• Tidak ada hasil yang ditemukan

2684 7215 1 SM evaluasi program kewirausahaan di pkbm tugu semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2684 7215 1 SM evaluasi program kewirausahaan di pkbm tugu semarang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PROGRAM KEWIRAUSAHAAN BENGKEL

PADA KEJAR PAKET B DI PKBM TUNAS BANGSA TUGU SEMARANG

AN EVALUATION OF THE WORKSHOP ENTREPRENEURSHIP PROGRAM F OR THE PACKAGE B LEARNING GROUP IN THE COMMUNITY LEARNING ACTIVITY

CENTER OF TUNAS BANGSA, TUGU, SEMARANG

Andriyani Pamungkas, Puji Yanti Fauziah PG-TK Mentari Kids, UniversitasNegeri Yogyakarta

zalfa.arimbi@yahoo.co.id, pujiyantif@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan; (1) Partisipasi dan kebutuhan masyara-kat terhadap program, pengetahuan peserta didik tentang bengkel. (2) Motivasi, karakteristik peserta didik dan narasumber, pendanaan, sarana dan prasarana. (3) Aktivitas peserta didik selama pelatihan, strategi pembelajaran, dan hubungan antar pribadi. (4) Dampak yang ditim-bulkan. (5) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan model penelitian CIPP. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Aspek context menunjuk-kan kesesuaian antara kebutuhan dan partisipasi, pengetahuan peserta didik tentang bengkel. Aspek input menunjukkan motivasi, karakteristik peserta didik dan narasumber, pendanaan, sarana prasarana dalam kategori baik. Aspek process menunjukkan aktivitas peserta didik, strategi pembelajaran, dan hubungan antar pribadi dalam kategori baik. Aspek product me-nunjukkan kegiatan program terlaksana dengan baik. Faktor pendukung meliputi motivasi yang tinggi dari peserta didik, sarana prasarana. Adapun kendalanya meliputi kekosongan narasumber dan apabila ada barang/peralatan bengkel hilang.

Kata Kunci: pelaksanaan program kewirausahaan, keberhasilan program kewirausahaan.

Abstract

This study aimed to describe; (1) Participation and community needs of the program, learners knowledge of workshop. (2) Motivation, characteristics learners and speaker, facilities and infrastructure. (3) Activities of students during training, learning strategies, and interper-sonal relationship.(4) Impact. (5) Factors supporting and inhibiting the implementation of the entrepreneurship program in the CLC of Tunas Bangsa Tugu Semarang. This was an evaluation study employing the CIPP. The data were collected through interviews, documentation, and observations. The results are as follows; The context aspect shows a correspondence between the needs and the participants’ participation, and their workshop knowledge. The input aspect shows the participants’ motivation and characteristics, the tutors’ characteristics, the funding, and the infrastructure facilities which are in the good category. The process aspect shows the partici-pants’ activities during the training, the learning strategies, and the interpersonal relationship which are in the good category. The product aspect shows that the activities of the workshop entrepreneurship program can be well implemented. Contributing factors include high moti-vation, participants’ high motimoti-vation, and infrastructure facility availability. As for obstacles include vacancy sources and the loss of the workshop equipment.

(2)

PENDAHULUAN

Dampak krisis yang terjadi di Indo-nesia sekitar tahun 1997/1998 masih sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyara-kat, diantaranya adalah masalah pengang-guran yang semakin tinggi karena masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai keterampilan tertentu, dan banyaknya anak-anak yang putus sekolah karena mahalnya biaya sekolah sehingga orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya.

Ini bisa dilihat dari angka kemiskinan di Indonesia sesuai data BPS 2012 sebesar 29,89 juta jiwa atau sebesar 12,36% dari 237,64 juta penduduk Indonesia hasil sensus penduduk BPS tahun 2010. Sedangkan ang-ka pengangguran terbuang-ka di Indonesia se-suai data BPS bulan Agustus tahun 2012 sebesar 7,24 juta jiwa atau 6,14% dari jumlah angkatan kerja sebesar 120,41 juta jiwa. Jumlah drop out SMK/SMU/MA ditambah lulusan SLTP, SLTA yang tidak melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi sesuai data PDSP Kemdikbud tahun 2011 sebesar 1,7 anak/ tahun.

Negara dikatan makmur apabila jum-lah wirausaha minimal mencapai 2% dari total jumlah penduduk (JUKLAK, 2013, p.1). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada tahun 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar pendidik-an dasar 9 tahun. Melalui program Wajib Belajar 9 tahun, pemerintah menjamin se-tiap warga negara berumur 7-15 tahun berhak mendapatkan pendidikan dasar di mana pun mereka berada dan apa pun latar belakang sosial-ekonomi mereka.

Sesuai dengan Undang-Undang Sis-tem Pendidikan Nasional, pendidikan non-formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penguasaan pengeta-huan dan keterampilan fungsional. Sedang-kan penyelenggaraan pendidiSedang-kan nonformal bertujuan untuk membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau untuk melanjutkan ketingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidik-an nonformal perlu memberikpendidik-an bekal dasar

kemampuan, kesanggupan, dan keterampil-an kepada peserta didik agar mereka siap menghadapi berbagai kehidupan nyata.

Pembangunan pendidikan melalui PKBM, secara bertahap terus dipacu dan diperluas guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak mungkin dapat ter-layani melalui jalur formal. Sasaran pendi-dikan nonformal tidak hanya sekedar ber-hubungan dengan masyarakat miskin dan bodoh (terbelakang, buta pendidikan dasar, putus sekolah), akan tetapi sasaran pendi-dikan nonformal terus meluas sesuai de-ngan perkembade-ngan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lapangan kerja, perubahan masyarakat terutama berkaitan dengan budaya masyarakat itu sendiri (Kamil, 2009, p.49).

