• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin di Australia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin di Australia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, setiap waktu banyak pihak dalam masyarakat yang lantang menyuarakan hak asasi manusia (HAM). Sesungguhnya HAM merupakan hak dasar manusia yang perlu disadari dan dipahami oleh setiap orang di dalam suatu negara. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran oleh pihak lain atau oleh negara, hak tersebut dapat dituntut. HAM juga di dalamnya berisi kewajiban yang harus ditaati oleh setiap orang dalam suatu negara. HAM jangan diidentikan dengan tuntutan kebebasan tanpa batas, tetapi terkait erat dengan kebebasan yang bertanggung jawab.2Memahami hak asasi manusia internasional semata-mata sebagai tujuan kemanusiaan universal untuk melindungi setiap individu dari penyalahgunaan otoritas Negara dan peningkatan martabat manusia.3

Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat jadi bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Paham hak-hak asasi manusia ini banyak menimbulkan seperti kedudukan hak asasi sebagai hak, universalitas dan relativitasnya.4

2

MS. Faridy, Pendidikan Kewarganegaraan 1, Penerbit Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, hal 53

3

Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia Dan Hukum Islam, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2010, hal 13

4

(2)

Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam kategori berat atau bukan, senantiasa menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan (reparation) hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak terulangnya pelanggaran serupa di masa depan. Jadi usaha penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia harus dilihat sebagai bagian dari langkah memajukan dan melindungi hak asasi manusia secara keseluruhan. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang dilakukan, ia tetap harus dilihat sebagai langkah kongkrit melawan impunitas. Itulah sasaran penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia, sebab tidak ada hak asasi manusia tanpa pemulihan atas pelanggarannya. Itu sama artinya dengan mengatakan bahwa impunitas akan terus berlangsung apabila tidak ada langkah kongkrit untuk memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia dan memulihkan tatanan secara keseluruhan.5

Hak Asasi Manusia dijamin oleh hukum internasional, namun bekerja untuk menjamin pengakuan atas pelanggaran HAM dan menangani kasus atas orang-orang yang hak asasinya telah dilanggar bisa menjadi kegiatan yang berbahaya di berbagai negara di dunia. Para pembela HAM seringkali menjadi satu-satunya kekuatan yang berdiri di antara khalayak umum dan kekuatan pemerintah yang tidak terkendali. Mereka penting bagi perkembangan proses dan

5

(3)

institusi demokratik, mengakhiri kekebalan hukum, serta mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia.6

Pengaturan HAM dalam tataran internasional sesudah diterapkan Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional, khususnya untuk bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Dampak pengaturan HAM dalam hokum internasional tersebut, yaitu pengakuan dan penghormatan HAM untuk melindungi kepentingan individu terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahnya. Dengan perlindungan itu, individu dapat hidup sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan, penghormatan dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik Negara yang bersangkutan. Akan tetapi, dengan diaturnya HAM dalam hukum internasional, pengakuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak lagi hanya berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya.

7

Pelanggaran HAM berat bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immaterial yang mengakibatkan rasa tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan

6

Enrique Eguren dan Marie Caraj, Manual Perlindungan Terbaru bagi Pembela Hak Asasi Manusia, Edisi Ketiga, Versi Bahasa Indonesia terbit di Brussels, Penerbit Protection International, 2008, hal 9

7

(4)

penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagian, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok, dan memindah kan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.8

HAM pada dasarnya menjadi suatu konsep pengakuan atas hakikat dan martabat manusia yang dimiliki secara alamiah dan melihat tanpa perbedaan. Diyakini bahwa semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat mereka. Dalam konteks sosiologis, hubungan manusia dengan sesamanya dijembatani oleh hak yang dibatasi untuk menghormati hak orang lain. Konsepsi HAM membuat perbedaan status, seperti ras, agama, gender tidak relevan secara politis, secara hukum, dan menuntut adanya perlakuan yang sama tanpa memandang status serta kedudukan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa konsepsi HAM dapat bermula dari kesadaran akan martabat kemanusiaan, kesadaran akan kebutuhan dasar manusia, dan kesadaran terhadap moral kemanusiaan.9

Istilah genosida terdiri dari dua kata, yakni geno dan cide. Geno atau genos berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti ras, bangsa, atau etnis. Sedangkan cide, caedere atau cidium berasal dari bahasa latin yang berarti membunuh.10

8

Ida Rohayani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) : Generasi Muda Indonesia Membangun Negeri, Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2013, hal 19

9

Rhoda E. Howard, HAM: Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya. (Penerjemah: N. Katjasungkana). Penerbit Grafiti, Jakarta, 2001, hal 1

10

Mahrus Ali, Asas-asas Hukum Pidana Korporasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 191

(5)

kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi akhirnya kekhususannya menghasilkan sebuah perjanjian internasional (Konvensi Genosida) yang sekarang telah menjadi hukum kebiasaan internasional. Yang membedakan genosida dari kejahatan berat lainnya adalah niat untuk memusnahkan (sebagian atau seluruhnya) kelompok ras, agama, nasional atau etnis. Yang membedakan kejahatan genosida adalah dolus specialis atau sebuah niat khusus untuk memusnahkan, secara keseluruhan ataupun sebagian, sebuah kelompok tertentu. Niat khusus ini yang menaikkan status kejahatan dari sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan menjadi kejahatan genosida, tanpa niat ini maka tidak ada genosida.11

Genosida mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci (misalnya pembunuhan, kejahatan serius) dan bertujuan untuk menghancurkan, seluruh atau sebagian, bangsa, suku bangsa, ras atau kelompok agama. Kejahatan kemanusian mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci, dilakukan sebagai bagian dari agresi menyeluruh atau sistematis terhadap setiap warga sipil. Aksi-aksi termasuk pembunuhan, pengusiran, pemerkosaan, perbudakan seksual, penghilangan paksa dan kejahatan apartheid.12 Akar penyebab tindakan kejahatan genosida dapat meliputi latar belakang suku dalam memperjuangan hak minoritas; latar belakang agama yang dimanifestasikan dengan fanatisme dan latar belakang rasial yang diwujudkan melalui diskriminasi kultural.13

11

Atikah Nuraini, et.al, Hukum Pidana Internasional Dan Perempuan, Sebuah Resource Book Untuk Praktisi, Penerbit Komnas Perempuan, Jakarta, 2013, hal 9

12

Simon, Menegal ICC Mahkamah Pidana International, Penerbit Koalisi Masyarakat Sipil untuk Mahkamah Pidana Internasional, Jakarta, 2009, hal 7

13

(6)

Suku Aborigin merupakan suku orisinil Australia. Suku tersebut juga mengalami nasib nan sama. Mereka dibantai oleh pasukan Britania Raya. Pembantaian kejam ini terjadi pada 1788.14

Bangsa Aborigin adalah penduduk asli/awal benua Australia dan kepulauan disekitarnya, termasuk juga mencakup Tasmanian dan kepulauan selat Torres. Kata aborigin dalam bahasa Inggris mempunyai arti “penduduk asli/penduduk pribumi”, dan mulai digunakan sejak abad ke-17 untuk mengacu kepada penduduk asli Australia saat itu. Saat ini belum ada teori yang jelas atau berterima tentang asal ras bangsa aborigin Australia. Meskipun mereka bermigrasi ke Australia melalui Asia Tenggara, namun tidak ada keterkaitan dengan populasi suku-bangsa di Asia, dan juga dengan penduduk kepulauan yang berdekatan, seperti Melanesia dan Polinesia.

15

Penduduk asli benua Australia dikenal dengan sebutan Aborigin. Orang-orang yang telah mendiami benua tersebut selama ribuan tahun mengalami salah satu pemusnahan terbesar sepanjang sejarah seiring dengan penyebaran para pendatang Eropa di benua tersebut. Alasan ideologis pemusnahan ini adalah Darwinisme. Pandangan para ideolog Darwinis tentang suku aborigin telah memunculkan teori kebiadaban yang harus diderita mereka.16

14

Kebencian terhadap suatu kelompok membuat kelompok lainnya menghalalkan berbagai cara untuk memusnahkan lawan kelompoknya. Penguasa suatu daerah jajahan (penjajah) juga

diakseskan tanggal 25 Juli 2016

15

tanggal 25 Juli 2016

16

(7)

sering melakukan Genosida terhadap orangorang di dalam Negara jajahannya dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan menguasai penuh daerah jajahannya tanpa ada gangguan atau perlawanan dari masyarakat asli seperti yang terjadi di Australia yaitu pembantaian Suku aborigin.17

1. Bagaimanakah tinjauan hukum Internasional mengenai Kejahatan Hak Asasi Manusia?

Berdasarkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki

semua manusia sejak ia dilahirkan dan setiap pelanggaran yang dilakukan atasnya

merupakan suatu kejahatan berat, dimana masalah pelanggaran hak asasi manusia

adalah masalah bagi setiap manusia dan masyarakat internasional. Maka dengan ini

penulis memilih judul : “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak

Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin Di Australia”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2. Bagaimanakah bentuk kesejahatan Genosida Menurut Hukum Internasional?

3. Bagaimanakah bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di Australia?

(8)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui Kejahatan Hak Asasi Manusia menurut hukum Internasional.

b. Untuk mengetahui bentuk kejahatan Genosida Menurut Hukum Internasional.

c. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di Australia.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis

Skirpsi ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan, khususnya pada Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Aborigin di Australia dapat diselesaikan tanpa menimbulkan konfrontasi antar negara.

b. Secara Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang kalangan perdagangan internasional agar fair trade dapat terwujud dengan baik.

E. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas

(9)

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tinjauan Hukum Internasional

Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin Di Australia belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan

bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian

hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Maksud metode ini ialah supaya kegiatan praktis dapat terlaksana secara rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal.18

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu bentuk penulisan hukum yang mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.19

18

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 15

19

Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung, 2011, hal 43.

(10)

2. Data dan Sumber Data

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi dan traktat.20

b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.

21

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet.

22

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari: Sosiologi, ekologi, teknik, filsafat, dan lainnya yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian.23

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara24

20

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 13

(11)

buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, dimana data-data yang telah dikumpulkan kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban dari masalah penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAK

(12)

BAB III : BENTUK KEJAHATAN GENOSIDA MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL. Bab ini berisikan tentang Perkembangan Kejahatan Genosida, Macam dan Bentuk Kejahatan dalam Hukum Internasional dan Konvensi Genosida 1948 dan Statuta Roma 1998.

BAB IV : BENTUK PENYELESAIAN MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK

ASASI MANUSIA DALAM KEJAHATAN GENOSIDA

SUKU ABORIGIN DI AUSTRALI. Bab ini berisi tentang Berbagai Kejahatan yang terjadi terhadap suku Aborigin di Australia, Pengaturan Hukum Nasional Australia Mengenai Kejahatan Genosida dan Bentuk Penyelesaian Menurut Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di Australia.

Referensi

Dokumen terkait

Pada permulaan tahun 1970 an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO dalam membuat peraturan yang berhubungan dengan Marina Pollution pada dasarnya sama

Tujuan studi kasus ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien pneumonia dengan masalah gangguan prtukaran gas?. Desain penelitian ini menggunakan

Fungsi ini membolehkan pengguna melaksanakan arahan ‘ping’ rangkaian untuk mengesahkan jika Appliance boleh mencapai alamat IP atau URL yang dimasukkan oleh

Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada UPT PSDA Nias Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Utara akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pasca Kualifikasi, Bidang Sipil

[r]

[r]

positivism , digunakan utnuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sumber

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil uji t diperoleh nilai t-hitung (6,735) > t-tabel (2,405), hasil tersebut diartikan Ha: diterima dan Ho: di tolak, sehingga