• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS P (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS P (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

JATIDIRI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI KELAS 7-D

SMP NEGERI 2 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1Yulianti Ratna Andriani 1 SMP Negeri 2 Bringin

Desa Suruh, Kec. Bringin – Ngawi 63285, Indonesia yantinugroho76@gmail .co m

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri, serta mengetahui apa saja kontribusi strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada pembelajaran Bahasa Inggris di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data pada tiap siklus, yang terdiri dari data penilaian ketrampiln berbicara, data sikap dan data angket. Penelitian melibatkan 22 siswa dan 1 kolaborator. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat diterapkan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin Kab. Ngawi; 2) Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat meningkatkan ketrampilan berbicara siswa. Hal ini dibuktikan pada peningkatan hasil penilaian unjuk kerja siswa pada Siklus ke-1 dan Siklus ke-2; 3) Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan beberapa kontribusi positif terhadap peningkatan Ketrampilan berbicara Bahasa Inggris siswa kelas 7-D pada tema memaparkan jatidiri. Saran dari Peneliti adalah: 1) Para guru, khususnya guru yang mengajarkan Bahasa Inggris diharapkan dapat menerapkan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek kepada siswa Kelas 7 dalam upaya meningkatkan ketrampilan berbicara Bahasa Inggris walaupun dalam bentuk yang sederhana. Disarankan agar metode pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikembangkan ke dalam pelajaran yang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.; 2) Diharapkan guru dapat menyelami dan memahami kesulitan belajar yang dialami oleh siswa Kelas 7 terutama dalam belajar Bahasa Inggris, kemudian mencarikan solusi melalui strategi-strategi pembelajaran yang variatif sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan dan memfokuskan pada kesulitan utama yang dialami oleh siswa.; 3) Disarankan kepada semua fihak termasuk guru (sekolah), orang tua, siswa dan masyarakat untuk saling bekerjasama dalam melancarkan kegiatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.; serta 4) Diharapkan sistem strategi pembelajaran Berbasis Proyek ini dapat dilaksanakan pada semua kelas dan semua mata pelajaran.

Kata Kunci : Metode Pembelajaran Berbasis Proyek, Ketrampilan Berbicara, Memaparkan Jatidiri

(2)

Pendahuluan

Permendiknas No.81-A Tahun 2013 mengamanatkan bahwa kegiatan pembelajaran harus berprinsip pada: (1) berpusat pada peserta didik; (2) mengembangkan kreatifitas; (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; (4) bermuatan nilai, etika, logika dan kinestika; dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien dan bermakna.

Pembelajaran Bahasa Inggris melingkupi empat ketrampilan bahasa, yaitu: mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Di dalam pembelajaran ketrampilan berbicara Bahasa Inggris diharapkan muncul situasi ideal dimana peserta didik belajar mengutarakan teks lisan sebagai ketrampilan ber-Bahasa Inggris lisan. Mempelajari bahasa seringkali diasosiasikan mempelajari bagaimana berbicara dalam bahasa tersebut.

Akan tetapi, guru Bahasa Inggris mungkin mengalami situasi yang tidak berbeda dengan pengalaman peneliti yang mengajar di SMP Negeri 2 Bringin Kabupaten Ngawi, dimana peserta didik enggan untuk berbicara. Peserta didik merasa frustasi dimana ketrampilan berbicara dalam Bahasa Inggris merupakan ketrampilan yang kompleks. Ketrampilan berbicara melibatkan banyak faktor tidak hanya pengetahuan tentang language feature tetapi juga ketrampilan untuk memproses informasi dan bahasa (Harmer, 2001:269). Tentu ada beberapa sebab mengapa peserta didik merasa enggan untuk berbicara. Faktor penyebabnya antara lain peserta didik merasa kurang percaya diri untuk berbicara, Mereka takut untuk membuat kesalahan, peserta didik merasa tidak tahu apa yang harus diucapkan untuk menyampaikan maksudnya dalam Bahasa Inggris, dan sebab yang lain adalah kurangnya peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berlatih ketrampilan berbicara dalam Bahasa Inggris. Faktor lain yang tidak kalah menentukan mengapa peserta didik enggan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah kurang berbicara dalam Bahasa Inggris, baik di dalam kelas atau setelah pembelajaran. Maka dari itu saran Zhao adalah penting bagi guru mendorong dan memotivasi peserta didik untuk berbicara Bahasa Inggris terutama saat dalam kegiatan pembelajaran.

Selama ini pembelajaran ketrampilan berbicara Bahasa Inggris diajarkan dengan reading aloud, repeating the utterences, dan simple role play yang kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih ketrampilan berbicaranya. Pada umumnya, ada 2 faktor penyebab mengapa siswa tidak mampu berbicara lancar dalam bahasa asing (Bahasa Inggris), yaitu: siswa tidak dapat menemukan kata yang sesuai untuk mengekspresikan pikiran atau perasaannya dan siswa merasa takut salah. Ketakutan akan melakukan kesalahan dalam berbicara biasanya karena mereka malu atau nervous. Untuk itu penting bagi guru untuk menciptakan situasi di mana akan mempermudah siswa dalam berbicara dan mengurungi kegugupan mereka. Oleh karena kebutuhan akan penciptaan suasana yang di mana siswa tidak lagi merasakan kegugupan, di mana rasa percaya diri siswa tumbuh untuk bertanya dan menjawab dan di mana siswa merasa bebas menyuarakan pilihan mereka sendiri, maka peneliti mengajukan metode pembelajaran berbasis proyek.

Strategi pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) adalah strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001). Model pembelajaran ini sangat menantang di mana siswa diwajibkan menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri dan dalam waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah strategi pembelajaran berbasis

proyek untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada pembelajaran Bahasa Inggris diterapkan di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin Tahun Pelajaran 2013/2014?

2. Apakah strategi pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada pembelajaran Bahasa Inggris di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin?

3. Apa saja kontribusi strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada pembelajaran Bahasa Inggris di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin?

(3)

merupakan kelas yang paling pasif dalam pembelajaran Bahasa Inggris Kelas 7 di SMP Negeri 2 Bringin.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin, Desa Suruh Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian sebanyak 22 siswa. Jenis penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang diajukan oleh Kemmis dan M.C Taggart (1988) yang terdiri atas empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Selanjutnya, ke-empat komponen tersebut menjadi landasan dalam perencanaan dan pelaksanaan PTK yang terbagi menjadi dua siklus, Siklus I dan Siklus II.

Sumber data adalah informasi yang diperoleh dari peserta didik, guru peneliti dan teman sejawat peneliti, antara lain dari: 1) Lembar penilaian ketrampilan berbicara dilengkapi dengan rubrik penilaian; 2) Lembar penilaian sikap (attitude); 3) Hasil respon peserta didik berdasarkan angket; 4) Dokumentasi.

Metode Pengumpulan Data menggunakan observasi dan penilaian unjuk kerja. Instrumen yang digunakan adalah: 1) Lembar Penilaian Unjuk Kerja Ketrampilan Berbicara; 2) Lembar Penilaian Observasi sikap kerja Proyek; 3) Angket respon peserta didik. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman (1996:60), dengan

sintaks sebagai berikut: 1) Reduksi data; 2) Penyajian

data; 3) Menarik kesimpulan/verifikasi.

Hasil Penelitian

Siklus I dilaksanakan pada awal bulan November 2013, diawali dengan kegiatan perencanaan penelitian, pelaporan kepada kepala sekolah, penyusunanan RPP, alat penilaian seperti lembar penilaian berikut rubrik penilaiannya.

Pelaksanaan tindakan pada Siklus I ini terdiri dari 2 kegiatan tatap muka (pertemuan). Pada pertemuan pertama, guru peneliti memulai kegiatan pembelajaran dengan kegiatan pembuka dengan berdoa, absensi dan apersepsi. Pertanyaan apersepsi antara lain: “Do you have a name?”,”Where do you live?”, “Do you have a new friend in this school”, “How do you know their names?”, Where do your friends live?” dsb. Kegiatan inti diisi dengan kegiatan mempelajari/mengamati beberapa contoh dialog memaparkan jatidiri.

Kemudian siswa diberi kesempatan bertanya apa saja yang berkaitan dengan dialog yang sedang diamati. Guru memancing siswa untuk melakukan perbandingan tentang cara memaparkan jatidiri dengan kultur negara berbahasa Inggris dengan cara memaparkan jatidiri dengan kultur budaya siswa. Kegiatan selanjutnya siswa diminta untuk berlatih

berdialog dengan teman sebangku tentang memaparkan jatidiri. Kegiatan experimenting dilaksanakan dengan memberikan kerja proyek siswa. Guru membagikan lembar kerja proyek siswa untuk melakukan dialog menanyakan dan menjawab pertanyaan memaparkan jatidiri dengan sepuluh teman sekelas dan menuliskan jawaban/respon temannya. Pada tahab ini guru peneliti sudah mulai melakukan pengamatan/observasi terhadap kinerja siswa.

Pada pertemuan kedua, guru peneliti memulai kegiatan dengan berdoa, absensi dan apersepsi. Pertanyaan apersepsi yang diajukan guru antara lain : “Do you still remember your task last meeting?”, “Are you happy doing that?”, “What are your result?”. Kegiatan inti diisi dengan kegiatan mengamati hasil atau lembar kerja proyek siswa yang telah diisi dengan data-data jatidiri temannya hasil dari kegitan pada pertemuan ke- 1. Guru menanyakan kesulitan siswa selama melaksanakan kerja proyeknya mengumpulkan informasi data diri teman sekelasnya. Kegiatan experimenting dilaksanakan dengan penilaian performance siswa dalam mempresentasikan hasil kerja proyeknya. Guru memberikan pernyataan penuntun agar siswa bisa mengutarakan hasil kegiatan proyeknya.

Pernyataan penuntun adalah sebagai berikut: Hello friends. I have new friends. They are: ... (mentioning names of friends). Let me tell you one of them. His/her name is ... (name of a friend). S/he is from ... S/he is ... (age). S/he lives in ... (address). His/her father is ... and his/her father works as ... (father’s job).

Siswa bisa mengadaptasi atau merubah pernyataan penuntun sepanjang itu tetap menyajikan atau memaparkan jatidiri temannya. Pada kegiatan inilah penilaian ketrampilan berbicara siswa dinilai.

Pada tahap pengamatan siklus 1 guru peneliti melakukan pengamatan sendiri tanpa dibantu oleh teman sejawat. Objek pengamatan adalah mengamati masing-masing siswa saat melaksanakan kerja proyek ke satunya berdialog dengan 10 teman sekelasnya. Lembar pengamatan dengan panduan penilaian pengamatan berupa rubrik penilaian digunakan dalam tahap ini. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut:

(4)

Diketahui bahwa antusiasme (enthusiasm) siswa dalam melaksanakan kerja proyek ini baik. Antusiasme siswa terbangun karena mereka merasa kegiatan proyek di kelas ini memicu ketrampilan berbicara dalam Bahasa Inggris. Percaya diri (confident) siswa juga baik, siswa tidak canggung melakukan dialog memaparkan jatidiri walaupun diamati oleh guru peneliti. Dalam aspek komunikatif (communicative), terlihat masih ada beberapa siswa yang kurang komunikatif. Mereka terlihat masih terbata-bata baik dalam bertanya ataupun menjawab pertanyaan siswa dan berusaha melakukan dialog (tanya jawab) dalam bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa. Aspek rasa ingin tahu (curiousity) masing kurang, terlihat siswa kurang variatif dalam bertanya atau menjawab pertanyaan temannya. Belum terlihat usaha mencari tahu variasi dalam penyampaian informasi jatidiri. Aspek keberanian menginisiasi (bravery) juga terlihat masih kurang. Pada umumnya siswa masih malu-malu menginisiasi (mengawali) percakapan dengan siswa lawan jenis. Guru berusaha memotivasi agar siswa mencari teman untuk melakukan kerja proyek ini tidak sebatas teman akrabnya saja tetapi merata di baik teman putra maupun teman putri.

Pada akhir siklus diadakan tes berupa unjuk kerja. Performance siswa dinilai dalam aspek: kelancaran (fluency), akurasi (accuracy), pengucapan (pronunciation), intonasi (intonation), dan pemahaman (understanding). Secara umum hasil penilaian unjuk kerja siswa tercantum dalam Tabel 2. berikut ini.

Tabel 2. Hasil Penilaian Unjuk Kerja Siswa pada Siklus I

Gambar 1. Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk Kerja Siswa pada Siklus I

Kesimpulan dari hasil analisis di atas adalah sebagai berikut:

1. Aspek Kelancaran (Fluency)

Banyak siswa sudah cukup lancar dalam penyampaian hasil kerja proyeknya. Hal ini mungkin karena guru memberikan pernyataan penuntun. Hanya ada beberapa siswa yang melakukan hesitate (terbata – bata). Ada juga siswa yang benar-benar mengalami kesulitan dalam berbicara di depan kelas melakukan unjuk kerja mempresentasikan hasil kerja proyeknya. Mungkin siswa tersebut belum pernah sama sekali melakukan unjuk kerja sehingga penilaian kali ini merupakan pengalaman pertama yang membuatnya gugup sehingga mempengaruhi performancenya. Satu siswa masih belum bisa mendapat penilaian maksimal karena saat penilaian unjuk kerja berbicara siswa tersebut hanya cengengesan saja, tanpa mampu mengutarakan pokok pikirannya di depan kelas. 2. Aspek Akurasi/Ketepatan (Accuracy)

Kelemahan dalam aspek akurasi atau ketepatan hampir merata dialami siswa. Siswa dalam mempresentasikan hasil kerja proyeknya terlihat kaku dan seperti orang membaca. Seharusnya dalam menyampaikan atau mempresentasikan hasil kerja proyeknya siswa selayaknya seperti orang yang berbicara kepada audience/penontonnya. Ekspresi juga belum tepat. Masih banyak siswa yang terlihat grogi atau bahkan cengengesan ketika di depan kelas. 3. Aspek Pelafalan (Pronunciation)

Aspek pengucapan/pelafalan kosa kata yang sering digunakan dalam memaparkan jatidiri terlihat baik. Hal ini dimungkinkan dalam mengerjakan kerja proyeknya siswa berlatih tanpa disadari untuk mengucapkan/melafalkan kosa kata yang berhubungan dengan memaparkan jatidiri secara berulang-ulang. Contoh kosa kata yang berhubungan dengan memaparkan jatidiri antara lain : name, origin, come from, address, father, family, class, age, live.

4. Aspek Intonasi (Intonation)

(5)

informatif, kalimat interogratif, begitu juga kalimat negatif. Menurut peneliti, aksen intonasi bahasa lokal (bahasa Jawa) juga mempengaruhi siswa masih begitu kental mempengaruhi intonasi berbicara siswa dalam berbahasa Ingris.

5. Aspek Pemahaman (Understanding)

Aspek pemahaman terlihat baik, siswa dapat menggunakan pertanyaan yang tepat sesuai informasi apa yang ingin dia dapatkan dari temannya. Begitu juga saat menjawab pertanyaan, rata-rata siswa dapat memahami maksud pertanyaan dan menjawab sesuai maksud pertanyaan. Misalnya: saat pertanyaan “Where do you live?” siswa dapat menjawab “I live in Gandong (nama sebuah desa)”. Hanya sedikit siswa yang menjawab dengan jawaban singkat “Gandong”.

Setelah melakukan refleksi terhadap Siklus I dan menemukan kekurangan siswa dalam berbicara tema memaparkan jatidiri, guru peneliti meminta siswa terus berlatih dan melaksanakan kerja proyek tahap ke-2. Pelaksanaan tindakan pada Siklus II ini juga berlangsung dalam dua pertemuan.

Pada pertemuan pertama, guru memulai dengan kegiatan awal berupa doa, apersepsi, motivasi dan review kegiatan dari Siklus I. Kegiatan inti dimulai dengan penjelasan guru tentang tugas siswa berikutnya yang berupa kerja proyek yang diperluas skala pelaksanaannya. Pada Siklus I, siswa melaksanakan kerja proyeknya hanya dengan teman sekelas sejumlah sepuluh teman, akan tetapi pada kerja proyek ke-2, siswa diminta mengumpulkan informasi jatidiri teman sesama kelas 7 tetapi beda kelas sejumlah 20 teman. Artinya siswa harus mengumpulkan informasi jatidiri teman dari kelas 7-A, 7-B, 7-C, dan 7-E. Guru tetap menekankan siswa untuk melakukan tanya jawab dalam rangka mengumpulkan informasi jatidiri dalam Bahasa Inggris.

Guru mengharapkan siswa melaksanakan kerja proyeknya dalam waktu satu minggu di saat-saat istirahat. Guru juga menginformasikan kepada siswa bahwa penilaian selama proses kerja proyek dilaksanakan oleh guru dan guru Bahasa Inggris lainnya (kolaborator). Kegiatan experimenting diisi dengan kegiatan tanya jawab siswa tentang kesulitan dan cara mengatasinya selama melaksanakan kerja proyeknya.

Pelaksanaan siswa mengumpulkan informasi teman selevelnya dalam kerja proyek pada Siklus II ini ditargetkan selesai dalam waktu satu minggu. Akan tetapi, siswa mampu menyelesaikan kerja proyek Siklus II ini dalam waktu kurag lebih tiga hari.

Pada pertemuan kedua, guru melaksanakan penilaian performance /unjuk kerja tahap ke dua. Siswa diminta mempresentasikan hasil pengumpulan data informasi jatidiri teman di luar kelasnya sebanyak 20 teman, tetapi tidak perlu diuraikan satu persatu,

cukup 2 teman saja sebagai contoh. Siswa juga diperbolehkan membuat variasi penyataan penuntun dan boleh membawa catatan hasil kerja proyeknya. Karena pernyataan penuntun boleh divariasikan, maka gaya siswa berunjuk kerja mempresentasikan hasil kerja proyeknya semakin variatif.

Sebagai contoh, variasi yang dilakukan siswa sebagai berikut:

Hello, friends. Let me introduce some new my friends. I ask some new friend names. They are Ambarwati from 7A, Fiki from 7C .... (mentioning some other friends). I ask their house, Ambarwati is from Suruh village, Fiki is from gandong city (she means village), I ask their age also. Ambarwati is twelve, Fiki is thirteen years old. Etc.

Tahap pengamatan dilaksanakan oleh dua orang pengamat yaitu guru peneliti dan guru kolaborator (teman sejawat). Hal ini dimaksudkan agar pengamatan yang dilaksanakan lebih valid karena pengesahan oleh teman sejawat dan karena tugas kerja proyek ini dilaksanakan di lingkungan sekolah pada waktu istirahat, kemungkinan beberapa siswa mungkin tidak terpantau apabila pengamatan hanya dilaksanakan oleh guru peneliti saja. Hasil pengamat pada Siklus II adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Observasi Kelas Siklus II (Penilaian Attitude)

Dari tabel terlihat bahwa tingkat antusiasme siswa menjadi sangat baik,hal ini disepakati oleh guru peneliti maupun kolaborator bahwa dalam melaksanakan tugas kerja proyek pada Siklus II ini, siswa sangat antusias yang tercermin dari sikap siswa yang sesegera mungkin melaksanakan tugasnya. Tugas kerja proyek ini ditargetkan selesai dalam waktu satu minggu. Akan tetapi seluruh siswa kelas 7-D berhasil menyelesaikan tugasnya dalam waktu tiga hari. Sehingga pertemuan ke-2 Siklus II guru peneliti bisa melanjutkan program melakukan penilaian unjuk kerja presentasi siswa.

(6)

Inggris baik saat mengajukan pertanyaan ataupun saat menjawab pertanyaan temannya.

Guru peneliti menilai siswa sangat baik dalam aspek komunikatif, hal ini terlihat sebagian besar dari siswa berusaha menyampaikan maksud pertanyaan dan jawaban kepada temannya sejelas mungkin. Bahkan bilamana perlu, siswa mengulangi pertanyaan bila temannya terlihat belum mengerti. Begitu sebaliknya, dalam memberi jawaban, siswa juga berusaha menggunakan seluruh potensi seperti facial expression dan body language untuk membuat temannya mengerti apa yang dia maksudkan. Sedangkan guru kolaborator menilai aspek komunikanif pada kriteria baik.

Aspek rasa ingin tahu, guru kolaborator menilai siswa kelas 7-D pada kriteria sangat baik. Menurutnya, siswa terlihat memperhatikan teman-teman yang lain melaksanakan kerja proyeknya dengan ekspresi rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka ingin belajar dari teman terlebih dahulu atau berusaha membuat perbandingan kerja proyek temannya dengan hasil kerja proyeknya sendiri. Siswa juga terlihat saling bertanya, mendiskusikan kerja proyeknya di sela-sela kerja proyeknya. Sedangkan guru peneliti memberikan penilaian dalam aspek ini pada kriteria baik.

Aspek yang terakhir pada lembar pengamatan yaitu keberanian. Guru peneliti dan guru kolaborator memberi penilaian baik. Siswa berani dalam mengawali percakapan dengan temannya. Hanya sedikit yang terlihat mengalami kesulitan dalam mengawaki percakap dengan teman di luar kelasnya. Akan tetapi, guru peneliti maupun guru kolaborator berusaha memotivasi siswa tersebut untuk berani mengawali percakapan kerja proyeknya.

Pada akhir siklus diadakan tes berupa unjuk kerja. Performance siswa dinilai dalam aspek : kelancaran (fluency), akurasi (accuracy), pengucapan (pronunciation), intonasi (intonation), dan pemahaman (understanding). Secara umum hasil penilaian unjuk kerja siswa tercantum dalam Tabel 4. berikut ini.

Tabel 4. Hasil Penilaian Unjuk Kerja Siswa pada Siklus II

Gambar 2. Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk Kerja Siswa pada Siklus II

Kesimpulan dari hasil analisis di atas adalah sebagai berikut:

1. Aspek Kelancaran (Fluency)

Sebagian besar siswa sudah lancar dalam penyampaian hasil kerja proyeknya. Hal ini mungkin karena cukup banyak berlatih dalam kerja proyeknya tanpa siswa sadari.. Hanya 2 siswa yang melakukan hesitate (terbata –bata). Sudah tidak ada siswa benar-benar mengalami kesulitan dalam berbicara di depan kelas melakukan unjuk kerja mempresentasikan hasil kerja proyeknya. Siswa tersebut berhasil memperbaiki performancenya.Semua siswa berhasil mempresentasikan hasil kerja proyeknya dengan baik. 2. Aspek Akurasi/Ketepatan (Accuracy)

Sudah ada peningkatan dalam aspek akurasi atau ketepatan. Siswa dalam mempresentasikan hasil kerja proyeknya sudah terlihat santai dan tepat dan tidak lagi seperti orang membaca. Seharusnya dalam menyampaikan atau mempresentasikan hasil kerja proyeknya siswa selayaknya seperti orang yang berbicara kepada audience/penontonnya. Ekspresi wajah juga terlihat percaya diri dan antusias.Hanya 1 siswa yang terlihat grogi dan tidak ada lagi yang cengengesan ketika di depan kelas.

3. Aspek Pelafalan (Pronunciation)

Mayoritas aspek pengucapan/pelafalan kosa kata yang sering digunakan dalam memaparkan jatidiri terlihat sangat baik. Hal ini dimungkinkan dalam mengerjakan kerja proyeknya siswa berlatih tanpa disadari untuk mengucapkan/melafalkan kosa kata yang berhubungan dengan memaparkan jatidiri secara berulang-ulang. Contoh kosa kata yang berhubungan dengan memaparkan jatidiri antara lain: name, origin, come from, address, father, family, class, age, live. 4. Aspek Intonasi (Intonation)

(7)

5. Aspek Pemahaman (Understanding)

Aspek pemahaman terlihat sangat baik, siswa dapat menggunakan pertanyaan yang tepat sesuai informasi apa yang ingin dia dapatkan dari temannya. Begitu juga saat menjawab pertanyaan, mayoritas siswa dapat memahami maksud pertanyaan dan menjawab sesuai maksud pertanyaan. Misalnya: saat pertanyaan “Where do you live?” siswa dapat menjawab “I live in Gandong (nama sebuah desa)”. Hanya sedikit siswa yang menjawab dengan jawaban singkat “Gandong”.

Setelah Siklus II berakhir, guru memberikan angket kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek yang baru saja mereka laksanakan. Bentuk angket adalah kombinasi terbuka dan tertutup. Ada pertanyaan yang diberi pilihan jawaban dan ada juga pertanyaan yang siswa bebas menjawabnya.

Pertanyaan ke-1: Sukakah kamu diberi tugas melakukan tanya jawab tentang memaparkan jatidiri dengan teman di luar kelasmu? Pertanyaan ini diberi pilihan jawaban: a) sangat suka b) suka c) tidak suka d) sangat tidak suka. 10 siswa menyatakan sangat suka, 11 siswa menyatakan suka dan 1 siswa menyatakan tidak suka. Tidak ada siswa yang menyatakan sangat tidak suka. Pertanyaan ke-2: Sebutkan alasannya untuk jawaban pertanyaan no.1. Di sini bentuk pertanyaan angket terbuka, siswa bebas menyatakan alasan dan penjelasannya. Sebanyak 8 siswa menyebutkan alasan yang sama yaitu karena kegiatannya dilakukan di luar kelas sehingga tidak bosan. 8 siswa yang lain menyebutkan alasan bisa berlatih dialog/berBahasa Inggris. Sebanyak 4 siswa menyebutkan alasan karena berlatih dengan teman di luar kelas, jadi bisa mengenal teman yang lain. 1 siswa menyebutkan alasan karena menyenangkan dan satu siswa lagi tidak menjawab.

Pertanyaan ke-3: Mudahkah kamu memahami instruksi dalam mengerjakan kerja proyek ini? Bentuk pertanyaan tertutup dengan piliahan a) sangat mudah b) mudah c) sulit d) sangat sulit. Sebagian besar siswa atau sebanyak 10 siswa menyatakan sangat mudah dan 8 siswa menyatakan mudah dalam memahami perintah/instruksi kerja proyek ini. 4 siswa yang menjawab sulit tetapi tidak siswa yang menjawab sangat sulit. Pertanyaan ke-4: Apa kesulitan kamu dalam mengerjakan kerja proyek ini? Bentuk pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban. Sebanyak 9 siswa menyatakan kesulitan mereka adalah teman yang diajak bertanya jawab tidak mau merespon atau memberi jawaban yang tidak benar. Satu siswa mendeskripsikan ketika dia bertanya di mana alamat teman yang diajak bertanya jawab, dia mendapat jawaban: Arab Saudi. Sebanyak 8 menyatakan kesulitan mereka adalah lupa atau tidak bisa Bahasa Inggrisnya pertanyaan yang seharusnya mereka ajukan

untuk mendapat informasi jatidiri temannya. Sebanyak 4 siswa menyatakan kesulitan mereka adalah tidak bisa menghafal dialog yang harus disampaikan kepada temannya. Dan satu siswa menyatakan malu untuk berdialog sebagai kesulitannya.

Pertanyaan ke-5: Bagaimana kamu mengatasi kesulitan kamu pada pertanyaan no.4? Bentuk pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban. Siswa yang menyatakan teman yang tidak kooperatif sebagai kesulitan utama mereka menjawab mereka berusaha tetap bertanya walaupun harus diulang dan membujuk teman yang tidak kooperatif tersebut untuk memberi respon yang diiinginkan. Sebagian lagi menyebutkan jalan keluar dengan berusaha mengganti teman yang tidak kooperatif dengan teman yang lain yang bersedia diajak bertanya jawab memaparkan jatidiri. Siswa yang menjawab kesulitan dalam pemakaian Bahasa Inggris untuk bertanya jawab kerja proyeknya menyatakan membawa catatan sebagai solusi pemecahannya. Ada juga yang menjawab bertanya kepada teman dan atau menirukan teman yang lebih bisa. Pertanyaan ke-6: Bermanfaatkah tugas kerja proyek ini terhadap kamu? Bentuk pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban a) sangat bermanfaat b) bermanfaat c) tidak bermanfaat dan d) sangat tidak bermanfaat. Sebanyak 21 siswa menyatakan kerja proyek ini bermanfaat bagi mereka. Sedangkan satu siswa menyatakan sangat bermanfaat. Tidak ada siswa menyatakan tidak bermanfaat atau sangat tidak bermanfaat.

Pertanyaan ke-7: Jika bermanfaat, sebutkan manfaat kerja proyek ini bagi kamu? Bentuk pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban. Sebanyak 8 siswa menyebutkan bisa berlatih dialog/ bertanya jawab dalam Bahasa Inggris sebagai manfaat yang mereka peroleh dari kerja proyek. Sedangkan 9 siswa yang lain menyatakan manfaatnya adalah bisa belajar Bahasa Inggris di luar kelas sebagai manfaatnya. 5 siswa menyebutkan bisa mendapat teman baru sebagai manfaat yang mereka peroleh dari kerja proyek ini. Pertanyaan ke-8: Cukupkah waktu yang diberikan untuk mengerjakan tugas proyek ini? Pilihan jawabnanya adalah a) sangat cukup; b) cukup; c) kurang; dan d) sangat kurang. Jawaban siswa sebanyak 15 jawaban menyatakan cukup, dan 7 siswa menyatakan sangat cukup.

(8)

kerja proyek berikutnya dengan turis asing yang berbahasa Ingris. 8 siswa menyatakan ingin berlatih bertanya jawab dengan teman yang lain di luar sekolah. 8 siswa menyarankan untuk berlatih lebih banyak dialognya. 2 siswa menyarankan guru Bahasa Inggris lebih banyak memberi tugas dialog dan satu siswa tidak menjawab pertanyaan ini.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat diterapkan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin Kab. Ngawi. Hal itu terbukti dari hasil angket yang menunjukkan antusiasme siswa dalam melaksanakan strategi pembelajaran ini. Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dilaksanakan sebagai alternatif metode dalam rangka pembelajaran ketrampilan berbicara Bahasa Inggris siswa.

2. Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat meningkatkan ketrampilan berbicara siswa. Hal ini dibuktikan pada peningkatan hasil penilaian unjuk kerja siswa pada Siklus I dan Siklus II. 3. Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek

memberikan beberapa kontribusi positif terhadap peningkatan Ketrampilan berbicara Bahasa Inggris siswa kelas 7-D pada tema memaparkan jatidiri, antara lain: 1) meningkatnya motivasi belajar siswa; 2) meningkatnya ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah; 3) meningkatnya ketrampilan siswa dalam menggunakan informasi; 4) Meningkatnya kolaborasi/kerjasama antar siswa; 5) Meningkatnya ketrampilan siswa dalam mengelola sumberdaya.

Saran

1. Para guru, khususnya guru yang mengajarkan Bahasa Inggris diharapkan dapat menerapkan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek kepada siswa Kelas 7 dalam upaya meningkatkan ketrampilan berbicara Bahasa Inggris walaupun dalam bentuk yang sederhana. Disarankan agar metode pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikembangkan ke dalam pelajaran yang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.

2. Diharapkan guru dapat menyelami dan memahami kesulitan belajar yang dialami oleh siswa Kelas 7 terutama dalam belajar Bahasa Inggris, kemudian mencarikan solusi melalui strategi-strategi pembelajaran yang variatif sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan dan memfokuskan pada kesulitan utama yang dialami oleh siswa.

3) Disarankan kepada semua fihak termasuk guru (sekolah), orang tua, siswa dan masyarakat untuk saling bekerja sama dalam melancarkan kegiatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

4) Diharapkan sistem strategi pembelajaran Berbasis Proyek ini dapat dilaksanakan pada semua kelas dan semua mata pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

CORD. 2001. Contextual Learning Resource. http://www.cord.org/lev2.cfm/65

Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Edinburgh. Pearson Eductaion Limited.

Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Deakin: Deakin University. Miles dan Huberman. 1996. Analisis Data kualitatif,

Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Karya.

Moursund, D. 1997. Project: Road a Head (Project-Based Learning). http://www.iste.org/research/

roadahead/pbl.html

Permendiknas No.81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.

Gambar

Gambar 1.   Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk KerjaSiswa pada Siklus I
Gambar 2.   Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk KerjaSiswa pada Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran kooperatif tipe STAD berkonstribusi secara signifikan terhadap prestasi belajar fisika siswa, sedangkan asesmen konvensional tidak memberikan konstribusi

Pertimbangan Hukum (Peraturan Perundang-Undangan) pemberlakuan PP Nomor 10 Tahun 1983di revisi dengan PP Nomor 45 Tahun 1990 merupakan penjabaran hukum dari UU Nomor 1

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan selama 2 siklus dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Talking Stick pada mata pelajaran Akidah Akhlak materi

[r]

Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang komputerisasi dan bidang programming maka teknologi dalam dunia internet pun ikut berkembang dengan sedemikian pesat, internet

EFFECTS COOPERATIVE TEACHING MODEL STAD TYPE BASED ON INTERACTIVE MEDIA TO CONCEPTUAL COMPREHENSION (Quasi Experiment in Social Studies in Grade V SD Negeri 2 Pangkalan

peningkatan penerapan pembelajaran titrasi asam basa melalui praktikum berbasis inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa,

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA INKUIRI TERBIMBING KONTEKS NANOTEKNOLOGI MENGGUNAKAN MATERIAL ZINK OKSIDA (ZnO).. UNTUK MEMBANGUN LITERASI KIMIA