• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF EFFICACY MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 26 MEDAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF EFFICACY MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 26 MEDAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF EFFICACY MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 26 MEDAN

DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

PROPOSAL TESIS

Oleh:

SITI ZUBAIDAH 809715019

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

SITI ZUBAIDAH. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Matematik Siswa SMP Negeri 26 Medan dengan Pendekatan Matematika Realistik. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

(7)

ABSTRACT

SITI ZUBAIDAH. Enhancing the Ability of Problem Solving and Mathematics Self Efficacy of SMP Negeri 26 Medan students through Realistic Mathematics Approach. Thesis. Medan: Mathematics Education Postgraduate Program, State University of Medan, 2013.

The purposes of the research are to determine: (1) is enhancing the ability of mathematics problem solving of students whose learning uses realistic mathematics approach better than students who have ordinary learning, (2) is there any interaction between learning and mathematics prior knowledge of students toward enhancing the ability of mathematicsproblem solving, (3) is enhancing the ability of mathematics

self-efficacy of students whose learning realistic mathematics approach better than students

who have ordinary learning, (4) is there any interaction between learning with mathematics prior knowledge of students toward enhancing the ability of mathematics

self-efficacy of students, (5) How is problem solving process made by students through

mathematics learning by realistic mathematics approach and an ordinary learning. The research is a quasi-experiment. The population of the research is VII grader students of SMP Negeri 26 Medan. It was randomly chosen two classes of seven classes as research samples, i.e. students of VII D and VII E. Experimental class was given a mathematics treatment by realistic mathematics approach and the control class was delivered an ordinary treatment. Instruments used consist of: (1) mathematics pretest, (2) mathematics problem solving test, (3) mathematics self-efficacy questionnaire, (4) sheet of mathematics observing learning activity by realistic mathematics approach. The instruments have been stated as content validity requirement, as well as reliable coefficient is 0.7620; 0.9585 and 0.8484 sequentially for the ability of mathematics problem solving test and mathematics self-efficacy questionnaire, mathematics pretest. Data analysis was conducted by T test (one-tailed) and two-way variant analysis (ANAVA). The results of the research show that: (1) The enhancing the ability of mathematics problem solving of students whose learning uses realistic mathematics

approach is better than the students’ who have an ordinary learning only. (2) There is no

interaction between learning and mathematics prior knowledge of students toward enhancing the ability of mathematics problem solving. (3) The enhancing the ability of mathematics self-efficacy of students who have learning realistic mathematics approach is

better than students’ who have ordinary learning. (4) There is no interaction between

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta

bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing I sekaligus selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNIMED, dan Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd, M.A, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing

II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika sekaligus sebagai narasumber 1, Bapak Dr. KMS. Amin Fauzi, M.Pd sebagai narasuber II dan Bapak Prof. Dr.Siman, M.Pd sebagai nara

sumber III yang telah banyak memberikan masukan motivasi, dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam

penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan, dan Bapak Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd. Bapak Syarifuddin,

(9)

yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.

4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan

Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di Unimed.

5. Bapak Drs. Maradu Silaban, M.M selaku Kepala SMP Negeri 26 Medan, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana

sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.

7. Suamiku tersayang Surianto, S.Pd, M.P.Mat, kedua belahan jiwaku tercinta

yaitu M. Zaki Zayyan dan Syafiq Abiyan, Ayahanda Abdul Wahab dan Ibunda Ngatini terhormat, dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan motivasi dan doa restu kepada penulis.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, 6 Maret 2013 Penulis

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ..……….. iv

DAFTAR TABEL ………... v

DAFTAR GAMBAR ………... vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. vii

BAB.I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah ….………. 1

1.2. Identifikasi Masalah ………..……… 24

1.3. Batasan Masalah …..………... 24

1.4. Rumusan Masalah …..………. 25

1.5. Tujuan Penelitia………... 25

1.6. Manfaat Penelitian ..……… 26

BAB. II KAJIAN PUSTAKA……… 28

2.1. Kerangka Teoritis ….………..……. 28

1. Pemecahan Masalah Matematik ……….. 29

2. Self-Efficacy Matematik ………... 34

3. Pendekatan Matematika Realistik ……… 41

4. Karakteristik PMR ……….. 47

5. Prinsip Pendekatan Matematika Realistik ……… 53

6. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realsitik………. 56

(11)

v

8. Pembelajaran Biasa……… 68

9. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Biasa 74 10. Pengetahuan Awal Matematik Siswa……… 78

11. Penelitian Yang Relevan…..………….……… 80

2.2. Kerangka Berpikir ……..……… 83

2.3. Hipotesis Penelitian ……… 93

BAB. III METODE PENELITIAN ……….……… 94

3.1. Lokasi Penelitian... 94

3.2. Populasi dan Sampel... 95

3.3. Definisi Operasional Variabel penelitian ...…………. 96

3.4. Jenis dan Desain Penelitian...…..………… 99

3.5. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian…. 100 3.6. Teknik Analisis Data... ... 140

3.7. Prosedur Penelitian …….. ……….. 144

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….……….. 145

4.1 Hasil Penelitian... 145

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian... 192

4.3. Keterbatasan Hasil Penelitian ...……….. 205

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 207

5.1. Simpulan……….. 207

5.2. Implikasi... 209

5.3. Saran... 211

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Angket Kemampuan Self efficacy Siswa …………... 15 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan PMR ………….. 58 2.2 Keterkaitan antara Urutan Langkah Pemecahan Masalah

dengan Proses Matematikasai dan Pemodelan Dalam PMR ……….

