• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien NO2, SO2, PM10 Dengan Kejadian Ispa Di Kota Medan Tahun 2013-2016 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien NO2, SO2, PM10 Dengan Kejadian Ispa Di Kota Medan Tahun 2013-2016 Chapter III VI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi ekologi berbasis time trend. Data yang digunakan merupakan data kasus ISPA yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan data pengukuran kualitas udara yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah seluruh dokumen atau laporan kasus ISPA oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan dokumen atau laporan kualitas udara (uji roadsite) Kota Medan selama tahun 2013-2016 pada 3 kecamatan di Kota Medan yang menjadi titik sampel pengukuran udara yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Kota.

3.4Metode Pengumpulan Data

(2)

Data juga diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Kota Medan, berupa data hasil pengukuran kualitas udara NO2, SO2, PM10 selama tahun 2013-2016. Data dikumpulkan dari data hasil pengukuran udara ambien yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Medan yaitu uji roadsite yang dilakukan dimulai dari tahun 2013 (oktober), tahun 2014 (September, November, Desember), tahun 2015 (Juli, September, Oktober, November), dan tahun 2016 (April, Agustus, September, Oktober, November) di kecamatan Medan Deli, Medan Sunggal, dan Medan Kota.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

(3)

Badan

Adapun langkah-langkah dalam manajemen data adalah sebagai berikut : a. Mengkode data (data coding)

(4)

3.6.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi, nilai minimum, nilai maksimum, dan nilai rata-rata pada semua variabel. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk tabel yang akan dijelaskan dalam hasil penelitian. Selain itu, untuk melihat gambaran tren per bulan dan per tahun, maka akan ditampilkan grafik tren bulan dan tren tahun 2013-2016 per kecamatan.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara kualitas udara ambien NO2, SO2, dan PM10 dengan kejadian ISPA. Variabel tersebut berskala rasio sehingga uji yang digunakan adalah uji Pearson correlation atau Spearman correlation dan uji regresi linear sederhana. Uji korelasi dikatakan bermakna jika p <0,05 dengan derajat koefisien korelasi (r) sebagai berikut :

r = 0 – 0,25 : Tidak ada hubungan / hubungan lemah r = 0,26 – 0,50 : Hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75 : Hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00 : hubungan sangat kuat / Sempurna

3.6.2 Analisis Multivariat

(5)

Kota Medan terletak antara 3o.27’ – 3o.47’ Lintang Utara dan 98o.35’ – 98o.44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Kota Medan merupakan salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah 265,20 km2.

Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Di antara 3 kecamatan pada penelitian ini, kecamatan Medan Deli merupakan kecamatan yang paling luas, yaitu dengan luas 20,84 km2 (7,86%) sedangkan kecamatan Medan Sunggal memiliki luas 15,44 km2 (5,83%) dan kecamatan Medan Kota dengan luas 5,27 km2 (1,99%).

(6)

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun (2015), jumlah penduduk kota Medan adalah 2.210.624 jiwa yang terdiri dari 1.091.937 laki-laki dan 1.118.687 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk di Kota Medan pada tahun 2014 – 2015 didominasi oleh 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Marelan (3,76%), Kecamatan Medan Amplas (2,05%), Kecamatan Medan Deli (1,86%), Kecamatan Medan Selayang (1,62%), dan Kecamatan Medan Johor (1,23%)

Rata-rata kepadatan penduduk Kota Medan adalah 8.339 jiwa per km2. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Medan Perjuangan yang kepadatannya mencapai 23.443 jiwa per km2 pada tahun 2015. Sedangkan wilayah yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Medan Labuhan yaitu sebesar 3.203 jiwa per km2.

Pada tahun 2015, penduduk Kota Medan mencapai 2.210.624 jiwa. Dibanding hasil proyeksi penduduk 2014, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.484 jiwa (0,89%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 8.339 jiwa/km2.

(7)

penduduk Kecamatan Medan Deli berada pada peringkat ketiga setelah kecamatan Medan Marelan dan kecamatan Medan Amplas.