Pada tahun 2012, terdapat 34 kabu-paten/kota yang belum memiliki PKBM dari 497 kabupaten/kota. Tahun 2012, telah di-luncurkan kegiatan Perluasan Akses PKBM pada 20 kecamatan di 18 kabupaten/kota pada 11 provinsi. Sedangkan layanan Pengembangan PKBM Tematik tahun 2012, telah diberikan pada 20 lembaga PKBM di 11 provinsi yang memiliki unggulan diharap-kan dapat menjadi PKBM rujudiharap-kan. Untuk memenuhi pencapaian PKBM di setiap kabupaten dan adanya PKBM rujukan pada tingkat provinsi tersebut, tahun 2013 Direk-tur Jendral PAUDNI melalui Pembinaan Pendidikan Masyarakat menyediakan layan-an perluaslayan-an akses PKBM untuk 80 lembaga yang dialokasikan, untuk kabupaten/kota atau kecamatan yang belum tersedia PKBM, dan Pengembangan PKBM Tematik untuk 25 lembaga yang diprioritaskan pada pro-vinsi lainnya yang belum mendapatkan layanan tersebut (JUKNIS, 2013, p.iii).

(3)

warga belajar yaitu (1) menjahit, (2) jasa boga, (3) hantaran, (4) bengkel, (5) jurnalis, dan (6) pertanian, (7) tata kecantikan ram-but, (8) SPA, (9) komputer, (10) perhotelan, (11) broadcasting, (12) merangkai bunga, (13) elektronika, (14) houskeeping, (15) jasa boga, (11) bahasa Jepang, (12) tata kecantikan kulit, (13) akuntansi, (14) sekretaris, (15) tata rias penganten, (16) akupuntur, (17) pariwisata, (18) baby sitter, (19) bahasa Inggris, (20) ba-hasa Arab, (21) jurnalis, dan (22) pertanian.

Dari beberapa program kewirausaha-an ykewirausaha-ang ada di PKBM Tunas Bkewirausaha-angsa Tugu tersebut, program kewirausahaan yang pa-ling berkembang dan banyak diminati oleh peserta didik adalah bengkel, karena tem-patnya yang strategis tepat di pinggir jalan pantura dimana banyak sekali dilewati ken-daraan maka bengkel inipun selalu ramai.

Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (10) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan; ayat (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan mene-ngah, dan pendidikan tinggi, ayat (12) Pen-didikan nonformal adalah jalur penPen-didikan di luar pendidikan formal yang dapat dilak-sanakan secara terstruktur dan berjenjang; ayat (13) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Dengan tiga macam pendidikan terse-but, maka pendidikan nonformal merupa-kan salah satu jalur dari penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia. Sementara itu menurut Archibald Callaway dalam Marzuki (2010, p.99) mendefinisikan pendi-dikan luar sekolah sebagai suatu bentuk kegiatan belajar yang berlangsung di luar sekolah dan universitas.

Sebagaimana halnya pendidikan for-mal, pendidikan nonformal juga mempu-nyai tujuan. Dimana tujuan dari program pendidikan nonformal berhubungan erat dengan kebutuhan belajar yang timbul di dalam masyarakat. Lingkup program pen-didikan nonformal terdiri atas penpen-didikan anak usia dini, keaksaraan, kesetaraan,

kecakapan hidup, kepemudaan, pember-dayaan perempuan, pelatihan kerja, dan pendidikan lain.

Santoso S. Hamijoyo dalam Marzuki (2010, p.106) menyatakan bahwa tujuan pen-didikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan bertanggung jawab menjadi pendorong ke arah kemajuan, gemar berpartisipasi mem-perbaiki kehidupan. Memmem-perbaiki kehidup-an atau taraf hidup adalah tujukehidup-an ykehidup-ang ingin dicapai. Artinya apapun yang dipelajari oleh orang-orang tersebut hendaknya mampu membantu mereka untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Simon dalam Harry Hikmat (2001, p.x) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri ( self-determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubung-an, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat mening-katkan kehidupannya. Pemberdayaan meru-pakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik.

Menurut Hisrich & Peters (2008, p.8) kewirausahaan (entrepreneur) sebagai:

... entrepreneurship is the process of creating something new with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psychic, and social risk, and receiving the resulting rewards of monetary and per-sonal satisfaction and independence.

Kewirausahaan merupakan sebuah proses menciptakan sesuatu yang baru, yang memiliki nilai dengan mengabadikan waktu dan tenaga, disertai dengan modal (keuang-an), psikis, dan berani menanggung resiko, dan menghasilkan keuntungan berbentuk materi, kepuasan tersendiri dan keman-dirian.

Menurut Stufflebeam (2003, pp.9-10)

mengemukakan: Evaluation is the process

(4)

design, implementation, and impacts in order to guide decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena .

Dari definisi tersebut dapat disimpul-kan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai pengambilan keputusan. Berdasar-kan pendapat tersebut, pemberdayaan bu-kan merupabu-kan upaya pemaksaan kehendak proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, keterli-batan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat.

Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinama-kan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya. Selanjutnya Stufflebeam menggolongkan evaluasi men-jadi empat dimensi yaitu: (1) Contect, yaitu situasi atau latar belakang yang mempe-ngaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pen-didikan; (2) Input, yaitu sarana/modal/ bahan dan rencana strategi untuk mencapai tujuan; (3) Process, yaitu pelaksanaan stra-tegi dan penggunaan saran/modal/bahan di lapangan; (4) Product, yaitu hasil yang dica-pai selama dan akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan.

Evaluasi Model CIPP merupakan salah satu model evaluasi yang terfokus pada pengambilan keputusan. Metode ini meng-identifikasi 4 tipe evaluasi program yang berkaitan dengan 4 tipe keputusan dalam perencanaan program. Evaluasi konteks program menyediakan data mengenai keputusan dalam perencanaan program, evaluasi masukan menyediakan alternatif keputusan tentang rancangan dan sumber-sumber program.

Ada beberapa masalah yang menjadi focus kajian dari jurnal ini antara lain: Context Bagaimana partisipasi dan kebutuh-an peserta didik terhadap program, letak bengkel, pengetahuan peserta didik tentang bengkel? Input Bagaimana motivasi,

karak-teristik peserta didik, karakkarak-teristik narasum-ber, pendanaan, sarana dan prasarana? Process Bagaimana aktivitas peserta didik selama pelatihan, strategi pelatihan dan hubungan antar pribadi?

