• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ENTERPR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ENTERPR (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

0

MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

(ENTERPRENEURSHIP) DI SEKOLAH MELALUI

STRATEGI BERBASIS SEKOLAH

Ditulis Dalam Rangka Hari Guru Nasional Internasional Dengan

Penyelenggara PGRI Kabupaten Sumenep Tahun 2005 Tanggal 30 Nopember

2005

Oleh: Ngadi

Staf Pengajar Otomotif SMP Negeri 3 Sumenep

Staf Pengajar FKIP Prodi. Pendidikan IPA Universitas Wiraraja Sumenep

(2)

1

MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

(ENTERPRENEURSHIP) DI SEKOLAH MELALUI

STRATEGI BERBASIS SEKOLAH

A. Latar Belakang

Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami bangsa ini berimbas pada dunia pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, untuk memperoleh lembaga pendidikan yang murah dan berkualitas semakin sulit diperoleh. Naiknya harga berbagai barang kebutuhan semakin

meninggi akan semakin menurunkan kemampuan “daya beli” masyarakat

untuk menyekolahkan anaknya atau melanjutkan pada tingkat lebih tinggi ke depan. Situasi di atas semakin terpuruk akibat derasnya arus globalisasi yang menuntut persaingan bebas antar penyelenggara pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Fakta membuktikan bahwa, untuk menghasilkan lulusan berkualitas diperlukan beaya produksi tinggi, sementara kemampuan permodalan siswa dan lembaga sekolah sangat terbatas.

Akibatnya, pada tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Anak usia 7 sampai 15 tahun yang belum pernah sekolah mencapai 1,7%, sementara yang putus sekolah (drop out) dan atau yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi mencapai 6,7% (Buletin Pelangi Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus 2005 hal. 7). Jika terus berkembang, bagaimana nasib mereka kelak? Keadaan tersebut tentu harus diperbaiki, sebagai bentuk pemenuhan hak setiap warga negara, minimal akan tercapai 95% dari Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2008 sesuai harapan Pemerintah, serta ketetapan Education For All (EFA) dan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu memberikan pendidikan yang merata bagi semua anak baik laki-laki atau perempuan, minimal sampai pendidikan dasar (Buletin Pelangi Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus 2005 hal. 7).

(3)

2 Akibatnya, banyak sekolah yang kesulitan mengelola anggaran

pendidikannya bahkan merasa “bangkrut.” Selain disebabkan kesalahan

metode pengelolaan (manajemen) yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), juga munculnya kebutuhan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, misalnya harga barang/jasa yang berfluktuasi atau kebutuhan lainnya (meskipun banyak juga disebabkan konspirasi oknum penyelenggara sekolah untuk melakukan penyelewengan). Idealnya, lembaga sekolah memang harus memiliki wewenang mengatur dirinya sendiri sebab sekolah tersebut adalah yang paling tahu akan kebutuhannya sehingga memiliki kewenangan mutlak dalam mengelola dana Pemerintah sesuai kebutuhannya tersebut.

Paparan di atas merupakan sebuah dilema yang harus dipecahkan para pengelola pendidikan. Lembaga sekolah harus memiliki kecukupan modal untuk menunjang dalam mempertahankan dan mengembangkan dirinya ke depan. Oleh karena itu, sekolah membutuhkan para pengelola yang miliki jiwa wirausaha tangguh, yang tidak hanya mengandalkan dana BOS dari Pemerintah dengan konsekuensi ketat namun mampu memaksimalkan potensi lembaga yang dipimpinnya menggunakan konsep wirausaha yang menghasilkan laba (profit taking) namun dalam koridor yuridis yang berlaku. Pada akhirnya nanti, konsep tersebut akan memberikan kecukupan modal yang diperlukan menunjang proses pendidikan dari lembaga sekolah serta memberi pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan bagi siswa yang berguna jika telah hidup di masyarakat kelak.

Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bagaimana strategi mengelola lembaga sekolah dengan menggunakan konsep kewirausahaan yang memenguntungkan bagi sekolah dan siswa, dengan cara lebih mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.

B. Pertanyaan

1. Syarat-syarat apa saja yang harus dimiliki para pengelola sekolah agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan?