Tabel 4.1

10 Penyakit Terbesar di Kota Medan

No Jenis Penyakit Jumlah Kasus Persentase

1 ISPA 197.378 39,87

8 Gingivitis dan periodental 19.008 3,84

9 Penyakit kulit infeksi 17.811 3,60

10 Tonsilitis 17.456 3,53

Sumber : Medan dalam Angka 2016

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun BMKG Wilayah I pada tahun 2015 yaitu 21,20C dan suhu maksimum 35,10C. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 81 – 82% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 2,3 meter/detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulanna 108,2 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2015 per bulan 14 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 141 mm.

(8)

4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Konsentrasi NO2

Total pengukuran konsentrasi NO2 pada udara ambien di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 13 kali pengukuran. Gambaran Konsentrasi NO2 setiap tahunnya pada 3 Kecamatan di Kota Medan dapat dilihat pada gambar 4.1. Konsentrasi NO2 cenderung meningkat di tahun 2015 hingga 2016.

Gambar 4.1

(9)

Hasil pengukuran NO2 di Kecamatan Medan Deli selama tahun 2013-2016 masih jauh berada di bawah baku mutu (400 µg/m3). Konsentrasi NO

2 mulai menunjukkan peningkatan pada Juli 2015 dan nilai tertinggi pada April 2016 yaitu 112,8 µg/m3. Nilai terendah konsentrasi NO2 terjadi pada September 2016 yaitu 17,85. µg/m3 (Gambar 4.6).

Gambar 4.2

(10)

Konsentrasi NO2 di Kecamatan Medan Sunggal juga masih jauh dibawah baku mutu (400 µg/m3). Konsentrasi NO

2 mengalami peningkatan dimulai dari Oktober 2013 dan nilai tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2015 (66,16 µg/m3). Konsentrasi NO2 terus mengalami penurunan hingga Oktober 2016 (10,61 µg/m3). Nilai terendah konsentrasi NO2 pada Kecamatan Medan Sunggal terjadi pada Oktober 2016 yaitu 10,61 µg/m3 (Gambar 4.3).

Gambar 4.3

(11)

Hasil pengukuran NO2 di Kecamatan Medan Kota menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 masih berada di bawah baku mutu (400 µg/m3). Peningkatan NO2 di Kecamatan Medan Kota cenderung naik dan turun di setiap bulannya. Puncak konsentrasi NO2 tertinggi terjadi pada September 2016 (88,88 µg/m3). Nilai terendah konsentrasi NO2 di Kecamatan Medan Kota terjadi pada Oktober 2013 yaitu 22,71 µg/m3 (Gambar 4.4).

Gambar 4.4

Grafik Konsentrasi NO2 di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013 – 2016

(12)

Tabel 4.2

Distribusi Konsentrasi NO2 di Kota Medan Tahun 2013 – 2016

Variabel Mean SD

Minimal-Maksimal 95 % CI

Baku Mutu

Konsentrasi NO2 47,09 23,16 10,61 -

112,80

39,72 -

53,77 400

4.2.2 Konsentrasi SO2

Total pengukuran konsentrasi SO2 dalam udara ambien di Kota Medan selama tahun 2013 - 2016 adalah 13 kali pengukuran. Gambaran konsentrasi SO2 di 3 Kecamatan di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 yang ditampilkan pada gambar 4.5.

Gambar 4.5

(13)

Konsentrasi SO2 di Kecamatan Medan Deli (Pintu masuk KIM 1) dari tahun 2013 – 2016 mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga September 2014 dan cenderung statis selama tahun 2014. Sejak bulan Juli 2015, konsentrasi SO2 terus meningkat hingga bulan November 2015 (102 µg / m3) dan kembali mengalami penurunan pada April 2016 (51,31 µg / m3). Konsentrasi SO2 tertinggi terjadi pada pengukuran Oktober 2016, 122,38 µg / m3. (Gambar 4.6)

Gambar 4.6

(14)

Konsentrasi SO2 di Kecamatan Medan Sunggal (di Tomang Elok) menunjukkan penurunan yang cukup drastis pada September 2014, 32,84 µg / m3. Konsentrasi SO2 kembali mengalami peningkatan pada Juli 2015 (68,87 µg / m3) dan pada Oktober 2015 memiliki hasil pengukuran SO2 tertinggi, yaitu mencapai (78,29 µg / m3). Namun, konsentrasi SO2 terus menurun dari November 2015 hingga September 2016 dan konsentrasi SO2 cukup stabil hingga bulan November 2016. Nilai terendah konsentrasi SO2 di Kecamatan Medan Sunggal terjadi pada bulan September 2014 yaitu 32,84 µg/m3 (Gambar 4.7).

Gambar 4.7

(15)

Konsentrasi SO2 di Kecamatan Medan Kota juga menunjukkan penurunan pada September 2014 (31,56 µg / m3) dan meningkat kembali ada Juli 2015 (70,81 µg / m3). Konsentrasi SO2 tertinggi teradi pada bulan Oktober 2016 , yaitu mencapai 111, 95 µg / m3. Nilai terendah konsentrasi SO2 di Kecamatan Medan Kota terjadi pada bulan September 2014 yaitu 31,56 µg/m3 (Gambar 4.8).

Gambar 4.8

Grafik Konsentrasi SO2di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2013 – 2016

(16)

Tabel 4.3

Distribusi Konsentrasi SO2 di Kota Medan Tahun 2013-2016

Variabel Mean SD

Minimal-Maksimal 95 % CI

Baku Mutu

Konsentrasi

SO2 65,69 25,03

31,56 - 122,40

58,27 -

73,40 900

4.2.3 Konsentrasi PM10

Pengukuran konsentrasi PM10 pada udara ambien Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 dilakukan sebanyak 13 kali. Gambaran konsentrasi PM10 pada 3 Kecamatan di Kota Medan tahun 2013 – 2016 akan ditampilkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9

(17)

Dalam 13 kali pengukuran PM10 di Kecamatan Medan Deli terdapat nilai konsentrrasi PM10 yang melebihi baku mutu (150 µg/Nm3), yaitu pada bulan Agustus tahun 2016. Tren konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Deli cenderung naik dimulai bulan Desember 2014 hingga Agustus 2016 dan kembali menurun hingga November 2016. Nilai tertinggi juga terjadi pada bulan Agustus tahun 2015. Nilai terendah konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Deli terjadi pada bulan Desember 2014 yaitu 69,33 µg/m3 (Gambar 4.10).

Gambar 4.10

(18)

Hasil pengukuran konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Sunggal menunjukkan grafik yang cenderung stabil namun terdapat kenaikan yang sangat drastis dan melebihi baku mutu (150 µg/Nm3). Grafik juga menunjukkan penurunan yang sangat drastis juga pada bulan November 2015 (289,33 µg / m3). Nilai terendah konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Sunggal terjadi pada bulan November 2016 yaitu 61,67 µg/m3 (Gambar 4.11).

Gambar 4.11

(19)

Dalam 13 kali pengukuran konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Kota terdapat nilai konsentrasi PM10 yang melebihi baku mutu (150 µg/m3), yaitu bulan Oktober 2015. Nilai tertinggi juga terjadi pada bulan tersebut, 303 µg/m3 dan melebihi baku mutu. Nilai terendah konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Kota terjadi pada bulan September 2015 yaitu 51,33 µg/m3 (Gambar 4.12).

Gambar 4.12

Grafik Konsentrasi PM10 di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013 – 2016

(20)

Tabel 4.4

Distribusi Konsentrasi PM10 di Kota Medan Tahun 2013 – 2016

Variabel Mean SD

Minimal-Maksimal 95 % CI

Baku Mutu

Konsentrasi

PM10 101,35 51,66

51,33 - 303,00

86,97 -

119, 69 150

4.2.4 Jumlah Kasus ISPA

Data kasus ISPA diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan. Data ISPA yang digunakan disesuaikan dengan periode pengukuran udara ambien yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Medan. Gambaran Kasus ISPA pada 3 Kecamatan di Kota Medan tahun 2013 – 2016 dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13

(21)

Jumlah kasus ISPA di Kecamatan Medan Deli bervariasi setiap bulan dan tahunnya. Angka terendah adalah pada bulan September 2015 (626 kasus) dan angka tertinggi adalah Oktober 2016 (1342 kasus). (Gambar 4.14)

Gambar 4.14

(22)

Tren Kasus ISPA di Kecamatan Medan Sunggal sangat bervariasi dengan angkat terendah adalah pada November 2016 (487 kasus) dan angka tertinggi adalah Oktober 2015 (1265 kasus). (Gambar 4.15)

Gambar 4.15

(23)

Jumlah kasus ISPA di Kecamatan Medan Kota cenderung naik turun setiap tahunnya. Angka terendah adalah 523 kasus pada Desember 2014 dan angka tertinggi adalah 1087 kasus pada Oktober 2016. (Gambar 4.16)

Gambar 4.16

Grafik Jumlah Kasus ISPA di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013 – 2016

Dari seluruh data kasus ISPA yang diperoleh di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016, diketahui rata-ratanya adalah 720,36 kasus dengan standar deviasi 173,831. Jumlah terendah adalah 487 kasus dan jumlah tertinggi adalah 1231 kasus. (Tabel 4.5)

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi ISPA di Kota Medan Tahun 2013 – 2016

Variabel Mean SD

Minimal-Maksimal 95 % CI

Jumlah Kasus

ISPA 720,36 173,831

487 - 1231

(24)

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji korelasi dan uji regresi linier.

Tabel 4.6

Analisis Korelasi dan Regresi Konsentrasi NO2, SO2, PM10 terhadap Jumlah Kasus ISPA di Kota Medan Tahun 2013 – 2016

Variabel r R2 Persamaan Garis P Value

NO2 0,211 0,044 Y = 682,830 + 1,864*konsentrasi NO2 0,198 SO2 0,396 0,156 Y = 558,106 + 3,235*konsentrasi SO2 0,013 PM10 0,400 0,160 Y = 609,961 + 1,585*konsentrasi PM10 0,012

Berdasarkan diatas didapatkan bahwa tidak ada korelasi antara konsentrasi NO2 dengan kejadian ISPA dengan nilai p > 0,05 (p = 0,472). Ada korelasi antara konsentrasi SO2 dengan kejadian ISPA dengan nilai p < 0,05 (p = 0,040). Ada korelasi antara konsentrasi PM10 dengan kejadian ISPA dengan nilai p < 0,05 (p = 0,029).

Berdasarkan tabel 4.6 diatas didapatkan p value = 0,198 lebih besar dari α = 0,05, maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi NO2 tidak ada korelasi dengan kejadian ISPA. Hubungan korelasi antara konsentrasi NO2 dengan kejadian ISPA menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,211) dan berpola positif artinya semakin tinggi konsentrasi NO2 maka semakin tinggi kejadian ISPA. Nilai koefisien determinan 0,044 artinya hanya 4,4% variasi konsentrasi NO2 yang dapat menjelaskan kejadian ISPA.

(25)

antara konsentrasi SO2 dengan kejadian ISPA menunjukkan hubungan yang sedang (r = 0,396) dan berpola positif artinya semakin tinggi konsentrasi SO2 maka semakin tinggi kejadian ISPA. Nilai koefisien determinan 0,156 artinya hanya 15,6% variasi konsentrasi SO2 yang dapat menjelaskan kejadian ISPA.

Konsentrasi PM10 juga memiliki p value = 0,012 lebih kecil dari α = 0,05, maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi PM10 berkorelasi dengan kejadian ISPA. Korelasi antara konsentrasi PM10 dengan kejadian ISPA menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola positif artinya semakin tinggi temperatur udara maka semakin tinggi kejadian ISPA. Nilai koefisien determinan 0,160 artinya hanya 16% variasi konsentrasi PM10 yang dapat menjelaskan kejadian ISPA.

4.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel independen (konsentrasi NO2, SO2, PM10) yang paling dominan memengaruhi variabel dependen yaitu kejadian ISPA.

Tabel 4.7

Analisis Regresi Berganda antara Konsentrasi NO2, SO2, PM10 dengan Kejadian ISPA di Kota Medan Tahun 2013-2016

(26)

Berdasarkam tabel 4.7 diatas diketahui bahwa ada 1 variabel yang dikeluarkan dari analisis uji regresi linier karena mempunyai nilai p>0,05 yaitu konsentrasi NO2.

Tabel 4.8

Analisis Regresi Berganda antara Konsentrasi SO2, PM10 dengan Kejadian ISPA di Kota Medan Tahun 2013-2016

Model analisis regresi linier ganda hubungan konsentrasi SO2 dan konsentrasi PM10 dengan kejadian ISPA di Kota Medan tahun 2013-2016 sebagai berikut:

Y = a + bX

Y = 466,682 + 2,628 (konsentrasi SO2) + 1,296 (konsentrasi PM10)

(27)

5.1.1 Konsentrasi NO2

Berdasarkan data hasil pengukuran udara ambien yang diperoleh dari BLH Kota Medan, diketahui bahwa konsentrasi NO2 selama tahun 2013 – 2016 pada 3 kecamatan yang dianalisis masih jauh dibawah baku mutu yaitu 400 µg/m3. Rata-rata konsentrasi NO2 adalah 47,096 µg/m3 dengan interval konsentrasi antara 10,61 µg/m3 sampai dengan 112,80 µg/m3 sehingga masih tergolong aman. Hasil analisis pada 3 Kecamatan menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 mengalami peningkatan mulai bulan Juli 2015.

Kelarutan NO2 dalam air rendah sehingga dapat mudah melewati trakea, bronkus, dan mencapai alveoli. Di dalam saluran pernapasan NO2 akan terhidrolisis membentuk asam nitrit (HNO2) dan asam nitrat (HNO3) yang bersifat korosif terhadap mukosa permukaan saluran napas. (Handayani, dkk, 2003).

(28)

Gas NO2 lebih banyak dihasilkan di jalan raya, maka untuk mencegah masalah-masalah yang terjadi di jalan raya harus diselesaikan. Gas NO2 akan lebih banyak berada di udara pada titik-titik kemacetan. Salah satu cara untuk mengurangi kemacetan dengan memaksimalkan penggunaan transportasi umum seperti kereta api, bus kota, bus antar jemput karyawan, dan lainnya. Penggunaan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda juga dapat diterapkan bagi pengguna jalan yang berjarak dekat.

Dari sisi kendaraan bermotor sendiri, perawatan mesin kendaraan dan uji emisi secara berkala sebaiknya dilakukan. Selain untuk meningkatkan performa mesin, tentunya hal ini juga untuk membantu mengurangi pencemaran udara di lingkungan. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi NO2 dalam udara ambien adalah dengan melakukan penanaman pohon dan tanaman penyerap polusi di sepanjang jalan. Pepohonan dan tanaman penyerap polusi dapat membantu membersihkan udara yang telah jenuh oleh polutan.

5.1.2 Konsentrasi SO2

(29)

mengalami peningkatan pada bulan September 2015. Secara garis besar, Konsentrasi SO2 Kota Medan memiliki grafik yang tidak stabil. Konsentrasi SO2 tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2016.

Sumber SO2 secara alami adalah letusan vulkanik, alga yang memproduksi dimetil sulfida, dan proses pembusukan pada tanah dan tumbuhan. Sumber SO2 hasil aktivitas manusia mayoritas berasal dari pembakaran dan proses inudstri. Selain itu, SO2 juga dihasilkan dari kendaraan bermotor meskipun persentasenya kecil. Proses pembakaran yang menghasilkan SO2 adalah pembakaran batubara pada generator listrik dan mesin-mesin. Proses industri yang menghasilkan SO2 adalah industri pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baha, dan sebagainya (Fardiaz, 2012).

Konsentrasi SO2 yang ada dalam udara ambien Kota Medan kemungkinan berasal dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Jumlah industri di Kota Medan pada tahun 2014 adalah 176 dan kecamatan dengan jumlah industri terbanyak adalah Kecamatan Medan Deli. Jenis industri terbanyak yang ada di Kota Medan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau (Kota Medan dalam Angka tahun 2015).

(30)

SO2 dengan gejala penyakit pernapasan yaitu wheezing (OR = 1.0213) dan ISPA (OR = 1.0521) setiap kenaikan konsentrasi sebanyak 10 µg/m3 (Linares et al, 2010).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi SO2 di udara adalah dengan memasang filter absorber pada cerobong asap industri. Hal ini dimaksudkan agar asap buangan yang akan dibuang ke atmosfer telah berkurang konsentrasi pencemarnya. Selain itu, sebaiknya uji emisi asap buangan industri jgua secara rutin dilakukan sehingga jika ada industri yang konsentrasi SO2 nya melebihi baku mutu emisi dapat langsung ditangani.

5.1.3 Konsentrasi PM10

Berdasarkan hasil analisis univariat, Konsentrasi PM10 mengalami peninkatan hingga melebihi baku mutu (150 µg/m3) yang terjadi pada bulan Agustus 2016 di Kecamatan Medan Deli (153 µg/m3), bulan Oktober 2015 di Kecamatan Medan Sunggal (289,33 µg/m3), dan bulan Oktober 2015 di Kecamatan Medan Kota (303 µg/m3). Namun rata – rata konsentrasi PM10 di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 101,35 µg/m3.

Berdasarkan tren konsentrasi PM10, Kecamatan Medan Sunggal dan Medan Kota memiliki tren yang hampir serupa, yaitu cenderung stabil dan terjadi peningkatan konsentrasi pada bulan Oktober 2015. Namun Kecamatan Medan Deli cenderung meningkat dan terus menurun mulai bulan September 2016.

(31)

Konsentrasi PM10 di Kota Medan mulai mengkhawatirkan karena sudah melampaui baku mutu di 3 kecamatan. Upaya yang dapat dilakukan untuk tindakan pencegahan dan pengendalian pada industri adalah penggunaan filter pada cerobong asap industri serta memperketat uji emisi yang dilakukan di industri-industri. Pada pemukiman, sebaiknya diadakan pelarangan membakar sampah karena dapat menambah konsentrasi PM10 di udara.

Pada kendaraan bermotor, perawatan mesin kendaraan dan uji emisi secara berkala sebaiknya dilakukan. Selain untuk meningkatkan performa mesin, tentunya hal ini juga untuk membantu mengurangi pencemaran udara di lingkungan. Pada jalan raya, upaya yang dapat dilakukan adalah menyelesaikan masalah-masalah pada daerah rawan kemacetan seperti memperbaiki pengaturan lalu lintas dan perbaikan permukaan jalan yang rusan atau tidak rata. Selain itu, penanaman pohon dan tanaman penyerap polusi di sepanjang jalan terutama titik-titik kemacetan juga dapat menjadi solusi untuk mengendalikan konsentrasi PM10 di udara ambien.

5.2 Kejadian ISPA di Kota Medan Tahun 2013 – 2016

Rata-rata kasus ISPA di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 720,36 kasus atau 720 kasus. Dari 3 kecamatan yang dianalisis, tren ISPA cenderung naik dan turun di setiap bulan – tahunnya.

(32)

Kondisi udara ambien yang sudah tercemar juga dapat menjadi salah satu faktor pencetus ISPA.

Untuk pencegahan ISPA di dalam rumah, pastikan ventilasi rumah berjumlah cukup dan berfungsi dengan baik sehingga pertukaran udara terjadi dengan baik. ISPA disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur, maka sebaiknya usahakan jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah cukup. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi agen-agen biologis tersebut.

Cara lain untuk mencegah ISPA adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak rentan terhadap penyakit. Hal-hal yang dapat dilakukan misalnya menerapkan pola makan gizi seimbang, penerapan ASI eksklusif pada bayi, imunisasi untuk bayi dan balita, menghindari kebiasaan merokok, dan menghindari orang yang merokok. Jika ketahanan tubuh sudah baik maka resiko untuk menderita ISPA juga akan berkurang.

5.3 Hubungan Kuliatas Udara dengan Kejadian ISPA di Kota Medan

Tahun 2013-2016

(33)

Pada bulan Oktober 2016, tidak terdapat hari libur pada saat di hari kerja. Tahun baru hijriah berada di hari minggu sehingga tidak ada hari libur dan tentunya jadwal bekerja berada di 1 bulan penuh sehingga penggunaan kendaraan bermotor dan kegiatan industri tinggi.

Kejadian ISPA tertinggi juga terjadi pada bulan Oktober di setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan bulan Oktober merupakan musim kemarau sehingga pencemar udara tidak dapat tertutupi. Tidak seperti musim hujan yang dapat menurunkan kadar pencemaran udara karena terkena air hujan.

5.3.1 Konsentrasi NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA

Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi pada variabel NO2 dengan jumlah kasus ISPA, ternyata tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi NO2 dalam udara ambien dengan jumlah kasus ISPA (p value = 0,198). Setelah dianalisis multivariat, NO2 di udara ambien juga tidak mempengaruhi kejadian ISPA di Kota Medan (p value = dan tidak berinteraksi dengan 2 variabel lainnya.

(34)

Pengaruh pajanan NO2 ditentukan oleh konsentrasi saat pajanan, proses akut atau kronik serta lama pajanan (Handayani dkk, 2003). Karena konsentrasi NO2 selama tahun 2013-2016 di Kota Medan masih tergolong rendah dan jauh dari baku mutu, maka belum terlihat pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Selain itu, ISPA disebabkan oleh banyak faktor dan agen penyakit. Dalam hal ini, mungkin faktor atau agen penyakit lain seperti bakteri, virus, jamur, dan lainnya yang lebih dominan untuk menyebabkan ISPA.

Sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi peningkatan kejadian ISPA akibat dari peningkatan konsentrasi NO2 dalam udara ambien adalah dengan menyelesaikan masalah pada titik kemacetan, memaksimalkan penggunaan transportasi umum, perawatan mesin kendaraan, penambahan jumlah pepohonan di sepanjang jalan rata, dan penggunaan masker saat beraktivitas di luar ruangan.

5.3.2 Konsentrasi SO2 dengan Jumlah Kasus ISPA

Hasil analisis korelasi dan regresi antar variabel SO2 dengan jumlah kasus ISPA selama tahun 2013 – 2016 di Kota Medan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p value = 0,013). Dalam analisis multivariat, diketahui bahwa variabel SO2 dapat mempengaruhi jumlah kasus ISPA di Kota Medan dengan p value = 0,036. Hubungan yang terjadi berpola positif dan berkorelasi sedang (r = 0,508).

(35)

pernapasan di kelompok umur lebih dari 85 tahun, terlebih lagi pada musim panas. Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan jumlah data yang diperoleh sehingga tidak dapat merepresentasikan hal yang terjadi sebenarnya. Kemungkinan lain adalah banyak variabel yang mempengaruhi SO2 tetapi tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini, seperti variabel suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, arah angin, dan kecepatan angin.

Sebagai pencegahan agat tidak terjadi peningkatan kejadian ISPA akibat dari peningkatan konsentrasi SO2 dalam udara ambien adalah dengan pemasangan filter pada cerobong asap industri, menggunakan bahan bakar yang kandungan sulfurnya rendah, melakukan penambahan jumlah pohon di sepanjang jalan raya, dan pemakaian masker saat beraktivitas di luar ruangan.

5.3.3 Konsentrasi PM10 dengan Jumlah Kasus ISPA

Hasil analisis korelasi dan regresi antara variabel PM10 dengan jumlah kasus ISPA selama tahun 2013 – 2016 di Kota Medan menunjukkan hubungan yang bermakna (p value = 0,012). Hubungan ini bersifat sedang (r = 0,400) dengan arah positif yang artinya semakin meningkat konsentrasi PM10 di udara ambien amak jumlah kasus ISPA akan meningkat juga.

(36)

membuktikan bahwa polutan meningkatkan resiko kesehatan terutama pada saluran pernapasan, sebesar 2,2% (95% CI: 1.3-3.1) pada PM10 (Tramuto et al, 2011).

(37)

1. Rata-rata konsentrasi NO2 selama tahun 2013-2016 di Kota Medan adalah 47,09 µg/m3 (95% CI: 39,72 – 53,77). Nilai terendah adalah 10,61 µg/m3 dan nilai tertinggi adalah 112,80 µg/m3. Rata-rata konsentrasi SO

2 di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 65,69 µg/m3 (95% CI: 58,27 – 73,40). Nilai terendah adalah 31,56 µg/m3 dan nilai tertinggi adalah 122,40 µg/m3. Rata-rata konsentrasi PM

10 di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 101,35 µg/m3 (95% CI: 86,97 – 119,69). Nilai terendah adalah 51,33 µg/m3 dan nilai tertinggi adalah 303 µg/m3. Rata-rata jumlah kasus ISPA di Kota Medan selama tahun 2013 – 2016 adalah 720,36 atau 720 kasus (95% CI: 668,13 – 778,73). Nilai terendah adalah 487 kasus dan nilai tertinggi adalah 1231 kasus.

(38)

antara konsentrasi PM10 dengan jumlah kasus ISPA adalah jumlah kasus ISPA = 609,961 + 1,585(Konsentrasi PM10).

3. Kejadian ISPA tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2016 dan konsentrasi yang berkorelasi dengan kejadian ISPA tersebut adalah konsentrasi SO2 dan konsentrasi PM10. Berdasarkan titik tertinggi konsentrasi pencemar udara, konsentrasi SO2 diasumsikan menjadi penyebab ISPA tertinggi yang terjadi pada bulan Oktober 2016.

4. Persamaan garis regresi yang menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi ISPA adalah jumlah kasus ISPA = 466,682 + 2,628 (konsentrasi SO2) + 1,296 (konsentrasi PM10).

6.2 Saran

6.2.1 Badan Lingkungan Hidup Kota Medan (BLH)

1. Meningkatkan lagi kegiatan pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh BLH setiap tahun. Akan lebih baik jika lokasi-lokasi pengukuran tersebar di semua kecamatan dan kontinyu setiap tahunnya sehingga dapat lebih mudah melihat tren per kecamatan.

2. BLH bekerja sama dengan Dinas Pertamanan melakukan penambahan jumlah pepohonan dan tanaman penyerap polusi di sepanjang jalan raya terutama daerah rawan kemacetan.

(39)

4. BLH bekerja sama dengan Dinas Perindustrian melakukan uji emisi pada asap buangan industri-industri yang ada di Kota Medan.

5. BLH dan Dinas Kesehatan melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap pencemaran udara sebelum bulan Oktober dan melakukan monitoring terhadap jumlah kasus ISPA pada bulan Oktober.

6.2.2 Dinas Kesehatan

1. Meningkatkan kembali kegiatan pemantauan jumlah kasus ISPA di Kota Medan yang dilakukan Dinas Kesehatan setiap bulan disertai dengan pencatatan dan pengarsipan yang lebih rapi.

2. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakt (LSM) dalam melakukan penyuluhan terkait pencegahan ISPA dan penerapan pola hidup sehat.

6.2.3 Bagi Masyarakat

1. Memaksimalkan penggunaan transportasi umum seperti kereta api, bus kota, atau angkutan kota.

2. Menggunakan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda untuk perjalanan berjarak dekat.

3. Melakukan perawatan mesin kendaraan dan uji emisi berkala.

4. Tidak melakukan kegiatan pembakaran sampah untuk mengurangi konsentrasi PM10 di udara.

(40)

6. Membuat kondisi rumah menjadi lebih sehat dengan memastikan ventilasi rumah berjumlah cukup dan berfungsi dengan baik serta jumlah cahaya matahari masuk ke dalam rumah cukup.

7. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menerapkan pola makan gizi seimbang, penerapan ASI eksklusif pada bayi, imunisasi untuk bayi dan balita, menghindari kebiasaan merokok dan menghindari orang yang merokok.

8. Bagi pihak industri sebaiknya memasang filter absorber pada cerobong asap industri.

6.2.4 Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat

1. Melakukan promosi kesehatan tentang ISPA melalui penyuluhan kesehatan dan poster-poster kesehatan.

Gambar

Tabel 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional
Tabel 4.1 10 Penyakit Terbesar di Kota Medan
Grafik Konsentrasi NOGambar 4.1 2 pada 3 Kecamatan di Kota Medan Tahun 2013–
Grafik Konsentrasi NOGambar 4.2 2 di Kecamatan Medan Deli Tahun 2013 – 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Two different place, Sintang and Yogyakarta 39.. Water color paint vs

Wakil direktur dan kepala pusat penelitian, pengabdian kepada. masyarakat, dan penjaminan mutu wajib

Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan

Pada tahap awal pengembangan dan penerapan SMM di perusahaan keluarga yang sistem mana- jemennya sentralistis dengan tingkat pemahaman ISO 9001:2008 yang masih

Beranjak dari teori Hagerman, nilai kecepatan arus di lokasi penelitian berada pada bagian II dimana daya yang akan dihasilkan sesuai dengan nilai kecepatan

[r]

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran) mineral-.. mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Penentuan lokasi fishing ground ini didasarkan pada nilai sebaran klorofil-a di perairan Karimunjawa dimana daerah-daerah tersebut mempunyai nilai klorofil-a yang