebenaran risalah yang terdapat didalam isi kandungannya. semua isi Al-qur’an dapat menyelesaikan masalah karena memang Al-qur’an ini berguna sepanjang masa, keindahan bahasa tidak ada satu manusia pun yang dapat menirunya, dalamnya makna yang terdapat dalam ayat-ayatnya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata semua mengandung pengajaran.

Dalam menafsirkan kalam Allah yaitu Al-qur’an tentunya tidak boleh sembarangan dalam mengartikannya dan untuk mencapai itu semua kita harus mempelajari ilmu tafsir, supaya hasil dari pemahaman kita tidak jauh dari makna yang diharapkan dan menurut ajaran agama islam, tentunya ini bukan hal yang mudah karena dalam satu ayat al-qur’an saja terdapat banyak perbedaan pendapat, tetapi adanya perbedaan pendapat itu bukan merupakan masalah yang besar melainkan hikmah yang dapat dijadikan pelajaran dan tetap menjadikan Al-qur’an sebagai sumber hukum dalam segala pokok permasalahan. Selain Al-qur’an umat islam juga mempunyai sumber hukum islam yang kedua yaitu Hadist, yaitu segala perkataan dan perbuatan nabi yang dijadikan acuan hukum.

(2)

artinya islam itu memiliki hukum diberbagai segi, misalnya di bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di segi keimanan semuanya telah diatur dalam Al-qur’an .

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka timbul sebuah permasalahan: 1. Bagaimana Metode Penelitian Tafsir?

2. Bagaimana metode Penelitian Hadist? 3. Bagaimana metode Penelitian Filsafat?

C. Tujuan Masalah

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Metode Penelitian Ilmu Tafsir

Dilihat Dari Segi Usianya,penafsiran Al-qur’an termasuk yang paling tua di bandingkan dengan kegiatan ilmiyah lainnya dalam islam pada saat Al-quran diturunkan 15 abad yang lalu, rosulullah saw. Yang berfungsi segbagai mubayyin (pemberi penjelasan) telah menjelaskan arti dan kandungan Al-quran kepada sahabat-sahabatnya khususnya menyangkur ayat-ayat yang tidak di fahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rosulullah SAW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua diketahui,sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rosulullah SAW, sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-quran.1

Kalau pada masa Rosul saw, para sahabatmenanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada beliau,maka setelah wafatnya, mereka terpaksa melakukan ijtihad,khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud.

Disamping itu, para sahabat yang menanyakan beberapa masalah,khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-quan kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab ( kaum yahudi dan nasrani) yang telah memeluk agama Islam,seperti Abdullah bin Salam,Ka’ab Al-Akbar. Inilah yang selanjutnya merupakan benih lahirnya israiliyat. Muhammad Abduh, misalnya menyatakan bahwa syaikh Muhammad

(4)

Abduh,( 1849-1909) adalah salah seorang ahli tafsir yang banyak mengandalkan akal,menganut prinsif tidak menafsirkan ayat-ayat yang kandungannya tidak terjangkau oleh pemikiran manusia,tidak pula ayat-ayat yang samar atu tidak terperinci dalam Al-quran. Ketika menafsirkan firman Allah dalam Al-quran Surat 101 ayat 6-7 tentang ’ timbangan amal perbuatan di hari kemudian, ’Abduh menulis ’ cara Tuhan dalam menimbang amal perbuatan, dan apa yang wajar diterima sebagai balasan pada hari itu, tiada lain kecuali atas dasar apa yang diketahui olehnya,bukan atas dasar apa yang kita ketahui,maka hendaklah kita menyerahkan permasalahannya hanya kepada Allah swt. Atas dasar keimanan. Bahkan,’Abduh terkadang tidak menguraikan arti satu kosakata yang tidak jelas dan menganjurkan untuk tidak membahasnya, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat ’ Umar Bin Khatab ketika membaca Abba dalam surat Abbasa (Qs 80: 32) yang berbicara tentang aneka ragam nikmat Tuhan kepada makhlik-makhluk-Nya. 2

b. Model Ahmad Al-Syarbashi

Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, exploratif, dan Analisis sebagaimana halnya yang di lakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang di gunakan adalah bahan bahan bacaan atau kepustakaan yang di tulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Thabari, Zamakhsyari, Jalaluddin Suyuthi, Raghib Ashfahani, Al-Syatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitianya itu mencakup tiga bagian.

