• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Tax Amnesty Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal Langsung di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Terhadap Tax Amnesty Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal Langsung di Indonesia"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN TAX AMNESTY DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A.Defenisi Tax Amnesty

Pengampunan pajak atau Tax amnesty sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenal sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Sementara yang dimaksud dengan Harta yaitu akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, pengertian Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.34

Seperti telah disampaikan bahwa pengampunan pajak ini bukanlah hal baru dalam kebijakan di bidang perpajakan. Pada masa lalu di Mesir atau zaman kerajaan Romawi telah menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty). James Alm. (1998) menyatakan bahwa negara yang telah melaksanakan pengampunan pajak seperti Argentina pada tahun 1987 dan 1995 tidak banyak berhasil dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak maupun meningkatkan penerimaan pajak. Selanjutnya, dijelaskan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan pihak pemerintah tidak memperbaiki struktur ekonomi dan sistem perpajakan, serta lemahnya penegakan hukum setelah dilakukan pengampunan pajak. Namun terdapat

34

(2)

pula negara seperti Islandia yang dikategorikan berhasil dalam kebijakan pengampunan pajak ini. Umumnya keberhasilan tersebut dipicu oleh pembentukan image atau pandangan masyarakat Wajib Pajak bahwa pengampunan pajak ini merupakan kesempatan pertama yang berharga dan terakhir terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh. Selanjutnya ditindaklanjuti dengan penegakan hukum (law enforcement).35

Sejarah pengampunan pajak di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1960 dan 1984. Dasar pemikiran dilakukannya pengampunan pajak yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak merupakan pelengkap Undang-Undang Pajak yang diundangkan pada tahun 1983 yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.36

B. Latar Belakang Tax Amnesty

Dengan sistem perpajakan baru dimaksud pemerintah mengharapkan adanya peningkatan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional untuk melaksanakan sistem perpajakan baru harus berpangkal tolak pada kejujuran dan keterbukaan dari masyarakat Wajib Pajak.namun kemungkinan keinginan masyarakat untuk transparan terkendala sanksi sebagai konsekuensi hukum yang dapat timbul.

Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak dan juga telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, banyak harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk likuid

35

Waluyo, Perpajakan Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 381 36

(3)

maupun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.37

Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih maraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebut mengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Permasalahannya adalah sebagian dari harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin timbul apabila dilakukan pembandingan dengan harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik harta tersebut merasa ragu untuk membawa kembali atau mengalihkan harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.

38

Untuk itu, perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam bentuk Pengampunan Pajak. Terobosan kebijakan berupa Pengampunan Pajak atas pengalihan harta ini juga didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan

37

Suharno,” Panduan Praktis Amnesti Pajak Indonesia”(Jakarta: Kompas,2016), hlm.1 38

(4)

Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara.

Kebijakan pengampunan pajak dapat dipandang sebagai kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan para Wajib Pajak tetapi dapat dipandang juga bahwa dengan pengampunan pajak ini sebagai reformasi modal yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Wajib Pajak. Dalam banyak hal pihak otoritas pajak memiliki kesulitan dalam menghasilkan dana yang mengalir ke luar negeri (capital flight). Untuk itu, perlu kebijakan ekonomi yang dapat menumbuhkan investasi di Indonesia.39

Hal lainnya yang dapat berakibat kehilangan potensi penerimaan pajak yaitu munculnya rekayasa transaksi keuangan (financial transaction engineering) sebagai kemajuan infrastruktur dan instrument keuangan internasional seperti derivative transactions, tax haven countries yang mendorong perubahan melakukan illegal profit shifting ,40

1. Coverage

ke luar negeri yang ditempuh dengan cara rekayasa transaksi keuangan. Harapan muncul dengan pengampunan pajak dapat mendorong terciptanya Wajib Pajak patuh. Beberapa literatur menyebutkan terdapat faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam merancang kebijakan pengampunan pajak, yaitu sebagai berikut:

39

Waluyo, Op.Cit, hlm.383

40

(5)

Kebijakan pengampunan pajak ini ditujukan dengan mempertimbangkan pada jenis pajak tertentu yang diprogramkan. Tetapi pada umumnya ditujukan pada jenis pajak tertentu seperti Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai.

2. Eligible

Kebijakan pengampunan pajak ditujukan dengan mempertimbangkan pada Wajib Pajak tertentu. Wajib Pajak yang dituju dalam pengampunan pajak tersebut dapat ditujukan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi, atau Wajib Pajak Badan, atau kedua-duanya.

3. Incentives

Kebijakan pengampunanpajak ini ditujukan dengan mempertimbangkan utang pajak. Karena dalam kategori utang pajak terdiri atas komponen pokok pajak dan sanksi administrasi yang dapat berupa sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan.

4. Duration

Kebijakan pengampunan pajak ini ditujukan dengan mempertimbangkan jangka pelaksanaan pengampunan pajak. Jangka waktu dimaksud sangatlah variatif tergantung kebutuhan waktu pelaksanaan pengampunan pajak.41

41

Suharno, Op.cit, hlm.3

(6)

Kebijakan pengampunan pajak dilakukan dengan pertimbangan utama yaitu faktor ekonomis. Dalam hal ini, motivasi dari disusun rencana pengampunan pajak antara lain adalah agar modal yang sekarang ini ditanamkan di luar negeri oleh sebagian Wajib Pajak dibawa masuk kembali ke Indonesia. Pengembalian modal ini diharapkan mendorong perekonomian nasional secara signifikan melalui pembiayaan pembangunan di berbagai sektor, terutama infrastruktur.

Dalam jangka pendek, hal ini akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari Harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek yuridis, pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak melalui Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena berkaitan dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan.

Undang-undang ini dapat menjembatani agar Harta yang diperoleh dari aktivitas yang tidak dilaporkan dapat diungkapkan secara sukarela sehingga data dan informasi atas Harta tersebut masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang akan datang.

(7)

C. Prinsip-Prinsip Hukum Tax Amnesty Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016

1. Subjek dan Objek Pengampunan Pajak a. Subjek Pengampunan Pajak

Setiap wajib pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. Akan tetapi, dalam hal ini hanya wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan baik bagi yang sudah memiliki NPWP maupun yang belum ber-NPWP. Oleh karena itu, untuk wajib pajak yang semata-mata hanya diwajibkan melakukan pemotongan/pemungutan pajak seperti bendaharawan pemerintah tidak berhak mendapatkan amnesti pajak. Kemudian, bagi wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (selanjutnya disebut NPWP), caranya harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak yang bersangkutan.

Secara lebih detail subjek pengampunan pajak menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016, meliputi:42

a. Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada tahun pajak terakhir di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (selanjutnya disebut PTKP) dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak; Wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan;

b. Warga Negara Indonesia yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan subjek luar negeri dan dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.

42

(8)

Namun demikian, menurut Undang-Undang Pengampunan Pajak terdapat tiga jenis wajib pajak yang tidak berhak mendapatkan amnesti pajak, yaitu:

a. Wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;

b. Wajib pajak yang sedang dalam proses peradilan; atau

c. Wajib pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas tindak pidana di bidang perpajakan.

b. Objek Pengampunan Pajak

Objek pengampunan pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 bagi yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh WP. Kewajiban perpajakan yang dimaksud adalah kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pengampunan pajak diajukan ke kantor pelayanan pajak tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri keuangan dengan membawa Surat Pernyataan Harta.43

Pengampunan pajak diberikan kepada WP melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalm Surat Pernyataan Harta. Nilai harta yang diungkapkan dalam surat pernyataan untuk pengampunan pajak meliputi:44

a. Nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir; dan

b. Nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir.

Meski demikian, hanya nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir yang menjadi objek Pengampunan Pajak yang wajib dibayarkan uang tebusannya. Kemudian melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak

43

Nufransa Wira Saktu, Tax Amnesty itu Mudah (Jakarta, Visimedia, 2016) hlm.13 44

(9)

Nomor PER-11/PJ/2016, diatur lebih lanjut harta yang termasuk dalam pengertian harta tambahan yang terdiri dari:

a. Harta warisan; dan/atau

b. Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh. .