60

2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Biasa. 71 2.4 Model Pedagogik Pada Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol……….. 72

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan PMR dan

Pembelajaran Biasa………... 73

3.1 Jadwal Kegiaatan Penelitian……… 94 3.2 Kriteria Pengelompokkan Pengetahuan Awal Siswa ……. 98 3.3 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan

Kontrol ………. 98

3.4 Kisi-Kisi Tes Pengetahuan Awal Matematik………... 102 3.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah………….. 104 3.6 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 105 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Self Efficacy……… 106 3.8 Pedoman Penskoran Jawaban Angke……..……….. 107 3.9 Daftar Validator Terhadap Perangkat Pembelajaran dan

Instrumen

110

3.10 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran……… 110 3.11 Hasil Validasi Tes Pengetahuan Awal Matematik Siswa…. 113 3.12 Hasil Vallidasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik ……… 114

(13)

3.17 Hasil Analisis Indeks Daya Pembeda Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah……… 124

3.18 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah……… 125

3.19 Tabel Persiapan Konversi Data Item 1 dari Ordinal ke

Interval……….. 126

3.20 Nilai Z Setiap Kategori……….. 127 3.21 Validitas Butir Angket Self Efficacy Matematik………….. 131 3.22 Reliabilitas Butir Angket Self Efficacy Matematik………. 133 3.23 Validitas Butir Tes Pengetahuan Awal Matematik……….. 135 3.24 Reliabilitas Butir Angket Self Efficacy Matematik………. 137 3.25 Hasil Analisis Indeks Daya Pembeda Uji Coba Tes

Pengetahuan Awal Matematik ……… 138

3.26 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Tes

Pengetahuan Awal Matematik……….. 139

3.27 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Kemungkinan

(14)

ix

2.3 Fenomena Gunung Es dan Ilustrasi Fenomena Gunung Es……… 55

2.4 Ilustrasi Fenomena Gunung Es……… 55

3.1 Prosedur Penelitian ………. 136

4.1 Rata-rata dan Simpangan Baku Skor PAM Kedua Kelompok Sampel……… 139

4.2 Rata-rata Skor PAM Berdasarkan Kategori PAM…… 140

4.3 Rata-rata Pretes dan Postes KPMM Berdasarkan Pembelajaran……… 145

4.4 Rata-rata Peningkatan KPMM Berdasarkan Pembelajaran dan PAM……… 145

4.5 Rata-rata Angket Awal dan Angket Akhir KSEM Berdasarkan Pembelajaran……… 150

4.6 Rata-rata Peningkatan KSEM Siswa Berdasarkan Pembelajaran dan PAM……… 150

4.7 Tidak Ada Interaksi Antara Pembelajaran dan PAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa………... 161

4.8 Tidak Ada Interaksi Antara Pembelajaran dan PAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa……….. 169

4.9 Grafik Rata-rata Setiap Aspek Postes KPMM Berdasarkan Pembelajaran………... 173

4.10 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor 1………... 176

4.11 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor 1……….. 176

4.12 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor ………. 177

4.13 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Kontrol Butir Soal Nomor 1 ……….. 177

(15)

x

4.15 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor 2………..

179 4.16 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir

Soal Nomor 2………..

179 4.17 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Kontrol Butir Soal

Nomor 3………...

179

4.18 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor 3………..

181 4.19 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir

Soal Nomor 3………..

182

4.20 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Kontrol Butir Soal

Nomor 3………..

182 4.21 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir

Soal Nomor 4………..

184 4.22 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Kontrol Butir Soal

Nomor 4………..

185

4.23 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir Soal Nomor 5………..

186 4.24 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Eksperimen Butir

Soal Nomor 5………..

186

4.25 Pola Jawaban/Kinerja Siswa Kelas Kontrol Butir Soal

Nomor 5………..

(16)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas

Eksperimen………. 213

A 2 Lembar Aktivitas Siswa Berbasis PMR…………. 247 A 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas

Kontrol ………... 275

B 1 Tes Pengetahuan Awal Matematik ……… 287 B 2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 292 B 3 Angket Self Efficacy Matematik……… 304 B 4 Lembar Observasi Kegiatan dengan PMR………. 308 C 1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan

Instrumen Penelitian………… 310 C 2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ………. 312

D1 Deskripsi Hasil Tes dan Analisis Data

Pengetahuan Awal Ma tematik (PAM) Siswa…... 340 D2 Deskripsi Hasil dan Analisis Data Pretes, Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (KPMM) Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori

PAM……… 344

D3 Deskripsi Hasil dan Analisis Angket Awal, Angket Akhir Kemampuan Self Efficacy

Matematik………... 353

D4 Deskripsi Hasil dan Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah (KPMM) dan Peningkatan Kemampuan Self Efficacy Matematik

(KSEM)………... 369

E1 Dokumentasi Pembelajaran Kelas Eksperimen

dan Kontrol………...….. 388

E2 Jadwal Kegiatan Penelitian, Rincian Pelaksanaan

Kegiatan di SMP Negeri 26 Medan ……….. 398 E3 Hasil Lembar Observasi Pembelajaran dengan

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

memajukan daya pikir manusia, sebagaimana pendapat (Markaban, 2008:1) yang menyatakan bahwa:

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif serta untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan.

Hal itu juga dinyatakan oleh Soedjadi (2000:20) bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya

mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Selanjutnya Turmudi (2008:19) mengungkapkan bahwa “kebutuhan

untuk memahami matematika menjadi hal yang mendesak bagi sebagian besar masyarakat Indonsia, karena matematika diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun ditempat kerja”. Berdasarkan ungkapan di atas disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu dasar yang sangat penting dikuasai bagi setiap orang, karena dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta sebagai ilmu yang bisa diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

(18)

2

Secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar dan menengah tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 bahwa:

Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah untuk jenjang sekolah dasar dan menengah adalah agar siswa mampu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan mata pelajaran matematika tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh National Council of Teacher of Mathematics (2000:7) bahwa

tujuan pembelajaran matematika yaitu; (1) belajar untuk pemecahan masalah (2) belajar untuk penalaran dan pembuktian, (3) belajar untuk kemampuan mengaitkan ide matematis, (4) belajar untuk komunikasi matematis, (5) belajar

untuk representasi matematis. Tujuan mata pelajaran matematika tersebut menunjukkan bahwa di jenjang pendidikan dasar dan menengah matematika

mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.

(19)

3

Dari kelima tujuan mata pelajaran matematika yang termuat dalam SI mata pelajaran matematika SMP pada Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tersebut salah satunya adalah agar siswa mampu memecahkan masalah matematika.

Pemecahan masalah matematik adalah suatu tujuan dalam pembelajaran matematika yang memuat empat kemampuan yaitu; memahami masalah,

membuat rencana penyelesaian, melakukan penyelesaian masalah, memeriksa kembali (Wardani, 2008). Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematik dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapkan pada suatu

masalah, baik masalah yang mudah ataupun yang sulit, dan kita dituntut untuk mampu menyelesaikannya (Jonnasen, 2004:1). Selanjutnya Wardani (2010:7)

mengungkapkan bahwa “salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan memecahkan masalah, alasanya adalah adanya fakta bahwa orang yang mampu memecahkan masalah akan

hidup dengan produktif dalam abad dua puluh satu ini, sebab ia akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global”.

Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat dibutuhkan sebagai bekal untuk hidup produktif di zaman sekarang ini.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Lester (dalam Sugiman, 2010:41) menegaskan bahwa “problem solving is the heart of mathematics” yang artinya

adalah pemecahan masalah merupakan jantungnya matematika. Perumpaman

yang diungkapkan oleh Lester tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah suatu kemampuan yang sangat penting dalam

(20)

4

seorang manusia. Selanjutnya Branca (dalam Sugiman, 2010) menyatakan bahwa pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam pembelajaran matematika sebagai berikut :

1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pembelajaran matematika.

2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.

3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar

matematika.

Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematik merupakan salah satu kemampuan yang penting dimiliki oleh siswa.

Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematik,

kemampuan tersebut telah menjadi fokus dalam pembelajaran matematika di berbagai negara. Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi dari NCTM (2000:20) bahwa “problem solving must be the focus of school mathematics” atau

pemecahan masalah harus menjadi fokus utama dari matematika sekolah. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dijadikan sentral dalam

pengajaran matematika di Amerika serikat tahun 1980-an (Ruseffendi, 2006:80) dan kemudian juga diberlakukan pada pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah di Singapura (Kaur, 2004). Kemampuan pemecahan

masalah yang baik diperoleh dari proses pembelajaran matematika di sekolah yang memfokuskan pemecahan masalah sebagai kegiatan utamanya. Di

(21)

5

menggunakan soal-soal open-ended yang ditujukan untuk mengganti soal tertutup yang hanya mempunyai satu jawaban (Sugiman, 2010:42). Begitupula pemerintah Indonesia juga memandang penting kemampuan pemecahan masalah,

sehingga kurikulum 2006 menempatkan kemampuan pemecahan masalah matematik sebagai salah satu kemampuan yang dituju pada hampir setiap

standar kompetensi di semua tingkat satuan pendidikan.

Dalam proses pembelajaran, untuk melatih kemampuan pemecahan masalah matematika hendaknya kepada siswa dibiasakan untuk selalu memahami

masalah matematik,merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan (Polya,1973). Dalam memahami

masalah, siswa dibimbing untuk menentukan unsur yang diketahui dan yang ditanya dari masalah yang diajukan, kemudian membimbing siswa menemukan berbagai strategi penyelesainnya misalnya dengan coba-coba, menemukan pola,

dengan menggunakan tabel, dan sebagainya, lalu melaksanakan strategi itu dan diakhiri dengan mengecek kembali jawaban yang telah dibuat.

Di samping kemampuan pemecahan masalah, kemampuan pada aspek

lain yang bersifat afektif dan tidak kalah pentingnya dengan kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan self efficacy (kepercayaan diri siswa

dalam menyelesaikan masalah). Tuntutan pengembangan kemampuan ini tertulis dalam kurikulum matematika antara lain menyebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam

(22)

6

kata lain kemampuan self efficacy matematik merupakan salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang harus dicapai.

Menurut Somakim (2010:24)

Self efficacy matematik adalah kepercayaan diri terhadap: kemampuan merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara belajar/bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar selama pembelajaran. Kemampuan tersebut diukur berdasarkan level (tingkat kesulitan masalah). strength (ketahanan) dalam menyelesaikan masalah, generality (keluasan) bidang masalah yang diberikan

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud self efficacy matematik pada

penelitian ini adalah kepercayaan diri terhadap; kemampuan meyelesaikan masalah matematik, diukur berdasarkan level (tingkat kesulitan masalah). strength

(ketahanan) dalam menyelesaikan masalah, generality (keluasan) bidang masalah yang diberikan.

Bekenaan dengan indikator tingkat kesulitan individu dengan self efficacy

tinggi akan mempunyai keyakinan yang tinggi tentang kemampuan dalam memecahkan masalah matematis yang sulit, sebaliknya individu yang memiliki self efficacy rendah akan memiliki keyakinan yang rendah pula tentang

kemampuan dalam memecahkan masalah matematis yang dianggapnya sulit. Individu akan berupaya memecahkan masalah yang ia persepsikan dapat ia

selesaikan, dan ia akan menghindari masalah yang ia persepsikan diluar batas kemampuannya. Selanjutnya untuk indikator ketahanan dalam menyelesaikan masalah, individu memiliki keyakinan dan ketekunan yang kuat menyelesaikan

masalah matematis yang dihadapinya, meskipun masalah tersebut sulit. Semakin kuat self-efficacy maka semakin besar ketekunan, sehingga semakin tinggi

(23)

7

Generality (keluasan) bidang masalah yang diberikan, individu mampu menilai

keyakinan dirinya dalam menyelesaikan masalah matematis yang diberikan diberbagai materi atau dalam materi tertentu saja. Mampu tidaknya seseorang

menyelesaikan masalah matematis pada materi tertentu ataupun berbagai materi mengungkapkan gambaran secara umum tentang self efficacy individu tersebut.

Individu dengan self efficacy tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1997),

individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki

kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1997) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.

Ungkapan di atas diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan Pajares (2002:11) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan

matematika yang di berikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih

tinggi di bandingkan siswa yang memiliki self efficacy rendah. Selain itu menurut Pajares (2002:12) self efficacy juga dapat membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang dihadapinya,

bahkan soal matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun.

Gambaran lain mengenai peranan self efficacy bagi seorang siswa

(24)

8

pembelajaran di kelas, tidak jarang membuat siswa merasa cepat bosan ketika diberikan materi pelajaran. Akibatnya motivasi untuk lebih mengerti dan menguasai materi matematika itu sendiri otomatis akan menurun. Matematika

hanya di anggap sebagai sebuah kewajiban untuk di pelajari karena tercantum dalam kurikulum akademik, tanpa ada pemaknaan lebih dalam lagi tentang

matematika itu sendiri serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain kurangnya motivasi dari dalam diri siswa, pengalaman-pengalaman terdahulu yang kurang menyenangkan dari proses mempelajari matematika, baik dialami

oleh siswa secara langsung maupun tidak langsung, juga mempengaruhi persepsi siswa tentang pelajaran matematika. Jika siswa berpersepsi tidak menyenangkan

pada matematika, maka siswa akan menjadi enggan untuk mempelajari matematika lebih giat dan memiliki prestasi yang lebih tinggi.

