KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
MAGISTER TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN
SURABAYA
2016
OLEH :
NAMA : ADITYA NOOR RAKHMAD
NRP :3315 202 004
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg.
PENGELOLAAN
AIR LIMBAH DIKAWASAN KUMUH DITINJAU DARI SEGI
ALTERNATIF SISTEM PENGOLAHAN
Studi Kasus di Kelurahan Benteng, Kecamatan Nusaniwe, Ambon
1. Latar Belakang
Penurunan (Degradasi) kualitas lingkungan secara luar biasa akhir - akhir ini akan
menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan, keadaan sosial dan tingkat ekonomi masyarakat.
Keadaan ini diperparah dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
perilaku hidup bersih dan sehat. Pengelolaan air limbah domestik dapat ditangani melalui
sistem setempat (on site) dan melalui sistem terpusat (off site). Di kawasan pesisir pengelolaan
air limbah domestik ditangani melalui sistem terpusat, yaitu dengan cara mengalirkan air limbah
dari rumah-rumah ke jaringan perpipaan yang telah dibangun oleh Pemerintah.
Berdasarkan RPJMN III bidang cipta karya hingga akhir 2019 pemerintah
mencanangkan program 100 0 100 yaitu program pemenuhan 100 % akses air bersih, 0 %
pemukiman kumuh dan 100 % pemenuhan akses air limbah. Dalam lampiran UU No.17
Tahun 2007 tentang RPJPN 2005 – 2025 juga disebutkan arahan yang jelas tentang
permukiman kumuh yaitu terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan akuntabel untuk mewujudkan kota
tanpa permukiman kumuh. Salah satu kota dengan permukiman kumuh ada di kawasan
Benteng, kecamatan Nusaniwe Kota Ambon. Diperlukan penanganan yang diharapkan akan
memperbaiki kualitas lingkungan disana.
2. Studi Kasus
Kawasan kumuh di Kota Ambon terpusat pada permukiman padat yang umumnya di
perkotaan, dan beberapa terdapat pula di perdesaan. Berdasarkan Keputusan Walikota Ambon
Nomor 1653 Tahun 2014, kawasan kumuh di Kota Ambon terdapat di beberapa wilayah yang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Kawasan Kumuh di Kota Ambon
Kecamatan Kelurahan
Nusaniwe Waihaong
Silale
Wainitu
Kudamati (Bantaran Air
Putri)
Benteng (Pantai)
Sirimau Desa Batu Merah
Honipopu
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Ambon, 2012
Pemerintah Kota Ambon telah menetapkan kawasan Benteng menjadi kawasan kumuh
kota, sehingga perbaikan sarana baik jalan, air bersih, air limbah, drainase dan persampahan di
daerah benteng akan mendapat prioritas untuk pembangunan. Salah satunya adalah
pembangunan sarana pengolahan air limbah domestik. Kondisi saat ini di daerah benteng,
pembuangan air limbah rumah tangga yang dari kamar mandi dan dapur (grey water) langsung
dibuang melalui saluran drainase yang ada disekitar rumah sedangkan yang berasal dari kloset
(WC) diarahkan ke septictank yang ada. Hal ini secara teknis kurang sehat karena jarak antara
septictank dengan sumur gali yang relatif dekat, padahal sebagian masyarakat masih
menggunakan air sumur gali tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat di lokasi perencanaan semuanya telah memiliki kamar mandi maupun
jamban sendiri - sendiri, tidak ada MCK Umum di dalam kawasan Benteng. Hal ini sudah
cukup bagus karena menandakan bahwa masyarakat sudah mengetahui arti pentingnya sanitasi
buat kesehatan mereka. Namun yang sangat disayangkan adalah pembuangan air limbah dari
kamar mandi dan dapur karena langsung dialirkan menuju selokan di samping atau depan
rumah. Hal ini menyebabkan saluran drainase yang seharusnya diperuntukkan untuk saluran
air hujan menjadi kotor dan menghitam. Sehingga mengakibatkan penyumbatan-penyumbatan
pada saluran tersebut. Yang pada gilirannya nanti pada musim penghujan akan menimbulkan
banjir.
Kondisi tidak jauh berbeda adalah badan air penerima yang muaranya langsung ke
Teluk Ambon, selain warnanya menghitam pada saluran tersebut banyak sampah hasil buangan
masyarakat. Kondisi ini sangat mengganggu secara estetika maupun secara kesehatan,
masyarakat akan rentan terhadap penyakit diare dan malaria. Apalagi ditunjang oleh lokasi
kawasan Benteng yang berada di hilir badan air yang akan menuju ke Teluk Ambon, maka hasil
buangan penduduk yang berada di hulu akan semakin memperparah keadaan di kawasan
3. Tinjauan Pustaka
Sistem Sanitasi di Indonesia
Pengelolaan air limbah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16/2005 tentang
pengembangan sistem air minum. Mengacu dari berbagai referensi, sistem pengelolaan air
limbah dapat dikelompokkan (Soedjono dkk, 2010):
a. Sistem setempat, air limbah (black dan grey water) langsung di olah setempat.
b. Sistem terpusat, di mana air limbah dialirkan melalui perpipaan ke instalasi pengolahan air
limbah (IPAL).
c. Hibrida, merupakan modifikasi dari kedua sistem.
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (Keputusan Menteri Kimpraswil No.
534/KPTS/M/2001), pemilihan sistem setempat atau sistem terpusat didasarkan pada jenis
kota, kepadatan penduduk, dan tinggi muka air tanah:
1. Sistem setempat lebih diarahkan untuk kota sedang kecil dengan kepadatan rata-rata <=
200 jiwa/ha,dengan taraf muka air tanah > 2 m, dan potensi cost recovery yang belum
mendukung untuk sistem perpipaan.
2. Sistem terpusat lebih diarahkan untuk kota metro besar dengan kepadatan rata-rata >=
200 jiwa/ha, taraf muka air tanah < 2 m, dan potensi pemulihan biaya belum mendukung
untuk sistem perpipaan (perlu studi kelayakan).
Keuntungan dan kelebihan sistem setempat dan sistem terpusat, antara lain:
Tabel Keuntungan dan Kelebihan Sistem Setempat dan Sistem Terpusat
Sistem Setempat Sistem Terpusat
Keuntungan:
a. Menggunakan teknologi sederhana. b. Memerlukan biaya yang rendah. c. Masyarakat dan tiap-tiap keluarga
dapat menyediakan sendiri. d. Pengoperasian dan pemeliharaan
oleh masyarakat.
e. Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat.
f. Manfaat dapat dirasakan secara langsung.
Keuntungan:
a. Menyediakan pelayanan yang terbaik.
b. Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi.
c. Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari. d. Memiliki masa guna lebih lama. e. Dapat menampung semua limbah
Kerugian:
a. Tidak dapat diterapkan pada daerah, misalnya sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan.
b. Fungsi terbatas hanya dari buangan
Kerugian:
a. Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi.
kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandir dan air bekas cucian.
c. Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.
c. Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang.
d. Waktu yang lama dalam
perencanaan dan pelaksanaan. e. Perlu pengelolaan, operasional,
dan pemeliharaan yang baik. (Sumber: Nurhidayat, 2009)
Pemilihan Teknologi Sanitasi
Teknologi yang biasanya digunakan adalah cubluk dan tangki septik. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi untuk sanitasi, yaitu:
1. Kepadatan penduduk yang berhubungan dengan ketersediaan atau tidaknya lahan yang
cukup untuk membangun sistem pengolahan limbah.
2. Sumber air, untuk kondisi dimana ketersediaan air kurang, teknologi pembuangan limbah
setempat lebih cocok diterapkan dibandingkan menggunakan sistem pembuangan limbah
terpusat.
3. Keadaan topografi tanah.
4. Kemampuan membangun yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan
teknologi.
5. Kondisi sosial ekonomi masyarakat; Penekanannya lebih kepada status ekonomi
masyarakat setempat, yang berkaitan kepada penyelenggaraan operasional dan
pemeliharaan sarana tersebut.
a. Teknologi Cubluk
Cubluk merupakan ruangan yang berfungsi menampung dan mengolah air limbah
domestik yang memiliki dua tipe, yaitu cubluk tunggal dan cubluk kembar.
i. Cubluk tunggal, terdiri dari satu lubang, harga murah dan ditempatkan pada daerah
kepadatan sedang dan rendah serta muka air tanah rendah. Gambar cubluk tunggal
pada Gambar berikut.
ii. Cubluk kembar, terdiri dari dua lubang yang digunakan bergantian untuk menerima
limbah yang dibilas dari jamban leher angsa. Biayanya lebih murah dari tangki septik,
konstruksi ditempatkan pada jarak tertentu dari sumur untuk menghindari
pencemaran. Dapat digunakan untuk 5 KK. Gambar cubluk kembar pada Gambar
berikut
Cubluk Kembar (Wardani, 2012)
b. Teknologi Tangki Septik
Tangki septik berfungsi untuk mengolah air limbah domestik dengan memanfaatkan
proses biologis melalui pemisahan padatan dari cairan dimana padatan tersebut akan secara
anaerobik terdekomposisi sementara airnya akan dialirkan ke sistem pembuangan. Tangki
septik konvensional yang dilengkapi dengan sistem resapan merupakan metode yang paling
umum untuk pengolahan air limbah rumah tangga dari perumahan yang tidak tersambung
dengan sistem perpipaan air buangan (WSP, 2011).
Tangki Septik (WSP, 2011).
Aplikasi tangki septik konvensional, antara lain (WSP, 2011):
1. Cocok untuk jamban pribadi atau jamban bersama
2. Hanya mengolah black water, kecuali telah dilakukan pengolahan pendahuluan pada grey
water.
3. Tidak boleh di daerah muka air tanah tinggi.
4. Tidak boleh diterapkan di daerah padat penduduk.
5. Harus memiliki akses pengurasan.
c. Teknologi Anaerobic Baffled Reactor (ABR)
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) adalah salah satu reaktor hasil modifikasi septic tank
dengan penambahan sekat-sekat. ABR merupakan bioreaktor anaerob yang memiliki
kompartemen-kompartemen yang dibatasi oleh sekat-sekat vertical (Bachman, et.al).
Teknologi sanitasi ini dirancang menggunakan beberapa baffle vertikal yang akan memaksa
air limbah mengalir keatas melalui media lumpur aktif. Pada ABR ini terdapat tiga zone
operasional: asidifikasi, fermentasi, dan buffer. Zone asidifikasi terjadi pada kompartemen
pertama dimana nilai pH akan menurun karena terbentuknya asam lemak volatil dan
setelahnya akan meningkat lagi karena meningkat- nya kapasitas buffer. Zona buffer
digunakan untuk menjaga agar proses berjalan dengan baik. Gas methan dihasilkan pada
zona fermentasi (WSP, 2011).
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) (WSP, 2011 ).
Aplikasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR), antara lain (WSP, 2011):
1. Cocok untuk lingkungan kecil
2. Dapat mengolah black water dan grey water
3. ABR terpusat sangat cocok jika teknologi penyedotan dan pengangkutan sudah ada
4. Tidak boleh diterapkan di daerah MAT tinggi
5. Harus memiliki akses pengurasan
d. Teknologi Rotating Biological Contractor (RBC)
Rotating biological contactor (RBC) merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah
secara aerobik dengan sistem lapisan tetap (aerobic fixed film system). RBC sendiri
merupa- kan media tempat menempelnya mikroorganisme aerobik. Dalam sistem RBC
terdapat tiga unit utama, yaitu (WSP, 2011):
1. Zona primer
Tangki sedimentasi dimana air limbah masuk dan padatan akan terendapkan untuk
kemudian dibuang dengan penyedotan. Proses anaerobik dapat pula terjadi pada zona
2. RBC
Dimana pengolahan secara biologis terjadi. Sejumlah cakram (disk) menempel pada
tuas pemutar dan sebagian dari cakram ini akan terendam oleh air buangan sehingga
akan terbentuk lingkungan biomasa aktif pada media. RBC ini secara perlahan berputar
pada porosnya sehingga biomasa yang ada dapat kontak dengan air limbah maupun
oksigen di atmosfir secara bergantian.
3. Zona pengendapan akhir: dimana terjadi pengendapan campuran air limbah yang telah
terolah dan biomasa yang berlebih.
Rotating Biological Contractor (RBC) (WSP, 2011)
Sistem Penyaluran Air Limbah
Menurut Noerbambang dan Takeo (2005), berdasarkan karakteristik hidrolis sistem
penyaluran air limbah dibedakan menjadi:
a. Gravitasi
Penyaluran air limbah dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi, yakni
mengarahkan aliran air limbah dari tempat yang lebih rendah. Penggunaan metode gravitasi
ini sangat bergantung pada kondisi topografi setempat.
b. Tekanan
Penyaluran air limbah dengan tekanan ini dilakukan apabila penggunaan metode gravitasi
tidak memungkinkan dalam suatu wilayah. Metode tekanan ini dilakukan dengan
menggunakan pipa bertekanan yang dilengkapi dengan pompa.
Tipe Saluran
Tipe saluran air limbah menurut Metcalf dan Eddy (1981), dapat dibedakan
menjadikan tiga, yaitu:
a. Saluran Rumah atau Gedung
Saluran ini dihubungkan dengan sistem perpipaan air limbah di rumah atau gedung dan
air limbah dari rumah atau gedung ke pipa lateral.
b. Saluran Lateral
Saluran ini merupakan saluran pertama dari sistem penyaluran air limbah, umumnya
terletak di jalan. Saluran ini untuk mengumpulkan air limbah dari satu atau lebih saluran
rumah dan menyalurkan ke saluran utama air limbah.
c. Saluran Utama
Saluran yang digunakan untuk menyalurkan air limbah dari saluran lateral ke instalasi
pengolahan air limbah.
Debit Air Limbah
Debit air limbah merupakan suatu hal yang paling pokok dalam perencanaan sistem
air limbah. Besarnya debit air limbah dihitung berdasarkan pemakaian air bersih untuk rumah
tangga Debit air buangan domestik berasal dari buangan setiap rumah warga, debit air buangan
domestik berkisar 60%-80% dari penggunaan air bersih. Dalam hal ini, angka persentase air
limbah yang diambil adalah sebesar 70%. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa tidak semua
air bersih yang digunakan nantinya akan menjadi air limbah, melainkan ada yang menguap.
Perencanaan menggunakan Qharian maksimum dimaksudkan untuk mengantisipasi
kebutuhan saat hari–hari maksimum yang masih bisa terlayani. Qharian maksimum adalah
Qave yang dikalikan dengan faktor harian maksimum. Ketika harian maksimum telah terlayani
maka diharapkan bahwa pada jam puncak dan rata – rata bisa terlayani (Diaratih, 2014).
Penanaman Pipa
Penempatan saluran air limbah perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan keamanan
jaringan sistem penyaluran air limbah dan pengaruhnya terhadap jaringan pipa air minum yang
telah ada maupun yang masih dalam taraf perencanaan. Kedalaman penanaman minimal adalah
1 m dan kedalaman maksimal dalah 5 m. Jika penanaman pipa lebih dari 5 m maka perlu
dilakukan pemompaan (Diaratih, 2014).
Angka kedalaman minimal dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan pipa akibat
tekanan yang dari atas yang terlalu besar terhadap pipa. Sedangkan kedalaman maksimal
dimaksudkan untuk mempermudah perawatan terhadap pipa dan mengurangi kerusakan pipa
yang diakibatkan oleh faktor alam (Diaratih, 2014).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan saluran limbah diantaranya
(Diaratih, 2014):
b. Jika pada saat pemasangan, pipa air limbah bertemu dengan pipa jaringan air minum makasaluran air buangan harus diletakkan di bawah pipa air minum sedalam 0,5 m.
Kriteria Jamban
Menurut Kepmenkes (2008), jamban adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif
untuk memutus rantai penularan penyakit. Jamban sangat berguna bagi manusia dan
merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya
berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak
dikelola dengan baik.
Kriteria jamban sehat menurut WSP (2009), fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi
syarat:
a. Tidak mengkontaminasi badan air.
b. Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
c. Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga.
d. Menjaga buangan tidak menimbulkan bau.
e. Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna
Menurut Depkes RI (2004), jamban keluarga harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari
sumber air minum.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
c. Cukup luas dan landau/miring kearah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah
sekitar.
d. Mudah di bersihkan dan aman penggunaannya.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
f. Cukup penerang.
g. Lantai kedap air.
h. Ventilasi cukup baik.
Tersedia air dan alat pembersih. Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari
lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal,
yaitu melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit, melindungi dari gangguan estetika, bau
dan penggunaan sarana yang aman, bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vector
penyakit, dan melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan. Jenis jamban
sehat yang dapat memutuskan hubungan antara tinja dan lingkungan akan bermanfaat bagi
Untuk kondisi daerah khusus, berdasarkan WSP (2011) jamban mempunyai kriteria
masing-masing, antara lain:
1. Jamban dengan permukaan ditinggikan
Jenis jamban ini dapat diterapkan untuk daerah dengan kondisi muka air tanah tinggi,
daerah banjir dan pasang surut.
Jamban dengan Permukaan Ditinggikan (WSP, 2011)
2. Jamban untuk daerah banjir/pasang surut/rumah panggung. Daerah-daerah yang banjir
selama musim hujan memerlukan pendekatan khusus. Sumur penampung tinja masih
dapat dibangun, tetapi di atas tanah. Sumur hendaknya dihubungkan dengan slab dan
kloset melalui sejumlah ring beton dan pipa. Banyaknya ring beton dan panjangnya pipa
akan disesuaikan dengan ketinggian air selama banjir. Karena sumur akan penuh selama
banjir, maka bagian satu-satunya yang dapat digunakan dari tangki adalah bagian yang
melewati permukaan air banjir. Rumah jamban perlu ditinggikan melebihi permukaan air
yang tinggi. Jamban di derah banjir lebih mahal daripada jenis jamban yang lain, dan bahan
bangunan dapat berkurang kekuatannya akibat terendam air (WSP, 2011).
Jamban untuk Daerah Banjir/Pasang Surut/Rumah Panggung (WSP, 2011)
3. Sistem sanitasi komunal untuk daerah padat penduduk
membangun sarana sanitasi sangat terbatas, maka dapat dilakukan dengan membangun
jamban type komunal, yaitu beberapa bangunan jamban keluarga (5 – 6 jamban keluarga)
dapat menggunakan satu sumur penampung tinja (septic tank) yang dapat dibangun
diantara bangunaan jamban, sehingga setiap jamban dapat melakukan akses yang sama
terhadap sumur penaampung tinja. Tipe bangunan jamban ini sangat cocok untuk daerah
semacam ini karena hanya membutuhkan sedikit lahan, namun dapat memberikan akses
jamban kepada beberapa keluarga. Pemeliharaan bangunan jamban dapat dilakukaan secara
individu setiap keluarga, namun untuk sumur penampung tinja dilakukaan secara bersama.
Sistem Sanitasi Komunal untuk Daerah Padat Penduduk (WSP, 2011)
4. Pendekatan
Dalam Studi kasus ini diharapkan memuat 4 (empat) pendekatan, yaitu :
A. Pendekatan Komprehensif
Pendekatan perencanaan yang komprehensif dalam melakukan perencanaan
penanganan pengolahan air limbah secara menyeluruh.
B. Pembangunan Terintegrasi
Pendekatan pembangunan yang terintegrasi dengan melakukan perencanaan
pembangunan tersistem dari skala lingkungan, kawasan, dan kota.
C. Keberlanjutan
Pendekatan keberlanjutan dalam melakukan penyusunan rencana pengelolaan
paska pembangunan dengan memastikan fungsi dan kualitas lingkungan untuk
5. Data dan Fakta / Isu Strategis
Isu-isu strategis dan permasalahan mendesak terkait dengan pengelolaan air limbah
domestik di Kota Ambon, adalah:
a. Terbatasnya sarana infrastruktur pengelolaan air limbah domestic yang baik dan sehat,
terutama di permukiman padat. Pada beberapa wilayah banyak dijumpai sarana
pembuangan air limbah tidak tertata atau dikelola dengan benar.
b. Kurangnya ketersediaan air bersih untuk MCK cenderung mendorong masyarakat
berperilaku kurang sehat.
c. Karena alasan ekonomi, masyarakat dari kalangan kurang mampu sering beralasan tidak
memiliki biaya untuk membuat jamban.
d. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan hidup sehat.
Pemahaman masyarakat mengenai keterkaitan antar manusia dan lingkungan hidup
belum memadai. Pada sisi lain, berbagai kearifan tradisional yang berorientasi untuk
menjaga keseimbangan ekosistem mulai ditinggalkan karena faktor ekonomi, teknologi
dan lain-lain.
e. Maraknya dugaan pembuangan limbah cair dari rumah penduduk, hotel dan restauran
ke badan sungai/ laut. Para pelaku memilih mengambil jalan pintas membuang limbah
cair ke badan sungai/ laut disebabkan karena kurangnya pemahaman, kepedulian, dan
kesadaran untuk mengelola limbah dengan benar, lokasi yang jauh dari jangkauan mobil
pelayanan, maupun alasan ekonomi yang tidak sanggup membayar biaya retribusi
penyedotan tinja.
f. Terbatasnya mobil layanan penyedotan lumpur tinja untuk melayani permintaan
masyarakat, dan belum optimalnya pengoperasian IPLT dalam pengolahan limbah di
Kota Ambon.
g. Belum adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Air Limbah.
h. Terbatasnya lahan untuk pembangunan Small Scale Sewerage di Pusat Kota Ambon.
i. Kurangnya sosialisasi, edukasi, dan penyadaran kepada masyarakat secara
berkesinambungan tentang pengelolaan air limbah yang sehat.
j. Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan limbah domestic, limbah medis,
maupun limbah industry.
k. Tingkat kemiskinan dan pengangguran masih cukup tinggi, mempengaruhi
kecenderungan masyarakat untuk lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan pokok
6. Analisa dan Pembahasan
Dalam merencanakan sistem pengolahan air limbah, penerapan teknologi pengolahan
air ditentukan berdasarkan jenis dan karakteristik air limbah. Sistem pengolahan yang akan
digunakan adalah sistem pengolahan secara anaerobik dikarenakan biaya operasional dan
maintenance relatif rendah. Untuk kawasan benteng ini alternatif yang diusulkan adalah sistem
pengolahan menggunakan ABR (Anaerobic Baffle Reactor) dan Anaerobic Upflow Filter.
SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALTERNATIF 1
Dalam usulan rencana sistem pengolahan air limbah alternatif 1 yaitu menggunakan
sistem Anaerobic Baffle Reactor. Teknologi ABR ini berupa pengolahan dengan beberapa
dinding penyekat, dengan adanya dinding penyekat ini membuat waktu kontak dengan
biomassa aktif lebih lama sehingga hasil pengolahan menjadi lebih baik.
Desain dan Proses
ABR dirancang agar alirannya turun naik. Aliran seperti ini menyebabkan aliran air limbah yang
masuk (influent) lebih intensif terkontak dengan biomassa anaerobik, sehingga meningkatkan
kinerja pengolahan. Penurunan BOD dalam ABR lebih tinggi daripada tangki septik, yaitu
sekitar 70-95%. Perlu dilengkapi saluran udara. Untuk operasi awal perlu waktu 3 bulan untuk
menstabilkan biomassa di awal proses.
Pemeliharaan
Busa dan lapisan kotoran (scum) akan rusak jika terlalu tebal. Karena itu, pengendalian padatan
harus dilakukan untuk setiap ruang (kompartemen). Lumpur atau endapan harus dibuang
setiap 2–3 tahun dengan memakai truk penyedot tinja.
Aplikasi dan Efisiensi
• Cocok untuk semua macam air limbah, seperti air limbah permukiman, rumah-sakit, hotel/penginapan, pasar umum, rumah potong hewan (RPH), industri makanan. Semakin
banyak beban organik, semakin tinggi efisiensinya.
• Cocok untuk lingkungan kecil. Bisa dirancang secara efisien untuk aliran masuk (inflow) harian hingga setara dengan volume air limbah dari 1000 orang (200.000 liter/hari). • ABR terpusat (setengah-terpusat) sangat cocok jika teknologi pengangkutan sudah ada. • Tidak boleh dipasang jika permukaan air tanah tinggi, karena perembesan (infiltration)
akan memengaruhi efisiensi pengolahan dan akan mencemari air tanah. • Truk tinja harus bisa masuk ke lokasi.
Kelebihan Kekurangan + Tahan terhadap beban kejutan hidrolis
dan zat organik.
+ Tidak memerlukan energi listrik. + Grey water dapat dikelola secara
bersamaan.
+ Dapat dibangun dan diperbaiki dengan material lokal yang tersedia.
+ Umur pelayanan panjang. + Penurunan zat organik tinggi. + Biaya investasi dan operasi moderat.
- Memerlukan sumber air yang konstan. - Efluen memerlukan pengolahan
sekunder atau dibuang ke tempat yang cocok.
- Penurunan zat patogen rendah. - Pengolahan pendahuluan diperlukan
untuk mencegah penyumbatan.
SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALTERNATIF 2
Dalam usulan rencana sistem pengolahan air limbah alternatif 2 yaitu menggunakan sistem
Anaerobic Upflow Filter. Teknologi AUF ini berupa pengolahan dengan beberapa dinding
penyekat dan diantara dinding – dinding penyekat tersebut diberi media filter untuk
berkembangnya bakteri anaerob.
Desain dan Proses
Anaerobik Upflow Filter berupa sebuah tangki septik yang diisi satu atau lebih kompartemen
(ruang) yang dipasangi filter. Filter ini diisi dengan media filter bisa berupa batu volkano,
bioball atau plastik botol bekas yang disusun secara khusus. Bakteri aktif ditambahkan untuk
memicu proses. Bakteri aktif ini bisa didapat dari lumpur tinja tangki septik dan disemprotkan
pada materi filter. Aliran air limbah yang masuk (influent) akan mengaliri filter, kemudian
materi organik akan diuraikan oleh biomassa yang menempel pada materi filter tersebut.
Diperlukan 3 bulan untuk menstabilkan biomassa di awal proses.
Pemeliharaan
Semakin lama, padatan dan biomassa menebal dan bisa menyumbat pori-pori filter. Ketika
efisiensi menurun, filter harus dibersihkan dengan cara mengalirkan air dengan arah
berlawanan aliran, atau melepas materi filter dari tangkinya kemudian dibersihkan.
Aplikasi dan Efisiensi
• Perlu waktu untuk menstabilkan biomassa di awal proses, karena itu filter anaerobik sebaiknya tidak digunakan jika butuh pengolahan cepat.
• Dapat diaplikasikan pada level rumah tangga atau skala kawasan permukiman kecil. Khususnya yang memiliki cukup pasokan air untuk mencuci pakaian, mandi, dan
menggelontor kloset.
• Cocok untuk Rumah Sakit, Rusunawa. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Kekurangan
+ Banyak tersedia di Pasar, diproduksi massal (buatan Pabrik).
+ Umur pelayanan panjang.
+ Bila digunakan dengan benar, tidak ada masalah dengan lalat dan bau.
+ Biaya investasi rendah, biaya operasi tergantung harga satuan air dan pengurasan.
+ Keperluan lahan tanah kecil. + Tidak perlu energi listrik.
- Pengurangan bakteri patogen, padatan dan zat organik rendah.
- Efluen dan lumpur tinja masih perlu pengolahan sekunder dan atau pembuangan yang cocok.
- Memerlukan sumber air yang konstan. - Tidak dibolehkan terkena banjir, sehingga
permukaan bangunan/ lubang pemeriksaan harus di atas muka air banjir.
PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK
Perbandingan alternatif sistem didasarkan pada aspek: Teknis
Ekonomis
Dengan adanya dua usulan alternatif desain sistem pengolahan air limbah maka perlu dipilih
alternatif yang mempunyai nilai keuntungan lebih besar sehingga investasi yang dikeluarkan
tepat sasaran. Dalam hal ini akan dibandingkan antara alternatif - alternatif yang ada. Pemilihan
alternatif yang optimal ini ditujukan untuk membantu dalam memutuskan alternatif yang
direalisasikan.
KRITERIA PEMILIHAN ALTERNATIF
Kriteria pemilihan alternatif sistem diperlukan untuk perbandingan. Adapun kriteria utama
dalam pemilihan alternatif ini adalah sebagai berikut:
A. Aspek Teknis
- Kehandalan sistem pengolahan air limbah - Kemudahan dalam operasional dan maintenance - Pengolahan lumpur
B. Aspek Ekonomis
PERBANDINGAN ALTERNATIF 1 DAN 2
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka matrik perbandingan alternatif 1 dan 2
disajikan dalam tabel berikut:
Matriks Perbandingan Alternatif Pengolahan Air Limbah
ALTERNATIF
pengolahan sekunder Relatif sama
B. EKONOMI
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di kawasan perkotaan, selalu
diikuti dengan bertumbuhnya kawasan permukiman yang semakin padat, dan konsekuensinya
adalah meningkatnya konsumsi air bersih yang diikuti juga dengan jumlah produksi air limbah
yang juga bertambah.
Pada saat ini pencemaran lingkungan oleh limbah rumah tangga dikawasan perkotaan
oleh teknologi pengolahan limbah cair dirumah tangga yang umum dilakukan dimasyarakat
sudah tidak/ kurang mampu untuk mengolah limbah Rumah Tangga secara baik, bahkan
karena keterbatasan lahan, banyak yang tidak melakukan pengolahan sama sekali.
Untuk alasan tersebutlah perlu dipikirkan alternatif teknologi yang mampu dan
tepat guna dalam mengatasi permasalahan pengolahan air limbah diperkotaan. Instalasi
pengolahan air limbah sentral kota, adalah suatu fasilitas pengolahan secara terpusat untuk
melayani sebagian besar limbah cair yang dihasilkan dari Rumah Tangga, Institusi, sarana
komersial dan perkantoran di kota tersebut.
Pengolahan limbah cair bertujuan untuk mengolah air sisa dari suatu
proses/kegiatan manusia yang berpotensi mencemari lingkungan termasuk air permukaan,
sehingga dapat menimbulkan penyakit bagi masyarakat luas. Selain itu, pedoman
pengoperasian juga perlu diterapkan agar prasarana dan sarana terbangun tetap berfungsi
sesuai dengan kualitas dan umur pelayanan sesuai rencana serta menjamin pemeliharaan yang
tepat waktu dan tepat sasaran, sehingga bisa menghemat biaya pemeliharaan. Pedoman
pengoperasian tidak hanya meliputi Tangki IPAL, tetapi jaringan perpipaan primer dan
sekunder serta sambungan rumah (SR).
Sarana dan prasarana system Pengelolaan Air Limbah Tepusat, terdiri dari:
1. Unit Tangki Instalasi Pengolah Air Limbah Sistem Anaerobic Biofilter
2. Jaringan Primer dan Sekunder beserta manhole
3. Sambungan Rumah (SR) / House connection
Secara terinci juga harus direncanakan, dihitung dan digambar cakupan dari Sarana dan
Prasarana tersebut, berapa hektar wilayah yang bisa tercakup dalam pelayanan dari jaringan
perpipaan dan IPAL.
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik
kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah
ditampilkan pada tabel sebelumnya di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan
pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan
kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat
guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan
detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang
bertujuan untuk:
Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya.
Unit Instalasi yang perlu diperhatikan meliputi: Bak Inlet dan Outlet
- Melakukan pemantauan dan pembersihan minimal seminggu sekali, jika bak inlet tersumbat maka aliran limbah tidak bisa masuk ke IPAL sehingga bisa meluber ke
rumah yang terdekat dengan IPAL atau bak inlet itu sendiri.
- Melakukan perbaikan jika terjadi kebocoran pada bak inlet maupun outlet. Tangki Instalasi Pengolahan Air Limbah
- Pemantauan Berkala
Lakukan pemantauan berkala pada tangki IPAL 1 kali per 6 bulan dengan langkah- langkah sbb:
Mulailah dari inhoff tank (bak awal) kemudian dilanjutkan ke bak-bak berikutnya
Ambil kotoran tepat di bawah tutup manhole IPAL
Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di bawah manhole
Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak ada yang tersisa
Periode Pengurasan
1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja:
Telepon perusahaan jasa pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada IPAL
Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah
Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak, sedot mulai dari bak pertama
Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam
Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat
JARINGAN PIPA PRIMER DAN SEKUNDER SERTA MANHOLE
Pemantauan Berkala
Periksa setiap bak kontrol pada sistem perpipaan 1 minggu sekali
Jika tidak ada aliran air dalam bak kontrol, mungkin pipa tersumbat atau rusak hentikan kegiatan di rumah
buka pemipaan, minta tukang untuk memperbaiki kerusakan dalam waktu kurang dari 1hari
Jika ada luapan air dari bak kontrol, mungkin pipa tersumbat
hentikan kegiatan di rumah, segera perbaiki jika ada kerusakan pipa
dorong kotoran dari bak kontrol ke bak kontrol lain dengan alat bantu seperti besi kalau alat bantu tidak mencukupi, gunakan jet pump untuk mendorong kotoran
keluar ke bak kontrol terdekat
Minta tukang untuk memperbaiki kerusakan secepatnya Perawatan Saluran Komunal 2 minggu sekali dengan :
buang limbah padat dan kotoran mengapung dari bak inlet dengan sekop
kumpulkan semua kotoran, masukkan kedalam plastik dan buang ke tempat sampah
SAMBUNGAN RUMAH (SR) / HOUSE CONNECTION
Hal-hal yang dilakukan agar instalasi tetap terjaga
IPAL akan berfungsi dengan baik jika limbah-limbah yang masuk adalah limbah yang benar. IPAL bukan tempat membuang semua jenis sampah.
Jangan memasukkan limbah padat ke jamban karena akan menyumbat saluran
Jangan membuang bahan kimia ke saluran karena akan mematikan bakteri di IPAL
Jangan menanam pohon di dekat saluran pemipaan komunal dan IPAL karena bisa merusak pipa
Gunakan secukupnya sabun cuci dan pembersih, baik untuk sistem pengolahan dan penghematan
Buanglah limbah cair saja dari kamar mandi dan dapur. Dan beri saringan untuk
memisahkan limbah padat
b. Pemantauan Berkala
Ambil kotoran mengapung dari bak pengendap lemak setiap 3 hari sekali
Periksa bak kontrol di rumah setiap 3 hari sekali
7. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari studi kasus ini yaitu:
1. Kelurahan Benteng, Kecamatan Nusaniwe merupakan daerah kumuh yang menjadi
prioritas penganganan dari pemerintah kota Ambon.
2. Sistem pengolahan yang akan digunakan adalah sistem pengolahan secara anaerobik
dikarenakan biaya operasional dan maintenance relatif rendah.
3. Untuk kawasan benteng ini alternatif yang diusulkan adalah sistem pengolahan