METODE

Penelitian ini dikategorikan penelitian evaluasi program (evaluation program research) dengan menggunakan salah satu model evaluasi, yaitu model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebem dan meng-gunakan pendekatan kualitatif deskripif. Alasan pengambilan model ini karena ke-dekatannya dengan evaluasi program pendidikan luar sekolah yang sistemik mencakup komponen, proses, dan tujuan program. Pada penelitian ini sasaran yang diambil dalam evaluasi program model CIPP adalah sebagai berikut:

Evaluasi Context

Sasaran untk Context evaluasi prog-ram kewirausahaan bengkel adalah peserta didik dilihat dari partisipasi dan kebutuhan peserta didik, letak bengkel dan pengeta-huan peserta didik terhadap program kewirausahaan bengkel.

Evaluasi Input

Evaluasi Input dengan sasaran peserta didik, narasumber, penyelenggara program dilihat motivasi, karakteristik peserta didik, karakteristik narasumber, pendanaan, sara-na dan prasarasara-na.

Evaluasi Process

Sasaran untuk process evaluasi prog-ram kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang yaitu aktivitas pe-serta didik selama pelatihan, strategi pem-belajaran/pelatihan dan hubungan antar pribadi. Indikator-indikator yang akan di-evaluasi adalah pembelajaran di kelas meli-puti: pendekatan dan metode, pemberian tambahan belajar, pembelajaran praktek, dan waktu pembelajaran/pelatihan.

Evaluasi Product

(5)

ditim-bulkan dari penyelenggara program kewira-usahaan.

Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah adalah peserta didik, penyelenggara program kewirausaha-an, narasumber, kepala PKBM Tunas Bangsa Semarang.

HASIL

Context

Kebutuhan dan Partisipasi Peserta Didik terhadap Program

Program kewirausahaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kuali-tas kehidupan masyarakat melalui pember-dayaan dengan berbagai program yang memfasilitasi masyarakat untuk melek dalam berbagai bidang. Salah satu program kewirausahaan yang dilaksanakan di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang yaitu beng-kel. Program yang diselenggarakan disesuai-kan dengan kebutuhan peserta didik serta melihat peluang di sekitar lokasi penyeleng-garaan program.

Letak Bengkel

Pelatihan bengkel yang diadakan karena melihat letak dari PKBM yang dekat dengan jalan raya sehingga cocok untuk mendirikan bengkel. Selain itu sebagai bekal warga belajar untuk mendirikan bengkel sendiri. Hal tersebut diungkapkan oleh pe-ngelola program bahwa: Pelatihan bengkel disini merupakan pelatihan yang diminati para peserta didik karena daerah Mangkang merupakan jalan Pantura. Banyaknya ken-daraan yang berlalu lalang membuat beng-kel tidak pernah sepi. Karena itu kami akhirnya mendirikan bengkel sendiri. Selain melayani pelanggan yang semakin banyak, bengkel yang kami dirikian ini juga untuk menampung para peserta didik untuk mencari nafkah di sini.

Tujuan pelatihan ini untuk bekal pe-serta didik mbak. Supaya mereka mempu-nyai keterampilan. Dengan keterampilan yang diberikan, mereka bisa mendapatkan penghasilan kan? Dan daerah Mangkang tidak pernah sepi kendaraan sehingga pela-tihan bengkel yang diberikan kepada peser-ta didik sangatlah bermanfaat. Baik bagi

pengguna jalan maupun peserta didik itu sendiri. Untuk pengguna jalan, apabila ken-daraan mereka tiba-tiba rusak di jalan maka mereka bisa memperbaiki kendaraan mere-ka di sini. Sedangmere-kan untuk peserta didik, mereka bisa memperoleh keterampilan untuk bekal kemandirian mereka.

Berdasarkan hal tersebut, maka tepat kalau diadakan program kewirausahaan bengkel karena letak PKBM yang berada di jalur pantura yang merupakan jalur utama Semarang-Jakarta, dan karena kebutuhan serta keinginan peserta didik yang tinggi untuk mengetahui tentang bengkel.

Input

Motivasi, Karakteristik Peserta Didik dan Karakteristik Narasumber

Motivasi belajar peserta didik dalam pelatihan sangat antusias dan semangat. Mereka selalu datang tepat waktu, bahkan saat tidak ada pelatihan pun mereka datang ke bengkel untuk membantu-bantu dan bel-ajar kepada pegawai bengkel. Hal ini diung-kapkan oleh AH selaku peserta pelatihan:

Saya sangat senang mengikuti pelatihan

bengkel di sini mbak. Dengan ikut pelatihan ini saya jadi semakin tahu bagaimana cara memperbaiki kendaraan. Saya kepengen membuka bengkel sendiri nanti kalau saya

sudah mahir . Karena dalam menentukan

pelatihan apa yang akan mereka ikuti tidak kami paksa, mereka memilih sendiri apa yang mereka sukai dan apa yang akan me-reka pilih. Karena itu meme-reka sangat senang

dan bersemangat mengikuti pelatihan ini .

(6)

nara-sumber harus memiliki kemampuan dalam hal keterampilan tersebut.

Para instruktur/narasumber program kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang telah memiliki ke-mampuan dibidangnya ini bisa dilihat dari pengalaman mereka. Narasumber diambil dari LPK yang bekerja sama dengan PKBM.

Pendanaan, Sarana dan Prasarana

Pelatihan bengkel disini memiliki beberapa sumber dana untuk mendukung berjalannya kegiatan. Seperti dikatakan oleh NH selaku kepala PKBM Tunas Bangsa Tugu bahwa: Awalnya untuk mendanai program kewirausahaan bengkel ini kita memakai dana kita sendiri. Namun sekarang kita mendapat dana dari pusat dengan meng-ajukan proposal. Dana yang diberikan dari pusat selama ini dapat dikatakan cukup untuk pelaksanaan kegiatan program. Dana yang diperoleh ini sangat membantu untuk menunjang kegiatan program yaitu untuk pembelian alat-alat bengkel yang masih kurang serta biaya operasionalnya .