Akan tetapi, harta warisan tersebut bukan merupakan objek Pengampunan Pajak apabila:

a. Warisan diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP;

b. Harta warisan sudah dilaporkan dalam SPT PPh pewaris.

Demikian pula, untuk hibah juga bukan merupakan objek Pengampunan Pajak apabila:

a. Hibah diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP;

b. Harta hibah sudah dilaporkan dalam SPT PPh hibah . 2. Fasilitas Pengampunan Pajak

a. Pengampunan Pajak Penghasilan dan PPN/PPnBM

Wajib pajak yang telah diterbitkan surat keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:45

a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenal sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.

45

(10)

b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir;

c. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; dan

d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan pajak penghasilan dan PPN/PPnBM. Kemudian terkait dengan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atas perintah kepala unit penyidikan.

b. Pembebasan Pengenaan PPh atas Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan

Wajib pajak yang telah memperoleh surat keterangan dan membayar uang tebusan atas harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang belum dibaliknamakan atas nama wajib pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama wajib pajak. Atas pengalihan hak tersebut dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan dalam hal:

a. Permohonan pengalihan hak; atau

(11)

permohonan pengalihan hak dilakukan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan adalah harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki wajib pajak sebelum akhir tahun pajak terakhir.

Pajak penghasilan yang terutang atas pengalihan hak berupa tanah dan/atau bangunan dibebaskan dengan terlebih dahulu memperoleh surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan yang diberikan fasilitas pengampunan pajak. Permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan tersebut diajukan oleh wajib pajak yang memperoleh surat keterangan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar sebelum dilakukan pengalihan hak dengan melampirkan:

a. Fotokopi surat keterangan

b. Fotokopi surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan tahun terakhir atas harta yang dibaliknamakan;

c. Fotokopi akte jual/beli/hibah atas harta yang dibaliknamakan; dan

d. Surat pernyataan kepemilikan harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris.

Surat keterangan bebas pajak penghasilan tersebut berisi pembebasan pajak penghasilan yang terutang bagi pihak yang mengalihkan harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan dan berlaku sepanjang digunakan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

c. Pembebasan Pengenaan PPh atas Pengalihan Saham

(12)

berupa saham yang belum dibaliknamakan atas nama wajib pajak dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

Harta berupa saham yang dapat dibalikanamakan dan dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan adalah harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki wajib pajak sebelum akhir tahun pajak terakhir dan belum pernah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan sampai dengan SPT PPh terakhir. Untuk dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan yang terutang atas pengalihan ha katas harta berupa saham, wajib pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan saham yang diberikan fasilitas pengampunan pajak.

Permohonan surat keterangn bebas pajak penghasilan tersebut diajukan oleh wajib pajak yang memperoleh surat keterangan ke kantor pelayanan pajak dengan melampirkan:

a. Fotokopi surat keterangan

b. Fotokopi akta pendirian dan akta perubahan dari perusahaan yang dialihkan sahamnya; dan

c. Surat pernyataan kepemilikan harta yang telah dilegalisasi oleh notaris.

Surat keterangan bebas pajak penghasilan tersebut berisi pembebasan pajak penghasilan yang terutang bagi pihak yang mengalihkan harta berupa saham dan berlaku sepanjang digunakan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

(13)

keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau pengalihan saham yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak.

Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keterangan bebas pajak penghasilan, maka permohonan sebagaimana surat keterangan bebas pajak penghasilan tersebut, dianggap dikabulkan dan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keterangan bebas pajak penghasilan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan diterima lengkap.

Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 wajib pajak tidak mengalihkan hak atas harta berupa tanah dan/atau bangunan atau saham, atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak penghasilan.

