• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mempengaruhi Upaya Peningkatan Pendaftaran Tanah Di Kota Gunung Sitoli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mempengaruhi Upaya Peningkatan Pendaftaran Tanah Di Kota Gunung Sitoli"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

28

BAB II

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SEBAGAI WUJUD KESADARAN HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

A. Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia

Pada awal mula perkembanganya pendaftaran tanah di Indonesia mulai dikenal pada permulaan abad ke-17, yakni sejak datangnya V.O.C. yang telah meletakan dasar pertama untuk pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, dimana pada saat itu pendaftaran tanah diperlukan guna mengatur persoalan-persoalan yang timbul, berkenaan dengan pemberian Hak atas Tanah oleh V.O.C. kepada orang-orang Belanda, dimana tugas ini oleh penguasa pada saat itu

diserahkan kepada suatu dewan yang disebut ”Dewan Heemsraden”. Sedangkan

untuk Pendaftaran Hak dan Peralihan Hak diserahkan kepada ”Dewan Scheepen.17

Pada perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Staatblad 1834 Nomor 37 tentang Ordonantie Balik Nama, dimana setelah diundang-undangkanya Ordonantie Balik Nama ini maka tugas pemberian hak atas tanah diberikan kepada ahli ukur pemerintah, yang dimana ahli ukur pemerintah ini diangkat oleh gubernur jenderal. Sedangkan tugas pendaftaran peralihan hak menjadi tugas pengadilan negeri (Raad Van Justitie) yang dilakukan oleh satu atau dua orang dari komisi pengadilan negeri setempat dengan dibantu panitia yang semula dilakukan dihadapan 2 orang dari Dewan Scheepen,

17

(2)

sedangkan Dewan Scheepen ini dibentuk oleh pemerintah kolonial untuk menjalankan pengadilan sipil dan tugas pemerintah sehari-hari.18

Perkembangan selanjutnya tepatnya setelah perang dunia kedua usai pemerintah kolonial Belanda berhasil menduduki wilayah Republik Indonesia, dimana pada daerah-daerah pendudukanya, pemerintah Belanda telah mulai menertibkan pemerintahanya, dengan menerbitkan Gouvernements Besluit pada tanggal 18 maret 1947 Nomor 12 sebagai yang dimuat dalam Staatblaad 1947-53 yang menetapkan bahwa pembuatan akta, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Ordonantie Balik Nama, dilakukan dihadapan kepala kantor pendaftaran tanah dengan dibantu oleh pegawai tata usaha pada kantor tersebut. Oleh karena itu, dengan keputusan Governements Besluit ini maka kepala kantor pendaftaran tanah dan pegawai tata usaha yang tertinggi tersebut, bertindak masing-masing sebagai balik nama dan pembantu balik nama.19

(3)

1. Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memelihara atas tanah-tanah di Indonesia;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dimilik atas tanah tersebut;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum atas tanah

Berdasarkan Pasal 2 UUPA tersebut, maka khususnya pada Pasal 19 UUPA menginstruksikan kepada pemerintah agar semua wilayah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bertujuan untuk menjamin Kepastian Hak atas Tanah. Oleh karena itu atas dasar perintah Pasal 19 UUPA, maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang pelaksanaan Pendaftaran Tanah.

Pada perkembanganya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia, dimana selama lebih kurang 35 Tahun PP Nomor 10 Tahun 1961 ini berjalan dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk di daftar, hanya baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah di daftar, dimana hal ini terjadi karena masih banyaknya hambatan-hambatan yang dijumpai seperti kurangnya alat-alat yang canggih dalam Pengukuran Tanah, kurangnya anggaran dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah, serta aturan hukum yang dijadikan dasar pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang dirasakan belum bisa untuk melakukan Pendaftaran tanah secara cepat.22

Atas dasar itulah maka selanjutnya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini dirasa perlu disempurnakan, oleh karena itulah PP Nomor 10 Tahun 1961 ini diganti

22

(4)

dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana dengan lahirnya PP ini diharapkan dapat terjadinya percepatan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia. PP Nomor 24 Tahun 1997 ini berlaku hingga sekarang dan merupakan dasar hukum dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia.

B. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah berasal dari kata Cadastre yaitu suatu istilah tekhnis untuk suatu rekord (rekaman), menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (lain-lain alas hak) terhadap bidang-bidang tanah. Sedangkan Cada stre sendiri berasal dari bahasa latin yaitu Capitastrum yang berarti suatu register atau kapita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah romawi (Capotatio Torrens), dalam artian yang lebih tegas cadastre adalah rekord (rekaman pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari pada hak-hak atas tanah tersebut.23

Menurut PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dan terartur, meliputi pengumpulan, pengelolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta

23

(5)

dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Dari penjelasan Pasal 1 ini maka disebutkan bahwa Pendaftaran Tanah tersebut dipertegas dengan unsur-unsur sebagai berikut:24

1. Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama sekali dan harus dipelihara;

2. Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru (Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Milik;

3. Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun. 4. Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan

penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis.

Berdasarkan uraian mengenai pendaftaran Tanah tadi maka dapat disimpulkan bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan pemerintah, yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah dengan memberikan surat tanda bukti kepemilikan berupa Sertifikat.

24

(6)

C. Azas dan Tujuan Pendaftaran Tanah

sebagai upaya dalam memberikan jaminan kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah, pelaksanaan Pendaftaran Tanah itu sendiri haruslah dilandasi oleh asas-asas yang mendasari pelaksanaanya. Adapun asas-asas dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah antara lain:25

1. Azas Sederhana, dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dan dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama para pemegang Hak atas tanah

2. Azas Aman, dimaksudkan untuk menunjukan, bahwa Pendaftaran Tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat serta hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum

3. Azas Terjangkau, dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan Pendaftaran Tanah harus bisa dijangkau oleh para pihak yang memerlukan 4. Azas Mutakhir, dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam

pelaksanaanya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan yang terjadi dikemudian hari

25

(7)

Selanjutnya mengenai tujuan dari pada Pendaftaran Tanah diatur di dalam Pasal 3 PP. Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adapun yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah adalah:26

1. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

2. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

3. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Dengan adanya tujuan pendaftaran tanah ini diharapkan bahwa pelaksanaan dari pada Pendaftaran tanah tersebut, tidak hanya memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak tetapi lebih dari pada itu dimana pelaksanaan Pendaftaran Tanah juga dapat mempermudah pemerintah maupun pihak yang berkepentingan dalam memperoleh data-data mengenai tanah, sehingga dengan tersedianya informasi tersebut dapat tercapainya tertib dalam administrasi pertanahan yang merupakan tujuan yang ketiga dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah.

26

(8)

D. Objek Pendaftaran Tanah

Pasal 9 PP. Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditentukan beberapa bidang-bidang tanah yang dapat dijadikan objek dalam Pendaftaran Tanah, adapun objek Pendaftaran Tanah meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Pakai;

2. Tanah Hak Pengelolahan; 3. Tanah Wakaf;

4. Hak milik atas satuan rumah susun; 5. Hak Tanggungan;

6. Tanah Negara.

Mengenai objek pendaftaran tanah seperti Hak Milik, HGU, HGB, dan Hak Pakai telah diatur secara jelas di dalam UUPA, dan dipertegas lagi pengaturanya dengan dikeluarkanya PP. Nomor 40 dan 41 Tahun 1996. dan selanjutnya mengenai tanah wakaf, hak milik satuan rumah susun, serta tanah hak tanggungan telah jelas diatur di dalam Undang-Undang tersendiri.

(9)

perjanjian yang dibuat antara pemegang hak pengelolahan dengan seseorang ataupun badan hukum.27

Berbeda halnya dengan objek-objek Pendaftaran Tanah yang lain, dalam hal tanah negara pendaftaranya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. Untuk tanah negara tidak disediakan buku tanah dan karenanya juga tidak diterbitkan sertifikat haknya.28

E. Sistem Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia

Pendaftaran Tanah sendiri, diseluruh dunia ada dikenal 2 (dua) sistem pendaftaran tanah, adapun kedua sistem tersebut antara lain:29

1. Sistem positif

Sistem Pendaftaran Tanah Positif adalah suatu sistem dimana kepada yang memperoleh Hak atas tanah ini akan diberikan jaminan yang lebih kuat. Jadi dengan demikian, maka mereka atau orang-orang yang tercatat pada Daftar Umum/Buku Tanah itu adalah si pemilik tanah yang pasti, sehingga pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bahwa pada suatu ketika, mereka atau orang-orang yang tercatat dalam Daftar Umum/Buku Tanah akan kehilangan Haknya atau dirugikan. Adapun Negara yang menerapkan Sistem Positif ini antara lain:

a. Jerman; b. Swiss; c. Austria;

27

A.P. Parlindungan , Op.Cit.,hlm.85

28

Budi Harsono, Op.Cit.,hlm.476

29

(10)

d. Australia . 2. Sistem negatif

Sistem pendaftaran tanah negatif adalah suatu sistem bahwa kepada si pemilik tanah ini, diberikan jaminan lebih yang lebih kuat, apabila dibandingkan perlindungan yang diberikan kepada pihak ketiga. Jadi dengan demikian, maka si pemilik tanah dapat menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada daftar umum dan/atau buku tanah. Adapun Negara yang menerapkan Sistem negatif ini antara lain:

a. Cina b. Perancis c. Philipina

Indonesia sendiri menganut sistem pendaftaran tanah negatif dengan tendensi-tendensi Positif, dimana hal ini dapat dilihat dari pendapat A.P Parlindungan yang menyatakan bahwa :30

” Secara Implisit di dalam UUPA ditegaskan bahwa dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia diterapkan Sistem Negatif yang bertendensi Positif. Hal ini didasarkan kepada sejarah kepemilikan tanah secara individual serta demikian luasnya wilayah Indonesia yang jika hanya mengandalkan ingatan dan keterangan saksi pasti tidak teliti serta tidak tercatat secara akurat dan tidak pula didokumentasi secara sentral, selain itu penerapan Sistem Negatif ini dapat dilihat dengan adanya lembaga Exemainer Of Title (Panitia Tanah) yang memberikan kesempatan kepada orang atau pihak yang merasa Haknya lebih kuat dari yang terdapat dalam sertifikat dapat mengklaim hal ini dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Namun Sistem Negatif ini jelaslah mempunyai aspek Positif oleh karena bergerak dari adanya suatu publikasi yang memancing orang orang yang lebih berhak untuk menyanggahnya, sehingga objektifitas hak ini

akan mengarah kepada kesempurnaan.”

30

(11)

Indonesia menganut Pendaftaran Tanah dengan sistem negatif yang bertendensi positif juga dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraanya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. Dalam sistem publikasi negatif negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni.31

Oleh karena itu, dengan adanya sistem negatif yang bertendensi positif ini, keterangan-keterangan yang ada itu apabila ternyata tidak benar, maka dapat diubah dan dapat dibetulkan. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia juga dapat disebut quasi positif (positif yang semu). Adapun ciri-ciri sistem quasi positif Pendaftaran Tanah di Indonesia adalah sebagai berikut:32

1. Nama yang tercantum dalam buku tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi oleh hukum. Sertifikat adalah bukti yang terkuat, tetapi tidaklah mutlak;

2. Setiap peristiwa balik nama, melalui prosedur dan penelitian yang seksama dan memenuhi syarat-syarat keterbukaan (Openbaar Beginsel);

3. Setiap persil batas diukur dan digambar dengan peta Pendaftaran Tanah dengan skala 1: 1000, ukuran mana yang memungkinkan untuk dapat

31

Tampil Anshari, Undang-Undang Pokok Agra ria Dalam Bagan, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Medan, 2001, hlm.230

32

(12)

dilihat kembali batas persil, apabila dikemudian hari terdapat sengketa batas;

4. Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat dapat dicabut melalui proses keputusan pengadilan negeri atau dibatalkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, apabila terdapat cacat hukum;

5. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti rugi pada masyarakat, karena kesalahan administrasi Pendaftaran Tanah, melainkan masyarakat sendiri yang merasa dirugikan melalui proses pengadilan negeri untuk memperoleh haknya.

