• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bakornas PBP. 2005. Assistance to Internally Displaced Persons (IDPs) in Indonesia. Jakarta

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia

Danim, Sudarwan. 1995. Transformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Hartuti, Evi Rine. 2009. Buku Pintar Gempa. Yogyakarta: DIVA press

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta MoeleongLexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Narwoko, J. Dwi, Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi- Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana

Nurdin, Fadhil. 1990. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Angkasa Nurjanah, Siswanto, R. Sugiharto, Dede Kuswanda, Adi Koesoema. 2012. Manajemen Bencana. Jakarta: ALFABETA

Salim, Peter. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Modern English Press

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial-Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu Ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: PT Grasindo Monoratama Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan dan Solusi. Medan: PT Grasindo Monoratama

(2)

Soleman, Munandar. 1986. Ilmu Sosial Dasar Teori Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sumardi, MD. 1985. Koperasi Dalam Orde Ekonomi Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Susanto, Astried S. 1984. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Binacipta

Sumber lainnya :

UU Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lonaria Sitepu. 2012. Pola Adaptasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pasca Bencana Alam Gunung Sinabung (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Suka Meriah Kecamatan Payung Kabupaten Karo). Universitas Sumatera Utara: Medan

Sumber Online :

diakses pada Senin, 19 Januari 2015 pukul 14.37

diakses pada Senin, 19 Januari 2015 pukul 14.56

(3)

tanggal 20 Maret 2015 pukul 00.41

Februari pukul 13.46

diakses tanggal 5 Maret 2015 pukul 21.11

tanggal 6 Maret 2015 pukul 21.12

http://id.shvoong.com/social-siences/2178148-pengertian-ekonomi-keluarga/ diakses pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 12:44

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian merupakan sesuatu yang menggambarkan karakteristik penelitian. Adapun tipe penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang ditujukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung. Pada umunya penelitian deskriptif sudah dilandasi oleh konsep dan teori yang memadai hanya saja peneliti hanya bertujuan sebatas menggambarkan fenomena yang ada dalam setiap unsur. (Siagian, 2011:52)

(5)

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo yang sebelumnya mengungsi di Universitas Karo (UKA 1). Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini dikarenakan masyarakat sudah dipulangkan ke desa tersebut sejak Februari 2014 dan juga lokasi yang sudah pernah dikunjungi peneliti sebelumnya.

3.3 Informan

Pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditemukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian ini (Idrus, 2009: 24). Informan penelitian ini meliputi beberapa macam seperti informan kunci dan informan tambahan.

3.3.1 Informan Utama

(6)

3.3.2 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah orang yang berada di lingkungan sekitar yang mengetahu bagaimana kondisi Desa Kutambelin. Informan tambahan dalam penelian ini adalah Kepala Desa Kutambelin dan tenaga pendamping.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah proses memperoleh data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaahan buku, jurnal dan karya tulis lainnya.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta – fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian studi lapangan dalam penelitian sosial dikenal 3 jenis yaitu :

(7)

dalam obyek yang diteliti. Observasi dilakukan di Desa Kutambelin agar peneliti tahu kondisi kehidupan sebenarnya warga Desa Kutambelin.

2. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan pengumpul data dengan responden sehingga responden memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan adala terpimpin dimana tanya jawab dilakukan dengan terarah untuk mengumpulkan data – data yang relevan (Siagian, 2011:206&207). Wawancara dilakukan terhadap 4 keluarga di Desa Kutambelin dan Kepala Desa Kutambelin.

3.5Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moeleong, 2007: 247).

(8)
(9)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Berdirinya Desa Kutambelin

Desa Kutambelin berdiri sejak tahun 1850 dan diduduki atau dipanteki oleh marga Sitepu untuk pertama kalinya. Marga Sitepu tersebut disebut sebagai Sitepu Rumah Mbelin. Maka dari itu Sitepu Rumah Mbelin inilah yang membuat nama desa ini menjadi Desa Kutambelin. Menurut anak Simanteki Kutambelin, pada saat itu penghulu pertama di desa tersebut bernama Getum Sitepu. Lalu pada tahun 1965, digantikan oleh penghulu kedua yang bernama Cukup Tarigan. Setelah itu sejak tahun 1970, Desa Kutambelin dijabat oleh Timbangan Milala.

Setelah itu, pada tahun 1971-1986 Desa Kutambelin dijabat oleh Matfat Ginting. Pada masa kepemimpinan Matfat Ginting sudah mulai diadakan pembangunan-pembangunan di desa tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dimulainya pembangunan Balai Desa Kutambelin, pembangunan kamar mandi umum, pembangunan jalan dari Desa Kutambelin sampai ke Kecamatan Naman Teran sepanjang 3 km.

(10)

4.2 Keadaan Geografis 4.2.1 Keadaan Alam

Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Adapun batasan-batasan Desa Kutambelin adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutan Lindung (Deleng Simacik) 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Rakyat

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Nalu 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gungpinto

Adapun jarak antara Desa Kutambelin ke kecamatan Namanteran adalah 4 km, jarak dari Desa Kutambelin ke Ibu Kota Kabupaten adalah 22 km, sedangkan jarak dari Desa Kutambelin terhadap Ibu Kota Provinsi adalah 98 km.

4.2.2 Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Kutambelin adalah sebagai berikut : Jumlah Kepala Keluarga : 310 KK

(11)

4.3 Keadaan Demografis

4.3.1 Gambaran Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Sekretaris Desa Kutambelin diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah 1163 jiwa dengan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 607 jiwa dengan persentase 52,2%, sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 556 jiwa dengan persentase 47,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Laki-laki Perempuan

607 556

52.2 47.8

Total 1163 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

4.2.2 Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia

(12)

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 0-5 tahun 6-10 tahun 11-18 tahun 19-25 tahun 26-45 tahun 46-60 tahun 61 tahun keatas

99 113 211 140 380 150 70 8.5 9.7 18.1 12 32.7 12.9 6.1

Total 1163 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Dari tabel 4.2 maka komposisi penduduk di Desa Kutambelin berdasarkan usia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok usia yaitu:

1. Kelompok usia belum produktif (usia 0-15 tahun) dengan persentase 27.3%

2. Kelompok usia produktif (usia 16-60 tahun) dengan persentase 66.7% 3. Kelompok usia tidak produktif (usia diatas 61 tahun) dengan persentase

6.1%

(13)

Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo merupakan kelompok angkatan kerja.

4.2.3 Gambaran Penduduk berdasarkan Agama

Di Desa Kutambelin terdapat 3 jenis agama yang terdapat di desa tersebut yakni agama Islam, Kristen dan Katholik. Mayoritas agama yang ada di Desa Kutambelin adalah agama Islam dengan persentase 43,1%. Adapun gambaran penduduk berdasarkan agama adalah sebagai berikut

Tabel 4.3

Distribusi Penduduk berdasarkan Agama

No. Agama Frekuensi Persentase

1. 2. 3.

Islam Katholik Kristen

502 441 220

43.1 37.9 19

Total 1163 100

4.2.4 Gambaran Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(14)

Tabel 4.4

Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1. 2. 3. 4. 5. TK SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat Akademi/Universitas 31 131 43 57 8 11.5 48.5 16 21.1 2.9

Total 270 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin, 2015

4.3 Sarana dan Prasarana di Desa Kutambelin

(15)

4.3.1 Sarana Peribadatan

Tabel 4.5

Sarana Ibadah di Desa Kutambelin

No. Rumah Ibadah Jumlah

1. 2. 3. 4.

Islam Katholik GBKP GPDI

1 1 1 1

Total 4

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Sarana peribadatan yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari 1 unit masjid, 1 unit Gereja Katholik, 2 unit Gereja Protestan yakni GPDI dan GBKP. Kondisi bangunan keempat sarana ibadah tersebut layak pakai sebagai tempat ibadah bagi penduduk setempat dalam menjalankan ibadahnya dan kerukunan antar tempat ibadah juga terjaga.

