• Tidak ada hasil yang ditemukan

efektivitas larutan salin isotonik terha (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "efektivitas larutan salin isotonik terha (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Larutan Salin Isotonik Terhadap Tingkat Sumbatan Hidung Dan Kualitas Hidup Pada Penderita Rinosinusitis Kronik

Emma Savitri. Made Setiamika, Ari Natalia Probandari,

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Latar Belakang : Rinosinusitiskronik (RSK) ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret nasal. Ditambah nyeri wajah atau berkurangnya sensasi penghidu. Penatalaksanaan standar rinosinusitis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotik, dekongestan oral, kortikosteroid dan mukolitik disertai terapi tambahan irigasi hidung. Penilaian patensi hidung dan kualitas hidup penderita dapat menilai efektivitas terapi rinosinusitis. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan cuci hidung dengan larutan salin isotonik terhadap tingkat sumbatan hidung dan kualitas hidup pada penderita rinosinusitis kronik. Metode : Penelitian eksperi mental murni dengan desain RCT. Sampel terdiri dari dua kelompok: RSK yang mendapat terapi standard an terapi standar ditambah larutan salin isotonik. Tiap kelompok terdiridari 25 sampel. Tingkat sumbatan hidung dilakukan pengukuran pre dan post memakai PNIF. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji Kai – Kuadrat (Uji X2). Kualitas hidup dilakukan pengukuran pre dan post memakai SNOT-20. Untuk mengetahui hubungan kualitas hidup antar grup pengamatan digunakan uji T independen.Hasil : Setelah dua minggu terdapat perbedaan untuk tingkat sumbatan hidung perbedaan ini secara statistik dinyatakan signifikan (p = 0,025 < 0,05). Skor Kualitas hidup secara keseluruhan sesudah terapi pada kelompok pasien yang diberi terapi medikamentosa ditambah terapi cuci hidung dengan larutan isotonik relatif lebih baik dibandingkan pada kelompok pasien yang hanya diberi terapi medikamentosa. Perbedaan tersebut secara statistik dinyatakan signifikan (p = 0,005 < 0,05). Kesimpulan : Pemberian larutan cuci hidung dengan larutan isotonic sebagai terapi tambahan akan memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup penderita rinitis kronis dibandingkan dengan hanya terapi standar saja.

Kata Kunci :PNIF, SNOT-20, larutan salin isotonik, rinosinusitis kronik.

ABSTRACT

(2)

groups : SSR received with standard therapy and standard therapy with isotonic saline solution . Each group consist of 25 samples . The grade of nasal congestion was measured pre and post PNIF. The next data will be analyzed by using Kai – Kuadrat test (Uji X2).Quality of life was measured pre and post nasal irrigation wearing SNOT - 20 . To determine the relationship between the quality of life in each observation’s group, will used the independent T test . Result : After two weeks, there is a difference in grade of nasal congestion statistically expressed significant ( p = 0.025 < 0.05 ). Relatively life quality’s score after treatment in medical therapy and nasal irrigation in isotonic salin’ group better than just only given medical therapy’s group. Conclusion : The differences was significant statistically (p =0.05 < 0.05). By giving nasal irrigation in isotonic salin for addition therapy will improve nasal patency and quality of life of chornic rhinosinusitis patients than just standard therapy only.

Key Words :PNIF, SNOT-20, isotonic saline solution, chronic rhinosinusitis

Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European Position Paper

on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis) 2012 adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang

ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/

obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior), dengan atau tanpa nyeri wajah/

rasa tertekan di wajah, dengan atau tanpa penurunan/ hilangnya penghidu, dan salah satu temuan

dari temuan nasoendoskopi (polip dan atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan udem/

obstruksi mukosa di meatus medius) dan gambaran tomografi komputer (perubahan mukosa di

kompleks osteomeatal dan atau sinus) 1.

Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012 ( EPOS

2012), Gejala yang timbul akibat rinosinusitis kronik merupakan salah satu hal penting dalam

menegakkan diagnosis, di samping pemeriksaan nasoendoskopi dan pencitraan CT scan. Gejala

rinosinusitis kronik menurut EPOS berupa hidung tersumbat, pilek, nyeri/ rasa tertekan di wajah

(3)

penderita rinosinusitis, gejala yang ditimbulkan dapat mengganggu kualitas hidup penderita, oleh

karenanya diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan 2,3.

Terapi medikamentosa untuk rinosinusitis kronik memiliki peranan penting dalam

menangani inflamasi yang terjadi. Terapi medikamentosa meliputi penggunaankortikosteroid,

antibiotik, dan terapi simptomatis lainnya namun penggunaan jangka panjang antibiotik dan

kortikosteroid menimbulkan efek samping. Penggunaan kortiosteroid topikal jangka panjang

akan memperlambat transpor mukosiliar sehingga menimbulkan rebound phenomenon.

Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan dosis yang tidak sesuai dapat menyebabkan

resistensi bakteri sehingga membentuk biofilm. Pada dekade terakhir ini dikembangkan

penggunaan terapi topikal untuk mengurangi efek samping yang muncul berupa penggunaan

cairan salin isotonik/ cairan salin hipertonik untuk cuci hidung 1,4,5,6

Cuci hidung merupakan teknik yang mudah dilakukan untuk menjaga higienitas hidung

dan sinonasal dengan menggunakan larutan salin. Larutan salin banyak digunakan dalam cuci

hidung sesuai dengan fisiologis mukosa hidung dan sinus paranasal. Hal ini dilakukan bertujuan

untuk membersihkan hidung, melarutkan mediator inflamasi, melembabkan hidung,

memperbaiki transport mukosiliar, dan mengurangi udem mukosa. Banyak penelitian yang

menjelaskan manfaat cuci hidung dengan larutan salin sebagai terapi untuk rinosinusitis akut

maupun kronik. Penggunaan larutan salin sebagai pencuci hidung juga dapat mengurangi waktu

penggunaan antibiotika sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan mengurangi biaya

pengobatan 7,8,9.

Rinosinusitis kronik dapat menyebabkan gejala dan temuan klinis yang mengganggu

(4)

hidung dengan menggunakan larutan isotonik terhadap tingkat sumbatan hidung dan kualitas

hidup pada rinosinusitis kronik.

Penelitian eksperi mental murni dengan desain RCT. Sampel terdiri dari dua kelompok:

RSK yang mendapat terapi standard an terapi standar ditambah larutan salin isotonik. Tiap

kelompok terdiridari 25 sampel. Tingkat sumbatan hidung dilakukan pengukuran pre dan post

memakai PNIF. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji Kai – Kuadrat (Uji X2). Kualitas hidup dilakukan pengukuran pre dan post memakai SNOT-20. Untuk mengetahui

hubungan kualitas hidup antar grup pengamatan digunakan uji T independen.

Rata-rata umur pasien kelompok yang hanya diberi terapi medikamentosa adalah 40,48

tahun sedangkan rata-rata umur pasien kelompok yang diberi terapi medikamentosa ditambah

cuci hidung dengan larutan isotonik adalah 37,56 tahun. Secara statistik perbedaan tersebut

dinyatakan tidak signifikan (p = 0,381 > 0,05). Bubun et al (2009) menyebutkan bahwa rentang

umur yang terbanyak pada 31-40 tahun dengan 34% .10 Pada penelitian lain menyebutkan bahwa kelompok umur yang terbanyak pada 31-45 tahun atau dekade ketiga hingga keempat dengan

31,6 %. 11

Distribusi jenis kelamin pada kedua kelompok adalah identik di mana 25 pasien pada

masing-masing kelompok sama-sama terdiri atas 12 pasien laki-laki (48,0%) dan 13 pasien

perempuan (52,0%). Hal tersebut sama dengan penelitian oleh Candra et al (2013) di rumah sakit

Hasan Sadikin Bandung bahwa pesentase perempuan lebih banyak, persentase prevalen

didapatkan 42,3% laki-laki, 57,7% perempuan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antar jenis kelamin secara statistik. Menurut EPOS 2012 prevalensi rinosinusitis kronik

ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan rasio 6:4. Penelitian di

(5)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bubun et al (2009) di Rumah Sakit Dr. Wahidin

sudirihusodo makasar bahwa persentase laki-laki lebih banyak sebesar 52,8% kemudian

perempuan sebesar 47,2%.12

Patogenesis pasti mengenai predileksi jenis kelamin dan usia ini masih belum begitu jelas.

Pada beberapa teori dikatakan bahwa hormon estrogen dan hormon pertumbuhan memiliki

korelasi dengan keadaan mukosa hidung. Padakeadaan hormon yang tidak stabil, vaskularisasi

dari mukosa hidung dapat terganggu, sehingga terjadi kerusakan sel, gangguan oksigenasi dan

gangguan fungsi dari mukosa hidung. Selain efek hormon, zat-zat polutan yang ada lingkungan

di sekitar kita dapat bersifat sebagai iritan yang merusak epitel pernafasan sehingga terjadi

gangguan pada mukosiliar klirens, fungsi hidung dan sinus paranasal. Hal tersebut yang menjadi

alasan pada usia produktif sering menderita RSK akibat sering terpaparnya dengan zat polutan di

lingkungan sekitar 13

Efektivitas Larutan Salin Isotonik Terhadap Tingkat Sumbatan Hidung

Dapat dilihat bahwa tingkat sumbatan hidung sesudah terapi pada kelompok pasien yang

diberi terapi medikamentosa ditambah terapi cuci hidung dengan larutan isotonik relatif lebih

ringan dibandingkan pada kelompok pasien yang hanya diberi terapi medikamentosa. Perbedaan

ini secara statistik dinyatakan signifikan (p = 0,025 < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa cuci hidung dengan larutan isotonik efektif sebagai terapi tambahan untuk mengurangi

tingkat sumbatan hidung pada penderita rinosinusitis kronik.hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya oleh Suyuthi (2013) bahwa Pemberian larutan cuci hidung sebagai terapi tambahan

akan memperbaiki patensi hidung penderita rinosinusitis kronis dibandingkan dengan hanya

(6)

Hauptman dan Ryan (2007) melakukan penelitian terhadap 80 pasien rinosinusitis

akut maupun kronis yang mendapat larutan cuci hidung salin isotonis dan hipertonis 3%.

Hasil penelitian ini menunjukkan perbaikan waktu transport mukosilia dan keluhan

obstruksi hidung yang bermakna secara statistik pada kelompok yang mendapat larutan

cuci hidung salin isotonis maupun hipertonis.15

Rinosinusitis kronik merupakan proses inflamasi pada mukosa hidung dan sinus

paranasal. Cuci hidung dilakukan pada rongga hidung dengan tujuan memperbaiki gejala

klinis pada rinosinusitis kronik. Cuci hidung tidak hanya membersihkan sekret yang

menumpuk dan memperbaiki mukosiliar klirens pada rongga hidung, akan tetapi cuci

hidung juga berpotensial memperbaiki fungsi dari sinus dengan menekan proses

inflamasi pada mukosa kompleks osteomeatal sehingga drainase udara di dalam sinus 16 Hasil pengamatan sesudah terapi memperlihatkan bahwa kualitas hidup pasien

secara umum mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor SNOT

20 pada kedua kelompok eksperimen yang mengalami penurunan baik pada tiap-tiap

domain maupun secara keseluruhan. Penurunan skor kualitas hidup berarti semakin

membaik kualitas hidup penderita.

Hal ini sesuai dengan penelitiaan Rabago (2006), telah dilakukan cuci hidung

terhadap 76 pasien dengan rinosinusitis kronik, dilakukan pengukuran kualitas hidup

dengan parameter kuesioner QOL. Didapatkan peningkatan kualitas hidup yang

signifikan (Rabago, 2006). Penelitian yang dilakukan Egan dan Hickner (2009)

menjelaskan kualitas hidup pasien rinosinusitis kronik yang mendapatkan terapi irigasi

hidung yang di ukur dengan kuesioner SNOT-20, terdapat penurunan empat poin lebih

rendah pada 2 minggu pertama penggunaan, dan 16 poin lebih rendah pada minggu ke

(7)

Mekanisme kerja larutan salin sebagai larutan pencuci hidung belum diketahui

dengan jelas, namun diperkirakan dapat memperbaiki fungsi mukosilia hidung melalui

efek fisiologisnya yaitu: membersihkan mukosa hidung dari sekret atau krusta,

mengurangi udem mukosa, melembabkan kavum nasi, mengurangi mediator inflamasi

dan risiko perlengketan mukosa serta mempercepat penyembuhan mukosa pasca

pembedahan sinus 3,7,9,15

Sebagai Kesimpulan Cuci hidung dengan larutan isotonik efektif sebagai terapi

tambahan untuk mengurangi tingkat sumbatan hidung dan untuk meningkatkan kualitas

hidup pada penderita rinosinusitis kronik.

1. Fokkens, Lund VJ, Mullol J, dan Bachert C.. European Position on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinology Suppl, 50 : 1-225. 2012

2. Baumann I. Subjective Outcomes Assessment in Chronic Rhinosinusitis. The Open Otorhinolaryngology Journal, 4, 28-33. ,2010

3. Yeung, DF. 2011. Efficacy of Nasal Saline Spray to Relieve Symptoms of Chronic Sinusitis. UTMJ 88(2): 84- Giger, 2010;

4. Arnold JL. Nasal Lavage in Treatment of Rhinosinusitis Journal of Asthma & Allergy Educators 2011; (2): 189

5. Kim HY. Paradoxical nasal obstruction: Analysis of characteristics using acoustic rhinometry. Am J Rhinol; 21: 408-1. . 2007

(8)

7. Keojampa BK, Nguyen MH, Ryan MW. Effects Of Buffered Saline Solution on nasal mucociliary clearance and nasal airway patency. Otolaryngology Head and Neck Surgery; (131): 679-82 .2004

8. Rabago D, Barrett B, Marchand L, Maberry R, Mundt M. Qualitative aspects of nasal irrigation use by patients with chronic sinus disease in a multi-method study. Annals of Family Medicine. (4): 295-301. 2006.

9. Bubun, Azis, Akil. Perkasa. Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay. Bagian Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin2009.

10. Dousary, Lima, Baudoin, Cobo, Constantinidis, Dhong, et al.. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. Rhinology 2012. 23: 8-13. 2012

11. Soetjipto,D dkk. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia(PERHATI-KL). In: Kelompok Studi Rinologi, editors. Guideline Penyakit THTKL di Indonesia. Jakarta : PT. Bristol Myers Squibb Indonesia.Tbk.h. 63. 2007.

12. Hauptman and Ryan. The Effect of Saline Solutions on Nasal Patency and Mucociliary Clearance in Rhinosinusitis Patients. Otolaryngology-Head and Neck Surgery 137(5): 815-21. 2007.

13. Hoffmans R, Schermer T, Weel C, Fokkens W. Management of rhinosinusitis in Dutch general practice Primary Care Respiratory Journal. (19): 1-15. 2010.

14. Melissa A. Pynnonen, MD; Shraddha S. Mukerji, MD; H. Myra Kim, ScD; Meredith E. Adams, MD; Jeffrey E. Terrell, MD. Nasal Saline for Chronic Sinonasal Symptoms. ARCH OTOLARYNGOL HEAD NECK SURG/ VOL 133 (NO. 11), NOV 2007

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 4.2, dari 20 respondenpasien jiwa di Puskesmas Rejoso Kabupaten Nganjuk, sesudah diberi terapi okupasi, diketahui sebagian besar memiliki skor

Pada penelitian ini terdapat penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi terapi cuci hidung dengan larutan salin hipertonik 13 menit lebih besar