• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Sosial-Ekonomi Buruh Kebun Tanjung Kasau Tahun 1970-2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehidupan Sosial-Ekonomi Buruh Kebun Tanjung Kasau Tahun 1970-2005"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Buruh adalah orang yang menjual tenaganya demi kelangsungan hidupnya. Ia

tidak memiliki sarana atau faktor produksi selain tenaganya sendiri. Ia bekerja untuk

menerima upah dan juga sumber daya manusia yang diperlukan dalam produksi

selain pengusaha dan pemilik modal.1 Buruh dibedakan menurut cara pengupahannya seperti buruh tetap, buruh harian dan buruh borongan.2

Istilah buruh sebelumnya terkenal dengan sebutan kuli pada masa penjajahan

kolonial Belanda. Pada masa itu dimulai sejarah baru bagi dunia perkebunan yang

diikuti dengan masuknya kuli-kuli dari luar Sumatera.

Pemerintah kolonial melakukan penjajahan di berbagai wilayah di Nusantara

salah satunya di Sumatera Timur. Sebelum Pemerintah kolonial menduduki wilayah

Sumatera Timur, telah banyak berdiri kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Deli,

Kerajaan Serdang, Kerajaan Asahan, Kerajaan Kualuh, Kerajaan Bilah, Kerajaan

Panai, yang berada dalam taklukan kerajaan Aceh dan Siak. Meskipun daerah

1

Tim Penyusun Ensiklopedia Nasional Indonesia, Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 12, Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1996, hlm. 352.

2 Buruh tetap adalah buruh yang memppunyai ikatan hubungan kerja tetap untuk jangka

(2)

Sumatera Timur dikuasai oleh para raja namun dalam hal pemanfaatan lahan rakyat

diberi keleluasaan.

Pemerintah kolonial menduduki Sumatera Timur dengan membuka areal

lahan perkebunan tembakau pada tahun 1863.3 Awalnya masih coba-coba namun berkembang dan terus berkembang dengan dibukanya investasi asing sehingga

banyak pemodal asing menanamkan modalnya. Namun, hal itu tidak diimbangi

dengan tenaga kerja yang dibutuhkan. Penduduk asli Sumatera Timur tidak ingin

bekerja di perkebunan, sehingga pemerintah kolonial mendatangkan kuli dari

Semenanjung Malaya kemudian disusul oleh kuli-kuli dari Pulau Jawa.

Perkebunan terus meluas ke-berbagai wilayah dipedalaman Sumatera Timur

khususnya di Tanjung Kasau.4 Sebelumnya jenis karet yang pertama kali ditanam adalah karet ficus elastica dan percobaan jenis karet Hevea brasiliensis telah

dilaksanakan awal tahun 1885 di onderneming tembakau seperti Mariendal, di bagian

3

Mula-mulanya Said Abdullah Bilsagih mengajak pedagang Belanda di Jawa agar meminat membeli dan menanam tembakau Deli. Pada tahun 1863 berlayarlah ia dengan tujuan Singapura-Siak-Kalkuta namun, kapalnya dihantam badai di dekat pantai Deli dan ia dibawa menghadap Sultan Mahmud Deli yang pada masa itu mengalami pergoyahan tahta dan ancaman serangan Serdang sehingga dengan kepaandaian Said Abdullah yang telah banyak bergaul dengan orang-orang asing di Jawa maka ia sangat berpengaruh besar dalam mensukseskan pembicaraan antara Sultan Mahmud Deli dengan Netscher. Dari hal itulah terbuka jalan bagi Nienhuys menanam tembakau di Deli. Lihat Tuanku Luckman Sinar, Bangun dan runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, hlm. 206.

4

Tanjung Kasau dulunya merupakan wilayah kerajaan kecil yang bermula dari Datuk Paduka Tuan Raja Manshur Shah beserta rombongannya membuka kampong diwilayah Batubara, kemudian masyarakat pedalaman (Simalungun) berbondong-bondong mengadu nasib dikampong tersebut lalu menetap. Raja Mandhur Shah dirajakan di Tangga Bosi, anaknya Raja Adim membuat kampong di Tanjung Matoguk dan cucunya Raja Ahmad membuka kampong di Tanjung Bolon kemudian menabalkan Raja Ahmad menjadi Raja Alam Perkasa sehingga nama kampongnya juga berubah menjadi Tanjung Perkaso atau Tanjung Kaso selanjutnya dilafalkan menjadi Tanjung Kasau. Kini Tanjung kasau merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Lihat, TM.Muhar Omtatuk, Asal-usul Tanjung Kasau, Medan, hlm.53.

(3)

tanah tinggi Deli pada saat industri tembakau masih berusaha mencari jenis tanaman

untuk mengambil alih lahan setelah pengusaha onderneming tembakau selesai

memakai lahannya.5 Pembukaan perkebunan di Tanjung Kasau dimulai pada tahun

1915 dengan jenis komoditi adalah karet.6

Penanaman modal diperoleh dari perusahaan Horison yang bekerjasama

dengan Pemerintah Hindia Belanda. Secara umum, tenaga kerja yang menjadi kuli di

perkebunan ini kebanyakan kuli-kuli kontrak dari Pulau Jawa. Tidak mengherankan

hingga saat ini kebanyakan pekerjanya bersuku Jawa.

Pada tahun 1957 muncul penetapan Pemerintah Indonesia untuk

menasionalisasikan berbagai perusahaan milik Belanda yang ada di Indonesia.

Perusahaan Pemerintahan Kolonial yang berada di Tanjung Kasau turut diambil alih.

Pada saat nasionalisasi perkebunan, rakyat menganggap bahwa nasionalisasi itu

berarti apa yang dimiliki Belanda menjadi milik negara dan milik negara adalah

milik rakyat. Akibatnya banyak kerugian yang dialami karena rakyat

berbondong-bondong mengambil hasil perkebunan, dan pada tahun 1962 perkebunan itu diambil

alih oleh negara dengan menjadikannya sebagai salah satu cabang industri milik

Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara (PPDSU) yang pusat

administrasinya berada di kota Medan.

5 Karl J Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria,

Jakarta:Sinar Harapan, 1985. hlm. 74.

(4)

Perusahaan akan dapat berkembang apabila perusahaan itu sehat baik

finansial maupun operasional.7 Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara (PPDSU) membuka 6 cabang industri yang terletak di berbagai wilayah yaitu :

1. Kebun Tanjung Kasau di Kabupaten Batu Bara

2. Kebun Sei Kari di Kabupaten Serdang Bedagai

3. Kebun Simpang Gambir di Kabupaten Mandailing Natal

4. Kebun Patiluban di Kabupaten Mandailing Natal

5. Kebun Simpang Koje di Kabupaten Mandailing Natal

6. Kebun Kampung Baru di Kabupaten Mandailing Natal

Perkebunan milik pemerintah provinsi Sumatera Utara ini mengandalkan komoditi

karet yang merupakan kelanjutan dari komoditi perusahaan perkebunan sebelumnya

serta minyak kelapa sawit (cpo) saat ini. Terkhusus Kebun Tanjung Kasau yang

berada di Desa Tanjung Kasau Kec. Sei Suka Kab. Batubara ini menjadi wilayah

yang menarik perhatian penulis. Pada tahun 1962 ketika Kebun Tanjung Kasau

dijadikan salah satu Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara belum terlihat

sesuatu yang menjanjikan sehingga perlu banyak perubahan sistem dari segala aspek.

Sebagai suatu perusahaan yang baru dengan segala tata perubahannya maka pada

7 Tujuan dari perkebunan seperti yang tercantum dalam tri dharma perkebunan yaitu 1.

(5)

tahun 1970 direkrut kembali para buruh baik yang lama maupun yang didatangkan

dari Pulau Jawa dan Sumatera.8 Pada tahun 1970 perekrutan tenaga kerja secara besar-besaran dilakukan karena pada saat itu komoditi karet yang dihasilkan Kebun

Tanjung Kasau mengalami peningkatan produksi sehingga areal perkebunan semakin

diperluas serta membutuhkan banyak tenaga kerja.

Buruh yang direkrut kebanyakan yang bekerja di lapangan diantaranya

penyadap karet (penderes) dan buruh borongan pembukaan lahan baru. Awalnya

status buruh penyadap karet adalah buruh Syarat Kerja Umum (SKU) dalam masa

percobaan 3 bulan dan setelah itu berubah menjadi buruh tetap jika memenuhi

kriteria. Buruh penyadap karet yang statusnya sudah menjadi buruh tetap akan sama

dengan buruh yang bekerja di kantor atau istilah sekarang karyawan. Penyadap karet

lebih familiar disebut buruh bukan karyawan hal itu terjadi bukan karena untuk

membedakan status sosial mereka melainkan kata buruh sudah melekat dalam fikiran

mereka secara turun temurun.

Perkembangan industri perkebunan tidak selalu mengalami peningkatan, ada

masa dimana penurunan produksi dan juga turunnya harga komoditi di pasaran. Hal

itu terjadi pada Kebun Tanjung Kasau yang mulanya menghasilkan komoditi karet

8

Wawancara, Paidjin, (Kantor Kebun Tanjung Kasau , Senin, 27 Februari 2017).

(6)

namun tahun 1992 terjadi peralihan karet menjadi kelapa sawit yang disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya adalah karet memiliki banyak macam penyakit.9

Disisi lain juga banyak lahan kosong milik Kebun Tanjung Kasau yang tidak

cocok untuk ditanami karet karena lahannya rawa-rawa10 sehingga kelapa sawit yang merupakan tanaman cocok untuk dilahan tersebut. Hal itulah yang menjadi alasan

pihak perkebunan melakukan konversi lahan perkebunan dari karet menjadi kelapa

sawit tahun 1992 untuk tetap mempertahankan perkebunan dari krisis keuangan

akibat penurunan produksi.

Meskipun Kebun Tanjung Kasau mengalami krisis sehingga harus melakukan

konversi, tidak mengharuskan pihak perkebunan untuk melakukan pemecatan

terhadap para buruh perkebunan. Hal itu terbukti bahwa pihak perkebunan tetap terus

mempekerjakan para buruh agar tidak terjadi banyak pengangguran dan

memanfaatkan tenaga kerja yang ada untuk membuka lahan dan menebang pohon

karet yang sudah rusak akibat adanya penyakit dan banyak hal lainnya.

Sebagian para buruh ada juga yang meninggalkan pekerjaannya atau beralih

pekerjaan karena mereka menganggap bahwa belum ada kepastian yang menjamin

9 Penyakit karet diantaranya adalah White Root Rot (penyakit akar putih) , Red Root Rot

(penyakit akar merah), penyakit muldirot, penyakit jamur upas, penyakit kanker garis dan lainnya yang dapat merusak pertumbuhan tanaman karet.

10 Rawa-rawa merupakan lahan yang mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai

(7)

krisis yang terjadi membawa perubahan yang baik. Namun, tidak sedikit juga dari

para buruh yang mampu bertahan dengan berbagai alasan. Para buruh yang bertahan

inilah yang memberikan kontribusi juga dalam perkembangan Kebun Tanjung

Kasau. Keberhasilan suatu perkebunan tidak terlepas dari hasil kerja keras dan

kerjasama dari para buruhnya sendiri.

Para buruh yang masih bertahan dipekerjakan dengan pekerjaan yang baru

khususnya penyadap karet (penderes) menjadi pemanen sawit (pendodos). Para

dasarnya status buruh penyadap karet yang beralih menjadi pemanen sawit tidak

berubah yaitu buruh tetap. Jumlah buruh penyadap karet pada tahun 1970- 1990

berjumlah 350 orang namun hanya 123 orang yang mampu bertahan, sisanya 227

orang mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain.11 Para buruh harus beradaptasi

dilingkungan kerja yang baru khususnya buruh penderes beralih bekerja menjadi

pendodos sawit yang awalnya memiliki kesulitaan tertentu dengan terbiasa oleh

battle kemudian berganti dengan alat dodos. Selain itu, jam kerja para buruh

penyadap karet juga berbeda dengan sebelumnya yang bekerja setiap hari dimulai

pukul 05.30 / 06.00 wib s/d pukul 12.00 wib kemudian berubah bekerja 1 atau 2

minggu sekali dengan waktu kerja dimulai pukul 07.00 wib s/d pukul 12.00 wib

(pendodos). Hal itu menjadi keuntungan tersendiri untuk buruh pemanen sawit

karena dapat melakukan pekerjaan sampingan seperti berwirausaha, membuka

11

(8)

bengkel, membuat batu bata, berladang dan lain sebagainya. Pendapatan mereka juga

bertambah dan dapat meningkatkan taraf kehidupannya ke arah yang lebih baik.

Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa bersakit-sakit dahulu

bersenang-senang kemudian. Pepatah itu dapat menggambarkan para buruh yang bertahan

(penderes) yang berjumlah 123 orang dengan mengikuti segala perubahan

(pendodos) kemudian turut mengalami peningkatan taraf kehidupan yang dapat

dilihat dari segi sosial-ekonomi. Kajian ini akan membicarakan tentang buruh

perkebunan yang bertahan (123 orang) dari penyadap karet menjadi pemanen sawit

yang mengalami peningkatan taraf hidup yang disebabkan oleh adanya peralihan

komoditi perkebunan. Fokus kajian ini adalah Buruh Kebun Tanjung Kasau yang

khususnya buruh yang bertahan (penderes) yang beralih menjadi buruh (pendodos)

yang telah mengalami peningkatan taraf kehidupan. Adapun batasan temporal dalam

kajian ini adalah tahun 1970 – 2005. Tahun 1970 merupakan tahun ketika Kebun

Tanjung Kasau melakukan perekrutan buruh secara besar-besaran yang melatar

belakangi masuknya buruh-buruh dari luar daerah dengan mulainya kehidupan baru

bagi para buruh dan perkembangan perkebunan. Batasan akhir periode tahun 2005

merupakan tahun dimana Kebun Tanjung Kasau membangun Pabrik Minyak Kelapa

Sawit (PMKS) sendiri yang letaknya berada di tengah kebun sawit yang akan

(9)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuatlah rumusan mengenai

masalah yang akan diteliti sebagai landasan utama dalam melakukan penelitian yang

terangkum dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum Kebun Tanjung Kasau pada tahun 1970-2005?

2. Bagaimana kehidupan sosial-ekonomi buruh Kebun Tanjung Kasau

1970-2005?

3. Faktor apa saja yang mendukung perkembangan kesejahteraan kehidupan

buruh?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting.

1. Menjelaskan secara umum Kebun Tanjung Kasau pada tahun 1970-2005.

2. Menjelaskan kehidupan buruh di Kebun Tanjung Kasau tahun 1970-2005

3. Menjelaskan faktor pendukung kesejahteraan kehidupan buruh Kebun

Tanjung Kasau dan menyimpulkan perkembagan kesejahteraan kehidupan

(10)

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menambah penulisan sejarah perburuhan, terutama historiografi buruh

perkebunan di Sumatera Utara.

2. Memperluas wawasan peneliti lebih mendalam lagi mengenai kehidupan

buruh perkebunan.

3. Aspek praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat

dijadikan sebagai salah satu sarana informasi bagi penelitian berikutnya.

1.4Tinjuan Pustaka

Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti memerlukan

pandangan-pandangan lain yang relevan serta selaras dengan objek penelitiannya

untuk mendukung kerangka berfikir yang telah dibangun, yang bermuara pada

sebuah historiografi.

Sama halnya dengan penelitian yang akan dimulai saat ini, sebelumnya

penulis melakukan sebuah pencarian tentang kepustakaan yang memiliki keterkaitan

dengan tulisan ini nantinya. Pencarian tersebut tidak hanya terfokus kepada

buku-buku saja, Skripsi, Tesis, laporan-laporan, serta jurnal yang berkaitan dengan kajian

ini juga tidak luput dari perhatian penulis.

TM Muhar Omtatuk dalam Asal Usul Tanjung Kasau (2016) menceritakan

(11)

orang-orang pendatang menetap dikampung tersebut kemudian menjadi sebuah

kerajaan kecil dengan ciri khas batak simalungun. Kemudian, ciri khas tersebut

berubah menjadi melayu karena mulai adanya penguasa kolonial yang melakukan

ekspansinya ke beberapa kerajaan besar. Buku ini sangat membantu penulis untuk

mengetahui asal-usul Tanjung Kasau yang dulunya merupakan kerajaan kecil dan

pernah dibuka perkebunan karet oleh pemerintah kolonial yang bekerjasama dengan

perusahaan horison.

Mohammad Abdul Ghani, dalam Jejak Planters di Tanah Deli: Dinamika

Perkebunan Sumatera Timur 1863-1996, (2016) mampu menjelaskan perkembangan

perkebunan yang ada di Sumatera Timur terutama kehidupan sosial ekonomi

masyarakat Sumatera Timur serta sarana dan prasaran yang diberikan pihak

perkebunan dalam mendukung perkembangan perkebunan. Buku ini sangat berguna

dalam penulisan ini dalam memahami perkebunan di Sumatera Timur secara umum

terutama dalam hal sarana dan prasarana pendukung perkembangan perkebunan.

Mohammad Abdul Ghani, dalam Sumber Daya Manusia Perkebunan dalam

Perspektif, (2003) yang menguraikan mengenai sumber daya manusia yang

dibutuhkan oleh perkebunan dengan melihat dari cara perekrutan tenaga kerja,

pembinaan karir tenaga kerja, dan faktor yang mendukung keberhasilan manajemen

sumber daya manusia. Buku ini membantu penulisan untuk mengetahui betapa

pentingnya sumber daya manusia untuk menggerakkan sebuah perkebunan dan

(12)

Manginar Situmorang dkk, dalam Buruh Harian Lepas, (2008) yang

menguraikan tentang buruh perkebunan mulai dari sistem pengupahan, sistem kerja,

dan fasilitas yang diberikan pihak perkebunan. Buku ini sangat membantu penulisan

untuk mengetahui lebih terperinci buruh yang ada diperkebunan menurut status

kerjanya dan juga sistem kerja para buruh perkebunan.

1.5Metode Penelitian

Untuk mendapatkan sebuah hasil tulisan yang akurat, harus menggunakan

metode sejarah dengan melalui beberapa tahap-tahap penelitian. Metode sejarah

adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan jejak-jejak

peninggalan dimasa lampau.12 Metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok,

yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Dalam tahap pertama penulis melakukan heuristik. Dapat diketahui bahwa

heuristik adalah pengumpulan sumber atau data-data yang diperlukan dalam

penulisan ini. Peneliti melakukan pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi

lapangan (wawancara). Studi pustaka yang dilakukan seperti mencari buku-buku,

jurnal, skripsi, tesis, yang berkaitan dengan penulisan ini. Awalnya peneliti

melakukan studi pustaka ke Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan

mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan ini seperti Sumber Daya

12 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,

(13)

Manusia Perkebunan Dalam Perspektif karya Mohammad A Ghani yang membantu

penulis untuk mengetahui sistem tenaga kerja yang ada diperkebunan (kontrak kerja,

hak-hak dasar pekerja, perlindungan tenaga kerja, dan budaya masyarakat

perkebunan), selanjutnya buku Hubungan Kerja antara Majikan dan Buruh karya

Halili Toha yang membantu penulis mengetahui komunikasi seperti apa yang terjadi

antara majikan dengan buruh dan juga pengertian buruh secara umum, kemudian

buku mengenai karet dan kelapa sawit seperti Karet: Strategi Pemasaran tahun 2000

Budidaya dan Pengolahan dan Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, pemanfaatan hasil

dan aspek pemasaran yang sama-sama merupakan hasil karya penebar swadaya.

Hampir setiap hari penulis mengunjungi perpustakaan ini untuk mencari

sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan. Dengan beberapa buku yang penulis temui

di perpustakaan Universitas Sumatera Utara tidak membuat penulis untuk berputus

asa.

Penulis melanjutkan pencarian buku mengenai buruh ke titi gantung dimana

tempat penjualan buku bekas yang ada di kota Medan. Hasilnya tidak penulis

dapatkan buku mengenai buruh, tetapi penulis mendapatkan buku yang sudah langka

juga meskipun hanya fotocopy yaitu karya Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempoe

Doeloe:dengan derita dan kemarahannya. Buku itu juga membantu penulis

mengetahui kehidupan para kuli-kuli kontrak yang ada di Sumatera Timur. Pencarian

(14)

Penulis juga mengunjungi Taman Baca Masyarakat Tengku Lukman Sinar,

Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Perpustakaan Unimed, bersama

teman-teman. Penulis turut juga mencari arsip-arsip yang ada di Kebun Tanjung

Kasau, struktur organisasi manajemen Kebun Tanjung Kasau, Peta Topogafi Kebun

Tanjung Kasau dan beberapa catatan-catatan lainnya.

Pencarian sumber-sumber data tidak hanya penulis lakukan dengan studi

pustaka saja melainkan juga dengan studi lapangan (wawancara) dengan Kepala Tata

Usaha Kebun Tanjung Kasau Bapak Andriza Imra Kacaribu, staf karyawan yang

sudah lama bekerja di Kebun Tanjung Kasau Bapak Paidjin sekaligus pernah

menjadi kepala tata usaha tahun 1980, Kepala Desa Kebun Tanjung Kasau Bapak

Indra Syahrul, serta para buruh yang dulunya bekerja sebagai penderes kemudian

beralih menjadi pendodos yang menjadi fokus penulisan ini.

Setelah mendapatkan sumber-sumber data yang diperlukan dalam penulisan

maka tahap selanjutnya melakukan kritik sumber.13 Kritik ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapatkan benar-benar asli, ataukah sudah dirubah

isi-nya, dan juga bisa dilakukan sebuah perbandingan jika sumber yang berbeda

menyebutkan hal yang sama, ataupun hampir sama.

13 Kritik sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern

yaitu suatu langkah untuk menilai isi dari sumber-sumber yang telah di kumpulkan. Tujuannya untuk mendapatkan kredibilitas sumber, apakah sumber dapat dipercaya atau tidak. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui otentisitas sumber memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak, serta menganalisis apakah dokumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen masih utuh atau sudah di ubah sebagian. Lihat Kuntowijoyo,

(15)

Setelah data-data tersebut dikritik, tahapan selanjutnya yang dilakukan

adalah interpretasi. Pada tahapan ini, peneliti dituntut untuk melakukan penafsiran

fakta lalu kemudian membandingkannya, dan kemudian menyimpulkan untuk

diceritakan kembali ke dalam sebuah bentuk tulisan (historiografi).

Tahap terakhir adalah melakukan historiografi yaitu penulisan dari kajian

penelitian yang sudah dilakukan. Tahapan ini bertujuan agar fakta-fakta yang telah

ditafsirkan dan didapat baik secara tematis ataupun kronologis dapat dirangkai sesuai

outline yang telah dirancang sebelumnya sehingga menjadi tulisan yang bersifat

ilmiah sehingga tahap akhir penulisan ini dapat dituangkan ke dalam bentuk sebuah

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL : PASIENIA, PROGRAM BIKINAN MAHASISWA UGM UNTUK MEDIA INTERAKSI PASIEN. MEDIA :

[r]

21 Penyusunan struktur organisasi dan pengaturan tata kerja pemerintah desa dimaksudkan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan masyarakat

(43) and (47), where the psychophysical transformation from stimulus to sensation is followed by a judgment trans- formation mapping the sensation to response. With

Dinas Koperasi sebaiknya organisasi meningkatkan komitmen normatif yang merupakan indikator dari komitmen organisasional dengan cara memberlakukan dengan

Timbangan ini dipasang pada bagian luar pabrik Casting (Penuangan) yang digunakan untuk menimbang MTC (Metal Transportation Car), yang digunakan untuk membawa ladle yang

6 Dari teori ini, peneliti kemudian mencoba mendeskripsikan akulturasi budaya Islam dengan lokal yang ada pada pelaksanaan tradisi Menepas di dalam perkawinan

Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut ke kota/rumah sakit besar, sedangkan tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan