• Tidak ada hasil yang ditemukan

T PEKO 1402791 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T PEKO 1402791 Chapter1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Keterampilan berpikir kritis mempunyai pengaruh pada keberhasilan pelaksanaan

model pembelajaran. Berpikir kritis merupakan keharusan dalam usaha pemecahan

masalah, pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan

penemuan-penemuan keilmuan (Retnosari, Susilo, Suwono, Bologi, & Malang, 2016).

Berpikir kritis adalah sebuah keahlian dan sebagai kemampuan berperan dalam

mengatasi masalah, berusaha menggali hal-hal potensial sebagai refleksi individual dan

sebagai kritik sosial (Eyre & Peterat, 1990).

Peserta didik diterapkan untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis dalam

menghadapi tantangan, memecahkan masalah secara inovatif dan mendesain solusi yang

mendasar. Proses berpikir kritis hanya dapat muncul kalau ada keterbukaan pikiran,

kerendahan hati dan kesabaran. Kemampuan ini membantu seseorang memahami

sepenuhnya suatu kejadian. Berpikir kritis tetap menjaga keterbukaan pikiran selama dia

mencari untuk mendapatkan alasan, bukti dan kebenaran logika (Retnosari et al., 2016).

Economists, and those studying the educational system and its mission, concur in suggesting that the skills needed for success in the 21st century are those of critical and creative thinking (Jean Shackelford, 2015)

Jane Shackelfold (2015) dengan tulisannya yang berjudul “A Means for Bringing

Critical to the Economics Classroom Thinking and Creativity” dalam Annual Meeting

of the American Economic Association, menyarankan agar setiap orang yang

berkecimpung dalam dunia pendidikan dan sistemnya memiliki keahlian berpikir kritis

dan kreatif agar dapat sukses.

Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas merupakan aset bangsa dan negara

dalam melaksanakan pembangunan nasional di berbagai sektor dan dalam menghadapi

tantangan kehidupan masyarakat dalam era globalisasi. Sumber daya manusia ini tiada

lain ditentukan oleh hasil produktivitas lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan,

yang terdiri atasi jalur sekolah dan luar sekolah, dan secara spesifik merupakan hasil

proses belajar-mengajar di kelas. Pendidikan jalur sekolah terdiri atas tiga jenjang yaitu

(2)

karena dilaksanakan secara berkesinambungan dan adanya saling keterkaitan dalam

kurikulum yang diajarkan. Sebagaimana dalam pasal 3 UU Rl no. 20 Tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Komitmen pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan ditempuh melalui

berbagai kebijakan. Mulai dari kebijakan anggaran, muatan kurikulum, peningkatan

kualifikasi guru, sistem kenaikan pangkat, dan system evaluasi (UN). Namun sampai

saat ini usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan mutu pendididkan

belum sepenuhnya berhasil, hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya kualitas

sumber daya manusia Indonesia.

Sejauh pengamatan penulis jarang sekali ada sekolah di Indonesia yang

melaksanakan pengelolaan kelas dengan tepat, meskipun Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas) sudah memberikan dan mensosialisasikan pengelolaan kelas yang

seharusnya dilakukan. Depdiknas pernah melakukan pelatihan bagi guru dan kepala

sekolah mengenai pengelolaan kelas, namun hasilnya belum terlihat secara nyata dalam

pengelolaan kelas. Dalam pengelolaan kelas ada dua subjek yang memegang peranan

yaitu guru dan peserta didik. Guru sebagai pengelola, sebagai pemimpin mempunyai

peranan yang lebih dominan dari peserta didik. Motivasi kerja guru dan gaya

kepemimpinan guru merupakan komponen yang akan ikut menentukan sejauhmana

keberhasilan guru dalam mengelola kelas.

Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, apalagi bagi

bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan disegala bidang. Pendidikan

Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan bangsa (UU Sisdiknas No. 20 Tahun

(3)

Sanjaya W, (2006: 2), mengatakan terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk

kita kritisi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama,

pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di

sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan,

akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan

peserta didik diarahkan pada pencapaian tujuan.

Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh

mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk

mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar

yang terjadi pada diri anak. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil

belajar harus berjalan secara seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah

satu diantaranya tidak akan dapat membentuk manusia secara utuh.

Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat

mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi

kepada peserta didik (student active learning). Pendidikan adalah proses pengembangan

potensi anak didik. Dengan demikian, anak dipandang sebagai organisme yang sedang

berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi

yang dimiliki anak didik, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa anak untuk

menghafal data dan fakta.

Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini berarti

proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau

intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan.

Kebutuhan tiga aspek inilah, (sikap, kecerdasan, dan keterampilan) arah dan tujuan

pendidikan harus diupayakan. Dalam hal tersebut di atas proses pembelajaran

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan peserta didik

(4)

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang sekaligus dapat menjadi penentu

keberhasilan belajar peserta didik.

Pendidikan sebagai upaya untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas

dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu mutu pendidikan. Kurniasih

(2006) mensinyalir bahwa rendahnya mutu pendidikan saat ini berkaitan erat dengan

rendahnya interaksi dan motivasi peserta didik dalam belajar. Tuntutan dalam dunia

pendidikan sudah banyak berubah, sehingga orientasi pembelajaran yang memposisikan

guru sebagai narasumber tunggal (teacher center) harus diubah menjadi student center.

Namun demikian , paradigma teacher center nampaknya masih banyak diterapkan

dalam proses pembelajaran di kelas dengan alasan pembelajaran seperti ini lebih praktis

dan tidak menyita waktu.

Dalam proses pendidikan, guru perlu mengembangkan strategi yang mampu

mengoptimalkan interaksi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan

peserta didik, guru dengan peserta didik dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

Hal ini adalah untuk memenuhi tuntutan pelaksanaan proses pembelajaran yang juga

termuat dalam PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 19 ayat 1 yaitu, “Proses pembelajaran

pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan,menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas kemandirian sesuai dengan

bakat,minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”

Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berkembang sekarang ini, perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya peningkatan

mutu pendidikan baik itu prestasi belajar peserta didik maupun kemampuan guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran. Akan tetapi banyak kenyataan di sekolah proses

pembelajaran yang berlangsung masih bersifat tradisional/konvensional yakni terpusat

pada guru (teacher center) sehingga peran guru lebih dominan dalam kegiatan belajar

mengajar. Dalam proses belajar mengajar umumnya guru lebih mementingkan

ketercapaian target kurikulum dan kurang memperhatikan penguasaan peserta didik

dalam menerima materi, hal itu akan membuat peserta didik belajar pasif. Hal tersebut

(5)

menyebabkan peserta didik tidak kritis dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran,

sehingga hasil belajar yang dicapai pun tidak optimal.

Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik, perlu adanya strategi

pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan juga strategi pembelajaran yang

dapat menumbuhkan minat peserta didik untuk memperhatikan pelajaran. Oleh karena

itu, penulis ingin membuat kondisi kelas yang lebih dipusatkan pada peserta didik

dengan cara penerapan model pembelajaran yang lebih membuat peserta didik tertarik

untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas.

Para pakar pendidikan berusaha menawarkan berbagai model pembelajaran yang

tepat untuk membuat prestasi peserta didik menjadi lebih baik. Seorang guru tentunya

terlebih dahulu harus bisa menguasai cara merencanakan, menerapkan, melaksanakan,

dan mengevaluasi model pembelajaran ini.

Pencapaian hasil pembelajaran dapat dilihat dari tinggi rendahnya prestasi nilai

peserta didik, perolehan nilai UN (Ujian Nasional) merupakan gambaran secara umum

dalam ketercapaian prestasi peserta didik. Berikut ini merupakan perolehan nilai UN

untuk mata pelajaran ekonomi pada tingkat SMA di Kabupaten Bandung Barat:

Tabel 1.1

Rata-rata Nilai Ujian Nasional Sekolah Negeri di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015 Mata Pelajaran Ekonomi No Nama sekolah Rata-rata nilai UN

1 SMAN 1 Lembang 59,51

2 SMAN 1 Padalarang 56,48

3 SMAN 1 Batujajar 55,33

4 SMAN 1 Cililin 54,10

5 SMAN 1 Ngamprah 53,15

6 SMAN 1 Cisarua 52,45

7 SMAN 2 Padalarang 49,69

8 SMAN 1 Rongga 47,23

(6)

No Nama sekolah Rata-rata nilai UN

10 SMAN 1 Sindang Kerta 45,71

11 SMAN 1 Cipendey 45,37

12 SMAN 1 Gunung Halu 45,22

13 SMAN 1 Parongpong 44,96

14 SMAN 1 Cipatat 44,66

15 SMAN 1 Cipongkor 44,25

Sumber : Balitbang Kemdikbud 2015

Dari tabel 1.1 bahwa dari lima belas sekolah menengah atas negeri yang ada di

Kabupaten Bandung Barat terdapat tiga terbawah dengan rata-rata nilai ujian nasional

yang hampir sama. SMA Negeri 1 Parongpong salah satu sekolah yang berada di posisi

tiga paling bawah dengan nilai rata-rata sebesar 44.96.

Perolehan rata-rata nilai UN peserta didik yang masih kurang memuaskan dalam

mata pelajaran ekonomi, merupakan masalah yang serius karena pencapaian nilai

seluruh peserta didik di Kabupaten Bandung Barat apabila melihat nilai UN masih jauh

dari kata memuaskan, bahkan rata-rata nilai yang dicapai peserta didik masih dibawah

KKM yang ditentukan oleh setiap sekolah. Rata-rata setiap sekolah menentukan nilai

KKM yang berbeda, adapun KKM untuk mata pelajaran ekonomi yaitu 7.5. Hal ini

merupakan permasalahan serius yang perlu diperhatikan. Nilai UN merupakan

gambaran hasil evaluasi peserta didik dalam proses belajar selama 3 tahun mereka

duduk di bangku SMA. Apabila hasil evaluasi Ujian Nasional masih dibawah rata-rata

atau kurang memuaskan maka kemungkinan ada kesalahan dalam proses belajar saat

peserta didik menjalani proses belajar di sekolah. Evaluasi ini diharapkan dapat

menggambarkan hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.

Persoalan tentang pendidikan fokusnya selalu berkenaan dengan persoalan peserta

didik, peserta didik yang dicintai, disayangi, dan generasi yang masa depannya harus

dipersiapkan. Tugas mendidik anak ternyata tidak mudah dilakukan, lebih-lebih pada

zaman sekarang ini. Kesulitan-kesulitan menjalankan tugas mendidik itu amat terasa,

(7)

sedemikian kuat, bahkan melampaui kekuatan pengaruh faktor-faktor pendidikan

lainnya.

Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat

digunakan dalam pembetukan sistem konseptual peserta didik. Kemampuan berpikir

kritis merupakan kemampuan yang sangat ensensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan

berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya (Kim, Sharma, Land, &

Furlong, 2013). Kemampuan berpikir kritis sebagai indikator berpikir tingkat tinggi

belum dimiliki sepenuhnya oleh peserta didik, hal tersebut terbukti dalam hasil pra

penelitian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan berpikir kritis peserta didik

yang dilakukan peneliti pada kelas X SMAN 1 Parongpong yang dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 1.2

Prensentase Hasil Tes

Kemampuan Berpikir Kritis Pada Materi Cara Mengatasi Masalah Ekonomi Kelas X SMAN 1 Parongpong Tahun Ajaran 2015/2016

Kelas Jumlah

rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik pada ujian pra penelitian yang masih

di bawah KKM. Dari jumlah peserta didik kelas X yang memperoleh nilai rata-rata di

bawah KKM berjumlah 63 Peserta didik dari 94 total jumlah peserta didik kelas X

SMAN 1 Parongpong. Data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar peserta didik

(8)

Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun

faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik

itu sendiri yang meliputi motivasi belajar, minat, persepsi peserta didik terhadap guru,

sikap maupun kondisi fisik dan psikis peserta didik. Sedangkan faktor eksternal adalah

faktor- faktor yang ada di luar diri peserta didik yang meliputi kompetensi guru, metode

mengajar, kurikulum, keluarga dan fasilitas belajar.

Guru telah melakukan berbagai upaya guna memperbaiki kualitas proses belajar

mengajar agar tujuan pembelajarannya tercapai. Upaya kearah peningkatan terutama

dalam pelajaran ekonomi terus dilakukan dengan perbaikan dalam strategi

pembelajaran, metode serta teknik pelaksanaan pembelajaran yang lebih mengarah

kepada strategi yang dapat mengaktifkan peserta didik dan pembelajaran yang terpusat

pada peserta didik (student center) sehingga diharapkan prestasi belajar peserta didik

menjadi meningkat dan lebih baik.

Penulis melakukan eksperimen dan wawancara di SMA Negeri 1 Parongpong

dengan hasil bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru di SMA Negeri 1

Parongpong masih jarang digunakan, hal ini disebabkan oleh :

1. Guru masih kurang berinovasi dalam menggunakan berbagai model

pembelajaran.

2. Guru lebih memilih menggunakan model pembelajaran konvensional berupa

penggunaan metode konvensional dalam pembelajaran.

3. Masih kurang lengkapnya buku pembelajaran di perpustakaan sehingga

referensinya masih kurang.

Dengan adanya masalah-masalah tersebut, dan berdasarkan pengamatan sementara,

maka terlihat dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran ekonomi kelas X di SMA

N 1 Parongpong menunjukan gejala :

1. Kurang terjadinya pembelajaran peserta didik yang aktif dan kreatif.

2. Kurang terjadinya pembelajaran yang menyenangkan

3. Kurangnya konsentrasi peserta didik dalam menerima materi di dalam kelas.

4. Kurangnya motivasi peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang

(9)

Menurut Depdiknas (2003:5) pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil peserta didik yang saling

bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Sedangkan menurut Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the

teacher”. Ini berarti bahwa Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil

berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih

bergairah dalam belajar.

Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif dirancang untuk mendidik dan

membangun kerjasama kelompok ataupun interaksi antar peserta didik. Model

pembelajaran kooperatif ini memiliki banyak sisi positif beberapa diantaranya adalah

menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam berfikir, mendorong peserta didik untuk

lebih berani dalam mengemukakan pendapatnya dan membantu peserta didik dalam

menghormati pendapat peserta didik lain. Di Indonesia, model pembelajaran kooperatif

ini sangat sesuai dengan kebudayaan kita yang mengutamakan prinsip gotong royong

dalam kehidupan bermasyarakat.

Para pakar pendidikan berusaha menawarkan berbagai model pembelajaran yang

tepat untuk membuat prestasi peserta didik menjadi lebih baik. Salah satu model

pembelajaran yang membuat berpikir kritis meningkat adalah model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match dan STAD. Seorang guru tentunya terlebih dahulu harus

bisa menguasai cara merencanakan, menerapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi

model pembelajaran ini.

Diambilnya Standar Kompetensi memahami uang dan perbankan sebagai media

analisa berfikir kritis karena terdapat unsur analisa dan evaluasi yang harus dilakukan

peserta didik dalam proses pembelajaran yang merupakan salah satu unsur dari tingkat

berfikir kritis. Penyusunan soal dengan tingkat kesulitan yang menjadi syarat berfikir

kritis pada mata pelajaran ini akan lebih sesuai dan sejalan dengan tujuan penelitian.

(10)

permintaan dan penawaran uang, maka pemahaman makna yang menjadi unsur dari

berfikir kritis jelas terdapat pada KD ini.

Untuk mengatasi masalah yang telah diuraikan diatas, salah satu usaha yang akan

ditempuh adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang dapat memotivasi

peserta didik dalam proses belajar mengajar, dengan tujuan dan harapan menarik peserta

didik agar termotivasi dalam belajar sehingga akan terjadi pembelajaran yang aktif,

kreatif, dan menyenangkan.

Dari latar belakang masalah di atas maka penulis melakukan penelitian yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division Dan Make A Match Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Peserta Didik” (Studi Eksperimen pada Mata Pelajaran Ekonomi dalam Setandar

Kopetensi Memahami uang dan perbankan di Peserta didik Kelas X SMA N 1

Parongpong Tahun 2015/2016).

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka lingkup permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode

Pembelajaran Student Team Achievement Division?

2. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode

Pembelajaran Make A Match?

3. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode

(11)

4. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Pembelajaran Student Team Achievement Division dengan

kelas kontrol?

5. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Pembelajaran Make A Match dengan kelas kontrol?

6. Apakah terdapat perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Pembelajaran Student Team Achievement Division dengan

kelas yang menggunakan metode Pembelajaran Make A Match?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh temuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode

Student Team Achievement Division.

2. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode Make

A Match.

3. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik pada pengukuran awal

(pretest) dengan pengukuran akhir (post test) yang menggunakan metode

Konvensional pada kelas kontrol.

4. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Student Team Achievement Division dengan kelas control.

5. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Make A Match dengan kelas control.

6. Untuk mengetahui perbedaan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang

menggunakan metode Student Team Achievement Division dengan kelas yang

(12)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis dilaksanakan dan diharapkan bisa menjadi sumbangan

pada dunia pendidikan khususnya pada pengembangan model pembelajaran dalam

pengajaran ekonomi serta sebagai landasan awal bagi pengembangan penelitian

penelitian di masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi pihak yang terkait, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan

berguna untuk bahan informasi, antara lain:

1. Bagi sekolah, diharapkan menjadi masukan dalam rangka perbaikan

pembelajaran ekonomi.

2. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi masukan dalam memperluas wawasan

pengetahuan mengenai model dan metode pembelajaran dalam upaya

meningkatkan efektifitas dan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran

ekonomi.

3. Bagi peserta didik, diharapkan dapat memberikan pilihan menarik dalam

pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan hasil belajar.

4. Bagi peneliti lain diharapkan menjadi masukan dalam mengembangkan

Gambar

Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Ujian Nasional Sekolah Negeri di Kabupaten
Tabel 1.2 Prensentase Hasil Tes

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukan dari proses pembelajaran kedua kelas, dimana kelas eksperimen lebih aktif dalam bertanya dan memberi umpan balik kepada guru dibandingkan kelas

Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui efektivitas jenis pupuk yang diberikan dengan dosis yang sama terhadap pertumbuhan tanaman kangkung secara

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Nested dengan media Rotating Review untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan

[r]

Untuk menjadi manusia seperti itu, kata Syamsuddin, bila tidak memiliki karakter yang kuat untuk berhasil maka semua kelebihannya akan sia-sia; ketika membimbing

Pedestrian mall, yaitu jalur yang dibuat untuk pejalan kaki sebagai sarana.. berbagai macam aktivitas, seperti berjualan, duduk santai,

Berdasar dari penelitian ini dan dua penelitian yang membahas keterkaitan pengalaman merek dengan kepribadian merek, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengalaman merek pada

Dari hasil observasi proses pembelajaran, angket tanggapan siswa, serta wawancara singkat dengan siswa maka analisis kebutuhan siswa dapat dinyatakan bahwa siswa