Bagi seorang siswa yang memilik self efficacy yang tinggi, ketika siswa

mengalami situasi yang tidak menyenangkan seperti di atas, maka keyakinan akan kemampuannya (self efficacy) untuk mengorganisir dan mengontrol penggunaan kemampuannya, khususnya dalam keterampilannya pada mata pelajaran

matematika dapat digunakan sebagai motivator, sehingga siswa akan memperbesar usahanya agar dapat mencapai prestasi seperti yang diharapkannya.

Semakin tinggi self efficacy yang di miliki individu, maka akan semakin tinggi pula motivasi individu tersebut untuk memperbesar usahanya agar mencapai hasil yang lebih optimal.

Gejala siswa yang memiliki self efficacy rendah, tampak kurang percaya diri, meragukan kemampuan akademisnya, tidak berusaha mencapai nilai tinggi di

(25)

9

menghindari tugas-tugas sulit, (3) kurang memiliki aspirasi, komitmennya rendah dalam mencapai tujuan, (4) menghindar, dan melihat tugas-tugas sebagai rintangan dan merasa rugi menyelesaikannya, (5) usaha kurang optimal dan cepat

menganggap sulit, (6) lambat memperbaiki self efficacy apabila mengalami kegagalan, (7) merasa tidak memiliki cukup kemampuan dan bersikap defensif

serta tidak belajar dari banyak kegagalan yang dialaminya, (8) mudah menyerah, malas, stres dan depresi, (9) meragukan kemampuan ini mendorong mereka percaya pada hal-hal yang tidak rasional dan yang tidak mendasar pada kenyataan,

(10) cenderung takut, tidak aman dan manipulatif, (11) cepat menyerah, merasa tidak akan pernah berhasil, (12) meyakini seakan-akan segalanya "telah gagal''. Pikiran tidak rasional ini berkembang menjadi pikiran negatif (self–scripts) yang

terus dipelihara oleh orang yang rendah diri.

Pentingnya penguasaan matematika bagi peserta didik tidak sejalan dengan

kualitas pendidikan matematika yang sesungguhnya. Hasil belajar matematika siswa sampai saat ini masih jauh dari yang diharapkan, seperti yang diungkapkan oleh Hadi (2005:10) walaupun sekolah-sekolah di tanah air sudah mempunyai

pengalaman cukup lama dalam menerapkan mata pelajaran matematika ternyata hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan. Selanjutnya Hasratuddin

(2010:19) mengungkapkan bahwa dilihat dari hasil belajar matematika siswa dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas selalu di bawah bidang studi lain.

Fenomena tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar antara lain ditunjukkan dengan rendahnya prestasi siswa pada skala internasional

(26)

10

Study (TIMSS) dan temuan sejumlah penelitian. Untuk TIMSS ( Trends in

International mathematics and science study) melaporkan bahwa peringkat

matematika Indonesia yang pesertanya SMP kelas dua adalah tahun 1999

peringkat 34 dari 38 peserta, tahun 2003 peringkat 34 dari 45 peserta, serta pada tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara dengan skor 397,

sedangkan untuk PISA, pada tahun 2006 Indonesia berada pada urutan ke-52 dari 57 negara, PISA 2009 Indonesia mendapat ranking 61 dari 65 negara peserta, dengan skor 371, di bawah skor rata-rata PISA yaitu 496. Sedangkan Negara

tetangga kita Thailand mendapat nilai rata-rata 419 dan mendapat ranking 51 Data ini menunjukkan bahwa peserta TIMMS dan PISA kita kurang mampu

menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Turmudi, 2008:11).

Rendahnya prestasi matematika juga terjadi di SMP Negeri 26 yang akan

menjadi tempat penelitian berlangsung. Hal tersebut tercermin dari hasil try out UAN tahun 2012 yang di adakan oleh BT/BS BIMA .Pada tanggal 12 Februari 2012 terlihat bahwa, dari 220 siswa kelas IX peserta try out, hanya 12 orang

siswa yang mendapat nilai 5,00 atau lebih dengan nilai rata-rata 3,84. Selanjutnya hasil try out kedua yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2012, hasil yang

diperoleh tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yaitu dari 217 peserta hanya 48 orang yang mendapatkan nilai 5,00 atau lebih dengan nilai rata-rata 3.54.

Demikian juga pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan self

efficacy matematik untuk dimiliki oleh siswa tidak sesuai dengan fakta di

lapangan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik dan self efficacy

(27)

11

Gambar 1.1 Siput

Sumber gambar :http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://4.bp.blogspot.com

dkk (Tim MKPBM, 2001:83) ”pemecahan masalah matematik merupakan salah

satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari SD sampai SMU, namun hal tersebut

dianggap bagian yang paling sulit dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya”. Hal tersebut diperkuat Saragih seperti dikutip Saragih

(2007) yang menyatakan bahwa siswa kelas II SMP mengalami kusulitan untuk menjawab pertanyaan berikut: Seorang petani membeli 12 kg pupuk urea seharga Rp. 4500. Berapa rupiah uang yang diperlukan jika ia membeli sebanyak 72 kg?

Survei tersebut tidak jauh berbeda dengan yang hasil survei yang peneliti lakukan pada siswa SMP Negeri 26 Medan kelas VII E tahun ajaran 2012/2013

pada 25 Juni 2012 sebagai contoh terlihat dari jawaban siswa tentang suatu soal yang mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika sebagai berikut:

Seekor siput akan merambat dari

lantai menuju atap melalui dinding setinggi 8 meter. Pada siang hari siput tersebut dapat merambat setinggi 4 meter,

tetapi pada waktu malam hari terperosok lagi 2 meter.Berapa hari siput itu sampai

ke atap?