F. Mekanisme Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Menurut PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur didalam PP Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri dari 10 Bab dan 66 Pasal, dimana Pasal-pasal yang terdapat dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 ini saling berkaitan satu dengan yang lainya. Adapun hal-hal yang diatur dalam PP. Nomor 24 Tahun 1997 ini meliputi: 1. Bab I Ketentuan Umum, yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 sampai dengan

angka 24. dimana dalam ketentuan umum ini diuraikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah serta badan - badan penyelenggara Pendaftaran Tanah.

(13)

3. Bab III Pokok-Pokok Penyelenggara dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, yang terdiri atas 4 bagian, adapun bagian tersebut antara lain:

a. Bagian Pertama terdiri dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, dimana pada Pasal 5 dikatakan bahwa Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). yang hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1961, dimana dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 tersebut pelaksanaan Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Jawatan Pendaftaran Tanah yang ketika mulai berlaku PP ini masih merupakan suatu jawatan di Departement Kehakiman, yang kemudian kelak digabungkan pada Menteri Agraria dan teruslah Jawatan Pendaftaran Tanah tersebut mempunyai kantor sendiri sebagai kantor Pendaftaran Tanah dan Instansi atasanya adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pendaftaran Tanah dan kemudian atasan lanjutnya adalah Jawatan Pendaftaran Tanah.33 Selanjutnya pada Pasal 6 untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT, yang dimaksud kegiatan tertentu meliputi pembuatan akta jual beli, pembebanan hak dan lain-lain.

b. Bagian Kedua, mengatur tentang Obyek Pendaftaran Tanah, yang diatur dalam Pasal 9, dimana adapun yang menjadi objek Pendaftaran Tanah meliputi:

1). Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, HGU, HGB, dan Hak Pakai;

33

(14)

2) Tanah Hak Pengolahan; 3) Tanah Wakaf;

4) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun; 5) Hak Tanggungan;

6) Tanah Negara.

c. Bagian Ketiga, mengatur tentang Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah, yang diatur dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa wilayah tata usaha Pendaftaran Tanah adalah desa atau kelurahan, tetapi khusus untuk Pendaftaran Tanah HGU, Hak Tanggungan, Hak Pengelolahan dan Tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftaranya adalah Kabupaten /Kotamadya.

d. Bagian Keempat, mengatur tentang pelaksanaan Pendaftaran Tanah, yang diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 12, dimana pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali (recording of title),Adapun kegiatan untuk pertama kali meliputi:34 1) Pengumpulan data dan pengolahan data fisik;

2) Pembuktian hak dan pembukuanya; 3) Penerbitan sertifikat;

4) Penyajian data fisik dan data yuridis; 5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen;

Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah (continuous of recording), yaitu setiap mutasi, pengikatan Hak Tanggungan dan pendirian hak baru harus

34

(15)

terekam, dan segala hal-hal yang berkaitan dengan tanah tersebut, seperti tanah tersebut disita, dibekukan karena kewarganegaraan yang punya, karena pewarisan lelang dan sebagainya. Adapun kegiatan pemeliharaan data Pendaftaran Tanah meliputi :35

1) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

2) Pendaftaran perubahan data Pendaftaran Tanah lainya.