Selain dana, ketersediaan sarana dan prasarana juga merupakan penunjang supa-ya program dapat berjalan secara optimal sesuai yang telah direncanakan. Sarana di pelatihan bengkel meliputi obeng, kunci inggris, tang, kunci shok, multitester, kunci busi, palu, tracker, amplas, kunci pas, kunci ring, tanggem, tang potong, test pan, kom-presor, cleaner, tenped, oli mesin, kunci palang, drei ketok, linggis, tang betet, jang-ka sorong. Sarana yang ada pada program pelatihan ini dikatakan lengkap karena mampu memenuhi kebutuhan peserta didik.

Tersedianya sarana pada program membuat aktifitas peserta didik dalam mengikuti kegiatan pelatihan dengan sung-guh-sungguh. Peserta didik selalu meng-ikuti kegiatan sampai selesai dan tidak per-nah bolos kecuali kalau memang ada kepen-tingan yang mendesak. Seperti yang diung-kapkan oleh RF bahwa: Saya tidak pernah membolos mbak, sayang kalau mau mem-bolos. Kalaupun memang tidak bisa datang kepelatihan pasti karena sesuatu yang pen-ting dan memang tidak bisa ditinggalkan .

Ketersediaan dana dan kelengkapan sarana prasarana dalam pelatihan membuat peserta didik semakin bersemangat dalam kegiatan pelatihan. Dengan tersedianya sa-rana dan prasasa-rana serta kehadiran peserta didik membuat keberlangsungan program berjalan sesuai dengan apa yang diharap-kan.

Process

Aktivitas Peserta Didik Selama Pelatihan

Aktivitas peserta didik selama pelatih-an spelatih-angatlah bagus. Ini bisa dilihat dari kehadiran mereka selama proses pelatihan berlangsung. Seperti yang diungkapkan oleh AD bahwa: Datang mbak. Mereka kalau tidak datang itu pasti karena suatu hal yang sangat mendesak banget. Soalnya mereka sangat senang mengikuti pelatihan ini

ma-kanya mereka jarang tidak masuk .

Hal ini diperkuat oleh pernyataan ZU

yaitu: Bagus. Semangat dan kedisiplinan

mereka bagus kok mbak. Saya senang sekali menjadi narasumber di sini. Melihat sema-ngat mereka, sayapun menjadi semasema-ngat

juga .

Selain dilihat dari kehadiran peseta didik, penggunaan alat-alat yang tersedia juga merupakan salah satu keberlangsungan dalam pembelajaran. Seperti yang diung-kapkan oleh AD: Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara dengan ZU selaku nara-sumber pelatihan bengkel bahwa: Diguna -kan sebaik mungkin supaya tidak

meng-hambat proses pelatihan .

Interaksi antara peserta didik dengan narasumber harus baik pula supaya terjalin komunikasi sehingga tidak ada kesenjangan antara peserta didik dengan narasumber. Dengan komunikasi yang baik maka sua-sana belajar mengajar lebih nyaman, tidak ada ketegangan. Suasana yang nyaman akan membuat peserta didik tidak akan bosan dan mereka juga bisa lebih santai tapi serius dalam belajar.

(7)

Metode Pelatihan dan Hubungan Antar Pribadi

Pelatihan merupakan salah satu ke-giatan untuk mengajari peserta didik supaya lebih mandiri. Belajar mandiri merupakan kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh peserta didik dengan bimbingan pendidik atau disesuaikan de-ngan kebutuhan, kesempatan, penyelesaian dan ketuntasan yang diatur oleh perserta didik.

Pertama, metode pelatihan kewirausa-haan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Sema-rang Pembelajaran kewirausahaan bengkel ini dilakukan selama 200 jam pelajaran. Dengan 4 orang narasumber teknis dan dilakukan dua tahap pembelajaran. Pertama dengan pemberian teori kepada peserta didik dan yang kedua dengan praktik lang-sung ke lapangan/magang. Tahap pertama dilakukan selama 3 hari. Ini diberikan untuk mengenalkan mereka dasar-dasar bengkel, alat-alat serta bagaimana cara mengguna-kan alat-alat tersebut. Setelah 3 hari diberi-kan teori, peserta didik langsung praktik lapangan/magang selama 3 bulan.

Kedua, pelaksanaan pembelajaran ke-wirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bang-sa Semarang Pembelajaran pada pelatihan bengkel diberikan materi dan pemagangan. Selama 3 hari klasikal atau pemberian mate-ri. Selanjutnya dilakukan magang selama 3 bulan. Hal ini dilakukan supaya peserta didik bisa mengenal dan mengerti dasar-dasar apa yang harus dilakukan dan untuk memperkenalkan mereka akan alat-alat yang digunakan dalam pelatihan.

Ketiga, pelaksanaan monitoring dan evaluasi pada pembelajaran kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Semarang Monitoring dan evaluasi dilakukan setelah praktik lapangan berlangsung selama 2 bu-lan. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pela-tihan itu berlangsung, dan supaya bisa mengetahui apa saja yang kurang dan perlu diperbaiki.

Product (Evaluasi Hasil Pelaksanaan Prog-ram Kewirausahaan Bengkel)

Penyelenggaraan program kewirausa-haan digagas dan dikembangkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Masya-rakat, Direktorat Jendral PAUDNI, Kemen-terian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu pembelajaran kewirausahaan, rintisan inku-bator wirausaha atau bisnis, dan pengem-bangan sentra kewirausahaan. Keberhasilan program kewirausahaan bengkel yang dili-hat melalui evaluasi pelaksanaan program yang diukur dari empat aspek dan tahapan yang digunakan dalam pelaksanaan prog-ram tersebut mendapatkan hasil yang baik. Keberhasilan program yang menggunakan empat aspek yang diambil dari model implemesntasi Grindle,Edwar III, Van Meter dan Van Horn, dan Sabatir (Wahap, 1992, p.22).

Sikap pelaksana yang mendukung program akan menumbuhkan kreatifitas agar implementasi lebih efektif, sumber daya yang memadai untuk setiap kegiatan implmentasi program, sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia sebagai pelaksana dan sumber dana untuk mendu-kung kelancaran program, komunikasi yang baik merupakan penghubung antar pelak-sana atau penyampaian pesan dari pemerin-tah ke publik, daya dukung masyarakat ada-lah tingkat partisipasi masyarakat penerima

dalam melaksanakan program.

Dalam pelaksanaan program harus didukung dengan sikap pelaksana yang mendukung program yang dilaksanakan agar memperoleh hasil yang baik, sebuah program juga harus memiliki sumber daya baik manusianya maupun dana yang diberi-kan untuk kelancaran program,komunikasi antar pelaksana dan penerima program merupakan alat penghubung, dan daya du-kung dari masyarakat.

Dari aspek-aspek tersebut akan me-ngetahui hasil pelaksanaan program kewira-usahaan bengkel agar dapat menolong diri-nya sendiri melalui keterampilan yang didapat dari pelatihan yang diberikan.

(8)

mere-ka juga diberimere-kan praktik lapangan. Pem-berian tanggung jawab kepada peserta didik dilakukan saat praktik lapangan. Dengan tanggung jawab yang diberikan kepada peserta didik, mereka akan mampu bekerja sama baik dengan kelompoknya maupun dengan kelompok lain. Dengan praktik lapangan ini tentunya pengalaman mereka menjadi bertambah, dan mereka menjadi lebih mandiri, serta mempunyai ide kreatif dan inisiatif untuk mengambil keputusan.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Kewirausahaan Bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang

Faktor Pendukung

Keberhasilan suatu program tidak bisa terlepas dari adanya faktor pendukung yang menjadi kekuatan dalam proses pelaksana-annya. Berjalannya program kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu sesuai dengan kebutuhan para peserta didik, dika-renakan adanya beberapa faktor pendu-kung. Faktor tersebut yaitu: Pertama, dana dari pusat. Adanya dana dari pusat sehingga perlengkapan untuk menunjang proses pelatihan dapat terpenuhi.

Kedua, tempat yang strategis. Letak bengkel yang berada di jalur pantura Se-marang-Jakarta ini membuat bengkel tidak pernah sepi. Hal ini tentunya mengun-tungkan bagi peserta didik, karena mereka selalu bisa mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari.

Ketiga, dukungan dari peserta didik. Dukungan dari peserta didik dan/warga ma-syarakat sekitar dalam program kewirausa-haan sangatlah penting, karena tanpa dukungan mereka maka program ini tidak akan berlangsung. Seperti yang diungkap-kan oleh HD: Adanya bantuan dana dari pusat mbak. Keterlibatan dari peserta didik maupun warga masyarakat sekitar sangat membantu keberhasilan program ini karena mereka bersungguh-sungguh dalam me-ngerjakan sesuatunya, sehingga hasil yang diperolehpun baik dan tidak sedikit dari pengguna jalan mempercayakan dan kem-bali lagi ke bengkel kita apabila kendaraan

mereka rusak .

Faktor Penghambat

Banyak hal yang bisa menjadi peng-hambat dalam pelaksanaan program. Begitu juga yang terjadi pada program kewira-usahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu, tidak semuanya berjalan sesuai de-ngan apa yang telah direncanakan.Pertama, kurangnya fasilitator. Hal ini menyebabkan fasilitator para fasilitator merangkap untuk menjadi pengajar dan menjadi pelatihan dalam program kewirausahaan.

Kedua, peserta didik benar benar belum mengetahui tentang perbengkelan. Mereka yang ikut kebanyakan masing belum begitu mengerti bagaimana cara memperbaiki kendaraan, bahkan banyak juga diantara mereka yang belum mengenal nama alat-alat yang digunakan. Ini mem-buat fasilitator harus memulai benar-benar dari awal.

PEMBAHASAN

Context (Partisipasi dan Kebutuhan Masyarakat terhadap Program, Letak Bengkel Apakah Strategis, Pengetahuan Peserta Didik tentang Bengkel)

Pendidikan nonformal mengutama-kan program yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan dan dinyatakan oleh masyarakat pada dasarnya berorientasi pada pembinaan dan pengem-bangan kewirausahaan.

Kewirausahaan amat penting bagi proses pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang terkait dengan bidang sosial, budaya, politik. Dengan adanya program kewirausahaan, masyarakat bisa meningkat-kan kualitas kehidupan masyarakat melalui pemberdayaan dengan berbagai program yang memfasilitasi masyarakat untuk melek dalam berbagai bidang kehidupan.

(9)

pembe-kalan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan hidup di masyarakat.

Program Paket B berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampil-an, sikap dan nilai yang setara dengan SMP. Selain itu acuan PKBM dalam proses pe-ningkatan kemandirian peserta didik menu-rut Kindervatter (Kamil, 2009, p.128) ada delapan karakteristik, yaitu: (a) membentuk kelompok belajar menjadi kelompok kecil, (b) melatih agen sebagai fasilitator, (c) me-latih fasilitator sebagai pemimpin partisipa-tif, (d) secara berangsur dilakukan pengalih-an tpengalih-anggung jawab kegiatpengalih-an agen kepada peserta didik, (e) interaksi dijalin dalam kerangka hubungan yang non-hierarkial dan demokratis, (f) kegiatan merupakan integra-si antara akintegra-si dan reflekintegra-si, (g) tumbuhnya kesadaran diri (self-reliance), (h) mening-katkan kemandirian bidang sosial, ekonomi dan/atau politik.

Salah satu program untuk mening-katkan keterampilan peserta didik di PKBM Tunas Bangsa Tugu yaitu menyelenggarakan program kewirausahaan bengkel. Penye-lenggaraan program kewirausahaan tersebut dirancang untuk memberikan bekal kete-rampilan, pengetahuan, percaya diri, tekun, mandiri, berorientasi pada tindakan, belajar sambil bekerja, kerja keras, dan kreatif untuk memperbaiki masa depannya.

Konteks penyelenggaraan program kewirausahaan tersebut terkait dengan par-tisipasi peserta didik terhadap kegiatan kewirausahaan bengkel cukup baik. Hal ini dikarenakan peserta didik memilih sendiri kegiatan apa yang mereka sukai dan meru-pakan kebutuhan belajarnya. Dalam proses pembelajaran peserta didik memiliki ke-sungguhan dalam belajar. Kurangnya kete-rampilan pada peserta didik membuat sikap keingintahuan mereka menjadi tinggi. Sikap keingin tahuan ini menjadikan peserta didik selalu hadir pada saat pelatihan diadakan.

Program kewirausahaan yang diberi-kan kepada peserta didik menjadidiberi-kan ka merubah sikap maupun kebiasaan mere-ka. Peserta didik memiliki sikap kewirausa-haan yang sesuai dengan yang diharapkan yaitu mereka lebih percaya diri dalam bekerja dan berusaha, mulai memberanikan diri memperbaiki kendaraan bermotor yang

rusak sendiri tanpa didampingi fasilitator, dan yang pasti mereka lebih mandiri diban-ding sebelum mengikuti pelatihan. Motivasi untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan wirausaha yang mandiri ini juga bisa dilihat dari kebiasaan peserta didik yang sudah mulai berubah, beberapa peserta di-dik yang tidak mempunyai kegiatan/peng-angguran kini mulai memiliki aktivitas.

Input (Motivasi, Karakteristik Peserta Didik dan Narasumber, Pendanaan, Sarana dan Prasarana)

Penyelenggaraan suatu program akan berjalan dengan baik apabila adanya parti-sipasi dan motivasi yang baik pula dari peserta didik. Motivasi pada peserta didik tersebut dapat meningkatkan keinginan tahuan mereka terhadap suatu hal yang baru sehingga dapat mempengaruhi pula kegiatan belajar mereka.

Ada beberapa pendekatan belajar yang ada pada PKBM Tunas Bangsa yaitu dengan cara: (a) belajar sendiri dengan memanfaatkan pengalamannya dari peker-jaan yang dilakukan sehingga memperoleh pengetahuan dan keterampilan; (b) saling belajar antara warga belajar yang sudah mengetahui hal tertentu dengan warga bel-ajar yang belum mengetahuinya; (c) belbel-ajar bersama dengan tutor untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan; (d) kursus bidang pengetahuan dan keterampilan di bawah bimbingan sumber belajar, dan (e) magang dengan cara ikut belajar, bekerja, berusaha bidang pengetahuan dan keteram-pilan kepada seseorang yang sudah mahir keterampilannya (Komar, 2006, p.237).

Pada penyelenggaraan program kewi-rausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang, berdasarkan hasil wawan-cara menunjukkan proses penyelenggaraan dapat dikatakan baik. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa fasilitas sarana-prasa-rana dan keadaan lingkungan dikatakan baik karena dapat mendukung dan meme-nuhi kebutuhan peserta didik.

(10)

meru-pakan faktor yang dapat membantu keber-hasilan program. Indikator ini memberikan bukti bahwa inovasi akan muncul apabila peserta didik diberikan keleluasaan untuk ikut menyumbangkan ide-ide mereka untuk mengembangkan program yang ada.

Sarana dan prasarana yang mendu-kung dalam pelatihan bengkel di PKBM Tu-nas Bangsa Tugu Semarang tentunya sangat bermanfaat. Sehingga dalam kegiatan pela-tihan baik dalam pemberian teori maupun praktik lapangan pastinya akan sesuai dengan yang diharapkan, baik dari pihak pengelola maupun peserta didik.

Pendidikan peserta didik yang berbe-da-beda tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan program kewirausahaan terse-but. Beberapa dari mereka bahkan belum memiliki pengetahuan sama sekali tentang bengkel. Hal ini tentunya membuat nara-sumber atau fasilitator lebih optimal dalam memberikan pembelajaran.

Process (Aktivitas Peserta Didik Selama Pelatihan, Metode Pelatihan dan

Hubungan Antar Pribadi)

Banyak pilihan yang dapat digunakan oleh fasilitator dalam memproses interaksi belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Da-lam pemilihan metode yang akan diper-gunakan, diperlukan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu: tujuan pem-belajaran, sifat materi pempem-belajaran, peser-ta, fasilitator, waktu, dan daya dukung sara-na prasarasara-na. Dan tentunya peserta didik ikut dilibatkan dalam pemilihan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Metode pembelajaran yang dapat di-terapkan dalam pembelajaran kewirausaha-an ykewirausaha-ang subjeknya orkewirausaha-ang dewasa yaitu: (1) metode ceramah, (2) metode kelompok (3) metode demonstrasi (4) tutorial, (5) tanya jawab, dan (6) belajar sambil melakukan (Suryono & Sumarno, 2012, p.131).

Kondisi ini juga terjadi pada pelatihan yang diadakan di PKBM Tunas Bangsa Tugu yang dirancang dan dilaksanakan oleh pe-serta didik dengan bimbingan pendidik atau disesuaikan dengan kebutuhan mereka ini salah satunya untuk melatih kemandirian. Dengan begitu mereka ketergantungan terhadap orang lain tidak lagi ada pada diri

peserta didik. Mereka bisa mengambil ke-putusan atau berindak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka sendiri, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Strategi pembelajaran kewirausahaan bengkel yang diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu dilakukan dalam dua tahap yaitu pemberian teori dan praktik langsung ke lapangan. Pada tahap pemberi-an teori dilakukpemberi-an selama 3 hari. Tahap ini dilakukan karena beberapa diantara peserta didik yang mengikuti pelatihan belum pa-ham dan mengerti benar tentang bengkel. Sehingga pemberian teori kepada mereka sangatlah penting supaya mereka mengerti apa saja dan yang harus dilakukan sebelum terjun langsung ke lapangan. Setelah pem-berian teori selesai dan peserta didik me-ngerti dasar-dasar tentang bengkel mereka dimagangkan selama tiga bulan di bengkel untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari.

Strategi pembelajaran seperti ini sa-ngat diterima oleh peserta didik, karena apabila mereka mengerti dan mengenal tantang bengkel tentunya mereka tidak akan kesulitan dalam praktik langsung ke lapangan. Dengan strategi seperti ini, hu-bungan antara peserta didik dengan nara-sumber atau fasilitator menjadi dekat. Kede-katan yang terjalin ini membuat mereka merasa nyaman dan senang mengikuti program kewirausahaan.

Pelaksanaan pembelajaran kewirausa-haan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Sema-rang diberikan secara teori dan praktik. Selama 3 hari klasikal atau pemberian materi. Selanjutnya dilakukan magang sela-ma 3 bulan. Dengan begini peserta didik tidak akan mengalami kesulitan di lapangan karena mereka tentunya sudah mempunyai bekal dasar-dasar yang akan mereka lakukan.

(11)

melaku-kan, dimana masing-masing metode digu-nakan dalam pemberian teori maupun prak-tik lapangan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan setelah praktik lapangan berlang-sung selama 2 bulan. Monitoring dan eva-luasi ini dilakukan untuk mengetahui bagai-mana proses pelatihan itu berlangsung, dan supaya bisa mengetahui apa saja yang kurang dan perlu diperbaiki. Selain dari aktivitas dan metode yang digunakan, hu-bungan yang terjadi baik antar peserta didik maupun peserta didik dengan narasumber tentunya juga menjadi faktor penentu ke-berlangsungan program. Hubungan komu-nikasi yang melibatkan emosi dan mental peserta didik harus terjalin dengan baik pula. Begitu juga dengan yang terjadi pada program kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu berjalan dengan baik. Adanya komunikasi antara peserta didik dengan narasumber ini membuat suasana belajar mengajar menjadi lebih nyaman.

Product (Evaluasi Hasil Pelaksanaan Program Kewirausahaan Bengkel)

Pendidikan nonformal diselenggara-kan di lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga, untuk melayani kebutuhan belajar para peserta didik sehingga warga masya-rakat mengetahui bagaimana cara belajar yang cocok dengan kebutuhan dan kebiasa-an mereka, terampil memilih dkebiasa-an melaku-kan kegiatan belajar, serta dapat berinterak-si poberinterak-sitif dengan sumber belajar dan lingkungannya.

Menurut Kamil (2009, p.86) ada tiga tujuan penting dalam rangka pendirian dan pengembangan PKBM yaitu: (a) Member-dayakan masyarakat agar mampu mandiri (berdaya), b) meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial maupun ekonomi, dan (c) meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya sehingga mampu memecah-kan permasalahan tersebut.

Sesuai dengan pengertian tersebut, program kewirausahaan yang di adakan di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang saat pemilihan program apa yang akan diseleng-garakan di sesuaikan dulu oleh

penyeleng-gara. Mereka melihat potensi apa yang ada di sekitar, serta apa saja kebutuhan peserta didik. Dengan penyesuaian ini, diharapkan program yang terselenggara akan berman-faat bagi peserta didik maupun masyarakat sekitar.

Dalam pelaksanaan pelatihan prog-ram kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu sejalan dengan pernyataan di atas, yaitu melalui beberapa tahap untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Teori yang diberikan kepada peserta didik tentu-lah sangat membantu mereka. Selain teori yang diberikan, tentunya praktik lapangan sangatlah penting untuk mereka. Pemberian tanggung jawab kepada peserta didik dila-kukan saat praktik lapangan. Dengan tang-gung jawab yang diberikan kepada pesera didik, mereka akan mampu bekerja sama baik dengan kelompoknya maupun dengan kelompok lain. Dengan praktik lapangan ini tentunya pengalaman mereka menjadi bertambah, dan mereka menjadi lebih mandiri, serta mempunyai ide kreatif dan inisiatif untuk mengambil keputusan.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Kewirausahaan Bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang

Faktor Pendukung

Berhasilnya suatu program tentu ada faktor pendukung di dalamnya. Begitu juga dalam program kewirausahaan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Tugu. Hal ini dida-sarkan pada pelatihan yang tidak hanya diorientasikan kepada peserta didik yang sudah bisa tetapi lebih kepada siapa saja yang mau mengikuti pelatihan. Sehingga peserta yang mengikuti pelatihan benar-benar serius dalam mengikuti pelatihan. Motivasi dan kerja sama yang bagus dari peserta didik sangatlah berpengaruh terha-dap keberhasilan program. Motivasi yang ditunjukkan oleh peserta didik sangatlah baik.

(12)

sarana-prasa-rana memadai, peserta didik akan lebih menguasai apa yang diajarkan. Sarana-pra-sarana tentunya tidak lepas dari dari dana. Dana yang diberikan dari pemerintah untuk keberlangsungan program sangatlahlah membantu.

Begitu juga dengan narasumber atau fasilitator yang bagus juga merupakan salah satu pendukung keberlangsungan program. Program kewirausahaan bengkel yang dilak-sanakan oleh PKBM Tunas Bangsa Tugu bagi peserta didik mempunyai tujuan untuk mendidik mereka agar mempunyai sikap kewirausahaan untuk bekal hidup mereka. Selain itu diharapkan perilaku dan sikap peserta didik berubah menjadi lebih baik.

Adanya faktor pendukung dalam program kewirausahaan ini tentu mempu-nyai dampak bagi peserta didik. Ini bisa dilihat dari berubahnya sikap mereka dari sebelum mengikuti program dan setelah maupun sedang mengikuti program kewira-usahaan di PKBM Tunas Bangsa Tugu. Pe-serta didik lebih mandiri, percaya diri, moti-vasi belajar lebih tinggi, bisa mengontrol emosi, mulai bisa bekerjasama diantara peserta didik, keinginan untuk mencapai tujuan sangat besar, komunikasi belajar dan bekerja menjadi lebih baik dan produktif.

Faktor Penghambat

Penyelenggaraan program tentunya tidak hanya ada pendukungnya, tetapi pasti ada juga penghambat terselenggaranya program tersebut. Beberapa kendalapun dialami dalam penyelenggaraan program kewirausahaan bengkel. Kendala kekosong-an narasumber atau fasilitator ykekosong-ang kadkekosong-ang terjadi membuat pesrta didik kesulitan da-lam proses belajar. Kendala ini dapat diatasi dengan penambahan narasumber. Oleh ka-rena itu, pihak penyelenggara memberikan tugas ganda bagi para tutor yang bisa untuk merangkap sebagai narasumber pelatihan.

Selain itu tentang alat-alat bengkel yang hilang. Hilang atau berkurangnya alat-alat perbengkelan ini tentu saja akan meng-hambat pekerjaan. Ini terjadi karena kurang hati-hatinya peserta didik maupun pegawai, yang mana setelah memakai alat tidak langsung dikembalikan ketempat semula. Hal ini menyebabkan alat tersebut tidak

ke-temu atau hilang. Kelalaian ini bisa diatasi dengan mengingatkan kepada pegawai dan peserta didik untuk lebih hati-hati dan sela-lu mengembalikan barang ketempat semula setelah memakainya.

PENUTUP

Simpulan

Pada konteks penyelenggaraan prog-ram kewirausahaan bengkel Paket B Di PKBM Tunas Bangsa Tugu yang meliputi kebutuhan dan partisipasi peserta didik menunjukkan kesesuaian antara program kewirausahaan dengan kebutuhan belajar peserta didik, pengalaman peserta didik yang menunjukkan beberapa dari mereka tidak memiliki dasar dalam keterampilan terutama bengkel.

Penyelenggaraan Program Kewirausa-haan Bengkel Paket B di PKBM Tunas Bangsa Tugu Semarang meliputi motivasi peserta didik, pendanaan, dan sarana prasa-rana dapat disimpulkan baik. Ini terlihat dari motivasi peserta didik yang tinggi, tersedianya sarana-prasarana dan adanya bantuan dana dari pusat.

Pelatihan Program Kewirausahaan Di PKBM Tunas Bangsa Semarang meliputi aktifitas warga belajar, metode pelatihan dan hubungan antar pribadi juga dapat disimpulkan baik. Metode yang digunakan dalam pelatihan kewirausahaan sendiri menggunakan beberapa metode. Di mana metode tersebut disesuaikan dengan kebu-tuhan saat pelatihan berlangsung. Metode yang digunakan tersebut, yaitu: (1) metode ceramah, (2) metode kelompok (3) metode demonstrasi (4) tutorial, (5) tanya jawab, dan (6) belajar sambil melakukan, dimana masing-masing metode digunakan dalam pemberian teori maupun praktik lapangan disesuaikan dengan kebutuhan peserta di-dik. Pelaksanaan pembelajaran kewirausa-haan bengkel di PKBM Tunas Bangsa Semarang dapat berjalan dengan baik atau dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

(13)

lapangan diberikan kepada peserta didik. teori dan praktik yang diberikan kepada peserta didik bisa dikatakan sangat tepat. Hal ini karena disesuaikan dengan kebutuh-an peserta.

Faktor pendukung dan penghambat Pelaksanaan Program Kewirausahaan Beng-kel di PKBM Tunas Bangsa Tugu. Pendu-kung dalam terselenggaranya program kewi-rausahaan ini adalah adanya motivasi yang baik dari peserta didik, selain itu dana dan sarana-prasarana juga sangat mempenga-ruhi keberlangsungan program. Dengan ter-sedianya sarana-prasarana yang baik maka proses pelatihan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan pada hasil simpulan dan im-plikasi di atas sebagai berikut: (1) Kinerja narasumber terus ditingkatkan serta pe-nambahan narasumber dengan cara men-datangkan dari instansi terkait; (2) Peng-ambilan keputusan melibatkan peserta di-dik; (3) Fasilitator harus memastikan keter-sediaan waktunya selama berlangsung-nya program; (4) Menambah fasilitator supaya tidak ada peran ganda di dalam pembel-ajaran dan pelatihan sehingga hasil akan lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Hissrich, R.D., & Peters, M.P (2002). Entrepreneurship. 5th. New York; TheMCGraw Hill.

Kamil, Mustofa. (2009). Pendikan nonformal (pengembangan melalui pusat kegiat-an belajar mengajar PKBM di

Indonesia, sebuah pembelajaran dari kominkan Japan). Bandung: Alfabeta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

(2013). Petunjuk pelaksanaan bantu-an sosial Pendidikbantu-an Kewirausahabantu-an Masyarakat (PKM). Jakarta: Direk-torat Pembinaan Kursus dan Pelatihan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Petunjuk teknis pengajuan, penyaluran, dan pengelolaan bantu-an perluasbantu-an akses PKBM di keca-matan dan pengembangan PKBM tematik. Jakarta: Direktorat Pem-binaan Pendidikan Masyarakat.

Kristanto, H. R. (2009). Kewirausahaan entrepreneurship, pendekatan mana-jemen dan praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Presiden RI. (2010). Peraturan Pemerintah R I Tahun 2010 tentang penyelenggara-an pendidikpenyelenggara-an serta wajib belajar.

Republik Indonesia. (2003).Undang-undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas.

Saleh, Marzuki. (2012). Pendidikan nonfor-mal (dimensi dalam keaksaraan fungsional, pelatihan, dan andragogy) Bandung, Rosda Karya Stufflebeam. (2003). The CIPP model for

eva-luation. Portland, Oregon: Western Michigan University.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah berikutnya sama seperti desain sebelumnya, Kemudian membuat bayangan dengan mengopy layer awal objek motor, kemudian klik kanan “layer style” lalu pilih

Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Kartu Simpati Telkomsel Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program S1 Universitas Sumatera Utara.. (Jurnal

Lebih dari satu Matrik Satu atau Lebih non Matrik MANOVA. Satu atau lebih Matrik Lebih dari

Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memiliki pengetahuan yang memadai tentang naskah, yaitu sejarah perkembangan filologi, aksara, bahan,

• Model-driven development – a system development strategy that emphasizes the drawing of system models to help visualize and analyze problems, define business requirements,

 Represent independent ideas independently in code  Represent relationships among ideas directly in code  Combine ideas expressed in code freely.  where and only

ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi

Penelitian ini mengusulkan model integrasi dari model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean dan model penerimaan TAM terkait pengaruh yang ditimbulkan