• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Konsumen Produk Organik di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku Konsumen Produk Organik di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produk Organik

Saat ini, keamanan pangan adalah menerima perhatian lebih daripada sebelumnya oleh pemerintah dan pembuat kebijakan, profesional kesehatan, industri makanan, masyarakat biomedis, dan masyarakat (Magkos Arvaniti, Zampelas, 2006). Keamanan makanan menjadi salah satu yang penting untuk makanan. Ketakutan terhadap kualitas makanan telah meningkat beberapa tahun belakang ini yang mencakup pembelian makanan dan aspek-aspek pertanian (Buzby, 2001). Timbulnya kesadaran konsumen terhadap dampak negatif dari produk yang tidak ramah lingkungan akan berpengaruh pada pasar (Lanasier, 2002).

Makanan organik tidak saja merujuk hanya pada makanan itu sendiri, tetapi juga bagaimana itu makanan tersebut diproduksi. Makanan berlabel organik harus memenuhi atau melebihi peraturan Program Organik Nasional (NOP). Makanan tersebut harus tumbuh dan diproses menggunakan metode pertanian organik yang mendaur ulang sumber daya dan mempromosikan keanekaragaman hayati. Tanaman harus ditumbuhkan tanpa menggunakan pestisida sintetik, gen buatan, pupuk berbasis petroleum dan limbah berbasis pupuk. Ternak organik harus memiliki akses ke luar rumah dan tidak diberi antibiotik atau hormon pertumbuhan. Metode produksi organik menekankan penggunaan sumber daya terbaharui, konservasi tanah dan air (Food Marketing Institut, 2007).

Di Indonesia untuk sebuah produk makanan dapat dikatakan organik, produser makanan tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk

(2)

penggunaan pupuk sintetis atau penggunaan hormon pertumbuhan pada hewan serta memfokuskan pada daur ulang dan penggunaan kembali bahan – bahan pengolahan jika dimungkinkan. Produk organik harus diregulasi dimana regulator mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur produk/pangan organik di Indonesia. Oleh karena pengawasan produk tersebut diserahkan kepada lembaga independen yaitu Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO). Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi (http://www.kan.or.id/?page_id=331&lang=id). Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 380/Kpts/OT.130/10/2005 berada di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian (PPHP), dan Dirjen PPHP sebagai Ketua OKPO. OKPO bertugas menetapkan kebijakan tentang pengaturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik. Bersama stakeholder terkait, OKPO menginisiasi peninjauan kembali Standar Nasional Indonesia (SNI) sistem pangan organik (SNI 01-6729-2002) sebagai acuan bagi produsen yang ingin bertani secara organik dan ingin mendapatkan pengakuan formal melalui sertifikasi. (http://epetani.deptan.go.id /berita/memantau-gaung-gerakan-go-organik-2010-220)

(3)

petani enggan memproduksi komoditas tersebut (http://www.litbang. deptan.go.id).

2.1.1. Ciri-ciri Produk Organik

Salah satu cara untuk mengetahui apakah bahan makanan segar di pasar merupakan makanan organik atau organic food yaitu dengan melihat label yang dapat dilihat pada daftar komposisi pada kemasan, kedua, melalui sertifikasi organik yang mungkin dikeluarkan oleh beberapa lembaga berwenang dari luar negeri atau Bio-cert dan ketiga lihat ciri-ciri produk organik seperti sayur dan buah biasanya berpenampilan tak sempurna. Kadang ditemukan beberapa lubang bekas gigitan ulat dan berwarna lebih tajam. Untuk buah, biasanya berwarna lebih menonjol dan tak mengkilat. Mengkilat adalah tanda buah itu sudah di-wax atau dilapisi lilin agar awet selama penyimpanan. (http://www.organic indonesia.org Diunduh tanggal 12 April 2013). Bila hasil produk organik tidak diberi label organik, tentu sulit bagi orang awam untuk membedakannya dengan produk yang nonorganik. Untuk itu, konsumen memang harus lebih mengandalkan perbedaan fisik produk makanan organik dengan yang bukan organik.

(4)

dimasak menjadi nasi, juga akan lebih tahan lama dan tak mudah basi. Hal ini sangat berbeda dengan makanan bukan organik karena memakai zat tambahan agar kelihatan lebih segar. Ada tujuh ribu jenis bahan tambahan yang secara resmi boleh digunakan dalam makanan nonorganik untuk membuatnya tidak mudah layu, agar warnanya lebih cerah, terasa lebih manis, lebih renyah atau sekedar agar sedikit lebih baik daripada yang dapat dilakukan oleh produsennya tanpa menggunakan zat-zat itu. Sebenarnya bahan tambahan itu tidak diperlukan dan bahkan merugikan. Bahan-bahan tambahan itu kebanyakan mengandung zat yang bisa memicu kanker dan bisa menyebabkan kerusakan (http://pranaindonesia. wordpress.com. Diunduh tanggal 12 Desember 2015).

2.1.2. Manfaat Makanan Organik

(5)

signifikan karena tidak memiliki residu kimia dan patogen serta nilai-nilai gizi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan makanan konvensional. (Andre, 2004).

Cranfield, Henson, dan Holliday. (2009) mengungkapkan manfaat yang diperoleh paling tinggi dari pertanian organik yaitu alam karena alam tidak terkena dampak dari paparan bahan kimia pertanian serta memperbaiki kualitas makanan yang diproduksi. Selanjutnya pertanian organik, memberi dampak ekonomi, dengan biaya yang lebih rendah dan profitabilitas yang lebih tinggi. Anderson, Wachenheim, dan Lesch, (2006) yang meneliti makanan organik dan hasil rekayasa bioteknologi menunjukkan bahwa produksi organik telah meningkat secara dramatis selama dekade terakhir. Penelitian ini menunjukan proses organik dan produk memberi kontribusi kesehatan, lingkungan, etika, dan risiko. Makanan organik dianggap sebagai sehat dan aman. Lebih lanjut menurut Crinnion (2010) menjelaskan secara spesifik makanan organik ternyata memiliki vitamin C yang lebih tinggi, zat besi, magnisium, dan fosfor dibandingkan dengan makanan non organik untuk makanan yang sama, dengan tingkat residu pestisida dan nitrat yang lebih rendah serta menghasilkan antioksidan yang lebih tinggi. Selanjutnya Crinnion mengungkapkan, dalam

(6)

pendapatan petani yang lebih tinggi. Tanaman pangan organik tidak hanya soal produksi, tetapi juga masalah pemasaran atau menjual produk organik. (Jahro, 2010),

Manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan organik adalah untuk kesehatan (Chakrabarti, 2010) makanan organik mengandung zat antioksidan dan serat yang penting serta kadar nitrat lebih rendah yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi resiko penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia (pikun) serta untuk menjaga kesehatan pencernaan karena mampu mengikat zat racun, kolesterol, dan kelebihan lemak sehingga dapat mencegah berkembangnya sumber penyakit. Produk organik jauh lebih menyehatkan karena tidak ada racun yang menempel sehingga vitamin dan mineral dapat optimal diserap tubuh. Tampilan produknya juga lebih segar dan tahan lama dan di samping itu, produk organik sangat aman dimakan langsung dan terasa lebih manis karena tidak menggunakan unsur kimia dalam pengembangannya. Produk organik juga ramah terhadap lingkungan dan produk organik tidak merusak dan mengganggu keberlanjutan komponen lingkungan yang terdiri atas tanah, air, udara, tanaman, binatang, dan manusia.

2.2. Model Ekonomi Perilaku Konsumen

(7)

gengsi, dan konsumen memutuskan membeli produk jika harga dan manfaat produk sama atau sebanding serta atribut suatu barang sebagian dapat diukur dengan kualitas dan harga produk.

(8)

juga tidak dapat menjelaskan bagaimana sebuah niat untuk membeli produk barang dan jasa (Green, 2002)

Teori perilaku konsumen juga dapat dilihat dari motivasi. Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan dimana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan, hal ini termasuk dorongan, keinginan, dan hasrat (Mowen et al., 2002). Motivasi konsumen yang membangkitkan kekuatan yang mengakitivasi perilaku dan memberikan maksud dan arah kepada perilaku tersebut karena kepribadian mencerminkan respons umum bagi individu untuk berbagai situasi berulang. Motivasi adalah penyebal munculnya perilaku. Motif adalah membangun mewakili kekuatan batin tidak teramati yang merangsang dan mendorong respon perilaku dan memberikan arahan khusus untuk respon tersebut. (Hawkins, Best and Coney, 1986). Motif merupakan dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya (Mangkunegara, 2009)

(9)

sini, termasuk penggunaan bagian motivasi dari model Triandis 'atau penyisipan Norm-Activation model dari Schwartz (Steg et al., 2010). Fitur struktural penting dari model MOA adalah upaya untuk mengintegrasikan motivasi, faktor kebiasaan dan kontekstual menjadi model tunggal perilaku prolingkungan. Aplikasi dari kerangka MOA termasuk penggunaannya untuk menggambarkan upaya oleh rumah tangga untuk mengurangi konsumsi energi. (Jackson, 2005)

2.3. Perilaku Konsumen

Analisis konsumen banyak menggunakan prinsip-prinsip perilaku yang biasanya diperoleh dari kegiatan eksperimental untuk menafsirkan perilaku konsumsi manusia. Ilmu perilaku konsumen ada di persimpangan antara ilmu psikologi dan ekonomi, serta ilmu pemasaran. Kajian terhadap perilaku konsumen adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip perilaku dengan menggunakan landasan teoritis dan empiris, untuk menafsirkan perilaku konsumen seperti perilaku pembelian, menabung, pemlihan merek, adaptasi, inovasi, dan perilaku konsumsi (Mowen et al., 2002).

(10)

yang hanya dapat dijelaskan secara akademis dengan menggunakan 'analisis eksperimental perilaku' atau ”analisis perilaku”. Selain itu, pendekatan yang biasa digunakan dalam penelitian konsumen dan pemasaran untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku konsumen banyak menggunakan pendekatan-pendekatan kognitif melalui lingkup dan prosedur tertentu (Foxall, 2001).

Menurut Engel et al. (2001) consumer behavior adalah suatu aktivitas yang secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang produk dan jasa, termasuk pengambilan keputusan yang mendahului atau mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen memfokuskan untuk memahami dan memprediksi perilaku konsumen dan menemukan penyebab dampak hubungan dari kegiatan yang persuasif sedangkan menurut American Marketing Association perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka (http://www.marketingpower.com/Community/ARC/Pages/ Teaching /Media/ConsumerBehavior.aspx).

(11)

dan ini menentukan seberapa luas konsumen mencari informasi dalam membuat keputusan pembelian.

Model Perilaku konsumen seperti Model Engel, Kollat, dan Blackwell (EKB) menggambarkan dengan jelas bagaimana seseorang melakukan pembelian, mulai timbulnya kebutuhan sampai akhir pembelian yaitu penilaian setelah pembelian. Model ini didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen. Tahap dasar dari proses pembelian menurut model ini adalah motivasi, pengamatan, dan proses belajar. Kemudian diteruskan dengan pengaruh dari kepribadian, sikap dan perubahan sikap bekerja bersama pengaruh aspek sosial dan kebudayaan setelah itu sampailah pada tahap proses pengambilankan keputusan konsumen. Enggel, et al. (2001) mengatakan bahwa mempelajari perilaku konsumen adalah hampir sama dengan mempelajari perilaku manusia. Model ini mempunyai persamaan dengan model Howard dan Seth, baik dalam ruang lingkup sudut pandang dan tujuan.

Model EKB membedakan tipe-tipe perilaku konsumen atas dasar situasi yang dihadapinya, apakah pilihan membeli berlangsung secara rutin atau pada saat tertentu saja. Hal ini merupakan pengembangan dari teori Howard dan Seth mengenai situasi pemecahan masalah secara automatis. Komponen dasar model EKB adalah stimulus, proses informasi, proses pengambilan keputusan, dan pengaruh lingkungan eksternal. (Mangkunegaran, 2009)

2.4. Konsumen Hijau (Green Consumer)

(12)

pembelian produk hijau umumnya produk organik khususnya. Penelitian yang dimaksud untuk mencari hubungan antara perilaku konsumen terhadap pembelian produk hijau dan maksud pembelian serta hubungan antara sikap, norma, maksud pembelian produk organik. Sudah banyak penelitian terhadap konsumen organik di Amerika dan Eropa, dan saat ini penelitian terhadap konsumen organik sudah mulai banyak dilakukan di negara-negara Asia. Konsumen hijau didefinisikan sebagai perilaku pembelian, secara sadar memiliki dampak netral atau positif terhadap bumi, lingkungannya dan penghuninya (Anderson dan Cunningham, 1972).

Penelitian Webster (1975) juga melihat peran sosial pada lingkungan, Webster mengungkapkan konsumen yang sadar sosial dapat dibedakan oleh berbagai kepribadian, sikap, dan variabel sosial ekonomi, meskipun hubungan agak lemah. Ukuran tanggung jawab sosial tradisional tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumen sadar sosial. Kajian Brooker (1976) yang mengembangkan penelitian Webster bahwa kepribadian yang dimiliki individu menunjukkan perilaku konsumen yang sadar sosial. Ditemukan bahwa individu-individu ini dapat dicirikan sebagai "aktualisasi diri" dari Maslow. Temuan diperluas oleh Webster (1975), mengungkapkan bukti bahwa pendekatan holistik untuk pengukuran kepribadian adalah mungkin dalam penelitian konsumen. Dengan demikian sejak awal 1970-an pada dasarnya konsumen sudah sadar sosial dalam melakukan pembelian.

(13)

ini dilihat berdasarkan tingkat responden mengenai ekologi dan perilaku konsumen sadar sosial. Setiap segmen memiliki karakteristik sikap dan demografi yang unik. Ukuran dan profil dari setiap segmen memiliki implikasi penting untuk teori pemasaran dan praktek. Sebelumnya perilaku konsumen organik juga diteliti oleh Sparks dan Shepherd (1992) tentang identitas diri dan teori perilaku serta peran konsumen dalam mengidentifikasikan diri dengan "Konsumerisme Hijau". Penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian konsumen organik dilakukan oleh Shepperd et al. (2005) yang mengungkapkan, tentang apa yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan mereka untuk membeli atau mengkonsumsi makanan organik, terutama berkaitan dengan makanan organik segar.

(14)

keuntungan dari peluang pertumbuhan. Perusahaan harus memastikan dan bertindak pada kebutuhan pelanggan mereka dan keinginan, bukan bersandar pada umur panjang perusahaan. Singkatnya cara terbaik bagi perusahaan untuk menjadi beruntung adalah memahami pelanggan. Sebuah perusahaan harus menganggap bukan sebagai hanya produksi barang atau jasa tetapi sebagai melakukan hal-hal yang akan membuat orang ingin membeli suatu produk.

Kemudian Levitt (1983) mengemukakan istilah marketing imagination. Marketing imagination memberikan pemaham pelanggan, masalah konsumen, dan sarana untuk menangkap perhatian mereka dan perilaku mereka. Dengan menegaskan bahwa orang tidak membeli barang tapi membeli solusi untuk penyelesaian masalah. Marketing imagination membuat lompatan terinspirasi menjadi jelas dan bermakna.

(15)

Penelitan perilaku konsumen juga dilihat dari aspek pertukaran antara konsumen dan produsen. Penelitian Bagozzi (1974) memperluas pengembangan dari teori perilaku konsumen Bogazzi melihat teori perilaku konsumen dari aspek pertukaran. Bagozzi menemukan tiga konsep yang luas untuk pertukaran model yaitu memperluas pertukaran gagasan, mengevaluasi ulang hubungan antara makna pertukaran, dan melihat pemasaran sosial dalam konsepsi memperluas pertukaran. Dalam tulisan yang berbeda Bagozi (1975) juga mengungkapkan model pertukaran serta memodifikasi dan memperluas yang mencakup skema teoritis untuk menafsirkan perilaku pemasaran. Sistem pertukaran tersebut terdiri dari satu set aktor sosial, hubungannya satu sama lain, dan variabel endogen dan eksogen yang mempengaruhi perilaku aktor sosial. Untuk model pertukaran ini dikemukakan juga oleh Bristow dan Mowen (1998) yang menyebutkan pendekatan untuk mengembangkan sebuah model sumber daya pertukaran kebutuhan konsumen dan tindakan serta memberikan bukti dari dimensi yang mendasari model dan keandalan skala internal.

(16)

Pada teori di atas konsumen seolah-olah konstan dalam konsumsi produk-produk tertentu namun konsumen juga dapat mengalami perubahan dalam perilaku konsumsi. Dalam "mencari perubahan" fenomena oleh konsumen perlu "penjelasan proses" dan juga perlu dukungan empiris. Fenomena seperti telah juga dijelaskan secara singkat oleh beberapa teori konsumen. Pengembangan perilaku konsumen juga dilakukan dalam sebuah penelitian di laboratorium oleh Mittelstaedt (1969) tentang perilaku konsumen, bahwa keputusan konsumen untuk membeli cenderung diulang sesuai dengan prediksi yang dihasilkan dari teori kognitif disonance. Mittelstaedt (1969) menggunakan pendekatan berbagai pendekatan diantaranya sikap, dan perubahan perilaku.

Theory of Reasoned Actiion (TRA) adalah kerangka teori yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) untuk memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mempengaruhi perilaku manusia. Theory of Reasoned Actiion (TRA) secara luas diterapkan untuk menjelaskan perilaku pembelian tertentu. Perilaku individu ditentukan oleh niat individu terhadap perilaku. Variabel keyakinan, sikap, norma subyektif, dan niat digunakan dalam Theory of Reasoned Actiion (TRA) untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang perilaku. Kemampuan prediksi dari model memiliki dukungan luas dalam bidang ilmu pemasaran dan psikologis sosial (Sheppard et al., 1988).

(17)

kesejahteraan, harus dulu melihat sikap dan nilai yang mempengaruhi pemilihan produk makanan. (Schlenker, 2001).

(18)

Dalam perkembangan teori konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Kotler et al., (2008) juga mengungkapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku antara lain adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis. Budaya merupakan salah satu penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar dan sesungguhnya seluruh masyarakat memiliki stratifikasi sosial, kelas sosial menunjukkan pilihan terhadap produk dengan merek yang berbeda-beda. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik/ciri-ciri pribadinya, terutama yang berpengaruh adalah umur dan tahapan dalam siklus hidup pembeli, pekerjaannya, keadaan ekonominya, gaya hidupnya, pribadi, dan konsep jati dirinya. Pilihan membeli seseorang juga akan dipengaruhi faktor psikologis utama, yaitu : motivasi, persepsi, proses belajar, dan kepercayaan dengan sikap. Selanjutnya ada tiga faktor (Essael, 1987) yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen yaitu faktor individual konsumen yang meliputi pendidikan dan penghasilan konsumen; pengaruh lingkungan, dan strategi pemasaran.

(19)

pandangan yang berbeda terhadap alternatif merek dan harga dibandingkan dengan konsumen berpendidikan yang lebih rendah. (Tedjakusuma, et al., 2011).

Pada dasarnya perkembangan teori perilaku konsumen banyak menggunakan pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang didasari pada afeksi, kognisi, sosial, dan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perilaku dan pembuatan keputusan konsumen. Afeksi memberi penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menggambarkan kepuasan, dan suasana hati. Sementara kognisi menggambarkan proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seorang terhadap lingkungannya. Pendekatan psikologis studi dapat dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen (

Penelitian perilaku konsumen juga menyangkut aspek kepercayaan (belief), norma, kemauan untuk beradaptasi yang diteliti oleh Jansson, Marell, Nordlund (2010). Kim (2011) meneliti tentang kolektivitas, nilai personal, perilaku terhadap sikap dengan efektivitas konsumen sebagai variabel moderating ternyata berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen di Korea Selatan. Sikap konsumen juga berpengaruh terhadap perilaku pembelian (Manakota, 2007)

(20)

2.5. TheTheory of Reasoned Action The

(TRA)

(21)

komponen yaitu: (1) Sikap yaitu sekumpulan dari keyakinan tentang perilaku tertentu ditimbang dengan evaluasi dari kepercayaan. (2) Norma subyektif : melihat pengaruh orang di lingkungan sosial seseorang; (3) Perilaku niat: fungsi dari kedua sikap terhadap perilaku dan norma subjektif terhadap perilaku, yang telah ditemukan untuk memprediksi perilaku aktual.

(22)

Gambar 2.1. Model Theory of Reasoned Action (Ajzen dan Fishbein, 1975) Keterangan :

BI = maksud perilaku

(AB) = seseorang melakukan sikap terhadap perilaku W = bobot yang diperoleh secara empiris

SN = norma subyektif seseorang terkait dengan melakukan perilaku

Penggunaan The Theory of Reasoned Action (TRA) harus berpedoman pada asumsi-asumsi yang telah digariskan oleh Ajzen dan Fishbein yaitu : Perilaku manusia berada di bawah kendali sukarela dari individu, orang-orang berpikir tentang konsekuensi dan implikasi dari perilaku tindakan mereka

Beliefs

Evaluation

Behavior Behavior

Intention Attitude

Motivation to comply Normative

belief

(23)

memutuskan apakah atau tidak untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, niat harus sangat berkorelasi dengan perilaku. Pada teori ini belum memasukkan aspek-aspek yang mempengaruhi sikap dan norma subjektif sehingga theory ini banyak diperluas oleh beberapa peneliti. Shepperd, et al. (1988) menemukan efektivitas dari model Fishbein dan Ajzen dan memiliki kekuatan untuk prediksi utilitas model serta mampu prediksi utilitas di seluruh kondisi dan model ini sangat baik dalam memprediksi tujuan-tujuan dan memprediksi aktivitas-aktivitas yang melibatkan proses pemilihan diantara alternatif-alternatif.

(24)

2.5.1. Attitdte

Sikap memiliki peranan yang penting dalam perilaku konsumen dalam memutuskan merek yang akan dibelinya, pada akhirnya konsumen akan memilih produk mana yang akan memberi keuntungan yang terbanyak. Secara tradisional sikap menurut Engel et al., (2001) membaginya atas cognitive component (Beliefs), affective component (Feelings) dan cognitive component (Behavior intention). Untuk produk-produk tertentu sikap bergantung pada kepercayaan (beliefs) dan perasaan (feeling) sikap akan menghasilkan behavior intention dan behavior. Penggunaan kata sikap yang mengacu pada afeksi atau reaksi evaluatif umum yang merupakan hal yang biasa dalam penelitian konsumen. Mengingat kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif tentang sebuah objek. Maka norma subjektif merupakan tanggapan perasaan atau afektif tentang objek (Mowen et al., 2002).

(25)

Sikap dibentuk oleh kepercayaan konsumen. Kepercayaan konsumen adalah semua pengetahunan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya produk tertentu. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu di mana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap kepercayaan konsumen dapat berbentuk, kepercayaan berupa atribut-obyek, atribut - manfaat dan objek - manfaat (Mowen et al., 2002). Kepercayaan atribut - obyek adalah pengetahuan tentang sebuah objek yang memiliki atribut khusus. Kepercayaan atribut – objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek. Kepercayaan atribut - manfaat yaitu seorang yakin dengan membeli barang akan menyelesaikan masalah-masalah kebutuhan yang dihadapinya. Kepercayaan objek - manfaat yaitu menghubungkan antara objek dengan manfaat yang melihat seberapa jauh objek tersebut dapat menyelesaikan masalah (Mowen et al., 2002).

Young, Hwang, McDonald dan Oates (2008) membuat sikap model pembelian konsumen hijau dikembangkan dan kriteria keberhasilan untuk menutup kesenjangan antara nilai-nilai dan perilaku hijau konsumen insentif dan label akan membantu konsumen dalam menentukan sikap terhadap produk organik.

(26)

orang di sekitar mereka. Penelitian telah menemukan bahwa hubungan yang signifikan antara norma subyektif dan sikap organik. Pengetahuan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam membeli produk organik.

2.5.2. Subjective Norm

Norma subyektif menurut Ajzen dan Fishbein (1975) merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku dan sebagai kepercayaan seseorang individu atau kelompok tertentu menyetujui atau untuk menampilkan tingkah laku tertentu. Dengan kata lain norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Norma subjektif memotivasi orang untuk memenuhi suatu harapan dan akan mendukung kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai harapan tersebut (Ajzen dan Fisbein, 1991).

(27)

2.5.3. Behavior Intention

Menurut The Theory of Reasooned Action (TRA), perilaku manusia dituntun oleh dua macam pertimbangan: keyakinan tentang kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil, keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk mematuhi harapan-harapan (norma keyakinan), dan keyakinan tentang adanya faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja dari perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor (keyakinan kontrol). Keyakinan perilaku menghasilkan sikap menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap perilaku tersebut; normatif keyakinan mengakibatkan tekanan sosial yang dirasakan atau norma subjektif, dan keyakinan kontrol menimbulkan untuk mengendalikan perilaku yang dirasakan. Dalam kombinasi, sikap terhadap perilaku, norma subyektif akan mengarah pada pembentukan niat perilaku (Intention behavior ). Sebagai suatu teori, semakin besar sikap dan norma subjektif, maka semakin kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Akhirnya orang diharapkan untuk melaksanakan niat mereka ketika kesempatan muncul. Niat demikian diasumsikan anteseden langsung dari perilaku (Ajzen, 1985). Sebuah argumen berlawanan terhadap hubungan yang tinggi antara niat perilaku dan perilaku yang sebenarnya juga telah ditemukan, namun dari berbagai hasil dari beberapa studi menunjukkan bahwa, karena keterbatasan mendalam, niat perilaku tidak selalu mengarah pada perilaku aktual karena niat perilaku tidak dapat menjadi penentu eksklusif (Ajzen, 1985).

(28)

perilaku konsumen yang menyangkut sikap banyak menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) yang diperkenalkan oleh Fishbein dan Ajzen. Dengan teori ini para peneliti perilaku konsumen hijau juga menggunakan teori ini untuk meneliti tentang sikap konsumen hijau. Beberapa penelitian yang menggunakan TRA seperti yang dilakukan oleh Colemen et al. (2011) yang meneliti penerapkan Theory of Reasoned Action (TRA) untuk tren konsumen hijau. Temuan menunjukkan perbedaan dalam perilaku konsumen hijau dan non-hijau antara siswa dan responden dewasa. Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa niat mempengaruhi perilaku konsumen hijau. Temuan menunjukkan bagaimana nuansa terjadi antara ukuran sikap, norma subyektif, dan niat.

(29)

Reasoned Action (TRA) menggunakan analisis diskriminan untuk digunakan dalam mengeksplorasi hubungan dari sejumlah variabel.

2.5.4. Behavior to buy

Konsumen bisa saja memiliki sikap, norma, karakteristik dan persepsi yang terhadap produk organik. Namun yang selalu menjadi kendala adalah kemauan untuk membeli produk tersebut. Berdasarkan penelitian Grigoryan dan Uruytan (2007) willingess to pay bergantung pada variabel gender, umur pendapatan bulanan, dan pendidikan, dalam membeli makanan organik. Wier dan Caverley (2002) sebelumnya mengidentifikasi tipe konsumen yang mau membayar yaitu berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan karakteristik demografi sesorang serta potensi untuk memperluas permintaan makanan organik. Kemauan untuk membayar produk organik juga dapat dijelaskan pada studi Millock, Hansen, Wier dan Anderson (2002) yang mengungkapkan bahwa konsumen mau membeli produk organik selain kondisi sosial ekonomi dan karakteristik demografi juga disebabkan oleh adanya label dan sertifikasi produksi makanan organik.

(30)

Thorgersen (1999 ) mengungkapkan norma-norma pribadi dalam memilih kemasan dan produk ramah lingkungan dan norma pribadi adalah prediktor yang signifikan dalam memilih produk ramah lingkungan. Penelitian tentang konsumen hijau dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) dilakukan oleh Soonthonsmai et al. (2000) yang melakukan penelitian pengaruh sikap konsumen, keyakinan pada niat, dan perilaku pembelian produk hijau di Thailand dengan melakukan modifikasi pada variabel perilaku pembelian, variabel demografi dan pengetahuan kedalam model.

2.6. Variabel Eksogen yang Mempengaruhi

Ajzen (1985) mendeskripsikan niat sebagai motivasi seseorang secara sadar dalam rencana atau keputusannya menggunakan suatu usaha dalam melaksanakan suatu perilaku yang spesifik. Secara sederhana didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu tindakan. Ajzen dan Fishbien (1975) berpendirian bahwa sebagian besar perilaku manusia mampu diprediksi berdasarkan niat. Niat, sikap dan norma subjektiif juga dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:

2.6.1. Demografi (Umur dan Pendidikan)

(31)

kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu (http://id.wikipedia.org/wiki/ Demografi). Demografi merupakan aspek yang paling sering digunakan dalam penelitian perilaku konsumen. Demografi juga sering dijadikan variabel dalam penelitian konsumen organik. Penelitian do Paco dan Raposo (2009) menggambarkan bahwa konsumen yang membeli produk hijau berbeda signifikan dibandingkan dengan konsumen konvensional lainya. Zepeda dan Jinghau (2007) melihat ada hubungan karateristik demografi terhadap kepercayaan makanan organik. Konsumen organik di Costa Rica lebih banyak yang berumur pertengahan, berpendapatan tinggi, dan berpendidikan tinggi (Gonzalez, 2009). Konsumen yang berusia tua lebih sadar akan produk hijau (Singh, 2011). Dalam penelitian Rimal, et al. (2008) menunjukkan konsumen yang lebih tua ternyata membeli lebih sedikit produk organik dibandingkan dengan usia yang muda di Inggris.

2.6.2. Pendapatan

(32)

2.6.3. Pengetahuan lingkungan

Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dalam penelitian Manafi, et al. (2011) memperlihatkan bahwa persepsi konsumen organik sangat dipengaruhi oleh pengetahuan lingkungan. Dengan indikator keprihatianan terhadap lingkungan dan kesadaran tentang kesehatan yang dapat mempengaruhi perhatian pembelian terhadap produk organik (Salleh, Ali, Harun, Jalil, dan Shaharudin. 2010). de Paco et al. (2008), dan Bui (2005), melihat pengetahuan lingkungan mempengaruhi konsumen dalam membeli produk organik. Di mana orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang lingkungan akan memiliki niat besar untuk membayar lebih untuk membeli produk organik dan akan lebih cenderung membeli produk ramah lingkungan.

Smith et al. (2009) meneliti efek dari variabel kepedulian lingkungan terhadap norma subyektif, dan hubungannya pada sikap organik serta niat pembelian dan perilaku. Aspek persepsi juga diteliti oleh Staughan el al. (1999) yang menemukan bahwa kesadaran terhadap lingkungan juga berdampak pengambilan keputusan dalam membeli produk organik.

2.6.4. Pengetahuan Produk Organik

(33)

genetik, tidak ada hormon atau penisilin (Chop, 2003). Pengetahuan tentang produk organik sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih makanan (Grankvist, Dahlstrand dan Biel, 2004), orang yang yang memiliki kesadaran lingkungan sangat terpengaruh keberadaan eco-label dan yang tidak memiliki perhatian kepada lingkungan tidak membeli produk organik. Studi yang dilakukan Liere dan Thidell (2005) menemukan di Finlandia para konsumen sudah terbiasa dengan eco-label dan sangat mempengaruhi keputusan untuk membeli produk hijau. Penelitian empiris yang disajikan oleh Henryks dan Pearson (2010) menunjukkan bahwa komunikasi tentang produk organik sangat mempengaruhi konsumen produk organik dan tanpa ada pengetahuan organik akan membuat konsumen bingung dalam membeli produk organik karena memiliki label organik yang berbeda-beda.

Namun Stobbelaar, Casimir, Borghuis, Marks, Meijer, dan Zebeda (2006) mengemukakan bahwa pengatahuan tentang produk organik memiliki peran yang rendah terhadap pembelian produk organik khususnya terhadap anak-anak. Pengetahuan akan label organik juga dibutuhkan untuk setiap makanan yang hendak dibeli (Chop, 2003; Dahlstrand et al., 1999; Liere et al., 2005).

(34)

2.6.5. Pengetahuan Kesehatan

(35)

2.6.6. Budaya

Budaya merupakan variabel yang kompleks termasuk di dalamnya pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan kemampuan lain apa pun serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya adalah konsep yang luas (meliputi banyak hal). Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya.

Budaya memiliki peran terhadap konsumen organik. Squires, Juric, Cornwell, (2001) melihat perkembangan pasar organik dan intensitas konsumsi organik dilihat dari lintas budaya. Guindo, Peluso, Maloumby-Baka R.C, Buffa. (2010) mengungkapkan niat konsumen untuk membeli produk makanan organik terutama didasarkan pada dimensi etika, yang berasal tidak hanya dari kode moral individu, tetapi juga dari norma diinternalisasi bersama oleh kelompok budaya mereka tinggal. Mutlu, (2007), melihat dari lintas budaya dimana dukungan dan keberlangsungan terhadap makanan organik merupakan motivasi utama masyarakat membeli produk organik.

(36)

2.6.7. Altriusme

Altruisme adalah kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Altruisme adalah kebalikan dari keegoisan. Altruisme dapat dibedakan dari perasaan tugas dan loyalitas. Altruisme memotivasi untuk memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain selain diri sendiri, sementara tugas berfokus pada kewajiban moral terhadap individu tertentu (misalnya, dewa, raja), atau kolektif (misalnya, pemerintah) . Altruisme murni terdiri dari mengorbankan sesuatu untuk orang lain selain diri (misalnya mengorbankan waktu, tenaga atau harta) tanpa mengharapkan kompensasi atau manfaat, baik langsung atau tidak langsung (misalnya dari pengakuan pemberian (http://en.wikipedia.org/wiki/Altruism/ diunduh, 25-07-2012). Dalam penelitian Popp (2001) dengan dua tes untuk altruisme terhadap generasi mendatang. Satu, tes untuk altruisme kuat, menanyakan apakah motif individu adalah murni altruistik ketika memutuskan untuk memberikan kualitas lingkungan, yang kedua, tes untuk altruisme lemah, menggabungkan perhatian individu untuk kedua kepentingan pribadi dan kepentingan generasi mendatang. Dengan menggunakan data dari survei tersebut menunjukkan variabel sikap tidak memiliki pengaruh terehadap altruisme dalam membeli produk ramah lingkungan.

(37)

perilaku altruistik. Ternyata perilaku altruistik tersebut dapat membantu kegiatan-kegiatan dau ulang dalam membantu membersihkan lingkungan.

2.6.8. Atribut produk

(38)

2.6.9. Harga

(39)

2.6.10. Etika

De Magistris et al. (2007) mengungkapkan pengaruh dimensi etika, intensi dan pembelian membeli produk hijau dalam mencegah kerusakan terhadap manusia, hewan dan lingkungan alam. Selanjutnya de Magistris et al. (2007) dalam penelitian konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk makanan organik yang diproduksi di Italia menggunakan pendekatan pemodelan persamaan struktural (SEM) menunjukkan bahwa etika memiliki pengaruh terhadap pembelian makanan organik, khususnya terhadap sikap pada makanan organik dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA).

Penelitian Honkanen Verplanken, dan Olsen (2006) memperlihatkan hubungan antara motif pilihan makanan organik, sikap dan niat untuk mengkonsumsi makanan organik. Lingkungan memiliki pengaruh kuat pada sikap terhadap makanan organik dan menunjukkan bahwa banyak orang yang peduli tentang isu-isu etika dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap makanan organik, dan semakin besar kemungkinan bahwa mereka akan mengkonsumsi makanan organik.

2.6.11. Ketersediaan

(40)

Sharon (2000). Suatu penelitian di Amerika menunjukkan kurangnya persediaan makanan organik di kalangan penduduk Afrika-Amerika berkaitan dengan tingkat permintaan makanan organik. (Zepeda, Chang Hui-Shung dan Leviten-Reid, 2004).

2.7. Penelitian Terdahulu

(41)

produk organik merupakan tindakan pembelian secara sukarela. Hal ini sesuai dengan penelitian Sheppard et al. (1988) yang menyebutkan bahwa ukuran behavioral intention akan memprediksi kinerja dari setiap tindakan sukarela, kecuali ukuran niat tidak sesuai dengan kriteria perilaku.

Ajzen, (2001) dalam penelitiannya menemukan evaluasi merupakan bagian komponen utama dari sikap. Evaluasi terdiri dari beberapa tingkat kebaikan atau kejahatan terhadap obyek sikap. Ketika berbicara tentang sikap positif atau negatif terhadap suatu objek, mengacu ke komponen evaluatif. Evaluasi adalah fungsi kognitif, mempengaruhi dan niat perilaku objek. Dalam hal ini evaluasi yang disimpan dalam memori, sering tanpa kognisi yang sesuai dan mempengaruhi dalam pembentukannya

(42)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis

Data Lawrence dan

Muehling

(1983) Dalam Theory of Reasoned Action, variabel eksternal memiliki dampak langsung dan tidak memiliki peran moderating. Variabel eksternal dengan variabel mediasi, moderator dan dengan menggunakan efek langsung.

Sikap, Norma subjektif,

(1984) Aplikasi dari Theory of Reasoned Action meneliti paradigma standar Fishbein-Ajzen dan variasi beberapa model. Variasi perluasan model ini menggunakan model standar dengan menggabungkan hubungan saling tergantung antara variabel pengaruh sikap dan norma subyektif. Pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan dan positif antara norma subjektif dengan niat.

Sikap, Norma subjektif, Ajzen berhasil memperkuat model Theory of Reasoned Action dan dengan model ini membuktikan niat dapat menjadi prediktor yang kuat bagi perilaku.

(43)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data Balderjan (1988) Menggunakan variabel

demografi, sosial ekonomi, kultur, personality dan sikap untuk memprediksi pola konsumsi yang berwawasan

lingkungan. Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap.

Variabel pendidikan tidak berpengaruh terhadap sikap. Kultur tidak punya pengaruh terhadap sikap dan lingkungan.

Demografi, kultur , sosial ekonomi, personbality (Eksogen), Niat, sikap, (Intervining) Hartwick, dan Washaw

(1988) Theory of Reasoned Action menunjukkan bahwa model dapat menghasilkan prediksi yang baik dari pilihan yang dibuat oleh seorang individu ketika menghadapi beberapa alternatif yang

digunakan. Behavioral intention akan

memprediksi kinerja dari setiap tindakan sukarela, kecuali ukuran niat tidak sesuai dengan kriteria

perilaku. Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian

sikap, norma subjektif, menunjukkan bahwa struktur yang

mendasari teori Fishbein tentang Theory of Reasoned

Product features , Product benefits,Subje ctive norm, Product

(44)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data Action lebih kaya

konten dan lebih kompleks, khususnya yang terkait dengan komponen normatif. Dari data baru lainnya menunjukkan sikap tergantung pada pengaruh sosial.

problems, dan

(1988) Model Fishbein-Ajzen mungkin model yang paling moderat untuk prediksi banyak perilaku tidak tetap, dan perlu ditambah dengan variabel identity-theory untuk prediksi perilaku peran yang tetap. (donor). Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian yang berulang.

sikap, norma subjektif, (Eksogen) niat, perilaku konsumen (Endogen)

Structural equation modelling

Ajzen (1991) Dalam penelitian ini Ajzen memperluas teori Theory of Reasoned Action dengan

menambahkan variabel Percieved Behavior Control yang

berkembang menjadi Theory of Planned Behavior (TPB).

sikap, norma subjektif, dan PBC

(Endogen) niat, perilaku konsumen digunakan untuk memeriksa hubungan struktural dalam versi yang diperluas dari Fishbein-Ajzen rational expectations model.

subjective knowledge, beliefs, dan social acceptability (Eksogen) niat, sikap,

(45)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data Hasil menunjukkan

bahwa meskipun pengetahuan gizi tidak secara langsung berhubungan dengan niat, perilaku, atau sikap, tetapi secara signifikan berkorelasi dengan konstruk dukungan sosial yang yan mempengaruhi niat dan perilaku.

norma subjektif, perilaku konsumen, (Endogen)

Sparks dan Shepherd

(1992) Bahwa dengan operasionalisasi yang memadai dari

komponen Theory of Planned Behavior akan mengakibatkan tidak ada hubungan independen antara ukuran identitas diri dan ukuran niat perilaku.

sikap, norma subjektif, PBC (Eksogen),

(1994) Orang yang kurang berpendidikan bersedia untuk membayar lebih dari mereka yang berpendidikan lebih tinggi. Pendapatan, ras, dan rumah tangga ukuran tidak

berpengaruh nyata pada apakah responden akan membayar lebih. Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap membeli.

Umur, pendapatan ukuran RT, pendidikan, (Eksogen) niat, sikap dan willingness to pay, dan Mongeau

(1992) Penelitian ini mengaplikasikan perilaku moral dengan menggunakan Theory of Reasoned Action dan ternyata model ini

kepercayaan, motivasi untuk berbuat, kepercayaan normatif, evaluasi dan

(46)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data sangat cocok untuk

perilaku moral. Serta menunjukkan ada hubungan antara sikap dan norma subjektif terhadap niat perilaku

behavior belief (Endogen) Niat, sikap, Norma

(1996) Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian. Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian.

behavior durable goods and non durable goods (Endogen) purchase intentions, (Eksogen)

Correlation

Chiou (1998) Menunjukkan bahwa kepentingan relatif dari sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan dalam prediksi niat bervariasi ketika konsumen memiliki berbagai tingkat pengetahuan produk subjektif. Pengetahuan tentang lingkungan

mempengaruhi positif dan signifikan terhadap sikap dan norma subjektif.

Path analysis

Choong (1998) Dengan TRA, perilaku pembelian adalah sikap terhadap pembelian dan norma subyektif. Faktor situasional merupakan anteseden perilaku pembelian yang terintegrasi untuk

(47)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data memprediksi dan

mengukur loyalitas merek, prediksi dan pengukuran loyalitas merek akan lebih stabil dari waktu ke waktu dan akurat.

(Eksogen)

Straughan dan Roberts

(1999) Menemukan perilaku konsumen melalui psikografis dan menemukan variabel demografis kurang mampu untuk

menjelaskan konsumen organik. Pengaruh umur tidak signifikan terhadap perilaku konsumen. Altriusme memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumen.

(1999) TRA mampu dijelaskan oleh variabel kultur dengan self construal sebagai variabel intervening. Ada Hubungan signifikan dan positif antara kultur dengan sikap dan norma subjektif.

kultur , self

Thogersen (1999) Ada hubungan positif dan signifikan sikap terhadap pembelian produk ramah lingkungan

Personal norm, social norm,

attention PCE, problem awareness (Endogen) (Eksogen)

Structural equation modelling

Soonthonsmai (2000) Pengaruh sikap konsumen, keyakinan pada niat, dan perilaku pembelian produk hijau

(48)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data di Thailand dengan

menggunakan Theory of Reasoned Action dengan melakukan modifikasi perilaku pembelian, variabel demografi dan

pengetahuan kedalam model. Umur dan Pendidikan

berpengaruh signifikan terhadap sikap membeli produk ramah

lingkungan. Pengetahuan lingkungan secara umum memiliki pengaruh positif terhadap norma subjektif dan sikap.

Pendidikan (Endogen) sikap membeli produk ramah lingkungan. (Eksogen)

Gatersleben,

Steg, dan Vlek,

(2000) Hasil penelitian menunjukkan responden yang mengindikasikan pada mereka yang bersikap lebih pro lingkungan tidak juga

menggunakan lebih sedikit energi., perilaku pro lingkungan ini lebih kuat terkait dengan variabel sikap, dan dalam penggunaan energi rumah tangga

pendapatan,

Michaelidou (2000) Keamanan pangan sebagai prediktor yang paling penting sikap sementara kesadaran kesehatan tampaknya merupakan variabel paling penting. Selain itu, etika ditemukan untuk memprediksi sikap dan niat untuk

etika, keamanan makanan dan kesadaran kesehatan (Eksogen) niat,sikap, pembelian (Endogen)

(49)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data membeli produk

organik dan

menekankan bahwa identifikasi responden dengan isu-isu etika mempengaruhi sikap dan pilihan konsumsi berikutnya.

Harris (2000) Konsumen umumnya memiliki sikap yang menguntungkan terhadap produk organik, dan informasi dan ketersediaan adalah hambatan yang paling penting untuk

konsumsi. variabel umur tidak memiliki pengaruh terhadap sikap

Deskriptif

Ajzen dan Fishbein

(2001) Tulisan ini

memfokuskan sifat kontrol perilaku yang dirasakan, pentingnya sikap dan norma subyektif, kegunaan menambahkan prediktor, dan peran perilaku dan kebiasaan sebelumnya.

kepercayaan, evaluasi (Eksogen) sikap dan norma

subyektif, dan kontrol perilaku (Endogen)

Deskriptif

Magnusson, Arvola, Ulla-Kaisa, Aberg, Lars,

Per-Olow

(2001) Kriteria pembelian yang paling penting adalah rasa yang baik, dan yang paling tidak penting adalah "yang diproduksi secara organik". Sekitar setengah dari

responden puas dengan ketersediaan makanan organik. Makanan organik dianggap lebih mahal dan lebih sehat

sikap, niat, dan

(50)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data daripada alternatif yang

diproduksi secara konvensional. Sebuah kendala utama

pembelian makanan organik dilaporkan harga premium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi tidak akan meningkat selama kriteria pembelian dan keyakinan yang dirasakan tentang makanan organik tidak cocok.

Makatouni, (2002) Kesehatan sebagai varibel yang paling signifikan

mempengaruhi niat untuk membeli produk organik

sikap, niat, membeli (Endogen), kesehatan(Eks ogen)

Kualitatif

Bagozzi, and Kyu-Hyun Lee

(2002) Budaya sangat mempengaruhi niat membeli dengan menggunakan TPB. Selanjutnya, latar belakang budaya ditemukan memiliki dampak yang moderat.

alasan pribadi, norma

kelompok, identitas sosial, (Eksogen) sikap, niat, PCB (Endogen)

Structural equation modelling

Soler dan Gil (2002) Karakteristik demografi merupakan faktor yang paling dominan. Umur merupakan variabel yang paling signifikan dari seluruh varabel demografi.

Jender, umur, pendidikan,

Hansen, dan Anderson,

(2002) Dengan pengembangan model TPB bahwa keinginan untuk membeli tergantung

sikap, niat, kemauan untuk

membeli, PBC

(51)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data pada harga produk (Endogen),

harga (Eksogen) Saba, dan

Messina

(2003) Sikap ditemukan menjadi prediktor signifikan niat untuk makan sayur dan buah organik. Niat

ditemukan memiliki efek yang baik dan signifikan terhadap dilaporkan sendiri konsumsi. Ada hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.

sikap, niat, norma,

memperbaharui model Theory of Planned Action (TPB) dengan menambahkan variabel etika. Ada signifikan hubungan langsung antara etika dengan niat.

etika (Eksogen), PBC sikap, niat, norma

(2004) Hasil penilaian hubungan antara variabel-variabel dari model teoritis

mengungkapkan tidak ada pengaruh antara keyakinan, niat sikap, dan konsumsi produk bebas gula dengan menggunakan Theory of Planned Action (TPB) dimana Percieved Behavior control tidak signifikan terhadap niat.

keyakinan, evaluasi, niat, (Eksogen) pembelian, sikap, PBC, produk organik antara

Pembelian, niat

(52)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data lain pertimbangan

kesehatan, variabel sensorik, interaksi sosial, keakraban dan, kebiasaan psikografis dan demografi. Variabel kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan konsumen

(Endogen) variabel moderating diantara variabel Intensi untuk membeli dengan variabel nilai, keyakinan/pengetahuan , sikap dan demografis. Disini eco-label

berfungsi untuk memperkuat intensi untuk membeli. Pengetahuan memiliki pengaruh yang positif terhadap membeli barang ramah lingkungan

Attitudes, Intention to Pay More, Ecolabels Consumer Backlash, Purchase of Environmental

2005 Harga premium dari makanan organik menjadi perhatian bagi banyak konsumen, keamanan pangan adalah pertimbangan yang paling penting ketika membuat keputusan pembelian makanan organik. Pendapatan rumah tangga secara positif dipengaruhi

kemungkinan konsumen untuk

(53)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data membeli makanan

organik. Responden perempuan cenderung untuk membeli

makanan organik lebih sering daripada

responden pria. Responden yang lebih tua kurang

kemungkinan untuk membeli makanan organik dibandingkan dengan responden yang lebih muda.

Tarkiainen dan Sundvist

(2005) Ada hubungan

signifikan antara norma subjektif dengan niat membeli produk

organik. Variabel harga sebagai variabel yang mempengaruhi niat atau intention. Ketersediaan menunjukkan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap niat

perilaku,

subyektif, dan kontrol (Endogen)

Structural equation modelling

Chaisamrej (2006) altruisme memberikan pengaruh signifikan terhadap sikap dan PBC

Altruism, PBC (Eksogen) sikap dan norma

subyektif, dan kontrol dan memiliki pengaruh negatif pada

kemungkinan konsumen membeli produk hijau. Harga tinggi memiliki pengaruh negatif pada

Niat, membeli (Endogen) Label, harga, (Eksogen)

(54)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data kemungkinan

konsumen membeli produk hijau. Vermeir dan

Verbeke

(2006) Menemukan hubungan positif antara perceived availability terhadap niat namun tidak signifikan. tekanan sosial dari teman sebaya (norma sosial) menjelaskan niat untuk membeli, meskipun sikap pribadi agak negatif. Values, Social norms

Analysis of Variance

Jackson, Islam, and Stanton

(2006) Ada bukti empiris yang cukup untuk

menunjukkan bahwa TRA, dan TPB dengan Structural Equation Modelling memiliki nilai dalam penelitian agribisnis.

norma sosial, kepercayaan (Eksogen) sikap norma subyektif, dan kontrol

(2007) Dengan menggunakan teori TPB dalam penelitian konsumen organik dalam proses pengambilan keputusan bahwa ada hubungan etika dan paying attention to organic food terhadap makanan organik. Pengetahuan tentang produk organik akan mempengaruhi niat. Variabel kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap.

Socio-demografic and lifestyles, Knowledge Paying attention on organic food label, Ethical

dimension(Eksogen )

(55)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data Nyuyen (2007) TPB yang

mempert-imbangkan dampak dari keyakinan atribut pada sikap global dan PBC. kesehatan tidak memiliki hubungan dengan sikap

Sikap, PBC perilaku, (Endogen) kesehatan , norma

de Magistris dan Gracia,

(2007) Niat untuk membeli tergantung pada sikap dan pengetahuan produk organik.

sikap dan dan karakteristik demografi terhadap kepercayaan (belief) dan

pengetahuan tentang makanan dan memiliki dampak terhadap pembeli untuk membeli produk organik. Umur dan pendidikan tidak berpengaruh positif terhadap membeli produk organik.

Demografi, kepercayaan pembeli untuk membeli produk organik

Analisis probit dan orderd probit model

Mutlu (2007) Melihat dari lintas budaya dan dimana kesehatan memiliki pengaruh positif dalam membeli produk

organik.

Sikap, niat, perilaku pembelian, umur, jender, pendapatan, responden ditemukan secara signifikan berkorelasi dengan pembelian makanan organik dan perilaku

(56)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data konsumsi. Kesehatan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap

kesehatan

Grigoryan dan Urutyan

(2006) Umur dan pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap keinginan membeli produk organik

Umur, pendidikan (Eksogen), pembelian produk organik, niat (Endogen)

(2008) Besarnya akses terhadap buah-buahan dan sayuran secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan yang lebih tinggi konsumsi buah dan sayuran dari awal program sampai akhir program. Ketersediaan yang lebih besar dari produk dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar dalam porsi buah dan sayuran.

Ketersediaan

2008 Ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa nilai-nilai lingkungan dan sikap yang sejalan dengan tindakan masyarakat mengkonsumsi

terhadap produk hijau. Selain itu, kebanyakan studi difokuskan pada perilaku lingkungan umum bukan secara khusus pada perilaku beli konsumen terhadap

(57)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data produk hijau. Umur

dan pendidikan memberikan dampak positif kemungkinan keputusan pembelian produk hijau. Harga tinggi memiliki pengaruh negatif pada konsumen untuk membeli

do Paco, Raposo

(2008) Pengetahuan Lingkungan" mempengaruhi konsumen secara signifikan

Sikap, niat, perilaku e statistical analysis, analysis faktor

Smith dan Paladino

2009 Norma subjektif berpangaruh terhadap sikap dan niat untuk membeli. Tekanan sosial akan memberi pengaruh terhadap sikap konsumen pada produk organik.

organic

Gonzalez (2009) Variabel pendidikan berpengaruh positif dalam membeli produk organik Pengetahuan berpengaruh positif tehadap seseorang dalam membeli produk organik.

Umur, jenis kelamin,

Analysis of variance

Rashid (2009) Peran independen dari eco-label sebagai variabel moderating antara variabel

Knowledge of environment Ecolabel, Environmental

(58)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data prediktor terhadap

keputusan pembelian.

(Eksogen) attitude, (Endogen) Sapp 2009 Pengetahuan tidak

langsung berkaitan dengan niat, perilaku, atau sikap, niat secara signifikan berkorelasi dengan konstruk sosial

jenis kelamin, pendapatan, umur pendidikan (Eksogen) niat, perilaku, sikap,

(Endogen)

Structural Equation Modelling

Smith, Huang. and Lin

(2009) Menggunakan Theory of Reasoned Action meneliti efek dari variabel-variabel kesadaran kesehatan, kepedulian lingkungan, kualitas, kesadaran harga, norma subyektif, dan keakraban pada sikap organik, pembelian niat dan perilaku. Harga tidak memiliki pengaruh yang signifikan antara terhadap niat membeli makananan organik

kesadaran pembelian,

dan niat (Endogen)

Path analysis

Sukoto, Elsey 2009 Hasil studi ini

mengkonfirmasi bahwa keyakinan, citra diri, pengaruh normatif (normatif influence), dan sikap memiliki dampak terhadap niat beli dan perilaku pembelian. Terdapat hubungan yang

signifikan antara atribut produk dengan sikap konsumen. niat, sikap, norma subjektif, (Endogen)

Guindo, Prete, Peluso,

Maloumby

-(2009) Niat konsumen untuk membeli produk makanan organik

moral norm, attitude

(59)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data Baka, dan

Buff,

terutama didasarkan pada dimensi etika, yang berasal tidak hanya dari kode moral individu, tetapi juga dari norma

diinternalisasi bersama oleh kelompok budaya mereka tinggal. Moral menunjukkan hasil yang signifikan

terhadap niat membeli

behavior,subje ctive norm, PBC t, purchase intention (Endogen) Chen, Pan,

dan Pan

(2009) Moral Intensity dan Moral Judgment sebagai variabel moderating antara variabel sikap, norma subjektif.

Niat, norma subjektif,

(2010) Mengungkapkan pengetahuan tentang produk organik tidak menjelaskan perilaku belanja pelajar saat berbelanja untuk produk organik tetapi pola budaya akan jauh lebih berguna untuk memprediksi perilaku dan sikap terhadap produk organik. Pengetahuan produk organik tidak secara signifikan dapat mempengaruhi sikap. Variabel budaya yang mempengaruhi niat membeli secara signifikan.

pengetahuan produk, budaya (Eksogen)

Niat, sikap, norma

Chakrabarti, (2010) Penelitian perilaku konsumen sudah yang menyangkut berbagai aspek seperti aspek variabel seperti

(60)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data motivasi kesehatan,

Salleh, Ali; Harun, dan Jalil

(2010) Variabel psikografis juga mempengaruhi perhatian pada intensi pembelian produk organik. Pengetahuan tidak signifikan terhadap pembelian produk organik. Variabel kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terrhadap sikap produk organik

psikografis, pengetahuan (Eksogen) sikap, norma subjektif,

(2010) Variabel pengetahuan organik, niat untuk membeli makanan organik dan, mempengaruhi

keputusan akhir untuk membeli subjektif , niat,

pembelian ( Endogen)

multivariat e probit models

Colemen (2011) Menggunakan Theory Reasoned Action dengan menggunakan dua jenis sampel yang berbeda tanpa

memodifikasi teori TRA. Ada hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.

sikap, norma subjektif kolektivitas, nilai personal, perilaku terhadap sikap dengan yang dirasakan konsumen sebagai variabel moderating.

Niat, sikap, norma

subjektif, nilai personal.

(2011) Kesadaran lingkungan dan kesadaran

kesehatan

berpengaruhi positif

Kesadaran lingkungan, kesadaran kesehatan

(61)

Peneliti Tahun Temuan Variabel Analisis Data terhadap sikap membeli

produk organik. Ada. hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.

(eksogen), niat, sikap, norma

berpengaruh positif terhadap kemungkinan untuk membeli produk organik

umur, pendapatan, Pendidikan (eksogen), niat, sikap (intervining) , membeli produk (endogen)

Chi-square

Saleki, Seyedsaleki, dan Rahimi

2012 Pengaruh pengetahuan organik, kualitas, kesadaran, harga, norma subyektif dan keakraban adalah positif signifikan terhadap sikap dan perilaku pembelian organik. pengetahuan produk organik secara signifikan akan mempengaruhi sikap

norma

Teng, Rezai, Zainalabidin, dan

Shamsudin,

Gambar

Gambar 2.1. Model Theory of Reasoned Action (Ajzen dan Fishbein, 1975)
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

“Pengintegrasian itu perlu sekali , sebagai mana yang telah dicanangkan oleh kementerian hukum dan ham khususnya bapak Menteri hukum dan ham dalam kuliah umum

Tegangan dalam menyusut, dan bersamaan dengan ini bagian yang penting dari elemen tarik dan tekanan juga menyusut, yang mengakibatkan penghematan bahan bangunan yang tidak

[r]

Pseudomonas fluorescens P8 merupakan bakteri antagonis yang terbaik untuk mengendalikan penyakit layu tomat dengan menekan masa inkubasi 95,39%, intensitas penyakit

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Evaluasi kekuatan struktur pada bangunan gedung tujuh lantai komplek Gedung H Universitas Dian Nuswantoro mendemonstrasikan dampak

[r]

2. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Pancasila mengakui dan melindungi baik