(28)

12

Gambar 1.2 Contoh jawaban siswa 1

Gambar 1.3. Contoh jawaban siswa 2

Dari jawaban siswa terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa rendah, siswa kurang memahami masalah, terlihat dari jawaban siswa (gambar 1) yang langsung membuat unsur diketahui dengan 8 m, 4 m, dan 2 m, dengan tidak

menuliskan apa yang diketahui itu. Sedangkan untuk jawaban siswa pada gambar 2 terlihat sudah sedikit mampu memahami soal, memperlihatkan jawaban yang

(29)

13

atap diperlukan waktu 8 : 2 = 4 hari (gambar 2). Ini menunjukkan adanya salah pengertian dalam menyelesaikan masalah tersebut.Di samping itu siswa juga tidak melakukan pemeriksaan atas jawaban akhir yang telah didapat, padahal jika hal

ini dilakukan memungkinkan bagi siswa untuk meninjau kembali jawaban yang telah dibuat.

Selain contoh soal di atas, soal lain yang mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberikan pada siswa kelas VII E SMP Negeri 26 adalah: Ruang kepala sekolah yang lama berlantaikan keramik dengan ukuran 30

cm x 30 cm dengan banyak keramik 200 buah, namun kepala sekolah yang baru rencananya bermaksud mengganti lantai ruangannya dengan keramik jenis granit

yang ukurannya 60 cm x 60 cm. Berapakah banyaknya granit minimal yang dibutuhkan untuk menutupi lantai ruang kepala sekolah tersebut?

Soal tersebut diberikan kepada 40 siswa, 15 orang di antaranya tidak

menjawab soal tersebut, 22 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 3 orang menjawab dengan benar. Berikut merupakan contoh salah satu jawaban siswa yang salah.

Gambar 1.4. Contoh jawaban siswa 3

(30)

14

keramik 30 cm x 30 cm merupakan ukuran luas satu buah keramik, sehingga karena banyaknya keramik tersebut sebanyak 200 buah berarti luas ruang kantor kepala sekolah adalah 900 cm2 x 200 = 180000 cm2, selain itu siswa belum dapat

merencanakan penyelesaian, tidak merubah informasi yang relevan dengan bahasa matematika, sehingga perhitungan yang dilakukan siswa tidak mengarah pada

jawaban yang benar. Pengecekan atas jawaban yang diperoleh diabaikan siswa, padahal jika siswa melakukan hal ini memungkinkan siswa untuk meninjau kembali jawaban yang telah diperolehnya. Berdasarkan fakta tersebut dapat

dikatakan bahwa kemampuan siswa kelas VII E SMP Negeri 26 memecahkan masalah matematika masih rendah.

Di samping itu kedua jawaban di atas juga menunjukkan bahwa self-efficacy matematik yang dimiliki kedua siswa tersebut juga rendah. Hal tersebut

berdasarkan Pajares (2002:11), bahwa “self efficacy yang rendah, maka pada

umumnya seorang siswa akan lebih sulit melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya”. Hal tersebut diperkuat berdasarkan pengalaman

peneliti selama mengajar di kelas VII E SMP Negeri 26 Medan. Hal lain yang

menunjukkan kemampuan self efficacy matematika rendah terlihat ketika para siswa diberikan sebuah masalah, maka sebagian besar siswa tersebut mengatakan

bahwa mereka tidak mengetahui cara menyelesaikannya. Selain itu sebagian siswa bertanya tentang rumus apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut, angka-angka yang terdapat dalam masalah tersebut dikali atau dibagi,

dan sebagainya. Sebagian besar siswa tidak memiliki kepercayaan diri untuk menjawab masalah tersebut, sehingga mereka banyak yang tidak mampu

(31)

15

Hal tersebut sesuai dengan data yang peneliti peroleh dari pemberian angket kemampuan self efficacy berupa skala angket tertutup yang berisikan 7 butir pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak

setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) kepada siswa kelas VII E SMP Negeri 26 Medan yang berjumlah 40 siswa pada tanggal 20 Juli 2012. Pada tabel 1.1

berikut ini akan disajikan hasil angket kemampuan self efficacy siswa yang menjawab angket tersebut pada tujuh pertanyaan yang diberikan.

Tabel 1.1 Hasil Angket Kemampuan Self efficacy Siswa

No Pernyataan

Banyak Siswa yang menjawab

SS S TS SST

1 Meskipun matematika dianggap sulit, saya yakin dapat

memahaminya. 5 9 15 11

2 Saya senang mengerjakan soal matematika 4 10 20 6 3 Saya selalu cemas terhadap pelajaran matematika 13 18 5 4

4 Saya adalah salah satu siswa terbaik di pelajaran

matematika. 1 0 29 10

5 Saya biasanya dapat memecahkan setiap masalah

matematika 5 5 20 10

6 Saya kurang percaya diri ketika guru menyuruh ke

depan kelas untuk mengerjakan soal 16 18 5 1

7 Saya tidak mencoba menyelesaikan tugas yang tampak

sangat sulit. 17 18 5 0

Pada pernyataan nomor (1), yang menjawab tidak setuju 15 orang dan

sangat tidak setuju 11 orang, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka tidak memiliki rasa kepercayaan diri untuk mampu memahami matematika, walaupun matematika tersebut pelajaran yang sulit. Ketidakpercayaan diri

tersebut akan menyebabkan siswa akan benar-benar sulit memahami matematika yang berakibat rendahnya prestasi matematika mereka. Selanjutnya pada pernyataan nomor (2) terlihat bahwa 26 siswa tidak senang mengerjakan

(32)

16

semua siswa merasa bukan siswa terbaik dalam pelajaran matematika, 30 siswa tidak biasa memecahkan setiap masalah matematika, 33 siswa kurang percaya diri ketika guru menyuruh ke depan kelas untuk mengerjakan soal, 34 siswa tidak

mencoba menyelesaikan tugas yang tampak sangat sulit. Hal ini semua mengindikasikan kemampuan self efficacy siswa rendah.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa seperti yang telah diuraikan di atas adalah suatu hal yang wajar jika dilihat dari aktivitas pembelajaran di kelas yang selama ini dilakukan oleh guru. Menurut Banjarnahor (2010:74) bahwa “proses pembelajaran matematika di Sekolah Menengah

Pertama dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran masih

didominasi dengan pembelajaran yang berpusat kepada guru, sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika secara umum”. Hal tersebut

tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Hasratuddin (2010:20), Darhim (2004:2) bahwa “salah satu kelemahan metode yang digunakan guru

selama ini terlihat dari proses belajara mengajar di kelas didominasi oleh guru, guru lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa”. Selanjutnya Zulkardi