3. Tarif dan Cara Penghitungan Uang tebusan a. Tarif Uang tebusan

Dalam rangka menghitung uang tebusan yang harus disetorkan ke kas negara, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 11 tentang Pengampunan Pajak mengatur sebagai berikut:

1. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam wilayah NKRI atau harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan di dalamnya, dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan adalah sebesar:

(14)

b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

2. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI adalah sebesar:

a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku;

b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

3. Tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada tahun pajak terakhir adalah sebesar:

a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan; atau

(15)

Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp.4.800.000.000,00, pada Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 141/PMK.03/2016, diatur bahwa wajib pajak tersebut merupakan wajib pajak yang :

a. Memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha; dan

b. Tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas.

Kemudian, yang dimaksud dengan pekerjaan bebas tersebut merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja, antara lain dokter, notaris, akuntan, arsitek, atau pengacara.

Peredaran usaha tersebut ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha yang berisi pencatatan peredaran usaha wajib pajak mulai januari sampai dengan desember pada tahun pajak 2015, bagi wajib pajak yang belum memiliki kewajiban melaporkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan; atau

b. SPT PPh terakhir bagi wajib pajak yang telah memiliki kewajiban surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan.

b. Cara Menghitung Uang tebusan

(16)

tersebut. Kemudian, besarnya uang tebusan dihitung dengan cara mengalikan tariff yang sesuai, dengan dasar pengenaan uang tebusan.

c. Ketentuan Mengenai Harta yang Diungkapkan

Nilai harta yang diungkapkan dalam surat pernyataan meliputi nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir dan nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir. Hal ini didasarkan bahwa pada prinsipnya Pengampunan Pajak diberikan atas kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak, yang terepresentasi dalam harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir.

Dalam hal wajib pajak baru memperoleh nomor wajib pajak pada tahun 2016 dan belum menyampaikan SPT tahunan PPh terakhir, tambahan harta bersih yang diungkapkan dalam surat pernyataan seluruhnya diperhitungkan sebagai dasar pengenaan uang tebusan.

Nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT Tahunan tersebut. Dalam hal wajib pajak diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menggunakan satuan mata uang selain rupiah, nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir, ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh terakhir.46

46

Op.cit, hlm. 13

Harta bersih = Harta Tambahan (HT) – Utang Terkait HT

(17)

Dalam hal nilai harta tambahan menggunakan satuan mata selain rupiah, nilai harta tambahan ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan:

a. Nilai nominal untuk harta berupa kas; atau

b. Nilai wajar pada akhir tahun pajak terakhir untuk harta selain kas, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir tahun pajak berakhir.

Dalam hal wajib pajak baru memperoleh nomor pokok wajib pajak setelah tahun 2015 dan belum menyampaikan SPT PPh terakhir, tambahan harta bersih yang diungkapkan dalam surat pernyataan seluruhnya diperhitungkan sebagai dasar pengenaan uang tebusan. 4. Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan, Penerbitan Surat Keterangan, dan

Pengampunan atas Kewajiban Perpajakan a. Tata cara penyampaian surat pernyataan

Untuk dapat menikmati pengampunan pajak, subjek pajak dari pengampunan pajak harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam pengampunan pajak itu sendiri. Berdasarkan UU Pengampunan pajak, diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:47

a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP); b. membayar uang tebusan;

c. melunasi seluruh tunggakan pajak;

d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;

47

(18)

e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi wajib pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh); dan

f. mencabut permohonan:

1) pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

2) pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;

3) pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; 4) keberatan;

5) pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; 6) banding;

7) gugatan; dan/atau

8) peninjauan kembali, dalam hal wajib pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.

b. Penerbitan surat keterangan

Setelah melakukan penyampaian atas surat pernyataan, wajib pajak akan diberi tanda terima berupa surat keterangan yang diterbitkan paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak mengajukan surat pernyataan. Dalam hal perbaikan surat pernyataan maupun surat keterangan, wajib pajak diberikan kesempatan sebanyak 3 (tiga) kali baik sebelum maupun sesudah surat pernyataan maupun surat keterangan.