Pertama, Mengenai sejarah penafsiran Alquran yang di bagi kedalam tafsir sahabat Nabi. Kedua, Mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, Mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.

(5)

c. Model Penelitian Syaikh Muhammad Al-Ghozali

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al-Ghozali adalah berjudul Berdialog dengan Al-quran.Dalam buku tersebut dilaporkan macam-macam metode memehami

Al-quran,ayat-ayat kauniyah dalam Al-quran, Bagaimana memahami Al-quran,peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahami Al-quran.

Tentang macam-macam metode memahami Al-Quran,Al-Ghozali membaginya kedalam metode klasik dan metode modern dalam memahami Al-quran. Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir,kita banyak menemukan metode memahami Al-quran yang berawal dari ulama generasi terdahulu,merka telah berusaha memahami kandungan Al-quran,sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metode memahami al-quran. Kajian-kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra,fiqih,kalam,aspek sufistik filosofisnya,pendidikan,dan sebagainya. Dengan menggunakan metode yang telah ada,dapatkah kita menggunakan pada zaman sekarang ?

Demikian pertanyaan yang diajukan oleh Al-Gijali setelah ia menemukan berbagai metode yang digunakan para ulama terdahulu dalam memahami Al-Quran. Muhammad Al-Gojali,misalnya menyebutkan metode kajian teologis, sufistik,dan filosofis yang dianggap cukup radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum. d. Model Penelitian Lainnya

(6)

Selanjutnya Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah melakukan penelitian deskripsi secara sederhana terhadap perkembangan Tafsir. Amir Abdullah mengatakan,jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah penulisan tafsir pada abad pertengahan, agaknya tidak terlalu melesat jika dikatakan bahwa dominasi penulisan tafsir Al-Quran secara leksiografis ( lughowi ) tampak lebih menonjol.

B. Metode Penelitian Hadis

Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:

1. Melakukan At-Takhrij

Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para periwayatdari hadis yang bersangkutan.3

2. Melakukan al-I’tibar

Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.

Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung (corroboration) berupa periwayatan yang berstatus muttabi’ atau syahid.

(7)

3. Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya

Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri pribadi periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya. Ke’adilan berhubungan dengan kwalitas pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan bersifat tsiqah.

Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat yang tidak tsiqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode

sami’na, misalnya, meski metode itu diakui ulama’ hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak tsiqoh, maka informasi yang dikemukakannya itu tetap tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang menyatakan sami’na

adalah orang yang tsiqoh, maka informasinya dapat dipercaya.

Selain itu, ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadis, namun dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan

haddatsani atau sami’tu, sanadnya bersambung. Tetapi, bila menggunakan selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis (penyembunyian cacat).

4. Meneliti syudzudz dan ‘illat

Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan studi komparatif terhadap seluruh sanad yang ada untuk satu matan yang sama.

(8)

Hadis yang mengandung syudzudz (ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut sebagai hadis syadz, sedangkan lawan dari hadis syadz disebut hadis

mahfuzh.

5. Menyimpulkan hasil studi kritik sanad

Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula argumen-argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.

Isi natijah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawatir dan jika tidak demikian, maka hadis tersebut berstatus ahad.

Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkwlitas shahih atau hasan

atau dha’if sesuai dengan apa yang diteliti. Jika diperlukan, pernyataan kwalitas tersebut disertai dengan macamnya, misalnya dengan mengemukakan bahwa hadis yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi

atau hasan li ghayrihi.4

Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada metode mu’aradhah. Versi lain menyebutnya metode muqaranah

(perbandingan) atau metode muqabalah. Metode mu’aradhah yang dimaksud adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syariat lain. Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:5

1. Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an.

2. Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyah.

3. Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita dan sejarah. 4. Mengkomparasikan hadis dengan rasio.

5. Membandingkan hadis-hadis dari berbagai murid seorang ulama’.

4Khoiriyah, Metodologi Studi Islam, cet.1, Surakarta: Fataba Press,2013, hlm.92-95.

(9)

6. Membandingkan pernyataan seorang ulama’ setelah berselang suatu waktu.

7. Perbandingan dokumen tertulis dengan hadis yang disampaikan dari ingatan.

Mengenai hal kritik matan, Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:

1. Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.

2. Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang aksiomatik, yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.

3. Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan akhlak.

4. Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.

5. Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak membenarkannya

6. Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.

7. Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia. 8. Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang

diketahui dari zaman nabi saw.

9. Tidak boleh mengandung janji yang berlebihan dalam pahala untuk perbuatan kecil, atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara sepele.

C. Metode Penelitian Filsafat

Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dari ilmu pengetahuan); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Kata metode berasal dari kata Yunani

(10)

lalu berarti: penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah. Sehingga metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Maksud metode ialah: supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil yang optimal.

Khususnya arti metode berlaku bagi ilmu pengetahuan sebagai bidang atau daerah terbatas didalam keseluruhan pengertian manusia. Metode ilmiah adalah sistem aturan yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan tertentu. 6

Metode yang dimaksud disini adalah suatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar. Kebenaran seperti ini merupakan tujuan yang telah ditentukan pada saat pendekatan dilakukan. Jadi, dalam metode ilmu pengetahuan itu seharusnya ditentukan pula jenis, bentuk dan sifatnya oleh obyek forma (cara pandang) yang dilakukan. Metode adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah. Jika jalan yang ditempuh dalam penelitian tidak sampai pada suatu kesimpulan ilmiah hal itu tidak dapat dikatakan sebagai metode.

Penelitian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapat fakta baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Dasar penelitian ilmiah untuk mencari ilmu pengetahuan baru; pencarian yang bersistem untuk menemukan tantangan hal yang belum diketahui. Penelitian dalam tinjauan sosial adalah suatu proses yang berupa suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan permasalahan atau mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut

Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan adanya kegiatan penelitian. Tanpa penelitian itu ilmu pengetahuan tidak dapat hidup. Sebagaimana menurut Van Peursen;1985 dikutip dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Filsafat, bahwa ilmu

(11)

itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung didapat dialam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai, kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu, sehingga dapat dipergunakan.

Pada pokoknya kegiatan penelitian merupakan upaya untuk merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan jalan menemukan fakta-fakta dan memberikan penfsiran yang benar. Tetapi lebih dinamis lagi penelitian juga berfungsi dan bertujuan inventif, yakni terus menerus memperbaharui lagi kesimpulan dan teori yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta dan kesimpulan yang telah diketemukan. Tanpa usaha peneliti itu ilmu pengetahuan akan mandeg, bahkan akan surut kebelakang

Andi Hakim Nasution menulis dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat

sebagai berikut: “Darma penelitian dilaksanakan untuk menyelenggarakan pendidikan menuju penghasilan tenaga yang terlatih dalam usaha penelitian dan penerapan penelitian. Darma penelitian seharusnya dilakukan oleh perguruan tinggi melalui usaha terus menerus tenaga akademiknya untuk mengadakan penelitian didalam bidang ilmunya dengan sasaran ganda. Sasaran pertama ialah untuk menghasilkan pengetahuan baru yang dapat memajukan cakrawala pengetahuan batas-batas ketidaktahuan, sedangkan sasaran kedua ialah agar tenaga akademik itu selalu ada ditengah-tengah perkembangan ilmu yang diasuhnya agar dia dapat mendidik mahasiswa asuhannya menjadi ilmuwan baru. Darma ketiga ialah pengabdian pada masyarakat yang maksudnya ialah agar semua pengetahuan baru yang ditemukan darma penelitian dapat disampaikan dan diterapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dikalangan masyarakat yang memerlukannya, serta agar interaksi yang timbul dapat mencetuskan permasalaahan baru sebagai bahan penelitian selanjutnya”.

(12)

berkelanjutannya. Oleh karena itu, bermanfaatlah untuk mengkaji ketiga tugas Perguruan Tinggi di Indonesia, yang terkenal sebagai Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat

Ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. Sedangkan kebutuhan manusia adalah sesuatu yang berkembang didalam dan bersama dengan perkembangan kebudayaan. Maka manusia selalu berupaya berdasarkan disiplin metodologi ilmiah, dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan kebutuhannya. Itulah yang disebut penelitia

Filsafat secara bahasa berasal dari kata Yunani “philosophia” dari kata

“philein” artinya mencintai, atau “philia” yang berarti cinta, dan “sophia”

yang berarti kearifan. Yang kemudian menjadi kata “philosophy” (dalam bahasa inggris). Filsafat biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan atau kebijaksanaan”. Lalu orang yang mencintai kebijaksanaan itu disebut filsuf (philosopher) atau ahli pikir

Kebijaksanaan atau kearifan, yang dalam bahasa Inggis disebut “wisdom” yang berarti “accumulated philosophic or scientific learning” (perhimpunan kefilsafatan atau studi pengetahuan ilmiah). Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (1979) dijelaskan bahwa kata “wisdom” terkandung suatu pengetahuan ilmiah, yaitu suatu pengetahuan yang benar secara metodologis dan sistematis. Pengetahuan yang demikian dapat diterima oleh akal sehat (logika) dan dapat diuji secara empiris. Selanjutnya, jika pengetahuan ini menyatu dengan kepribadian seseorang, maka orang tersebut cenderung bertingkah laku bijaksana.

(13)

tidak memaksa, wajar dan selalu menarik bagi siapapun. Orang yang selalu bertingkah laku bijaksana sering disebut sebagai orang saleh.7

Dari kata “cinta” dan “kebijaksanaan” dapat dipahami secara jelas bahwa ada kecenderungan secara terus menerus untuk menyatu dengan pengetahuan ilmiah yang mengandung nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Jadi, seorang filsuf adalah orang yang secara terus menerus berkecenderungan untuk menyatukan dirinya dengan pengetahuan ilmiah yag benar, baik, dan indah.

Ilmu pengetahuan merupakan eksplisitasi tentang realitas yang dihadapi manusia. Kebanyakan cabang ilmu mencari pemahaman untuk langsung dapat diterapkan dan bertindak dalam hidup sehari-hari. Tetapi diantaranya filsafat adalah kegiatan refleksi. Filsafat itu memang kegiatan akal budi, tetapi lebih berupa perenungan dan suatu tahap lebih lanjut dari kegiatan rasional umum tadi. Yang direfleksikan adalah pada prinsipnya apa saja, tanpa terbatas pada bidang atau tema tertentu. Tujuannya ialah memperoleh kebenaran yang mendasar, menemukan makna, dan inti segala inti. Oleh karena tu filsafat merupakan eksplisitasi tentang hakikat realitas yang ada dalam kehidupan manusia. Itu meliputi hakekat manusia itu sendiri, hakekat semesta, bahkan hakekat Tuhan, baik menurut segi struktural, maupun menurut segi normatifnya.

Dari satu pihak justru di sinilah letak kekuatan filsafat sebagai suatu ilmu: karena menjadi sistematisasi pandangan hidup secara menyeluruh. Maka terdapat keterlibatan erat antara filsuf dengan ilmu yang digelutinya. Dari lain pihak dapat disebut sebagai kelemahan filsafat, bahwa sebagai akibat keterlibatan erat tersebut, filsafat akan memperlihatkan julah aliran dan sistem serta variasi metode yang besar. Ini merupakan perbedaan mencolok antara filsafat dan ilmu pengetahuan lain, khususnya eksakta, yang tidak memiliki pengalaman hubungan pribadi seperti filsafat berhubungan dengan yang menekuninya. Hanya ilmu sosial dan human mendekati filsafat dalam hal ini.

Maka sesungguhnya sangat ideallah pendapat yang menyatakan, bahwa ilmu filsafat itu bersifat personal. Dan dengan demikian tujuan pendalaman

(14)

dalam ilmu filsafat ialah agar mengantar dan membimbing orang yang mempelajarinya, untuk menjalankan filsafat secara pribadi. Tetapi sifat personal ini untuk kondisi tertentu mengandung kelemahan, karena bisa mengaburkan arti “kebenaran” sebagai tujuan utama segala ilmu pengetahuan, termasuk filsafat itu sendiri.

Dari penjelasan diatas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwa metode penelitian filsafat ialah suatu jalan atau cara berfikir secara sistematis untuk mencari pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan filsafat. Kemudiaan pemakalah akan mencoba menyelaraskan metode penelitian filsafat dengan profesi keguruan, bahwa dalam keguruan merupakan suatu kegiatan yang sistematis dimana terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain, dan unsur tersebut berfungsi sesuai dengan kegunaan masing-masing. Dan dalam menggunakan unsur-unsur tersebut terdapat beberapa langkah atau cara untuk melakukan hal tersebut. Seperti guru membutuhkan beberapa metode untuk digunakan dalam proses pembelajarannya, supaya peserta didik paham materi dengan melalui metode tertentu. Dan melakukan metode tersebut, terdapat beberapa pendekatan, strategi dan taktik tertentu dalam suatu proses pembelajaran.

(15)

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan urain diatas bahwa keaneka ragaman metodologi memahami Islam,di dalamnya kita dapat mengetahui tentang : Model penelitian tafsir, Model penelitian hadits , Model penelitian Filsafat Islam. Dengan adanya model-model penelitian diatas kita dapat mengetahui berbagai aspek pandangan para Ulama dan Para Ahli dalam bidangnya masing-masing

Dengan demikian kita sebagai Mahasiswa dituntut untuk memahami tentang model-model penelitian diatas, agar dapat mengetahui perbedaan dan kesamaan dari berbagai jenis model penelitian diatas.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, semua ini dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Walaupun demikian penulis berharap mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya khususnya untuk keberhasilan dan kemajuan dalam bidang berdakwah.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Mudah-mudahan amal kebaikan kita dapat digantikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

B. Saran

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abrasyi,Al,Athiyah, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, ( Mesir: Isa al-baby, 1975).

Abduh, Syaikh Muhammad, Tafsir Juz Amma, ( Mesir: Dar al-Hilal, 1967).

Abd Al-Jabbar, Muhammad, Syarh al-Ushul al-Khamshah, ( Mesir: Maktabah wahbah, t.t.).

Ali,Maulana Muhammad, Islamologi ( Dinul Islam), (Jakarta: Ikhtiar baru van Hoeve, 1980).

(17)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

... B. Rumusan Masalah

... C. Tujuan Masalah

... BAB II PEMBAHASA

A. Metode Penelitian Tafsir... B. metode Penelitian Hadist... C. metode Penelitian Filsafa... BAB III PENUTUP

(18)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim, Wb

Alhamdulillah, Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini berisikan tentang penjelasan “Model Penelitian dalam Islam”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini .

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .

Sungai Penuh, Desember 2017

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Dari de ¿ nisi tersebut di atas, dapat katakan bahwa yang dimaksud dengan hadis garib yaitu hadis yang diriwayatkan oleh hanya seorang rawi saja, baik dalam seluruh tingkatan

Dalam keadaan seperti itu bukan hanya tim medis saja yang dibutuhkan, akan tetapi keberadaan seorang relawan juga sangat dibutuhkan bahkan sangat berarti bagi

Hak memiliki sebagaimana di sebutkan pada ayat di atas bukan berarti hak mutlak yang hanya dimiliki oleh individu tertentu guna memanfaatkan alam yang telah diciptakan

Adanya unsur ijbari dapat dipahami siapa saja yang menjadi ahli waris dari orang yang meninggal dan berapa besar bagian masing-masing ahli waris, telah tertentu dalam al-Qur’an

Jika dalam penelitian hadis diketahui menelusuri kredibilitas seorang penyampai hadis yang terdapat dalam sanad, lalu yang disampaikan itu adalah matan atau teks, ini

Tetapi penyelarasan disini bukan berarti hanya mencari posisi saling menguntungkan antara kedua tuntutan tersebut, melainkan merekomendasikan pemahaman tentang bisnis dan

9 Perilaku laki-laki dewasa dalam hal ini seorang ayah terhadap anak kandungnya merupakan salah satu perbuatan zina yang hanya dikehendaki oleh satu pihak saja yaitu ayah kandung,

Mencukupkan diri dengan pengertian lahiriah suatu hadis saja tanpa memperhatikan hadis-hadis lainnya, dan nash-nash lain yang berkaitan dengan topik tertentu seringkali