(2006:20) mengungkapkan bahwa “matematika dirasakan sulit oleh siswa karena banyak guru yang mengajar matematika dengan metode yang tidak menarik,

dimana guru menerangkan, sementara siswa mencatat. Ernest (dalam Turmudi, 2008:66) mengkritik kelas tradisional sebagai kelas yang bekerja tetapi bukan untuk berpikir. Hal serupa juga disampaikan oleh Silver (dalam Turmudi,

2008:66) mengungkapkan bahwa aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas monoton gurunya menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja

(33)

17

Selanjutnya Saragih (2007:9) mengungkapkan bahwa aktivitas pembelajaran di kelas selama ini dilakukan oleh guru yang tidak lain merupakan penyampaian informasi dengan lebih mengaktifkan guru sedangkan siswa pasif

mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan

yang bersifat rutin. Guru bertindak sebagai penyampai informasi secara aktif, sementara siswa pasif mendengarkan dan menyalin, terkadang guru bertanya dan siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberikan soal

latihan yang sifatnya rutin. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa

adalah proses pembelajaran matematika selama ini lebih mengaktifkan guru sedangkan siswa pasif.

Sementara rendahnya hasil belajar siswa SMP Negeri 26 Medan yang

salah satunya diakibatkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa dikarenakan pembelajaran masih didominasi pembelajaran biasa

yang bersifat teacher centered dan mekanistik. Pengajaran matematika pada

umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap kemampuan pemecahan masalah

dan self efficacy matematik siswa. Selain itu proses belajar mengajar hampir selalu didominasi dengan metode ceramah, guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis

sama cara yang diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak didorong mengoptimalkan dirinya, mengembangkan kemampuan berpikirnya maupun

(34)

18

kemampuan self efficacy siswa, konsekuensinya bila mereka diberikan soal yang berbeda, maka mereka mengalamai kesulitan dalam menyelesaikannya. Di samping itu pembelajaran kurang bermakna karena materi tidak dikaitkan dengan

dunia nyata siswa, dan proses pembelajaran matematika tidak melatih siswa dalam memecahkan masalah, sehingga tujuan pelajaran matematika sekolah yang telah

diuraikan sebelumnya akan tidak tercapai.

Berdasarkan kenyataan di atas perlu dilakukan usaha lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran. Salah satunya Cooney (dalam

Sumarmo, 2005:13) menyarankan reformasi pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghafal) ke belajar pemahaman dan menyenangkan

perlu dilakukan. Pembelajaran yang menekankan kepada proses diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam menemukan konsep-konsep kembali sehingga pemahaman akan konsep lebih tertanam dengan kuat. Pembelajaran memfokuskan

pada pemecahan masalah juga akan membuat siswa terbiasa menyelesaikan permasalah dengan cara mereka sendiri, sehingga kemampuan pemecahan masalah akan meningkat. Kemampuan pemecahan masalah meningkat maka hasil

belajar siswa secara umum akan meningkat pula. Salah satu pendekatan yang di tawarkan adalah pendekatan matematika realistik, karena pendekatan tersebut

sesuai dengan tuntutan pembelajaran matematika di sekolah tingkat Dasar dan Menengah berdasarkan kurikulum 2006 atau yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) serta pendekatan khusus dalam pembelajaran

(35)

19

Berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah Sugiman (2010:41) menyarankan bahwa pembelajaran matematika realistik merupakan alternatif yang dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Hal

tersebut dikarenakan proses matematisasi dan pengembangan model matematika dalam pembelajaran dengan PMR terkait erat dengan prosedur menyelesaikan soal

pemecahan masalah. Sehingga apabila kegiatan tersebut berlangsung terus-menerus, maka tidak mustahil kemampuan pemecahan masalah matematik siswa akan meningkat (Hadi, 2002:33).

Selanjutnya Banjarnahor (2010:86) mengungkapkan bahwa “pembelajaran matematika realistik secara kooperatif dapat digunakan sebagai alternatif untuk

mengubah pembelajaran matematika di SMP dari teacher centered menjadi pembelajaran yang student centered”. Menurut Turmudi (2008:4) bahwa “konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di

Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah”. Selain rekomendasi hasil penelitian di atas, alasan penulis memilih PMR sebagai

pendekatan dalam penelitian ini yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah karena adanya keterkaitan antara urutan langkah pada

pemecahan masalah dengan proses matematisasi dan pengembangan model di PMR, di mana apabila hal itu dilakukan terus menerus dimungkinkan kemampuan pemecahan masalah akan meningkat.

Kemampuan self efficacy bukan merupakan bawaan yang mutlak. Self efficacy dapat diubah, dibentuk, ditingkatkan , diturunkan berdasarkan salah satu

(36)

20

yaitu: (1) Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences). (2) Pengalaman orang lain (vicarious experience). (3) Pendekatan sosial atau verbal (verbal persuation), (4) Aspek psikologi dan emosional ( physiological and emotional states).

Pendekatan tertentu yang digunakan dalam pembelajaran akan dapat meningkatkan kemampuan self efficacy.

PMR memiliki karakteristik dan prinsip-prinsip yang sesuai dengan keempat sumber yang mempengaruhi self efficacy seseorang, yaitu adanya penggunaan model dalam memecahan masalah kontekstual (masalah dapat

dibayangkan siswa) yang dikontruksi/produksi oleh siswa sendiri dibawah bimbingan guru menjadi sumber peningkatan self efficacy berupa pengalaman

otentik siswa yang apabila terus dilakukan dalam kegiatan pembelajaran akan meningkatkan self efficacy. Di samping itu pengalaman orang lain yang diperoleh melalui interaksi dalam pembelajaran, baik interaksi dengan siswa lain atau

dengan guru menjadi sumber lain yang dapat meningkatnya self efficacy.

Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya

keluhan lainnya. Self-efficacy yang tinggi biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh

tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pula. Emosi yang tinggi, seperti kecemasan akan matematika akan merubah kepercayaan diri seseorang tentang kemampuannya. Seseorang dalam keadaan stress, depresi, atau tegang dapat

menjadi indikator kecenderungan akan terjadi kegagalan. PMR didesain agar pembelajaran lebih menyenangkan sehingga aspek keadaan psikologis dan

(37)

21

kemampuan self efficacy matematik siswa. Berdasarkan uraian di atas PMR diduga dapat meningkatkan kemampuan self efficacy matematik siswa. Dugaan tersebut juga diperkuat oleh berbagai hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan

bahwa PMR berpotensi meningkatkan kemampuan self efficacy (Somakin,2010). Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik pertama kali

diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. Model ini merupakan hasil pengembangan pembelajaran matematika yang berpusat pada pandangan Freudenthal. Menurutnya, dengan pendekatan matematika realistik,

matematika dipandang sebagai kegiatan manusia (Fauzan:2001). Pembelajaran matematika harus dipandang sebagai proses menyelesaikan permasalahan

kehidupan sehari-hari (masalah kontekstual). Materi matematika yang diajarkan kepada siswa haruslah berupa suatu proses bukan berupa barang jadi yang langsung disajikan kepada siswa secara mentah-mentah.

Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik yang mulai dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 2001 ini telah merubah anggapan siswa terhadap matematika yang selama ini kaku dan membosankan menjadi

menyenangkan dan bermakna. Turmudi (2001:2) mencatat bahwa sekurang– kurangnya matematika realistik telah mengubah image siswa tentang matematika.

Pada umumnya para siswa dibeberapa SLTP di Bandung merasa senang dan antusias terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan matematika realistik.

Pendekatan matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik– karakteristik Realistic Mathematic Educatian (RME) yang berhasil dikembangkan

(38)

22

masyarakat Indonesia, dimana pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik memfasilitasi siswa untuk mampu “menemukan kembali“ konsep–

konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para ahlinya. Proses

“menemukan kembali” konsep-konsep matematika tersebut melalui masalah

kontekstual, kemudian siswa menyelesaikan masalah tersebut melalui proses

pemodelan yang diciptakannya sendiri (self developed models). Selanjutnya melalui matematisasi para siswa akan memperoleh penyelesaian dari masalah kontekstual yang diberikan sekaligus menemukan konsep-konsep matematika.

Siswa tidak secara murni harus menemukan konsep–konsep matematika dan algoritma matematika dengan sendiri melainkan dibimbing oleh guru untuk

menemukan kembali. Para ahli realistik menamainya dengan guide reinvention. Selanjutnya Hadi (2005:5) menyatakan bahwa melalui pemanfaatan konteks lokal pembelajaran lebih bermakna bagi siswa sehingga mereka lebih

mudah mengembangkan pemahaman konsep. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik ini yang dalam pelaksanaanya siswa dibimbing untuk menemukan konsep–konsep matematika kembali melalui masalah-masalah

kontekstual akan membuat pemahaman konsep matematika siswa akan semakin kuat dan mendalam dan kemampuan pemecahan masalah siswa akan semakin

meningkat.Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik inilah yang diusulkan untuk diteliti sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan self efficacy siswa.

Pada kenyataannya, setiap siswa memiliki tingkat pengetahuan awal matematika yang berbeda. Ada siswa yang memiliki pengetahuan awal

(39)

23

kemampuan mereka dalam memahami matematika selanjutnya, seperti yang diungkapkan oleh Diyah (2007:199) bahwa “pengetahuan awal merupakan modal bagi siswa dalam aktivitas pembelajaran, karena aktivitas

pembelajaran adalah wahana terjadinya proses negosiasi makna antara guru dan siswa berkenaan dengan materi pembelajaran”.

Menurut Galton (dalam Ruseffendi,1991) dari sekelompok siswa yang

dipilih secara acak akan selalui dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara

distribusi normal. Selanjutnya, menurut Ruseffendi (1991) perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata karena bawaan lahir, tetapi

juga dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Oleh karena itu pemilihan lingkungan belajar khususnya pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan siswa yang heterogen tersebut sehingga

dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas diduga pengetahuan awal siswa juga berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa dan kemampuann

self efficacy matematika siswa. Sehingga dalam penelitian ini akan diungkap lebih

jauh berkaitan dengan pembelajaran matematika dengan PMR antara lain:

(i) Apakah PMR dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematika siswa pada jenjang SMP? (ii) Bagaimana pengaruh

pengetahuan awal siswa yang diklasfikasikan dalam kelompok tinggi, sedang,

rendah terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy

matematika siswa? Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan

(40)

24

Masalah dan Self efficacy Matematik Siswa SMP Negeri 26 Medan dengan Pendekatan Matematika Realistik” diharapkan dapat menjawab

permasalahan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi

berbagai permasalahan diantaranya sebagai berikut: 1. Hasil belajar matematika siswa rendah.

2. Kemampuan pemecahan masalah siswa rendah.

3. Kemampuan self efficacy matematis siswa rendah.

4. Pembelajaran masih didominasi pendekatan biasa yang bersifat teacher

centered.

5. Pengajaran matematika didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal.

6. Aktivitas belajar siswa belum optimal.

7. Guru kurang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.

1.3. Batasan masalah

Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti merasa perlu memberikan

batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah. Oleh karena itu, penelitian ini

(41)

25

dilakukan guru di kelas eksperimen dan kontrol. Pokok bahasan terbatas pada materi Geometri bangun datar di kelas VII.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini

adalah :

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran matematika biasa?

2. Apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik?

3. Apakah peningkatan kemampuan self efficacy matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan

pembelajaran matematika biasa?

4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan self efficacy matematis siswa?

5. Bagaimanakah proses penyelesaian masalah yang dibuat siswa melalui

(42)

26

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran matematika biasa.

2. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematik.

3. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan self efficacy

matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran matematika biasa.

4. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan self efficacy matematik siswa.

5. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penyelesaian masalah yang dibuat siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan

matematika realistik dan pembelajaran matematika biasa.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang merupakan

(43)

27

khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan self efficacy siswa SMP. Manfaat yang mungkin diperoleh antara lain:

1. Menjadi acuan bagi guru-guru matematika tentang penerapan pendekatan

matematika realistik sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self efficacy matematik siswa.

2. Memberikan informasi sejauh mana peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematik siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mendapat

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran biasa.

3. Memberikan alternatif pembelajaran matematika untuk dikembangkan

menjadi lebih baik dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangannya serta mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik.

4. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan terkat dengan

(44)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, pengetahuan awal matematika, kemampuan

pemecahan masalah matematik dan self efficacy matematik siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan PMR lebih baik secara

signifikan daripada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa.

2. Tidak ada interaksi antara pembelajaran (pembelajaran matematika dengan

PMR dan pembelajaran matematika biasa) dan pengetahuan awal matematik siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematik. Dengan kata lain tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa apabila dikelompokkan berdasarkan kombinasi antara jenis pembelajaran dan

kategori PAM. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dikarenakan factor pembelajaran yang diberikan bukan karena faktor penguasaan PAM

yang dimiliki siswa.

(45)

kemampuan self efficacy matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa.

4. Tidak ada interaksi antara pembelajaran (pembelajaran matematika dengan

PMR dan pembelajaran matematika biasa) dan pengetahuan awal matematik siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan self

effiacy matematik. Dengan kata lain tidak terdapat perbedaan rata-rata

peningkatan kemampuan self effiacy matematik siswa apabila dikelompokkan berdasarkan kombinasi antara jenis pembelajaran dan kategori PAM.

Peningkatan kemampuan self effiacy dikarenakan faktor pembelajaran yang diberikan bukan karena faktor penguasaan PAM yang dimiliki siswa.

5. Proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah matematik pada pembelajaran matematika dengan PMR adalah rapi, langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar dibanding

dengan pembelajaran matematika biasa. Hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran matematika dengan PMR maupun pembelajaran matematika biasa. Kategori proses penyelesaian

untuk kemampuan pemecahan masalah matematik hampir semua siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan PMR memenuhi kategori rapi,

langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar, sedangkan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ada yang memenuhi kriteria rapi, langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar, tapi masih banyak

juga siswa yang menyelesaikan soal dengan tidak berurutan, dan ada yang tidak berurutan tetapi hasilnya benar.

(46)

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan self efficacy matematika siswa melalui pembelajaran matematika dengan PMR. Hasil penelitian ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai salah

satu alternatif dalam peningkatan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu kepada guru matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) diharapkan

memiliki pengetahuan teoritis maupun keterampilan menggunakan pembelajaran matematika dengan PMR dalam proses pembelajaran. Pembelajaran matematika dengan PMR ini belum banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika

terutama para guru senior, oleh karena itu kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan maupun pendidikan kepada para guru matematika yang

belum memahami strategi-strategi pembelajaran matematika yang baik salah satunya pembelajaran matematika dengan PMR

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran matematika dengan PMR antara lain :

1. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam

membangun semangat dan self efficacy siswa serta dapat menumbuhkembangkan kemampuan yang meliputi memahami masalah,

merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali dalam pemecahan masalah matematik.

2. Diskusi dalam pembelajaran matematika dengan PMR merupakan salah satu

(47)

suasana kelas menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar matematika.

3. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa

konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar

serta karakteristik kemampuan individual siswa.

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran matematika dengan PMR

yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran matematika dengan PMR pada pembelajaran matematika dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematik siswa (seluruh kategori PAM) pada materi geometri bangun datar.

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika dengan PMR pada pokok

bahasan geometri bangun datar.

c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan PMR adalah

efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani

(48)

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika bukan lagi yang menjadi pelajaran menyulitkan bagi siswa. d. Agar pembelajaran matematika dengan PMR lebih efektif diterapkan pada

pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik

meliputi (LAS, RPP, media pembelajaran yang digunakan).

e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat

melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran matematika yang biasa digunakan guru-guru selama ini secara sadar dapat

ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa kearah yang lebih baik.

f. Bagi guru yang menggunakan pendekatan PMR sebaiknya membimbing

siswa untuk menemukan konsep yang benar agar tidak terjadi miskonsepsi dalam memahami suatu konsep.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pembelajaran matematika dengan PMR dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematik masih sangat asing bagi

guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dan self efficacy matematik siswa.

b. Pembelajaran matematika dengan PMR dapat dijadikan sebagai salah satu

(49)

efficacy matematik siswa pada pokok bahasan geometri bangun datar, sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan

matematika yang lain. 3. Kepada peneliti lanjutan

a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan menggunakan pembelajaran

matematika dengan PMR dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan menggunakan instrumen soal-soal PISA yang lain untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah tersebut.

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran matematika dengan PMR dalam peningkatan kemampuan matematika lain dengan

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

---, 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

---, 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Armanto, D. 2001. Alur Pembelajaran Perkalian dan Pembagian Dua Angka dalam Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Makalah. Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Realistik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tanggal 14- 15 November 2001.

Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Exercise of Control. An outline composed by Gio Valiante. Tersedia : http://www.des.emory.edu/mfp/effbook4.html Di akses tanggal 24 juli 2012.

_________. 1999. Exercise of Personal and Collective Efficacy in Changing Societies. Dalam Albert Bandura (Ed.), Self Efficacy in Changing Societies. (hlm. 1-30). Australia: Cambridge University Press.

Banjarnahor, H. 2010. Pembelajaran Matematika Realistik di SMP Kota Medan. Paradikma, 3(1): 74-88.

Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary Schools). Second Printing. Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown. Company.

Darhim. 2004. Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal Dalam Matematika. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

De Lange, J. 1987. Mathematics Insight and Meaning. Utrecht: OW & OC

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Gambar

Tabel
Tabel Persiapan Konversi Data Item 1 dari Ordinal ke Interval……………………………………………………..
Gambar
Gambar 1.1  Siput
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mengambil fokus penelitian sebagai berikut : (1) bagaimana perencanaan pembinaan peserta didik, (2) bagaimana pelaksanaan pembinaan peserta didik, (3)

Pola Komunikasi Guide (Pemandu Wisata) Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta (Studi Diskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Guide Kampung Wisata Batik Kauman

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa di kelas melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share dalam pembelajaran

4.1 Menurut saya SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) telah bekerja dengan baik untuk melindungi pekerja yang ada di Yayasan Pendidikan Al-Azhar di Medan. Variabel Y

model pembelajaran yang membuat siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang membuat siswa turut berperan aktif, yaitu

Optimalisasi partisipasi orang tua dalam pengelolaaan program di PAUD EAGLE.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penerapan Model Inkuiri menggunkan Media Compact Disk (CD) Game Multimedia Interaktif pada Mata Diklat Mikrokontroller

Bentuk pengelolaan ekosistem terumbu karang dan ikan ekor kuning di perairan Kepulauan Seribu secara terpadu dan berkelanjutan yang diusulkan dalam penelitian ini adalah