4. Bab IV Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali, yang terdiri atas 6 bagian. Adapun bagian tersebut antara lain :

a. Bagian pertama, mengatur tentang Pelaksanaan Pendaftaran Pertama kali, yang diatur dalam Pasal 13, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa kegiatan Pendaftaran pertama kali dilakukan secara Sistematik dan Sporadik.

b. Bagian kedua, mengatur tentang Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik, yang diatur dalam Pasal 14 sampai Pasal 22,dimana dalam pasal 14 dikatakan bahwa kegiatan pengukuran dan pemetaan ini meliputi:

1) Pembuatan peta dasar Pendaftaran, yang diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16;

2) Penetapan batas bidang-bidang tanah, yang diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19;

3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, yang diatur dalam Pasal 20;

4) Pembuatan daftar tanah, yang diatur dalam Pasal 21;

35

(16)

5) Pembuatan surat ukur, yang diatur dalam Pasal 22;

c. Bagian ketiga, mengatur tentang Pembuktian Hak dan Pembukuanya, yang diatur dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 30. dimana Pasal 23 sampai dengan Pasal 28 mengatur tentang pembuktian hak. Dalam hal pembuktian hak ini dikenal ada 2 pembuktian hak, antara lain:

1) Pembuktian hak baru sebagaimana yang diatur dalam pasal 23, dimana pembuktianya tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a) Hak atas tanah baru dibuktikan dengan suatu surat penetapan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila tanah tersebut berasal dari Tanah Negara atau Tanah Hak Pengelolahan. Akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang Hak Milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai HGB dan Hak Pakai atas Tanah Negara;

b) Hak Pengelolahan dibuktikan dengan penetapan pemberian Hak Pengelolahan oleh pejabat yang berwenang;

c) Tanah Wakaf dibuktikan dengan Akta Ikrar Wakaf;

d) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dibuktikan dengan Akta Pemisahan;

e) Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan.

(17)

a) untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari Konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti berupa bukti tertulis, keterangan saksi, dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenaranya oleh Panitia Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah secara Sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam Pendaftaran Tanah secara Sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak tersebut;

(18)

musawarah tidak membawa hasil maka para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan. Dan jika selama jangka waktu pengumuman yang diberikan telah berakhir, maka data fisik dan data yuridis disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28

3) Pembukuan Hak, diatur dalam Pasal 29 dan Pasal 30, dimana Hak Atas Tanah, Hak Pengelolahan, Tanah Wakaf, Hak Atas Satuan Rumah Susun didaftar dengan membukukanya pada buku tanah yang memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah yang bersangkutan, pembukuan yang dilakukan tersebut merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur.

(19)

e. Bagian kelima, mengatur tentang penyajian data fisik dan data yuridis, yang diatur dalam pasal 33 dan 34, dimana pada pasal 33 dikatakan bahwa dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha Pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama. Yang mengenai bentuk, cara pengisisan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pergantian peta pendaftaran, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama ditentukan oleh Menteri. Pasal 34 menyatakan bahwa setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, akan tetapi mengenai data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

f. Bagian keenam, mengatur tentang penyimpanan daftar umum dan dokumen, yang diatur dalam Pasal 35, dimana mengenai dokumen ini haruslah tersimpan rapi dan aman dan terbuka untuk umum untuk diperiksa, kalaupun pihak lain memerlukan dokumen tersebut sedapat mungkin pihak tersebut harus datang ke Kantor Pertanahan, namun jika ingin diperlukan sebagai alat bukti dihadapan Hakim dokumen tersebut dapat dibawa keluar kantor, dan setelah siap diperiksa seluruh dokumen tadi dikembalikan kepada Kantor Pertanahan.

(20)

a. Bagian kesatu, bagian umum mengenai pemeliharaan data pendaftaran tanah, yang diatur dalam Pasal 36, dimana pada intinya jika dikatakan bahwa kegiatan Pendaftaran Tanah berkelanjutan, maka tentunya jika ada data fisik maupun data yuridis harus sudah terekam dalam segala buku atau daftar yang terdapat di Kantor Pertanahan.36

b. Bagian kedua, yang mengatur Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak yang diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 46, dimana pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 43 mengatur tentang pemindahan hak dan peralihan hak, adapun pengaturanya antara lain:

1) dalam hal pemindahan dan peralihan hak haruslah dilakukan melalui PPAT, namun untuk daerah terpencil dapat ditunjuk seorang PPAT sementara;

2) Setiap perbuatan yang dilakukan dihadapan seorang PPAT haruslah disaksikan oleh dua orang saksi, dimana hal tersebut merupakan ketentuan umum yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 38;

3) Pada Pasal 39 diuraikan mengenai PPAT dapat menolak membuat akta jika :

a) mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, tidak diberkan sertifikat yang asli atau datanya tidak sesuai lagi dengan Kantor Pertanahan;

36

(21)

b) salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum tidak memenuhi syarat untuk bertindak hukum;

c) salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak;

d) untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan, belum mendapat izin dari pejabat atau instansi yang berwenang jika diperlukan izin; e) obyek perbuatan hukum sedang dalam sengketa;

f) tidak memenuhi syarat lain atau melanggar peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan.

4) PPAT sudah harus menyerahkan berkas yaitu akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan terhitung selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 40

5) Pada Pasal 41 mengatur tentang pemindahan hak dengan Lelang dimana sebelum dilaksanakan lelang maka Kepala Kantor Pelelangan wajib meminta SKPT dalam tempo 7 hari, kepada Kantor Pertanahan dimana SKPT ini untuk mengetahui data yuridis dan data fisik yang terakhir.37

6) Pada Pasal 42 mengatur tentang peralihan hak karena pewarisan dimana dalam hal pewarisan jika bidang tanah yang menjadi warisan

37

(22)

belum terdaftar maka diserahkan juga dokumen-dokumen yang diperlukan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39, jika pewaris hanya terdiri dari satu orang maka pendaftaran peralihan hak dilakukan kepada orang tersebut, dan apabila pewaris lebih dari satu maka pendaftaran harus disertai dengan membawa akta pembagian waris. 7) Pada Pasal 43 mengatur tentang peralihan hak karena penggabungan

atau peleburan Perseroan atau Koperasi, dimana setiap penggabungan atau peleburan Perseroan atau Koperasi itu pelaksanaanya harus dengan suatu akta PPAT

Sementara itu mengenai pembebanan hak dan penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 46 dimana adapun pengaturanya antara lain:

1) pada Pasal 44 dikatakan bahwa Pembebanan Hak Tanggungan kepada hak-hak atas tanah, baru dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT

2) pada Pasal 45 dikatakan Kantor Pertanahan dapat menolak peralihan dan Pembebanan hak, jika salah satu syarat tidak dipenuhi seperti: a) Sertifikat sudah tidak sesuai lagi dengan data yang ada pada Kantor

Pertanahan;

b) Perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37 tidak dibuktikan dengan akta PPAT;

(23)

d) Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;

e) Tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di Pengadilan;

f) Perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 37 dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar ke Kantor Pertanahan. c. Bagian ketiga mengatur tentang pendaftaran perubahan data Pendaftaran

Tanah lainya, yang diatur dalam pasal 47 sampai dengan pasal 56, dimana adapun pengaturanya antara lain:

1) Pasal 47 menyatakan bahwa setiap perpanjangan waktu hak atas tanah harus dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan. 2) Pasal 48 mengatur mengenai pemecahan bidang tanah, dimana

dikatakan bahwa atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, suatu bidang tanah dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, dimana setiap bidang yang dipecah harus dibuat surat ukur, buku tanah, dan sertifikat mengantikan yang sebelumnya. Jika pemecahan dilakukan terhadap hak atas tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan, maka pemecahan baru dapat dilakukan jika mendapat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.

(24)

bidang tanah yang dipisahkan dibuat surat ukur, buku tanah, dan sertifikat sebagai satuan bidang tanah baru.

4) Pasal 50 mengatur tentang penggabungan, dimana penggabungan dapat dilakukan terhadap dua bidang tanah atau lebih dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama. Selanjutnya bidang-bidang tanah yang telah digabung dapat dibuat surat ukur, buku tanah, dan sertifikat yang baru, sedangkan untuk surat ukur, buku tanah, dan sertifikat yang lama masing-masing dimusnahkan.

5) Pasal 51 mengatur tentang pembagian hak bersama, dimana mengenai hak bersama ini yang akan dijadikan hak masing-masing, pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta PPAT yang membuktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama.

6) Pasal 52 mengatur tentang hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun, dimana mengenai pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur, serta memusnahkan sertifikatnya.

(25)

yang dimaksud pada Pasal 54 dimana pendaftaranya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

8) Pasal 55 mengatur tentang perubahan data Pendaftaran Tanah berdasarkan Putusan Pengadilan, dimana jika hal ini terjadi maka Kepala Kantor Pertanahan harus tunduk kepada Putusan Pengadilan tersebut, dengan mengubah data Pendaftaran Tanah yang bersangkutan 9) Pasal 56 mengatur tentang perubahan nama, dimana jika hal ini terjadi maka Kepala Kantor Pertanahan hanya cukup mencatat perubahan nama pemegang hak tersebut kedalam buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan.

6. Bab VI Penerbitan Sertifikat Pengganti, yang diatur dalam pasal 57 sampai dengan Pasal 60, adapun pengaturanya antara lain:

a. Pasal 57 menyatakan bahwa atas permohonan pemegang hak dapat diterbikan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat lama yang rusak, untuk permohonanya hanya bisa diajukan oleh pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah tersebut atau pihak lain yang merupakan penerima hak yang berdasarkan akta PPAT, jika pemegang meninggal dunia maka dapat diajukan oleh ahli waris

(26)

c. Pasal 59 menyatakan bahwa permohonan harus disertai dengan sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan, dan penerbitan sertfikat pengganti ini didahului dengan pengumuman 1 kali dalam salah satu surat kabar harian. Jika dalam jangka waktu 30 hari setelah pengumuman tidak ada yang berkeberatan maka barulah dapat diterbitkan sertifikat pengganti

d. Pasal 60 menyatakan pergantian sertifikat hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas suarat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkanya sertifikat tersebut kepada pemenang lelang

7. Bab VII Biaya Pendaftaran Tanah yang diatur dalam Pasal 61, dimana dikatakan bahwa besarnya biaya dan cara pembayaran biaya dalam rangka Pendaftaran Tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pemohon dapat dibebaskan dari biaya-biaya oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, jika mampu membuktikan kalau ia tidak mampu membayar biaya tersebut 8. Bab VIII Sanksi, yang diatur dalam Pasal 62 dan 63, dimana mengenai sanksi

ini diberikan kepada PPAT dan Kepala Kantor Pertanahan, jika terbukti telah mengabaikan Peraturan-Peraturan yang berlaku, yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah serta masalah-masalah lain yang telah dikenalpasti, penulis ingin membangunkan satu laman web bercirikan Pembelajaran Berbantukan

Masya- rakat mempunyai sarana atau media yang lebih luas untuk menyampaikan pemahamannya mengenai poligami yang terjadi, masyarakat semakin ingin menunjukan pemikiranya

Pengelolaan memori utama sangat penting untuk sistem komputer, penting untuk memproses dan fasilitas masukan/keluaran secara efisien, sehingga memori dapat

Pada aplikasi Electric Guitar Workshop disajikan materi-materi berbasis multimedia yang memperlihatkan hal-hal tentang gitar elektrik seperti guitar explanation, guitars equipment

[r]

Puji syukur penulis ucapakan kepada Tuhan yang Maha Esa karena skripsi dengan judul ” Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Dan Asimetri Informasi Terhadap

mengajar bagi mahasiswa di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Magelang Tahun 2015/2016, perlu adanya Pembimbing Akademik dan konseling bagi mahasiswa Semester II,

Bahwa Terdakwa pada tanggal 14 Januari 2010 sekira pukul 21.00 Wit menelpon Saksi-II (teman lettingnya) meminta ijin untuk tidak masuk kantor dengan alasan orang tuanya