(19)

Wajib pajak yang telah mendapatkan surat keterangan secara langsung memperoleh fasilitas dari pengampunan pajak itu sendiri, berupa:48

a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir;

b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir;

c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; dan

d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan.

5. Perlakuan Perpajakan serta Perlakuan atas Harta Yang Belum atau Kurang Diungkap Pengungkapan harta yang dilakukan oleh wajib pajak akan mempengaruhi jumlah uang tebusan yang harus dibayarkan dalam proses pelaksanaan tax amnesty. Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU Pengampunan Pajak, harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak

48

(20)

maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Definisi harta yang luas ini dapat menimbulkan penafsiran yang luas karena tidak adanya batasan dalam definisi harta sehingga harta yang dilaporkan dapat berwujud maupun tidak berwujud. Untuk pelaporan rekening pribadi pada perbankan, banyak wajib pajak, terutama orang pribadi, dapat merasa keberatan apabila pelaporan juga disertai dengan nomor rekening perbankan yang bersangkutan kecuali jika peraturan dan undang-undang pajak mewajibkannya. Dikarenakan keterbatasan definisi harta, para wajib pajak mendefinisikan harta yang mungkin dapat mengacu pada apa yang harus dilaporkan dalam SPT tahunan yang didasarkan atas petunjuk pengisian lampiran SPT tahunan.49

Tidak adanya aturan pajak tentang definisi harta secara detail sering membuat wajib pajak kesulitan dalam membuat daftar harta apa saja yang akan ditebusnya. Maka agar mendapat pengertian yang lebih jelas mengenai definisi harta dapat mengacu pada aturan lain yaitu Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata yang menjelaskan tentang definisi barang, termasuk barang bergerak dan barang tidak bergerak, yaitu:50

1. Barang bergerak

Pasal-pasal dalam KUH Perdata mengatur penjelasan tentang barang bergerak, baik yang karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan seperti kapal atau barang bergerak karena ditentukan undang-undang seperti hak pakai, piutang atau saham. Dijelaskan juga dalam bahwa perkakas rumah, mebel, perabotan rumah tangga atau perhiasan rumah dapat juga digolongkan sebagai barang bergerak yang dapat menimbulkan kesulitan jika wajib pajak orang pribadi harus melaporkannya.

2. Barang tidak bergerak

49

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor.PER-19/PK/2014 tentang Perubahan Kedua Bentuk Formulir SPT Tahunan PPh Wajib pajak Orang Pribadi dan Wajib pajak Badan beserta Petunjuk Pengisiannya.

50

(21)

Untuk barang tidak bergerak, dapat meliputi, sebagai contoh, tanah, mesin-mesin pabrik, tanaman perkebunan hingga hak pakai atas barang tidak bergerak. Pelaporan harta yang terkait dengan hak kepemilikan barang tidak bergerak akan lebih mudah karena kepemikan harta ini, pada umumnya, akan tercatat.

Khusus untuk harta tidak berwujud, undang-undang juga menjelaskan tentang hak cipta atas benda tidak berwujud, misalnya hak merek, hak paten, dan hak cipta sehingga harta ini dapat dilaporkan dalam pelaporan pajak oleh para seniman, penemu hingga usahawan pemegang hak tersebut.

Pada saat pelaporan kepemilikan harta wajib pajak yang berada di luar negeri ada beberapa hal yang juga dapat membuat wajib pajak kesulitan yaitu seperti kepemilikan badan usaha di luar negeri yang kepemilikannya tidak terbagi atas saham, seperti persekutuan atau trust, meskipun badan usaha tersebut digunakan untuk kegiatan usaha seperti contohnya sebagai perusahaan induk atau holding company. Demikian juga jika wajib pajak Indonesia memiliki saham atas unjuk yang kepemilikan sahamnya tidak tercatat.

Sedangkan menurut UU Pengampunan Pajak, apabila wajib pajak telah memperoleh surat keterangan namun kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, atas harta yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta yang dimaksud, dalam hal :51

a. Wajib pajak tidak menyampaikan surat pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir.

51

(22)

b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh), atas harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku.

Sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang, apabila wajib pajak tidak menjalakan hal-hal yang dilarang oleh pemerintah , wajib pajak akan dikenakan sanksi, baik sanksi adminstrasi maupun sanksi pidana. Adapun hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wajib pajak dalam proses pengungkapan harta yaitu sebagai berikut:52 1. Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban holding period maka atas harta bersih

tambahan diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun pajak 2016 dan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2. Wajib pajak yang telah mengikuti program amnesti pajak namun ditemukan adanya data mengenai harta bersih yang kurang diungkapkan maka atas harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak sesuai dengan UU PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Wajib pajak yang tidak mengikuti program amnesti pajak namun ditemukan adanya data mengenai harta bersih yang tidak dilaporkan maka atas harta dimaksud diperlakukan

52

(23)

sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak serta sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

D.Konsep Tax Amnesty di Indonesia

Kebijakan tax amnesty Pemerintah Indonesia 2016 bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya kebijakan yang sama ataupun mirip sudah pernah dilakukan. Tax amnesty pernah diberlakukan di Indonesia pada tahun 1964 dan 1984. Kebijakan tax amnesty tahun1964 ditujukan untuk mengembalikan dana revolusi. Payung hukum pelaksanaannya adalah Keputusan Presiden. Tax Amnesty 1964 dianggap gagal karena di tahun berikutnya terjadi Gerakan 30 September, yaitu perseteruan antara pemegang kekuasaan, Partai Komunis Indonesia, dan tentara.53

Kemudian pada tahun 2008 Direktorat Jenderal Pajak juga memberlakukan kebijakan sunset policy. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, sunset policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga. Ketika kebijakan sunset policy 2008 diberlakukan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengampunan sanksi administrasi meskipun pajak terutang tetap harus dibayarkan secara penuh. Sejak program sunset

Kebijaksanaan tax amnesty tahun 1984 pelaksanaannya juga dinilai tidak efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh. Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak sendiri.Pada tahun 1984 kebijakan hanya ditujukan untuk mengubah sistem dari official assessment menjadi self assessment.

53

(24)

policydiimplementasikan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP. Pemerintah berhasil menghimpun dana mencapai jumlah Rp5,5 triliun. Namun, sayangnya kebijakan tersebut dianggap tidak berhasil karena pada awalnya banyak yang melapor, namun sayangnya tahun berikutnya justru terjadi penurunan pelaporan sebesar 45 persen.

Selanjutnya, tahun 2015 juga ditetapkan sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP), yaitu berupa penghapusan sanksi perpajakan dan administrasi untuk wajib pajak yang belum mematuhi peraturan perpajakan secara memadai. Wajib Pajak yang belum melaporkan SPT dengan benar dan lengkap untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya serta Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya, memiliki kesempatan untuk terbebas dari sanksi pidana di atas. Syaratnya, Wajib Pajak harus melaporkan pembetulan SPTnya di tahun 2015 ini, sekaligus melunasi pajak yang terutang sesuai laporan pembetulan tersebut.54

Menurut Erwin Silitonga, paling tidak terdapat empat jenis pengampunan pajak, yaitu:55

1. Pengampunan yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga serta dendanya, dan hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuan dari pengampunan pajak ini adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya sekaligus menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar.

2. Pengampunan yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.

54

Ibid

55

Erwin Silitonga dalam Hotsaritua Situmorang, 2006, Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan Pajak,

(25)

3. Pengampunan yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya.

4. Pengampunan atas pokok pajak yang terutang di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar supaya kedepannya mulai membayar pajak. Indonesia, dalam hal menerapkan program Pengampunan Pajak (tax amnesty) saat ini menggunakan jenis pengampunan pajak yang ke-3 (tiga) dari jenis yang dikemukakan oleh Erwin Silitonga, hanya saja cara penghitungan uang tebusan pengampunan pajak setiap periode berbeda-beda sesuai dengan yang telah diatur di dalam Undang-Undang. Berikut adalah konsep uang tebusan Pengampunan Pajak di Indonesia.

A. Tarif Uang tebusan

Dalam rangka menghitung uang tebusan yang harus disetorkan ke kas negara, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 11 tentang Pengampunan Pajak mengatur sebagai berikut :

1. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam wilayah NKRI atau harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan di dalamnya, dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan adalah sebesar:

a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku;

(26)

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

2. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI adalah sebesar:

a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku;

b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

3. Tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada tahun pajak terakhir adalah sebesar:

a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan; atau

(27)

a. Memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha; dan

b. Tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas.

Kemudian, yang dimaksud dengan pekerjaan bebas tersebut merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja, antara lain dokter, notaris, akuntan, arsitek, atau pengacara.

Peredaran usaha tersebut ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha yang berisi pencatatan peredaran usaha wajib pajak mulai januari sampai dengan desember pada tahun pajak 2015, bagi wajib pajak yang belum memiliki kewajiban melaporkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan; atau

b. SPT PPh terakhir bagi wajib pajak yang telah memiliki kewajiban surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan.

B. Cara Menghitung Uang tebusan

Dasar pengenaan uang tebusan dihitung berdasarkan nilai harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai harta bersih adalah harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir dikurangi dengan utang yang terkait dengan perolehan harta tambahan tersebut. Kemudian, besarnya uang tebusan dihitung dengan cara mengalikan tariff yang sesuai, dengan dasar pengenaan uang tebusan.

Harta bersih = Harta Tambahan (HT) – Utang Terkait HT

(28)

C. Ketentuan Mengenai Harta yang Diungkapkan

Nilai harta yang diungkapkan dalam surat pernyataan meliputi nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir dan nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir. Hal ini didasarkan bahwa pada prinsipnya Pengampunan Pajak diberikan atas kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak, yang terepresentasi dalam harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir.

Dalam hal wajib pajak baru memperoleh nomor wajib pajak pada tahun 2016 dan belum menyampaikan SPT tahunan PPh terakhir, tambahan harta bersih yang diungkapkan dalam surat pernyataan seluruhnya diperhitungkan sebagai dasar pengenaan uang tebusan.

Nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT Tahunan tersebut. Dalam hal wajib pajak diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menggunakan satuan mata uang selain rupiah, nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir, ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh terakhir.56

a. Nilai nominal untuk harta berupa kas; atau

Dalam hal nilai harta tambahan menggunakan satuan mata selain rupiah, nilai harta tambahan ditentukan dalam mata uang rupiah berdasarkan:

56

(29)

b. Nilai wajar pada akhir tahun pajak terakhir untuk harta selain kas, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir tahun pajak berakhir.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa Penerapan Metode Small Group Discussion dengan Model Cooperative Learning mata pelajaran IPA dengan

 Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dimana media yang diterapkan masih sebatas pada kelas X MM SMK Negeri 3 Surabaya dan juga masih terbatas pada Kompetensi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka saran yang dapat diberikan kepada usaha rumahan Kerupuk Ikan Super dari penelitian ini, yaitu: hendaknya

Hasil: Terdapat peningkatan kadar LDH serum >220 U / l pada semua subjek penelitian dengan rerata 554,62 ± 376,707 U / l dan hasil pengecatan Gomori methenamine silver

2000) kadar biji tidak terfermentasi maksimum biji kakao adalah 8%, sehingga perlakuan yang sesuai dengan SNI adalah perlakuan dengan lama fermentasi 3 hari sampai dengan fermentasi

Nilai capaian kinerja tahun 2015 untuk indikator Nilai standar kepatuhan pelayanan publik versi Ombudsman yaitu sebesar 910 (melebihi target), sedangkan tahun

Pada abad enam belas, sebagian besar wilayah Afrika Utara (kecuali Maroko), sebagaimana beberapa pemerintahan bangsa Arab di Timur Tengah, jatuh ke tangan

Perbedaan pendapat merupakan bagian dari demokrasi. Perbedaan Pendapat terjadi karena setiap individu memiliki.. anggapan yang berbeda. Setiap masyarakat berhak