2. Bagaimana pola pengembangan unit kewirausahaan yang dapat dimplementasikan di Sekolah?

3. Bagaimana cara memonitor dan mengevaluasi pengembangan kewirausahaan di Sekolah?

C. Tujuan Penulisan

1. Memaparkan syarat-syarat yang harus dimiliki para pengelola sekolah agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan.

(4)

3 3. Memaparkan cara memonitor dan mengevaluasi pengembangan

kewirausahaan di Sekolah.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka menghasilkan pendidikan yang murah dan berkualitas, dengan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk menghasilkan laba, sehingga dapat membeayai dirinya untuk mempertahankan dan mengembakan dirinya kelak.

2. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka membekali siswa keterampilan kewirausahaan yang dapat dimanfaatkan jika lulus kelak serta mengurangi pengangguran.

3. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka mewujudkan visi Pemerintah dalam rangka pembelajaran Pengajaran Kontekstual, Broad Based Education dan Life Skills serta Community Based Education.

4. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka mengoptimalkan segala potensi sekolah agar lebih produktif namun efisien.

E. Makna Enterprenership Dalam Pengelolaan Pendidikan

Sikap kewirausahaan yang tangguh sangat dibutuhkan oleh setiap penyelenggara sekolah sekarang dan ke depan dalam rangka menghadirkan sebuah lembaga sekolah yang murah namun berkualitas serta produktif. Kewirausahaan atau enterpreneurship merupakan sikap untuk melakukan suatu usaha dimana terampil memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya (Depdiknas, 1988: 2), sedangkan pelaku yang mengendalikan badan usaha dan memiliki karakteristik di atas disebut enterpreneur atau wirausahawan (Mc. Cirland dalam Depdiknas, 1998: 4).

(5)

4 tidak suka sistem, memecahkan masalah di luar sistem (Pinchot, 1988 dalam Depdiknas, 1988: 2). Selain itu, pola tingkah laku kewirausahaan mencakup kemampuan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki orang lain, seperti keahlian, ide-ide, dan bakat-bakatnya, serta memutuskan sumber daya apa saja yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan sekolah serta mengawasinya.

Pengelola sekolah yang memiliki jiwa wirausaha adalah mampu memahami sekolah sebagai lembaga bisnis sangat baik. Lembaga bisnis bukan bermakna bagaimana pengelola sekolah mendapatkan dana

dengan cara “memeras” siswanya guna membeayai lembaga sekolah agar

bertahan hidup dan berkembang ke depan, namun bagaimana cara memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki sekolah tersebut untuk dikelola menggunakan hukum bisnis (yang menghasilkan laba). Pengelola sekolah yang berjiwa wirausahawan harus mampu melihat dan memanfaatkan peluang, mengumpulkan potensi dan kemampuan lembaga yang dipimpinnya serta masyarakat yang ada di sekitarnya. Potensi-potensi tersebut kemudiaan dianalisis dengan cermat, sehingga dapat dipilih jenis usaha produksi/jasa yang paling tepat yang dipercaya efektif dan berkembang ke depan, serta menentukan tindakan yang tepat untuk mengimplementasikannya (Depdiknas, 1998: 5).

Namun demikian, dalam rangka menumbuhkan sikap kewirausahaan pada lembaga sekolah hendaknya diarahkan pada dua sasaran pokok, yaitu siswa dan lembaga sekolah. Pengembangan sikap kewirausahaan pada siswa dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler, yang dapat dimanfaatkan di masyarakat kelak. Sedangkan pengembangan kewirausahaan bagi lembaga sekolah dapat ditempuh dengan mendirikan badan usaha yang menghasilkan laba (profit taking), yang dapat digunakan untuk menunjang beaya proses pendidikan. Melalui cara tersebut, diharapkan lembaga sekolah lebih bergairah dan produktif, menyejahterakan sivitas sekolah, serta siswa memiliki bekal kecakapan hidup (life skills). Pada waktu ke depan, akan memberdayakan ekonomi masyarakat, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, mencegah urbanisasi dan kriminalitas, dan menciptakan masyarakat madani.

Dapat disimpulkan, seorang pengelola sekolah yang berjiwa wirausaha hendaknya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut.

1. Terampil mengidentifikasi lingkungan dan peluang di masyarakat.

2. Terampil mengidentifikasi segala potensi dan kemampuan sekolah yang dikelolanya.

3. Terampil mengidentifikasi kondisi sosial budaya dan potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah yang dikelolanya.

(6)

5 5. Terampil memilih jenis kewirausahaan yang tepat dan dipercaya dapat berkembang ke depan dan merealisasikan (mendirikan) dalam bentuk unit usaha yang profit taking serta berani mengambil resiko dari usaha yang didirikan tersebut.

6. Mampu meyakinkan dan memberikan pelayanan memuasakan berbagai pihak terkait serta sanggup memecahkan masalah meskipun ke luar dari sistem.

7. Memiliki akhlak mulia yaitu tidak mengambil manfaat dari unit usaha yang dikembangkan untuk kepentingan pribadi, melainkan ingin menumbuhkan iklim sekolah yang bergairah dan produktif, menyejahterakan sivitas akademik, mengembangkan ekonomi kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.

F. Manfaat Sekolah Dikelola Menggunakan Konsep Kewirausahaan

Terdapat tiga manfaat penting jika sekolah dikelola menggunakan konsep kewirausahaan, yaitu bagi lembaga sekolah, siswa, dan masyarakat.

1. Manfaat Kewirausahaan Bagi Sekolah

Konsep kewirausahaan sekolah diarahkan kepada penciptaan dan pengembangan unit usaha yang profit taking, dimana menghasilkan produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan (customer). Semakin besar kebutuhan customer yang dapat terpenuhi oleh jasa atau produk yang dihasilkan sekolah, maka akan semakin besar pula profit yang diperoleh sekolah itu dan semakin besar pula sumber dana yang diperoleh untuk menunjang beaya proses pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah itu. Karena memperoleh dana mandiri, maka sekolah bebas dari intervensi ketat dan tidak terikat dengan konsekuensi apapun sehingga secara bebas pula mengalokasikan dana tersebut sesuai kebutuhannya. Pada akhirnya nanti, melalui pengembangan kewirausahaan di sekolah diharapkan dapat meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan proses pendidikan, menyejahterakan sivitas sekolah, serta meningkatkan produktifitas kerja, dan secara tidak langsung ikut meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menekan pengangguran dan menekan kriminalitas (Depdiknas: 2001: 5), serta meningkatan aktualisasi diri (self actualization) sekolah sebagai laboratorium masyarakat.

2. Maanfaat Kewirausahaan Bagi Siswa

(7)

6 bentuk kurikuler, kokurikuler, dan atau akstra kurikuler (Depdiknas, 2001: 4-5). Agar lebih efektif, maka siswa juga hendaknya terlibat aktif terlibat secara langsung dalam pengembangan unit produksi/jasa sekolah atau, bekerja sama dengan instansi mitra lain terkait melalui program pendidikan sistem ganda atau dual system education. Melalui pola ini, selain siswa dapat mempraktekan pendidikan dan pelatihan teoritis terhadap dunia nyata sebenarnya, juga dapat menemukan kendala sertapeluang dan atau menemukan ide-ide usaha baru yang lebih baik ke depan. Pada akhirnya nanti, jika mereka lulus atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi memiliki alternatif-alternatif dalam meniti masa depannya, terutama mampu menciptakan lapangan kerja terutama bagi dirinya sendiri serta berpartisipasi menggerakkan ekonomi masyarakat sesuai kondisi lingkungan fisik dan sosiobudaya di masyarakatnya (Depdiknas, 2001: 9). Selain itu, pada diri siswa akan tertanam minat minat dan kemampuan untuk berpartisipasi membangun secara nyata daerah atau lingkungannya.

3. Manfaat Kewirausahaan Bagi Masyarakat Sekitar

Salah satu tujuan pengembanan kewirausahaan sekolah adalah menghasilkan produk/jasa yang dijual ke masyarakat atau customer. Semakin besar kebutuhan customer yang dapat terpenuhi oleh jasa atau produk yang dihasilkan sekolah, maka akan semakin besar pula profit yang diperoleh sekolah, artinya kewirausahaan sekolah harus diarahkan dapat melayani kebutuhan dan dapat menyelesaikan persoalan masyarakat atau customer secara maksimal. Pada akhirnya, masyarakat sekitar memiliki sentimen positif sekolah yang selanjutnya akan meningkatkan rasa memiliki atau sense of belonging terhadap sekolah.

G. Metode Pengembangan Kewirausahaan Sekolah

(8)

7 Gambar 1. Model alur berpikir konsep kewirausahaan dalam lembaga pendidikan sekolah

Identifikasi lingkungan dan peluang di masyarakat

Menetapkan ide kewirausahaan

Analisis potensi (Komoditi unggulan dan penerapan teknologi praktis ) serta

kemungkinan pengembangannya

Identifikasi kondisi social budaya dan potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah Identifikasi potensi dan

kemampuan sekolah

Realisasi (pelaksanaan) de kewirausahaan

Klub kewirausahaan, Komite Sekolah, Alumni, Donatur,

Pemda, Sponsorship, dll

Mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan berorientasi profit Pelatihan kewirausahaan pada

siswa berbentuk kurikuler, kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler

Siswa terlibat dalam unit produksi/jasa dalam bentuk job

trainning

Profit taking (menghasilkan laba)

Sekolah bergairah dan produktif untuk mempertahankan dirinya dan

berkembang ke depan Siswa sejahtera, menjadi

pekerja tangguh ke depan

Mengembangkan ekonomi masyarakat Meningkatkan PAD, mencegah urbanisasi dan kriminal,

mewujudkan masyarakat madani Kunjungan institusi usaha local bercorak

ekonomi kerakyatan yang relevan

Identifikasi kendala dan peluang berkembang

Simulasi Penyusunan

(9)

8 Agar efektif, maka pengelolaan kewirausahaan hendaknya berbasis sekolah, artinya disesuaikan dengan kondisi sekolah yang bersangkutan. Hal tersebut wajar, sebab setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga membutuhkan strategi pengembangan yang berbeda. Namun demikian, secara umum pola kerja pengembangan kewirausahaan yang dapat dilakukan oleh penyelenggara sekolah mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, Gambar 1.

1. Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di masyarakat, yaitu pemikiran kreatif dalam menemukan ide-ide wirausaha yang akan menciptakan dan menambah nilai tambah, serta menggambarkan keadaan operasi pada masa kini dan akan datang (Depdiknas, 1998: 3). Dalam praktek, jumlah peluang adalah lebih dari satu macam sehingga jenis usaha yang didentifikasi juga lebih dari satu macam.

b. Mengidentifikasi potensi dan kemampuan sekolah, yaitu menemukan fungsi-fungsi yang dipakai untuk merealisasikan peluang, antara lain dengan memperhatikan: jumlah personel sekolah, jumlah siswa, sarana prasarana, penggunaan teknologi praktis, komoditi unggulan, transportasi, pemasaran dan lain-lain yang berhubungan dengan kewirausahaan yang akan dikembangkan.

c. Identifikasi kondisi sosial budaya dan potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah, yaitu menemukan karakteristik masyarakat yang berhubungan dengan kewirausahaan yang akan dikembangkan, meliputi sosial, budaya, tingkat ekonomi dan pendidikannya, serta lainnya.

2. Tahap Perancangan

a. Analisis potensi serta kemungkinan pengembangannya, yaitu menganalisis segala potensi di atas (fungsi-fungsi untuk mengembangkan kewirausahaan) dengan mempertimbangkan aspek kekuatannya (strength), kelemahannya (weakness), peluangnya (opportunity), dan ancaman (threats).

(10)

9 c. Kunjungan institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat kerakyatan, dimana untuk memberikan gambaran tentang peluang dan kendala-kendala pengembangan ke depan, dan atau menciptakan ide-ide usaha baru yang lebih produktif.

d. Simulasi dan penyusunan proposal kewirausahaan, dilakukan penyelenggara kewirausahaan sekolah setelah melakukan kunjungan institusi usaha lokal guna mendiskusikan beberapa hal sehingga dapat ditentukan model pengembangan kewirausahaan terpilih ke depan yang lebih baik. Sementara itu, dilanjutkan dengan menulis proposal kewirausahaan yang berisikan tentang jenis usaha yang akan dirikan, manfaat, prosedur kerja serta alokasi dana, perkiraan produksi dan keuntungan, pelaksana, dan atau lainnya yang siap dilaksanakan dan ditujukan kepada pihak-pihak terkait, guna mendapatkan bantuan modal usaha, seperti Pemda, unit usaha mitra, sponsorship, donatur, alumni, Komite Sekolah, badan lembaga nasional dan internasional, atau lainnya dengan syarat tidak mengikat terhadap penggunaan profit unit usaha produksi/jasa sekolah ke depan.

3. Tahap Pelaksanaan

a. Mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, yaitu membuat uni usaha profit taking yang melayani customer umum, dan keuntungannya digunakan untuk mendukung kecukupan modal dalam rangka efektifitas proses lembaga sekolah serta berkembang ke depan. Agar efektif, dalam mendirikan unit produksi/jasa dapat bekonsultasi dengan klub kewirausahaan, Komite Sekolah, alumni, donatur, Pemda, sponsorship, atau lembaga lain, sehingga dapat diperoleh rancangan strategis serta mendapatkan dukungan operasional.

b. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan terhadap siswa, dimana dilakukan dalam bentuk kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler, baik secara reguler (klasikal) atau merupakan program pilihan dalam bentuk klub kewirausahaan mikro. Materi pendidikan dan pelatihan kewirausahaan siswa meliputi manajemen produksi dan pemasaran komoditi unggulan sesuai potensi daerah, kemampuan berusaha, daya saing, pelayanan prima, pengelolaan keuangan tingkat sederhana, serta pengembangan kreativitas dan inovasi (Depdiknas, 2001: 9-10).

(11)

10 usaha baru yang dapat diadobsi kelak. Praktek kewirausahaan siswa dapat dilakukan secara langsung pada unit usaha yang dikembangkan sekolah sendiri atau dilakukan pada unit usaha mitra dalam bentuk latihan kerja atau on the job trainning (OJT) yang dilaksanakan diluar hari efektif kelas reguler (semisal efektif fakultatif) dalam jalinan kerja dual system education sehingga akan tercapai link and match antara ilmu yang diajarkan di sekolah dengan unit usaha masyarakat.

H. Monitoring dan Evaluasi Kewirausahaan Sekolah

Monitoring bertujuan untuk mengetahui apakah program kewirausahaan sekolah berjalan sesuai rencana (dalam proposal) semula atau tidak, sehingga dapat diketahui apa hambatan yang terjadi serta bagaimana seharusnya pengelola kewirausahaan sekolah mengatasi masalah tersebut. Sedangkan evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah kewirausahaan dapat mencapai tujuan atau tidak, yaitu menghasilkan profit yang dapat digunakan memperkuat modal sekolah dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran di sekolah, meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan proses pendidikan, meningkatkan produktifitas kerja serta menyejahterakan sivitas sekolah.

Kegiatan monitoring dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah atau institusi usaha mitra terkait dan dilaksanakan sepanjang tahun secara periodik, baik mingguan, bulanan, caturwulan, semester, atau tahunan, sehingga sedini mungkin dapat mengetahui kendala yang muncul serta segera membantu pelaksana kewirausahaan sekolah dalam mencari pemecahannya. Oleh karena itu, harus disiapkan instrumen yang valid dan reliabel. Namun demikian, kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan oleh personel yang benar-benar memahami monitoring dan evaluasi serta telah mempelajari program kewirausahaan sekolah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan monitoring dan evaluasi, personel pemonitor dan evauator harus mempelajari proposal kewirausahaan sekolah terlebih dahulu serta mempelajari kemajuan dari unit usaha tiap periode waktu (jika sudah ada).

(12)

11 sama personel, pengelolaan keuangan, keterbukaan, produksi dan pemasaran, serta lainnya. Aspek output pada dasarnya menanyakan apakah sasaran tertentu dari program kewirausahaan setelah periode waktu tertentu tercapai atau tidak, artinya dapat menghasilkan profit dalam rangka mencapai kecukupan modal untuk mendukung meningkatkan proses pendidikan serta meningkatkan proses pembelajaran di sekolah, meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan proses pendidikan, meningkatkan produktifitas kerja serta menyejahterakan sivitas sekolah. Aspek outcome pada dasarnya menanyakan dampak program kewirausahaan, baik terhadap sekolah, siswa, dan masyarakat. Meskipun hanya dapat diukur dalam jangka panjang, paling tidak dapat diketahui melalui peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah misalnya meningkatnya animo calon siswa baru serta dukungan dari masyarakat terhadap program.

Hasil data monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis secara cermat dan mendeskribsikan setiap indikator dengan cara mencermati setiap butir program apakah sesuai dengan kondisi ideal yang ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis diwujudkan dalam bentuk laporan yang diketahui oleh seluruh personel yang telibat sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan unit usaha lebih baik ke depan.

I. Simpulan dan Penutup

(13)

12 menyejahterakan sivitas akademik, mengembangkan ekonomi kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.

Pola pengembangan kewirausahaan sekolah meliputi tahap persiapan, yaitu mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di masyarakat, potensi dan kemampuan sekolah, kondisi sosial budaya dan potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah. Selanjutnya tahap perencanaan, yang meliputi analisis potensi serta kemungkinan pengembangannya, memilih dan menetapkan jenis kewirausahaan, berkunjung ke institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat kerakyatan, dilanjutkan dengan simulasi dan penyusunan proposal kewirausahaan. Tahap pelaksanaan, dapat ditempuh dengan jalan mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, memberikan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan terhadap siswa, serta memberi kesempatan siswa melakukan praktek kewirausahaan pada unit usaha sekolah atau usaha mitra dalam bentuk dual system education.

Agar menjamin keterlaksanaan program kewirausahaan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah atau institusi usaha mitra terkait dan dilaksanakan sepanjang tahun secara periodik, sehingga dapat sedini mungkin mengetahui kendala yang muncul dan dapat segera membantu pelaksana kewirausahaan sekolah dalam mencari pemecahannya. Kegiatan monitoring dan evaluasi hendaknya mencakup lima aspek, yaitu (a) konteks, (b) input, (c) proses, (d) output, dan (e) outcome. Hasil data monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis dan diwujudkan dalam bentuk laporan yang diketahui oleh seluruh personel yang telibat sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan unit usaha lebih baik ke depan.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 1998. Kewirausahaan (Enterpreneurship) dalam Pendidikan:

Materi Pelatihan Calon Kepala Sekolah. Jakarta: Direktorat

Pendidikan Menengah Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Depdiknas. 2001. Pedoman Pembinaan Pengembangan Kewirausahaan

Siswa SMK. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan

Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Depdiknas. 2002. Manajemen Berbasis Kelas: Rencana dan Program

Pelaksanaan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama

Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

(14)

13 Hudgins, Bryce B; Phye, Gery D; Schau, Candace G; Theisen, Gary L; Ames, C; dan Ames R. 1985. Education Psychology. Ilionis: FE. Peacock Pub. Inc.

Nolker, Helmut dan Schoenfeldt, Ebenhard. 1988. Pendidikan Kejuruan:

Gambar

Gambar 1. Model alur berpikir konsep kewirausahaan dalam lembaga pendidikan sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan meliputi kegiatan mengevaluasi informasi (fakta dan opini) dalam artikel opini, menyusun opini dalam bentuk artikel, menganalisis

Vocational education muncul di Eropa pada akhir tahun 1950-an yang merupakan pendidikan tradisional yang siswanya berasal dari kelas ekonomi yang berbeda-beda (McNeil,

DAFTAR NILAI TOTAL MAHASISWA PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK. UNIVERSITAS PGRI

Berdasarkan teori yang dikeluarkan oleh Imam Al-Ghazali, beliau telah mencadangkan penggunaan dinar emas kerana nilai emas adalah lebih stabil, namun beliau tidak

In the case of tossing a coin three times, the variable X, representing the number of heads, assumes the value 2 with probability 3/8, since 3 of the 8 equally likely sample

Tujuan politik bahasa nasional ada tiga, yaitu: (1) perencanaan dan perumusan kerangka dasar kebijaksanaan di dalam kebahasaan; (2) perumusan dan penyusunan

This book is for you if you’re a network administrator, systems administrator, information security manager, security consultant, or anyone interested in finding out more about

Menjelang Tahun 1978, yaitu sebelum diterbitkannya Ketetapan Menteri Agama mengenai Susunan dan Tata Kerja Persekolahan di lingkungan Departemen Agama yang meliputi