4.3.2 Sarana Kesehatan

(16)

4.3.3 Sarana Pendidikan

Tabel 4.6 Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Frekuensi

1. 2.

TK (Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar (SD)

2 1

Total 3

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Sarana pendidikan yang ada di Desa Kutambelin hanya terdapat 2 unit Taman Kanak-Kanak (TK) yang hingga saat ini belum diakui oleh pemerintah. Lalu terdapat 1 unit Sekolah Dasar (SD). Jika penduduk Desa Kutambelinm ingin melanjutkan ke Sekolah Mengah Pertama (SMP) harus bersekolah di Kecamatan Namanteran. Sedangkan jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) harus melanjutkan sekolah di Kota yakni di Berastagi. Karena belum adanya fasilitas SMP dan SMA di desa Kutambelin tersebut.

4.3.4 Sarana Transportasi

(17)

4.3.5 Sistem Pemerintahan

(18)

BAGAN II

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA LAKSANA DESA KUTAMBELIN KECAMATAN NAMANTERAN KABUPATEN KARO

Kepala Desa

SUARNI BR. SITEPU

Sekretaris Desa

ERPIDA BR. GINTING

Petugas Teknis Lapangan

Kaur Pemerintahan

ROSTANI BR. MILALA

Kaur Pembangunan

NGUMBAN SITEPU

Kaur Umum

BOKTI

SINULINGGA

Kepala Dusun I

SEDIA SINULINGGA Kepala Dusun II

(19)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui wawancara dengan informan. Peneliti berhasil mengumpulkan data dari Kepala Desa sebagai informan tambahan dan 4 orang masyarakat sebagai informan utama. Dalam hal ini, data diperoleh langsung dari masyarakat yang berada di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo.

(20)

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Informan 1

Nama : Suarni br Sitepu

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Simacem, 21 Desember 1954

Umur : 61 tahun

Agama : Kristen Protestan

Suku : Karo

Alasan Suarni br Sitepu menjadi seorang kepala desa karena sebelumnya suaminya yang bernama Poten Ginting menjadi Kepala Desa Kutambelin terlebih dahulu. Saat menjabat sebagai Kepala Desa ia juga mempunyai pekerjaan sampingan yakni bekerja sebagai petani di ladang orang yang berada di sekitar Merek.

Ia bercerita masyarakat Desa Kutambelin mayoritas bekerja sebagai petani namun tidak menutup kemungkinan ada juga yang bekerja sebagai guru sekolah, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pegawai Puskesmas ataupun bidan. Suarni juga mengatakan bahwa walaupun Desa Kutambelin sudah kembali dari pengungsian UKA 1 (Universitas Karo) ke desa sejak Februari 2014 namun kehidupan masyarakat belum kembali seperti sebelum terjadinya erupsi. Hal ini karena masih sering terjadinya erupsi Gunung Sinabung yang berdampak bagi keadaan perekonomian masyarakat.

(21)

Ya jika tidak ada uang tidak bisa hiduplah kami disini, mau kasih makan apa untuk anak-anak kami nanti.

Ia juga menambahkan jika Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan debu vulkanik akan memberikan dampak bagi lahan pertanian mereka. Terutama bagi mereka yang berkeja sebagai petani.

Selanjutnya Suarni melanjutkan :

dulu waktu pertama kali kami dipulangkan ke desa, kami gotong royong bersihkan ladang biar bisa ditanami entah cabe tomat ataupun kentang tapi setelah 2 bulan ditanam, datang debu vulkanik hancurlah semua tanaman kami.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa erupsi Gunung Sinabung masih memberikan dampak yang serius bagi masyarakat berhubung jarak dari desa ke kaki gunung hanya berjarak 5 kilometer. Kondisi lahan pertanian yang dialami oleh masyarakat hanya akan memunculkan kerugian dan karena tidak adanya lagi hasil ladang sehingga memaksa warga untuk bekerja di ladang orang yang berada di sekitaran Kabanjahe dan Merek. Warga bekerja dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB dengan upah rata-rata perhari sebesar Rp 50.000,-.

Selanjutnya suami dari Kepala Desa yakni Bapak Poten Ginting menambahkan:

(22)

kami dalam hati cuma mau gimana lagi kalo kami gak kerja ke ladang orang mau ngasih makan apa anak kami nanti.

Kondisi perekonomian yang seperti itu, tidak disambut dengan adanya bantuan dari pemerintah daerah ataupun pihak swasta. Bantuan yang diberikan hanya diterima masyarakat saat berada di pengungsian. Namun setelah kembali ke desa, bantuan dari pemerintah tidak kunjung datang. Adapun bantuan yang diterima setelah kembali ke desa hanya dari caleg (calon legislatif) berupa beras 5 kilogram per KK (Kepala Keluarga). Selain itu bantuan dana yang diberikan hanya dari BNPB berupa jadup (jatah hidup) sebesar Rp 6000,- per hari yang diberikan tiap bulannya sebesar Rp 180.000 per jiwa. Serta beras sebanyak 4 ons per hari dan per jiwa yang diberikan tiap bulannya sebesar 12 kilogram.

Selanjutnya Bapak Poten Ginting juga melanjutkan kepada peneliti:

kami sangat mengharapkan kali bantuan entah kam tau nanti lembaga atau pemerintah yang mau ngasih, karna kalau kami diberikan indomie 2 bungkus dan 1 telor ataupun beras bulog pun kami sudah sujud terimakasih kali sama kalian.

(23)

perbaikan sekolah, bantuan yang diterima hanya dari gereja dan stasiun televisi TV One. Setelah setahun berlangsung, barulah bantuan dari pemerintah guna perbaikan sarana dan prasarana diterima berupa seng namun jumlah yang diberikan tidak cukup.

Selain itu jika berbicara mengenai interaksi antar masyarakat masih berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti pengajian ataupun PJJ (Perpulungan Jabu-Jabu) dan juga perkumpulan-perkumpulan dari marga yang ada di desa tersebut. Namun untuk pesta atau kerja tahunan yang biasanya rutin dilakukan setahun sekali pada bulan 10, setelah masyarakat mengungsi dan keadaan ekonomi yang belum stabil, terpaksa harus dihentikan dan tidak bisa terlaksana kembali. Selain itu, Kepala Desa pun menambahkan bahwa masyarakat meminta sebaiknya dalam kondisi seperti ini tidak diadakan pesta mengingat kondisi kehidupan yang saat ini mereka rasakan.

Dalam keadaan serba terbatas seperti ini pastinya akan muncul putus asa dalam menjalani kehidupan. Mengingat belum kembalinya kehidupan yang sejahtera seperti dulu. Suami dari Kepala Desa Kutambelin, Poten Ginting mengatakan:

saya suka sedih ngeliat istri saya, kadang mau tengah malam dia nangis sendiri, nanti waktu saya tanya kenapa kam nangis, jawabnya yah gimana lah kehidupan kita ini gini-gini saja dari kemarin uangpun tak ada.

(24)

Sinabung yang tidak stabil, sehingga memunculkan rasa takut akan bencana yang dihadapi dan khawatir jika harus diungsikan kembali. Mengingat sedihnya jika harus menghabiskan masa tua di pengungsian dengan kondisi yang sangat tidak layak untuk dihuni.

Harapan dari Kepala Desa Kutambelin terhadap pemerintah daerah ialah kiranya pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat yang telah dipulangkan ke desa. Walaupun dominan masyarakat awam mengira jika telah kembali ke desa maka kehidupan sudah kembali seperti semula namun hal ini tidak terlihat pada masyarakat di Desa Kutambelin. Maka dari itu masyarakat sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah yakni Pemkab Karo ataupun lembaga yang berkenan karena walaupun kecil jumlahnya namun sangat bermanfaat bagi mereka.

Selain itu beliau juga berharap agar bencana erupsi Gunung Sinabung dijadikan bencana nasional. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Tolen Tarigan selaku ketua BPD di Desa Kutambelin agar pemerintah menjadikan erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional dan berharap mahasiswa membantu mewujudkannya. Agar kiranya pemerintah lebih fokus untuk memperhatikan masyarakat baik yang masih berada di pengungsian atau yang sudah kembali ke desanya masing-masing.

5.1.2 Informan Kedua

Nama : Nd. Gita br Karo

(25)

Tempat/Tanggal Lahir : Kutambelin

Umur : 62 tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Kristen Protestan

Suku : Karo

Informan kedua ini bekerja sebagai petani. Walaupun Nd. Gita br Karo ini sama dengan yang lain bekerja di ladang orang namun ia juga mempunyai lahan sendiri di belakang rumahnya. Saat peneliti mewawancarai, Nd. Gita sedang berada di ladang belakang rumahnya. Suaminya yang bernama Bahagia Tarigan sedang berladang bersama putranya. Sambil menggendong cucunya, ia bercerita mengenai kehidupannya setelah kembali ke desa kepada peneliti.

Pada saat mengungsi di (Universitas Karo) UKA 1, ia tidak mempunyai pekerjaan sampingan seperti warga lain. Hal ini yang menyebabkan berkurang drastisnya keadaan perekonomian keluarga karena tidak adanya pendapatan. Dalam hal pekerjaan, Nd. Gita mengatakan :

(26)

sampai pukul 16.00 WIB. Padahal jika dibandingkan dengan keadaan pendapatan sebelumnya, Nd. Gita dapat menerima minimal Rp 2.000.000 per bulannya. Dari penuturan informan dijelaskan bahwa hasil pendapatan yang diterima menurun dan belum mencukupi kebutuhan sehari-hari karena belum kembali pulihnya perekonomian keluarga.

Selanjutnya saat peneliti membahas mengenai bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah ataupun pihak swasta, ia mengatakan bahwa tidak ada lagi bantuan yang diberikan. Sama seperti penjelasan Kepala Desa sebelumnya, bantuan yang diterima hanya dari BNPB pada saat pemulangan warga ke desa. Bantuan yang diberikan berupa beras sebanyak 10 kilogram per jiwa dan juga jadup (jatah hidup) sebesar Rp 180.000,- per jiwa yang keduanya diberikan tiap bulan dalam jangka waktu 3 bulan. Pada saat pelaksanaannya, ia melanjutkan bahwa bantuan yang diberikan cukup membantu keluarganya karena dapat menjadi modal untuk bertahan hidup.

Jika berbicara mengenai interaksi yang dilakukan Nd. Gita dengan masyarakat sekitarnya masih terjalin dengan baik. Tidak ada yang berubah antara sebelum mengungsi, di pengungsian dan setelah mengungsi. Hal ini juga ditambahkan oleh Nd. Gita br Karo bahwa hingga saat ini ia masih mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh marganya.

Nd. Gita juga menambahkan:

(27)

Pada saat kembali ke desa Nd. Gita dan juga warga lainnya harus memiliki strategi guna memulihkan kembali kondisi perekonomiannya. Hal pertama yang dilakukan oleh Nd. Gita adalah dengan meminjam uang dari saudaranya, dimana pinjaman tersebut dapat digunakan untuk modal awal dalam membuka lahan pertaniannya. Jika tidak meminjam modal, ia tidak dapat membeli bibit untuk ditanam agar hasil dari lahan tersebut dapat digunakan untuk bertahan hidup.

Selama menjalani kehidupan setelah pemulangan dari pengungsian, ia masih diliputi rasa was-was dan khawatir akan hidup kedepannya karena mau bagaimanapun ia masih diliputi rasa cemas terhadap kondisi Gunung Sinabung yang belum stabil. Hal ini disebabkan jika Gunung Sinabung kembali erupsi besar dan arah angin melewati Desa Kutambelin maka akan memungkinkan mereka diungsikan dan kehilangan pekerjaan kembali.

Selain itu ia juga menambahkan:

Kalau sudah terasa gempa disini kami langsung takut karna berarti sinabung mau meletus, kami takut karna saya gak mau diungsikan lagi, ya kam tau lah kan gimana kondisi di pengungsian sana, karna nanti juga kalo saya mengungsi udah gak kerja lagi lah saya.

(28)

pemerintah siapa lagi yang akan memperhatikan nasib warga pasca erupsi Gunung Sinabung.

5.1.3 Informan Ketiga

Nama : Monica br Tarigan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe, 09 Agustus 1994

Umur : 21 tahun

Pendidikan terakhir : SMA

Agama : Katholik

Suku : Karo

(29)

Berbicara mengenai kondisi Gunung Sinabung, saat Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik memberikan dampak yang besar bagi pekerjaan orangtuanya. Saat pemulangan warga ke desa, ladang milik keluarga Monica dipenuhi oleh lumpur. Setelah gotongroyong membersihkan ladang, keluarga Monica mencoba menanami ladang tersebut dengan tanaman jeruk. Namun saat Gunung Sinabung erupsi tanaman milik keluarganya hancur seketika. Sejak saat itu orangtua Monica memilih untuk bekerja di ladang orang daripada harus bercocoktanam di ladang sendiri tapi hanya menimbulkan kerugian. Walaupun modal yang dipakai saat itu berasal dari tabungan keluarga yang masih tersisa.

Monica sendiri bekerja berjualan dari pagi sejak malam begitupun juga dengan orangtuanya. Hasil yang didapat Monica dari jualannya cukup meringankan beban keluarganya yakni dengan penghasilan rata-rata Rp 1.000.000,- per bulan. Anak terakhir dari 2 bersaudara ini menambahkan :

Gimanalah ka, sebenernya aku pun maunya sekolah lanjut kuliah cuma kondisinya gak memungkinkan. Ini aja dengan aku jualan makanya lumayan membantu karna abang sama bapak juga kerjanya di ladang.

(30)

diumumkan kepada seluruh masyarakat. Jadi yang mendapatkan bantuan tersebut hanya yang berada di posko saja.

Selanjutnya sama seperti jawaban informan pada umumnya, setelah kembali ke desa bantuan yang diterima hanya dari BNPB yakni uang jadup sebesar Rp 6.000,- jiwa per hari dan beras 4 ons per jiwa per hari yang diberikan setiap sebulan sekali. Selebihnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah akhir-akhir ini berupa seng untuk perbaikan sarana dan prasarana. Dalam Keluarga Suna Tarigan sudah tidak ada lagi yang bersekolah. Namun pada saat Monica masih mengenyam pendidikan di bangku SMA, ia tidak diperbolehkan untuk bekerja oleh orangtuanya. Hal ini dikarenakan agar Monica lebih semangat dan konsentrasi untuk belajar sesuai dengan harapan ayahnya yakni agar anaknya lebih sukses dari kehidupan ayahnya sekarang.

Untuk interaksi yang dilakukan oleh Monica dan keluarga kepada tetangga di sekitar rumahnya masih terjalin dengan baik. Walaupun keluarga Monica tidak mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat. Interaksi yang berjalan dengan baik tersebut dapat dilihat oleh peneliti saat mewawancarai yakni ada beberapa warga yang ikut bergabung. Monica juga menambahkan perbedaan yang dirasa adalah tidak adanya lagi pesta tahunan yang biasanya rutin diadakan bulan 10. Hal ini karena sudah tidak ada lagi biaya untuk mendanainya.

(31)

makin membahayakan. Hal ini juga disampaikan oleh warga yang ikut bergabung bersama informan dengan menambahkan penjelasan :

Iya dek kami sebenernya masih takut disini apalagi kalo udah meletus Sinabung itu, langsung entah gimana-gimana pikiran kami karna kami gak mau lagi diungsikan di Kabanjahe sana, karna disana kami pun gaada kerjaan, tempatnya pun gak layak untuk ditempati dek, kasian juga sama anak-anak kami kan kasian sekolahnya sama tinggal di tempat kaya gitu, cuma mau gimana lagi lah dek, disini kami pun masih aja nya takut sama kondisi Sinabung itu.

(32)

5.1.4 Informan Keempat

Nama : Ponda Tarigan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe

Umur : 49 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Agama : Kristen Protestan

Suku : Karo

Bapak dengan tiga orang anak ini bekerja sebagai Guru SD honorer di Desa Kutambelin. Dari pekerjaannya saat ini, bapak Ponda Tarigan juga mempunyai pekerjaan sampingan yakni berladang. Sama seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, ia juga berladang di ladang orang lain. Alasan beliau bekerja sampingan adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga biaya untuk menyekolahkan anaknya.

(33)

Saat Gunung Sinabung belum bergejolak, bapak Ponda Tarigan memiliki lahan sendiri. Dari lahan pertaniannya tersebut mempunyai keuntungan besar dalam segi perekonomian karena hasil pertaniannya yang bagus dan subur. Maka dari itulah Tanah Karo terkenal akan hasil pertaniannya yang baik. Namun setelah Gunung Sinabung kembali erupsi mulai memberikan dampak yang buruk pada ladang bapak Ponda Tarigan. Terlebih sejak Desa Kutambelin diungsikan, dimana lahannya mulai tak terurus. Setelah dipulangkan keluarga Ponda Tarigan mulai bersama-sama membersihkan ladangnya dan mulai ditanami tanaman jeruk dengan modal berasal dari tabungan keluarga yang masih tersisa. Namun saat Gunung Sinabung kembali meletus, semua tanaman jeruk milik keluarganya hancur seketika. Hal itulah yang memaksa beliau untuk bekerja di ladang orang setelah mengajar di sekolah SD.

Bapak Ponda Tarigan bekerja sebagai guru SD sejak pukul 07.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB dan setelah itu berlanjut bertani hingga malam. Dengan penghasilan tiap bulannya mencapai Rp 2.000.000,- sudah terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya namun tidak pernah untuk mengajak anak-anaknya berjalan-jalan. Pendapatan yang diterima bapak Ponda Tarigan sebelum mengungsi dapat mencapai minimal Rp 2.500.000 per bulannya.

(34)

Untuk saat ini, ia masih menyekolahkan 2 anaknya yakni di bangku pendidikan SMP dan SMA sedangkan satu lagi belum bersekolah. Selama pendidikan kedua anaknya tersebut, sumber dana yang digunakan berasal dari diri sendiri yakni terdiri dari gaji pokok yang diterima dan hasil ladang. Dalam membantu pendapatan keluarga, beliau tidak mengizinkan anaknya untuk bekerja.

Selanjutnya ia menambahkan:

Kalau masalah bekerja biar kami saja orangtuanya, mereka tidak usah karna tugas anak itu adalah belajar, selama kami masih menyanggupi biaya mereka sekolah dan sehari-hari yaa kami saja yang banting tulang.

Dalam masalah pendidikan, tujuan Ponda Tarigan menyekolahkan anaknya sama seperti semua orangtua yakni agar anak tersebut lebih sukses dari orangtuanya. Perbedaan pendidikan pada saat di pengungsian yang dijelaskan oleh bapak Ponda Tarigan adalah harus menumpang bersekolah di Kabanjahe sehingga harus bersosialisasi kembali dengan murid lainnya juga terkadang mereka juga harus masuk siang karena harus bergantian dengan murid sekolah tersebut.

(35)

Desa Kutambelin. Hal ini karena tidak adanya lagi dana dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk diadakannya acara tersebut.

Untuk masalah kondisi psikis, trauma dan ketakutan masih dirasakan oleh Ponda Tarigan dan keluarga yang disebabkan oleh belum stabilnya kondisi Gunung Sinabung. Hal ini juga ditambahkan bahwa saat peneliti melakukan penelitian ke desa tersebut, kondisi Gunung Sinabung tengah memasuki status “awas”. Ia merasa ketakutan jika sudah mulai terdengar suara gemuruh dari gunung dan jika sudah terjadi gempa-gempa kecil. Hal ini diungkapkan juga oleh Ponda Tarigan, jika harus mengungsi lagi maka keadaan perekonomian keluarganya akan makin terpuruk dan juga kasihan akan kondisi anak-anaknya di pengungsian.

Harapan yang diinginkan oleh bapak Ponda Tarigan adalah adanya perhatian yang lebih dari pemerintah seperti memberikan lahan pertanian yang lokasinya mudah dijangkau. Selanjutnya ia juga berharap agar bencana erupsi Gunung Sinabung tersebut dinaikkan statusnya menjadi bencana nasional. Hal ini juga ditambahkan oleh bapak Ponda Tarigan yakni

(36)

5.1.5 Informan Kelima

Nama : Nd. Kristina br Sembiring

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 60 tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Katholik

Suku : Karo

Nd. Kristina br Sembiring saat ini bekerja sebagai petani di ladang orang dan tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini karena kondisi fisik yang tidak memungkinkannya untuk bekerja sampingan. Saat peneliti bertemu Nd. Kristina ia sedang membersihkan rumahnya yang masih terbuat dari papan dan sedang tidak bekerja ke ladang.

Dampak yang dirasakan oleh Nd. Kristina saat erupsi terjadi adalah terhadap lahan yang diolah. Sebelum kondisi Gunung Sinabung seperti ini, ia berladang di sekitaran kaki gunung Sinabung. Namun setelah erupsi sering terjadi dan Desa Kutambelin harus mengungsi, ladangnya sudah tidak bisa ditanami apapun lagi dikarenakan hancur karena terkena lahar dingin dan juga abu vulkanik.

(37)

untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Hal ini karena ia tidak pergi berladang setiap hari dan juga selama di pengungsian ia tidak bekerja sehingga tidak adanya pemasukan yang didapat selama berada di pengungsian.

Keluarga Nd. Kristina br Sembiring masih mempunyai seorang anak laki-laki bernama Anderson Tarigan yang masih duduk kelas 2 SMA dan bersekolah di Brastagi karena tidak adanya SMA Negeri di desa tersebut. Ia menyekolahkan anaknya dengan biaya sendiri dan tidak memperbolehkan anaknya untuk ikut bekerja dengan alasan agar anak tersebut lebih serius dan fokus untuk belajar. Tujuan ia menyekolahkan anaknya hampir sama dengan pemikiran semua orangtua yakni agar lebih sukses dari orangtuanya. Pada saat masih di pengungsian UKA 1, Anderson sama seperti anak-anak lainnya yakni menumpang sekolah SMA Negeri yang berada di Kabanjahe dan harus beradaptasi kembali dengan murid lainnya.

Jika berbicara mengenai bantuan yang diterima, Nd. Kristina bercerita bahwa tidak ada lagi menerima bantuan dana atau sembako dari pemerintah. Bantuan yang diterima hanya dari BNPB yakni beras dan uang “jadup” sama seperti warga lainnya. Selebihnya ia juga menambahkan, pernah menerima bantuan beras yang diberikan dari gereja katholik setempat.

(38)

ladang. Namun jika ada warga setempat yang melaksanakan pesta baik itu kehagiaan atau kesedihan beliau masih menyempatkan waktu untuk hadir.

Bagi masyarakat yang sudah pernah merasakan bencana alam dalam kurun waktu tertentu masih akan hidup dalam ketakutan dan kekhwatiran. Begitupun yang dirasakan oleh Nd. Kristina br Sembiring, beliau berkata :

Nande disini masih takut kalo lagi ngerjain apapun itu, takut kalo meletus lagi sinabung. karna kemaren pernah batu-batu dari Sinabung itu jatuh di depan mata saya, makanya saya pun sekarang walau udah tua gini masih aja takut kalo diungsikan lagi, masa saya nanti menghabiskan masa tua di pengungsian, karna disana pun gaada kerjaan cuma bengong-bengong aja.

Selanjutnya ia juga menambahkan, harapan yang diinginkan dari pemerintah adalah masih memperhatikan warga yang sudah pulang ke desa karena walaupun masyarakat sudah dipulangkan tetapi masih hidup serba berkekurangan. Namun beliau juga menambahkan :

Yang nande inginkan dari pemerintah sih seperti itu, karna kami pun walaupun udah kerja ke ladang orang tapi masih susah hidup disini. Tapi saya juga gak menuntut banyak sama pemerintah, saya pun udah tua disini jadi gak terlalu nuntut sana sini, ya asal udah cukup makan sehari aja juga udah puji Tuhan.

(39)

5.1.6 Informan Keenam

Nama : Sofian Adly

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 April 1979

Umur : 35 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Sofian Adly yang biasa dipanggil dengan “ali” saat ini masih menjadi tenaga pendamping di beberapa desa yang telah dipulangkan salah satunya adalah Desa Kutambelin. Sofian Adly yang saat ini tergabung dalam Apepebe (Aliansi Pemuda Peduli Bencana) sudah aktif menjadi tenaga pendamping sejak 15 September 2013. Apepebe sendiri bertugas untuk melakukan intervensi langsung lewat respon tanggap darurat (dalam hal ini membantu evakuasi warga yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung), memberikan pendidikan psikososial bagi anak-anak, remaja dan dewasa selama dalam pengungsian. Juga melakukan pendidikan dan penyediaan lahan pertanian sebagai sarana penguatan ekonomi warga.

(40)

akan kehidupan mereka kedepannya. Selanjutnya juga akan ditambahkan dengan kondisi lahan pertanian yang tidak bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga.

Sebagai tenaga pendamping, Ali mendeskripsikan setelah 1 tahun 4 bulan kepulangan warga, Desa Kutambelin sudah mulai berbenah. Beberapa infrastruktur yang rusak akibat erupsi Gunung Sinabung dan akibat ditinggal mengungsi juga sudah diperbaiki. Lahan pertanian warga yang rusak karena debu vulkanik hingga saat ini belum dapat digunakan, sehingga secara mandiri warga mencari lowongan pekerjaan yakni dengan cara aron (buruh tani harian) dilahan pertanian yang belum rusak. Untuk hal ini warga biasanya berladang di daerah Kabanjahe atau Merek. Hal ini dilakukan warga untuk memulihkan perekonomian mereka yang sempat diambang ketidakpastian.

Begitu juga dengan warga desa lain yang berupaya untuk memulihkan perekonomiannya dengan cara aron maupun mencoba bisnis baru yaitu mengumpulkan debu vulkanik untuk dijual ke perkebunan sawit. Konon katanya debu vulkanik ini baik untuk tanaman sawit. Begitu juga bebatuan dari Gunung Sinabung yang dikumpulkan dan dijual kepada pengembang perumahan untuk kondisi bangunan perumahan.

(41)

bantuan pendidikan bagi anak-anak yang masih meneruskan jenjang pendidikannya.

Selanjutnya Sofian Ali juga bercerita bahwa hingga saat ini memang benar jika Gunung Sinabung belum menjadi bencana nasional. Hal ini karena secara umum bencana erupsi Gunung Sinabung belum memenuhi standart kebencanaan nasional. Salah satu kategorinya adalah pemerintah daerah masih mampu secara anggaran dan secara kebijakan untuk melakukan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung. Jika pemerintah daerahnya tidak mampu secara anggaran dan kebijakan maka bencana nasional bisa dipertimbangkan. Jika erupsi Gunung Sinabung dinaikkan menjadi bencana nasional, maka penanganan kebencanaan ini dapat langsung masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Desa-desa yang masuk ke dalam zona merah bisa dipertimbangkan untuk dipindah ke zona aman.

(42)

5.2 Analisis Data

Setelah terjadinya bencana alam yang terjadi di Tanah Karo akan membuat kehidupan berbanding terbalik dari keadaan sebelumnya. Seperti dapat terlihat dari kondisi sosial ekonomi mereka yang sudah pasti berubah. Terlebih yang paling signifikan adalah kondisi perekonomian masyarakat yang didalamnya tercakup pekerjaan dan pendapatan. Menurunnya tingkat perekonomian masyarakat memaksa mereka harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Selebihnya juga diperlukan strategi hidup yakni bagaimana masyarakat Desa Kutambelin mampu memulai kembali aktivitas perekonomiannya agar mampu bertahan hidup.

5.2.1 Kondisi Sosial Ekonomi 5.2.1.1Pendapatan

(43)

Pendapatan yang diterima sebagai petani di ladang orang dari beberapa informan rata-rata Rp 50.000,- per hari seperti yang dijelaskan oleh Informan I selaku Kepala Desa. Selanjutnya Informan II yakni Nd. Gita br Karo memiliki pendapatan kisaran Rp 50.000,- per hari dengan jam kerja dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Padahal jika dibandingkan dengan keadaan pendapatan sebelumnya, Nd. Gita dapat menerima minimal Rp 2.000.000 per bulannya

Selanjutnya pada Informan III dapat dikatakan mendapatkan penghasilan lebih baik dikarenakan informan III yakni Monica br Tarigan bekerja sebagai wiraswasta yakni berjualan di depan rumahnya sedang ayah dan abangnya bekerja sebagai petani. Sehingga hasil penjualan dari warungnya sangat membantu pendapatan keluarga tersebut selain itu juga dikarenakan sudah tidak ada lagi dari keluarga mereka yang sekolah sehingga tidak ada pengeluaran untuk biaya pendidikan. Seperti dituturkan oleh Monica br Tarigan bahwa penghasilan rata-rata yang didapat dari hasil berjualannya mencapai Rp 1.000.000,- per bulan.

Pada informan IV yakni bapak Ponda Tarigan, pendapatan yang didapat terbilang baik yakni Rp 2.000.000,- per bulannya sedangkan sebelum terjadi erupsi Gunung Sinabung, Ponda Tarigan memiliki pendapatan miniminal Rp 2.500.000,- per bulannya.

(44)

pendapatan dan pemanfaataannya seperti dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Pendapatan yang didapat Informan I, Informan II dan Informan V hanya menerima Rp 50.000,- per hari sehingga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan untuk Informan III dan Informan IV terbilang sudah cukup dalam pemanfaatan pendapatan seperti untuk memenuhi kebutuhannya dikarenakan pekerjaan yang sudah baik.

Hal ini juga diperkuat oleh tenaga pendamping yakni Sofyan Adly yang menambahkan bahwa:

kegembiraan yang didapat dari warga karena telah dipulangkan hanya akan berlangsung sesaat karena Gunung Sinabung yang masih terus-menerus mengeluarkan awan panas, debu vulkanik dan lahar dingin. Selanjutnya juga akan ditambahkan dengan kondisi lahan pertanian yang tidak bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga.

(45)

yang diterima masyarakat menurun dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

5.2.1.2Pekerjaan

Pekerjaan masyarakat Desa Kutambelin pada umumnya bekerja sebagai petani. Jika berbicara mengenai pekerjaan maka akan berbanding lurus dengan strategi hidup yang dijalankan masyarakat. Mayoritas masyarakat Kutambelin adalah ke ladang dimana penghasilannya tidak menentu, mengingat panen tidaklah setiap bulannya dan juga ladang yang diolah bukan milik sendiri.

Hampir sama dengan penjelasan diatas, dahulu sebelum erupsi terjadi kelima informan memiliki ladang sendiri di sekitaran kaki Gunung Sinabung. Namun setelah lahan mereka hancur dan kondisi gunung yang tidak memungkinkan warga untuk berladang di lokasi tersebut memaksa mereka untuk bekerja di ladang yang lebih aman yakni di daerah Kabanjahe sampai ke Merek. Sehingga untuk saat ini kelima informan yang diteliti bekerja sebagai petani di ladang orang baik itu pekerjaan utamanya atau pekerjaan sampingan informan.

(46)

Jika berbicara kehidupan ekonomi membahas juga mengenai kebutuhan dan bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini jelas terlihat yakni kelima informan benar-benar berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada sehingga memiliki hasil yang dapat dimanfaatkan.

Jika membahas mengenai pekerjaan masyarakat saat ini apakah sudah kembali seperti sediakala dapat dikatakan belum kembali. Hal ini dapat dilihat dari kelima jawaban informan yang mempunyai jawaban sama yakni bahwa ladang yang mereka miliki belum dapat ditanami akibat terkena debu vulkanik dan lahar dingin. Saat kepulangan masyarakat kutambelin ke desa, mereka langsung membersihkan ladang mereka secara gotong royong dan mencoba untuk menanami kembali.

Namun ternyata erupsi Gunung Sinabung menghancurkan tanaman masyarakat sehingga mengakibatkan gagal panen dan berakhir dengan kerugian. Sejak dari itulah masyarakat memilih untuk bekerja sebagai petani di ladang orang. Hal ini juga ditambahkan oleh tenaga pendamping yakni Sofyan Adly yakni kondisi lahan pertanian hingga saat ini belum bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga.

5.2.1.3Pendidikan/Keterampilan

(47)

daripada orangtuanya, hal ini jelas terlihat pada Informan IV dan Informan V. Selanjutnya dalam menyekolahkan anaknya, Informan IV dan Informan V tidak memperbolehkan anaknya untuk membantu mencari pendapatan orangtuanya agar anak tersebut lebih fokus dan serius dalam pembelajaran.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara Informan IV yakni bapak Ponda Tarigan bahwa:

Kalau masalah bekerja biar kami saja orangtuanya, mereka tidak usah karna tugas anak itu adalah belajar, selama kami masih menyanggupi biaya mereka sekolah dan sehari-hari yaa kami saja yang banting tulang.

Selanjutnya tujuan Ponda tarigan menyekolahkan anaknya adalah agar anaknya lebih sukses dari orangtuanya.

Pada Informan V yakni Nd. Kristina br Sembiring juga menuturkan hal yang sama yakni tidak memperbolehkan anaknya untuk ikut bekerja dengan alasan agar anak tersebut lebih serius dan fokus untuk belajar. Tujuan Nd. Kristina menyekolahkan anaknya yang bernama Anderson Tarigan adalah agar kelak nanti anaknya lebih sukses dari orangtuanya.

(48)

Gimanalah ka, sebenernya aku pun maunya sekolah lanjut kuliah Cuma kondisinya gak memungkinkan. Ini aja dengan aku jualan makanya lumayan membantu karna abang sama bapak juga kerjanya di ladang. Namun jika berbicara mengenai sarana pendidikan yang ada di Desa Kutambelin terbilang masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.6 dimana Desa Kutambelin hanya memiliki 3 sarana pendidikan yakni 2 TK (Taman Kanak-Kanak) dan 1 SD (Sekolah Dasar) sedangkan jika mau melanjutkan ke SMP (Sekolah Menengah Pertama) harus melanjutkan sekolah di kecamatan yakni Namanteran dan jika mau melanjutkan ke SMA (Sekolah Menengah Atas) harus melanjutkan di kota Berastagi.

5.2.1.4Interaksi Sosial

Interaksi adalah salah satu sifat dasar manusia. Dari interaksi yang dilakukan terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kutambelin masih terjalin dengan baik hingga saat ini. Hal ini jelas terlihat dari Informan I, Informan II, Informan III, Informan IV dan Informan V yang masih menjalin hubungan baik dengan sekitarnya seperti masih menjalin silahturahmi dengan masih mengikuti perkumpulan marga ataupun kegiatan keagamaan.

Hal ini juga diperkuat oleh Informan I selaku Kepala Desa Kutambelin yakni di Desa Kutambelin ada melakukan acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat seperti pengajian ataupun PJJ (Perpulungan Jabu-Jabu). Selain itu juga adanya perkumpulan marga di desa tersebut.

(49)

Saya disini masih ikut perkumpulan marga tarigan ataupun karo yaa karna mau gimanapun mereka masih sodara kita dan juga biar menjalin silahturahmi gitu antar kami yang bersaudara, karna kan juga kami udah sama-sama merasakan susahnya di pengungsian sana.

Pada Informan III yakni Monica Tarigan juga ditambahkan bahwa interaksi yang dilakukan keluarganya kepada tetangga di sekitar rumah masih terjalin dengan baik. Walaupun keluarga Monica tidak mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat. Namun perbedaan yang dirasakan oleh Monica di Desa Kutambelin adalah tidak adanya lagi pesta tahunan yang biasanyua rutin dilakukan pada bulan Oktober.

Hal ini juga serupa dengan Informan IV yakni Ponda Tarigan yang menuturkan bahwa interaksi yang dilakukan oleh keluarga Ponda Tarign masih terjalin baik. Selanjutnya ia juga masih mengikuti perkumpulan yang dilakukan dari gereja GBKP. Sama seperti penuturan beberapa informan, interaksi antar warga desa yang sudah tidak dirasakan lagi adalah pesta tahunan karena kondisi yang tidak memungkinkan.

(50)

Dari kutipan wawancara tersebut, salah satu interaksi yang dikeluhkan berbeda di Desa Kutambelin setelah kembalinya warga adalah pesta tahunan atau kerja tahunan. Pada awalnya kerja tahun dilakukan dalam rangka mengucap syukur atas hasil panen dan warga kampung dalam keadaan sehat juga untuk mendoakan panen pada tahun berikutnya supaya hasilnya lebih memuaskan. Selain itu kerja tahunan juga termasuk sarana untuk mempererat tali kekeluargaan karena pada saat itu keluarga dan sanak famili di luar kampung juga ikut diundang. Namun pada kenyataannya setelah erupsi Gunung Sinabung membuat masyarakat mengungsi dan menurunkan hasil pertanian serta keadaan perekonomian masyarakat sehingga berdampak dengan tidak diadakannya kembali pesta atau kerja tahunan tersebut.

Selain pesta tahunan, pesta adat seperti pernikahan pun sudah jarang dilakukan di desa tersebut. Masyarakat pun sempat meminta ke Kepala Desa Kutambelin untuk tidak diadakannya pesta, dikarenakan masyarakat harus memberikan “uang tor-tor” sedangkan keadaan perekonomian masyarakat pun sudah menurun.

5.2.2 Strategi Hidup

(51)

suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap orang untuk dapat mempertahankan hidupnya melalui pekerjaan apapun yang dilakukannya.

Terjadinya bencana alam gunung meletus di Tanah Karo mengakibatkan masyarakat banyak yang kehilangan produksi pertanian mereka sehingga modal usaha sudah tidak ada lagi. Berkurangnya modal usaha berdampak pada kesulitan warga memulai kembali bercocok tanam yang mengakibatkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri-sendiri. Sulitnya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mengakibatkan manusia harus bekerja keras.

Ketika telah dipulangkan ke desa, masyarakat mendapati ladangnya penuh akan lumpur yang diakibatkan oleh lahar dingin dan juga abu vulkanik. Setelah dibersihkan dan mencoba untuk ditanami kembali ternyata hasil tanaman mereka hancur oleh debu vulkanik sehingga membuat petani merugi. Maka dari itu warga lebih memilih untuk menjadi aron (Buruh Harian Lepas). Menjadi BHL sangat membantu masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidupnya hingga pada saat ini. Hampir seluruh keluarga masyarakat Desa Kutambelin menjadi buruh harian lepas. Hal ini dilakukan agar dalam kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk diolah warga masih bisa menerima pendapatan.

(52)

Seperti terlihat pada Informan I dan Informan II yang mendapatkan modal pertama untuk memulai bercocoktanam dari pinjaman orang lain sedangkan pada Informan III dan Informan IV mendapatkan modal pertama dari tabungan keluarga yang masih tersisa. Selain itu pada pemulangan warga ke desa, rumah yang mereka tinggali pun hanya penuh akan debu dan lumpur yang mengering sehingga hanya perlu dibersihkan dan tidak harus ada perbaikan yang besar.

Terjadinya bencana alam erupsi Gunung Sinabung membuat masyarakat kewalahan dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian masyarakat. Hal yang dilakukan oleh masyarakat guna mempertahankan hidupnya adalah dengan menjadi aron.

(53)

BAB VI

PENUTUP

6.1Kesimpulan

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Penulis memperoleh data melalui wawancara langsung dengan 2 orang informan tambahan yakni Kepala Desa Kutambelin dan tenaga pendamping dan 4 orang informan utama yakni masyarakat Desa Kutambelin. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahun gambaran kondisi kehidupan dan strategi hidup masyarakat pasca erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Strategi hidup yang dilakukan pada saat ini oleh masyarakat Desa Kutambelin adalah bekerja menjadi aron (Buruh Harian Lepas). Buruh harian lepas merupakan salah satu cara yang mampu dilakukan masyarakat untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian keluarga mereka seperti sebelum erupsi Gunung Sinabung. Dalam strategi hidup masyarakat Kutambelin juga membahas mengenai modal awal untuk mencoba membuka kembali lahan pertanian yang didapat dari dua sumber yakni pinjaman atau bantuan dari saudara dan juga tabungan keluarga.

(54)

Desa Kutambelin. Pendapatan masyarakat jelas menurun akibat lahan pekerjaan yang semakin sulit. Hal ini dikarenakan antara pendapatan dan pekerjaan memiliki tali berkesinambungan dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Pekerjaan yang belum stabil yakni masih harus bekerja di ladang orang dikarenakan ladang milik warga tidak bisa ditanami akibat kondisi gunung yang belum stabil dan makin seringnya meluncurkan awan panas. Sedangkan dominan masyarakat di Desa Kutambelin menggantungkan hidupnya pada bercocoktanam. Hal inilah yang membuat pendapatan masyarakat menurun sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Selain itu juga tidak adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah ataupun pihak swasta juga membuat masyarakat kecewa. Hal ini dikarenakan masih sulitnya masyarakat untuk mencari makan. Walaupun masyarakat sudah dipulangkan ke desa tapi tidak berarti menyelesaikan masalah dikarenakan belum terjaminnya kehidupan masyarakat Desa Kutambelin yang layak sehingga masyarakat masih sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah baik berupa dana ataupun sembako. Selain itu, masyarakat juga berharap agar pemerintah dapat memberikan lahan yang letaknya strategis dari desa, sehingga masyarakat tidak usah bekerja jauh sampai ke Kabanjahe ataupun Merek. Selanjutnya kepala desa pun menginginkan agar kiranya erupsi Gunung Sinabung dijadikan sebagai bencana nasional.

(55)

PPJ (Perpulungan Jabu-Jabu) masih rutin dilaksanakan dan tidak ada yang berubah.

(56)

6.2Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan demi meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Kutambelin pasca erupsi Gunung Sinabung adalah sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah adalah agar kiranya pemerintah lebih memperhatikan nasib warga yang telah dipulangkan ke desa. Hal ini karena walaupun masyarakat sudah dipulangkan tapi masih menyisakan beberapa masalah seperti lahan pekerjaan salah satunya. Baiknya pemerintah memberikan lahan pertanian yang masih terjangkau untuk masyarakat Desa Kutambelin untuk ditanami daripada harus bekerja ke Kabanjahe ataupun Merek. Selain itu guna meringankan beban ekonomi masyarakat, ada baiknya pemerintah memberikan bantuan sembako kepada masyarakat untuk membantu menghidupi kebutuhan sehari-harinya. Dalam hal ini juga sebaiknya pemerintah memberikan pembelajaran ekonomi kreatif agar mereka tidak hanya mengandalkan alam yang hingga saat ini kondisinya belum bersahabat.

(57)

BAB II

TINJAUAN KONSEPTUAL

2.1 Sosial Ekonomi

2.1.1 Pengertian Sosial Ekonomi

Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan atau teman. Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain disekitarnya (Salim, 2002:454). Sehingga dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari interaksi dengan manusia baik itu individu, kelompok dan lingkungan alam.

Kegiatan sosial tidak terlepas dari tindakan-tindakan sosial dan interaksi sosial. Tindakan sosial adalah hal-hal yang dilakukan individu ataupun kelompok. Sedangkan interaksi adalah proses dimana individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok juga dengan kelompok satu dengan yang lain (Narwoko,dkk, 2006 : 20).

(58)

Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” artinya rumah tangga dan “nomos” artinya mengatur. Jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga dalam pengertian sederhana. Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup sehari-hari (Salim, 2002:379). Menurut M. Manullang ekonomi merupakan suatu usaha masyarakat untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa) (Simangunsong, 2004:22).

Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem sosial yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam satu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Oleh karena itu, kehidupan sosial pada dasarnya ditandai dengan :

1. Adanya kehidupan bersama yang pada ukuran minimalnya berjumlah dua atau lebih

2. Manusia tersebut berhubungan dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu berhubungan dan bergaul cukup lama dan hidup bersama, maka akan terjadi adaptasi dan pengorganisasian perilaku serta munculnya satu perasaan sebagai kesatuan (kelompok) 3. Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan satu kesatuan

(59)

Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Kehidupan sosial ekonomi adalah perilaku sosial dari masyarakat yang menyangkut interaksinya dan perilaku ekonomi dari masyarakat yang berhubungan dengan pendapatan dan pemanfaatannya. Bila berbicara mengenai kehidupan sosial ekonomi berarti juga membahas tentang kebutuhan dan bagaimana seseorang berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dan pemanfaatan hasil ekonomi yang diperoleh. Jadi, kehidupan sosial ekonomi yang dimaksud adalah cara-cara atau strategi yang diterapkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari serta pemanfaatan penghasilan atau hasil ekonomi yang diperoleh dan juga berbicara mengenai keadaan hidup sehari-hari.

Manusia dikatakan hidup layak jika mampu memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. Kebutuhan hidup tersebut meliputi pangan sandan, pendidikan dan kesehatan. Abraham Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia terdiri atas beberapa aspek yakni :

1. Kebutuhan fisik atau bilogik dengan indikator lapar, haus, seks, rasa enak, tidur dan istirahat

2. Kebutuhan akan rasa aman dengan indikator psikologik terhindar dari bahaya dan bebas dari rasa takut atau ancaman

(60)

4. Kebutuhan rasa hormat dengan indikator menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa diterima orang lain, apresiasi dengan masrtabat

5. Kebutuhan aktualisasi dan realisasi diri dengn indikator berupa keinginan mengembangjan diri secara optimal melalui usaha sendiri, kreativitas dan ekspresi (Maslow dalam Danim, 1995: 34-35).

Sejarah sosial ekonomi sendiri berhubungan dengan keadaan dimana manusia hidup, kemungkinan perkembangan materi dan batasan-batasannya yang tidak bisa di ikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, dan pangan, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus hidup (Ahmad,1992:45).

Menurut Melly G. Tan (Melly dalam Susanto, 1984. 120) bahwa kedudukan sosial ekonomi mencakup 3 (tiga) faktor yaitu pekerjaan, pendidikan dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh MaMahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak.

2.1.1.1Pendapatan

(61)

Sukirno (1988) mengemukakan bahwa “pendapatan adalah penghasilan yang diterima tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima oleh suatu negara”. Sementara dalam istilah pajak, pendapatan dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang atau nilai uang yang diperoleh seseorang sebagai hasil usaha dan tenaga, barang bergerak, barang tak bergerak, harta bergerak, dan hak atas bayaran berkala. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kategori sebagai berikut:

a. Pendapatan berupa uang

1. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja lembur dan kerja kadang-kadang

2. Dari usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha itu sendiri, komisi dan penjualan kerajinan rumah tangga

3. Dari hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah

4. Dari keuntungan sosial yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial

b. Pendapatan berupa barang yaitu :

1. Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentukkan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan rekreasi

(62)

Pendapatan merupakan variabel yang secara langsung mempengaruhi apakah seseorang atau sekelompok orang akan mampu atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat hidup secara layak sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Anggapan tersebut mudah dipahami bahkan diterima, mengingat pendapatan dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan agar seseorang atau sekelompok orang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. (Siagian, 2012:69).

2.1.1.2 Interaksi Sosial

Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara manusia dan manusia atau manusia dan kelompok tersebut terjadi “hubungan” dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya masing-masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal-balik. Hubungan inilah yang disebut dengan interaksi.

Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan, pertikaian dan sejenisnya. Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan-tindakan yang berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

(63)

b. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol c. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini dan masa mendatang)

yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung

d. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat (Basrowi, 2005: 138-139).

Secara mendasar ada empat macam interaksi sosial yang ada dalam masyarakat yakni :

a. Kerjasama (cooperation) b. Persaingan (competition)

c. Akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation)

d. Pertentangan atau pertikaian (conflict) (Basrowi, 2005: 145)

2.1.1.3Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Jadi dapat diketahui pekerjaan adalah sebuah aktifitas antar manusia untuk saling memenuhi kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau penghasilan. Penghasilan tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan, baik ekonomi, psikis maupun biologis. Hal ini dikarenakan manusia perlu bekerja untuk dapat mempertahankan hidupnya.

(64)

Jenis pekerjaan dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni : a. Pekerjaan sektor formal

Pekerjaan sektor formal adalah kegiatan usaha yang bentuknya terorganisasi, cara atau jam kerjanya teratur, pembiayaannya dari sumber resmi dan menggunakan buruh dengan tingkat upah tertentu. b. Pekerjaan sektor informal

Pekerjaan sektor informal adalah kegiatan usaha yang bentuknya tidak terorganisasi (kebanyakan usaha sendiri), cara atau jam kerjanya tidak teratur, modal kerja dibiayai sendiri atau sumber tak resmi, serta dominan dikerjakan oleh anggota keluarga

2.1.1.4Pendidikan

Menurut UU No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

Jenis-jenis pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 macam sebagai berikut :

a. Pendidikan Formal

(65)

yang memiliki durasi waktu selama 9 (Sembilan) tahun, selanjutnya dilanjutkan ke tingkat SMA atau SMK, setelah itu para peserta didik juga masih bisa melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu ke Perguruan tinggi.

b. Pendidikan Non-Formal

Pendidikan non-formal biasanya terdapat pada anak usia belia ataupun sebagai pendidikan penunjang kegiatan belajar secara formal. Pendidikan non-formal sangat mudah kita jumpai, seperti hadirnya tempat kursus, seperti kursus bimbingan belajar, kursus menyanyi, kursus menari dan sebagainya.

c. Pendidikan Informal

Disebut sebagai pendidikan informal karena pendidikan ini dilakukan secara mandiri dari dalam diri sendiri yang memiliki kesadaran serta tanggung jawab yang penuh dalam proses penerapannya. Pendidikan informal biasanya dimulai dari lingkungan keluarga serta lingkungan masyarakat. Jika pendidikan ini dimulai dari ruang lingkup keluarga, maka peran orang tua sangatlah penting karena orang tua merupakan panutan pertama yang biasanya dijadikan teladan dari para peserta didik.

2.2 Masyarakat

2.2.1 Pengertian Masyarakat

(66)

bahasa sehari-hari. Dalam bahasa inggris masyarakay dipakai dengan istilah “society” yang berasal dari bahasa latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari bahasa arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui bagaimana warga-warganya dapat saling berinteraksi. Hendaknya dapat diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu merupakan masyarakat karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan tersebut adalah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesamaan serta harus bersifat kontinue. (Koentjaraningrat, 2002:144)

Berikut adalah pengertian masyarakat menurut ahli :

a. Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama

b. John Lewis Gillin dan John Philip Gillin (1954) berpendapat bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil

(67)

dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Pengertian ini menunjukkan adanya syarat-syarat sehingga diseut masyarakat yakni adanya pengalaman hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama dan adanya kerja sama diantara anggota kelompok, memiliki perasaan atau pikiran menjadi bagian dari satu kesatuan kelompoknya. Pengalaman hidup bersama menimbulkan kerja sama, adaptasi terhadap organisasi dan pola tingkah laku anggota-anggota (Basrowi, 2005:39-40).

Menurut Soerjono Soekanto suatu kumpulan dapat dikatakan masyarakat jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Manusia yang hidup bersama

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

Ciri-ciri masyarakat diatas selaras dengan definisi masyarakat yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil yang mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. (Basrowi, 2005 : 41)

2.3 Bencana

(68)

menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.

Definisi lain menurut Internasional Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR-2002, 24) bencana adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya (Nurjanah, 2012:11).

Berdasarkan definisi bencana dari UN-ISDR yang sebagaimana disebutkan diatas, dapat digeneralisasikan bahwa untuk dapat disebut “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut :

1. Adanya peristiwa

2. Terjadi karena faktor atau karena ulah manusia

3. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-lahan/bertahap (slow)

4. Menimbulkan hilangya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan dan lain-lain

(69)

Bencana erupsi Gunung Sinabung yang terjadi di tanah Karo dapat dikatakan memenuhi beberapa kriteria/kondisi dari yang telah disebutkan di atas.

2.3.1 Bencana Alam

Menurut UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yakni :

1. Bencana alam geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung merapi, tsunami, longsor atau gerakan tanah serta abrasi

2. Bencana alam klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, angin puting beliung, kekeringan, kebakaran alami hutan, serta banjir bandang

3. Bencana alam eksta-terestial

(70)

Contohnya adalah hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dhsyat bagi penduduk bumi.

Peristiwa yang dikategorikan sebagai bencana alam dan belakangan terjadi secara berkepanjangan dan terus-menerus di Sumatera Utara adalah erupsi gunung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, erupsi adalah letusan gunung berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Erupsi umumnya terjadi di saluran magma dan retakan di gunung yang sudah terbentuknya sebelumnya (http://www.diwarta.com,2015).

Erupsi dapat dibedakan menjadi 2 yakni erupsi eksplosif dan erupsi efusif.

1. Erupsi eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yang berasal dari magma maupun tubuh gunung api ke angkasa. Erupsi eskplosif inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat kuat. Contoh erupsi eksplosif adalah letusan gunung krakatau, letusan gunung merapi

(71)

Macam- macam erupsi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Erupsi sentral, yaitu letusan gunung api yang letusannya melalui sebuah lubang kepundan sebagai pusat letusannya.

b. Erupsi linier atau celah, yaitu letusan melalui celah-celah atau retakanretakan. Erupsi linier menghasilkan lava cair dan membentuk plato

c. Erupsi areal, yaitu letusan melalui lubang yang sangat luas. Erupsi ini

masih diragukan kejadiannya di bumi

2.3.2 Bencana Non-Alam

Menurut UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Klasifikasi bencana non alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Kegagalan teknologi/konstruksi

(72)

Penyebab bencana kegagalan teknologi antara lain: kebakaran, kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik, kesalahan prosedur pengoperasian pabrik, kerusakan kecelakaan transportasi baik itu darat, laut dan udara.

2. Epidemi

Epidemi adalah wabah penyakit yang secara signifikan lebih tinggi da

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PERATURAN GUBERNUR NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA STAF AHLI GUBERNUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI,SERTA TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG.. KELOMPOK

bahwa untuk efektivitas pemberian tunjangan perbaikan penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil dan pemenuhan hak bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti bersalin, maka

[r]

[r]

[r]

Kelompok Kerja (Pokja) 3 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2016 akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi