• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Plus Pada Program Penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Plus Pada Program Penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan dalam

menurunkan angka kesakitan dan kematian. Salah satunya adalah penyakit TB paru yang penyebarannya sangat mudah karena penularan penyakit tersebut hanya

melalui droplet yang disebarkan lewat udara oleh penderita TB paru (Depkes RI, 2002).

Sampai saat ini belum ada satu negara pun yang dinyatakan bebas TB

(Aditama, 2001). Berdasarkan laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2014, Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia sebagai penyumbang penderita TB setelah negara India, Cina, Nigeria, dan Pakistan. Tingkat resiko

terkena penyakit TB di Indonesia berkisar antara 1,7% hingga 4,4%. Secara nasional, TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183

orang meninggal akibat penyakit TB di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).

Secara klinis kasus TB Paru di Kota Medan tahun 2013 mengalami peningkatan dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar

21.079 kasus dengan 3.037 kasus TB Paru BTA (+), sedangkan pada tahun 2013 ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB Paru BTA (+) dimana

seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163 orang (74,74%), serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB Paru

(2)

pengobatan (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).

Sejak ditemukan dan berkembangnya obat anti tuberkulosis (OAT) yang

cukup efektif, TB dapat ditekan jumlahnya. Akan tetapi sejak tahun 1989-1992 timbul kembali peningkatan penyakit ini, yang dikaitkan dengan peningkatan

epidemi HIV/AIDS, urbanisasi, dan migrasi akibat resesi yang melanda dunia. Bersamaan dengan peningkatan penyakit ini timbul masalah baru yaitu TB dengan resitensi ganda (Multidrug Resistant Tuberculosis/MDR TB) (Syahrini, 2008).

Multi drug resistance (MDR) merupakan suatu kondisi dimana obat

rifampisin dan isoniazid sudah tidak efektif dalam membunuh kuman

Mycobacterium tuberculosis (M.tb) dikarenakan kuman telah resistensi terhadap

dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama tersebut. Kasus TB yang resistensi terhadap obat menjadi tantangan baru dalam penanggulangan TB. Pencegahan

meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.

Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6.800 kasus

baru TB dengan TB MDR setiap tahun. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan 12% dari kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB MDR. Diperkirakan pula lebih dari 55% pasien TB MDR belum terdiagnosis atau mendapatkan

pengobatan yang baik dan benar. (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).

Indonesia menduduki rangking ke 8 dari 27 negara-negara yang

mempunyai beban tinggi dan prioritas kegiatan untuk TB MDR/ XDR

(Extensively drug-resistant). Beban TB MDR di 27 negara ini menyumbang 85%

(3)

minimal diperkirakan terdapat 4000 kasus TB MDR atau sekurang - kurangnya 10% dari seluruh kasus baru TB MDR. (Kemenkes RI, 2011)

Di Sumatera Utara terdapat kasus TB MDR pada pasien baru sebanyak 2,07 % serta sebanyak 16,3 % ditemui pada pasien yang pernah diobati. Kota

Medan yang menjadi pusat Sumatera Utara terdapat sebanyak 42 kasus TB MDR pada tahun 2014 ( Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 ).

Resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) sangat erat hubungannya dengan

riwayat pengobatan sebelumnya. Pasien yang pernah diobati sebelumnya mempunyai kemungkinan resisten 4 kali lebih tinggi dan untuk resistensi

berganda atau MDR TB 10 kali lebih tinggi daripada pasien yang belum pernah menjalani pengobatan (WHO, 2008).

Faktor terjadinya TB MDR yang terus meningkat dapat disebabkan karena

fasilitas pelayanan pengobatan yang belum memadai, belum merata RS rujukan TB MDR, serta belum semua pelayanan kesehatan yang memilki program

Directly Observed Treatment, short- course ( DOTS ) yang bagus. Dan faktor lainnya dapat disebabkan karena rendahnya kepatuhan pasien dalam meminum obat dan kurangnya dukungan Pengawas Menelan Obat ( PMO ) terhadap pasien (

Kemenkes RI, 2011).

Awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD ( International Union Againts TB

and Lung Disease) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang

dikenal sebagai strategi DOTS dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan

(4)

terbaik (best-practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua decade. Penerapan strategi DOTS secara baik, di samping

secara cepat menekan penularanan juga mencegah berkembangnya MDR-TB (Depkes RI 2007)

Penanggulangan kasus TB MDR dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS Plus dimana “S” adalah strategi bukan Short course therapy sedangkan

“plus” berarti menggunakan OAT lini kedua dan melakukan kontrol infeksi

(Permenkes RI No 13 tahun 2013).

Strategi DOTS Plus sebagai strategi yang direkomendasikan WHO untuk

menanggulangi TB MDR, mempunyai lima hal yang diutamakan yaitu: komitmen politis yang berkesinambungan dalam masalah MDR, strategi penemuan kasus dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT lini kedua secara teratur,

menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB MDR (Kemenkes RI, 2013).

Strategi DOTS plus memiliki kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS pada penanggulangan TB Paru. Perbedaannya terdapat pada jangka

pengobatan dan penggunaan OAT lini kedua serta penderitanya. Jangka pengobatan TB paru dengan strategi DOTS dilakukan selama 6 bulan sedangkan untuk TB MDR dengan strategi DOTS Plus dilakukan selama 2 tahun.

(5)

dari : INH, rifampicin, pirazinamin, etambutol dan streptomycin sedangkan OAT pada strategi DOTS plus menggunakan lini kedua yang terdiri dari: kanamisin,

kapreomisin, amikasin, kuinolon, sikloserin, setinamid (PDPI, 2011). Serta strategi DOTS diberikan pada penderita TB Paru sedangkan strategi DOTS Plus

pada penderita TB paru yang resisten obat atau TB MDR.

Masalah resistensi OAT pada pengobatan TB perlu segera ditanggulangi karena angka kejadian resistensi selalu mengalami peningkatan dari waktu ke

waktu. Hasil survei secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap

Mycobacterium tuberculosis sudah menyebar dan mengancam kegiatan program

pemberantasan dan penanggulangan tuberkulosis di berbagai negara di seluruh dunia (Ducati dkk, 2006)

Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang

memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja dan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu kepada masyarakat. Puskesmas Teladan adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan program penanggulangan TB MDR di kota Medan. Program penanggulangan TB MDR ini didukung dengan adanya

pelaksanaan strategi DOTS untuk meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dan angka penemuan kasus di wilayah kerja puskesmas Teladan. Selain itu juga dapat

bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati pasien.

Penanggungjawab program penanggulangan TB di puskesmas Teladan ada

(6)

yang terduga TB MDR dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik untuk diperiksa dan dinyatakan positif TB MDR. Setiap pasien yang menderita TB MDR akan

melanjutkan pengobatan di fayankes yang memiliki program penanggulangan TB MDR .

Pada Tahun 2014 – 2015 pasien yang menderita TB MDR di puskesmas Teladan berjumlah empat orang dimana tiga pasien dalam masa pengobatan, dan satu orang meninggal dunia. Riwayat pasien TB MDR yang sedang diobati

bukanlah pasien yang tidak patuh ataupun gagal dari kasus TB paru yang ditangani oleh puskesmas Teladan, akan tetapi pasien yang pengobatannya tidak

tuntas pada satu dokter dan memilih berpindah dokter dalam mendapatkan pengobatan ke pelayanan kesehatan milik negeri maupun swasta. Selain melakukan pengobatan, puskesmas Teladan juga melakukan kegiatan penemuan

kasus, pemeriksaan BTA positif, pemantauan dan penyuluhan kepada pasien. Berdasarkan survei awal melalui wawancara dan observasi yang dilakukan

peneliti kepada Ibu Minar sebagai pemegang program TB Paru sekaligus TB MDR tentang hal-hal yang berkaitan dengan progam TB MDR didapatkan bahwa pelaksanaan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS Plus di

Puskesmas Teladan masih belum optimal. Hal ini terjadi karena masih banyak kendala yang didapatkan dari penatalaksanaan program penanggulangan TB MDR

dan pasien TB MDR itu sendiri seperti ; petugas hanya mengikuti arahan dari atasan tanpa ada buku panduan sebagai pegangan petugas untuk memberikan pelayanan kepada pasien sehingga adanya kemungkinan petugas kurang

(7)

Petugas dalam pengelolaan pasien TB MDR kurang tegas karena membiarkan pasien tinggal berbeda kota dalam pengobatan yang dimana seharusnya pasien

meminum obat di depan petugas. Dari sisi pasien TB MDR dalam menggunakan masker khusus penderita merasa tidak nyaman atau sesak sehingga

kadang-kadang tidak mau memakai alat pelindung kesehatan.

Hasil penelitian Arifin nawas dkk (2010) didapatkan 92% pasien TB-MDR telah memiliki riwayat pengobatan TB lebih dari satu kali sebelumnya.

Sebagian besar kasus merupakan kasus kronik/gagal pengobatan kategori dua. Lebih dari separuh pasien tidak mendapatkan pengobatan TB secqra benar

walaupun telah memiliki komunikasi yang baik, informasi, dan edukasi tentang TB dari doher mereka. Pasien TB sangat membutuhkan edukasi secara dini tentang pengobatannya serta faktor-faktor yang akan mempengaruhi

keberhasilan/kegagalan terapi. Data menunjukkan bahwa pelaksanaan program nasional TB yang baik dan penggunaan obat secara efisien dapat menunda dan

mengatasi epidemi TB MDR.

Penelitian Tirtana (2011) tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB Resisten Obat di wilayah Jawa Tengah menunjukkan

bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB resisten obat meliputi keteraturan berobat, lama pengobatan,serta karakteristik pasien TB

resisten obat yang terdiri dari pekerjaan,pendapatan,prilaku, dan status gizi.

Hasil penelitian Syaidatul (2015) menunjukkan bahwa penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia belum terlaksana

(8)

dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien yang datang ke puskesmas, kurangnya tersedia sarana dan prasarana yang mendukung, tidak adanya

pemantauan hasil pengobatan yang diberikan, serta tidak adanya penyuluhan yang diberikan oleh petugas TB kepada pasien, PMO, dan masyarakat.

Pelaksanaan program dengan strategi DOTS haruslah dilakukan secara efektif dan efesien agar dapat tercapai tujuan untuk menemukan kasus, mengobati dan memutuskan rantai penularan kepada orang lain. Hubungan kerjasama antara

lintas sektoral juga haruslah baik agar dapat melakukan pemantauan yang tepat kepada pasien dan pencatatan dan pelaporan yang lengkap. Selain itu dalam

melaksanakan pengobatan TB MDR memerlukan biaya yang mahal, waktu yang cukup lama dan efek samping yang banyak pada penderita. Apabila pengobatan TB MDR tidak sungguh-sungguh dilakukan maka akan menimbulkan penularan

kepada masyarakat sehingga meningkatnya angka kasus TB MDR.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan mendorong peneliti

untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis pelaksanaan strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB MDR di puskesmas Teladan Medan dengan melihat proses penggunaan komponen Strategi DOTS Plus pada program

penangulangan TB MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016.

1.2. Rumusan Masalah

(9)

program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016 yang meliputi ;

1. Bagaimana Komitmen Politis dalam penanggulangan kasus TB MDR? 2. Bagaimana strategi penemuan pasien dalam penanggulangan kasus TB

MDR?

3. Bagaimana pengelolaan pasien dengan strategi pengobatan yang tepat dalam penanggulangan kasus TB MDR?

4. Bagaimana jaminan ketersediaan OAT lini kedua dalam penanggulangan kasus TB MDR?

5. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan dalam penanggulangan kasus TB MDR?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses penggunaan komponen strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB-MDR di

Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016 yang meliputi :

1. Komitmen politis yang berkesinambungan dalam penanggulangan kasus TB MDR.

2. Strategi penemuan kasus yang akurat dan tepat waktu dalam penanggulangan kasus TB MDR.

3. Pengelolaan pasien dengan strategi pengobatan yang tepat dengan menggunakan OAT lini kedua dalam penanggulangan kasus TB MDR. 4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu dalam

(10)

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku dalam penanggulangan kasus TB MDR.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan

a. Sebagai Informasi terkait dengan pelaksanaan strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB MDR.

b. Membantu pemerintah dalam mengontrol pelaksanaan srategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB MDR di puskesmas.

2. Bagi Puskesmas

a. Sebagai bahan masukan dalam menerapkan strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB MDR.

b. Sebagai informasi dalam mengembangkan kualitas pelayanaan penanggulangan TB MDR.

3. Bagi Kampus

Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bagi Peneliti

Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam mengembangkan pengetahuan yang

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok P2 diberikan pakan standar dan pakan tinggi kolesterolselama penelitian ditambahkan pemberian jus biji pepaya 800 mg/ekor ketika masa intervensi 30

Dengan terbentuknya Kabupaten Mimika, maka untuk mencapai daya-guna dan hasilguna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan serta

Berdasarkan hasil seleksi tes masuk calon mahasiswa baru gelombang I Tahun Akademik 2015/2016 yang diselenggarakan tanggal 27 Juni 2015 di Aula Kampus STIE Kesuma Negara

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk

[r]

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji dan mempelajari drug related problems pada penderita diabetes melitus mengingat penderita penyakit ini

[r]

Kesimpulan : adanya perbedaan pengaruh yang signifikan dari koreksi sikap duduk dengan core stability exercise terhadap kemampuan fungsional low back pain myogenic.. Saran