HUBUNGAN PERSEPSI
BODY IMAGE
DAN KEBIASAAN MAKAN
DENGAN STATUS GIZI PADA ATLET SENAM DAN RENANG DI
SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
Oleh :
Tamia Dwi Anindita I14070018
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ABSTRACT
Tamia Dwi Anindita: The relationship of body image perception and eating habits with nutritional status of gymnastics and swimming athletes of The Ragunan Athletes School, Jakarta. Under the guidance of Hadi Riyadi.
Body image can be defined as the degree of satisfaction of the individual against himself physically that include size, shape, and appearance in general. Body image of adolescents is an important matter, because adolescence undergone many changes, both physically and psychologically. Because adolescence is one of the important stages in growth, perceptions of body image can be influenced by eating habits. Eating habits is what will affect nutritional status. This study aims to examine the relationship between perceptions of body image and eating habits with nutritional status of gymnastics and swimming athletes in the Ragunan Athletes School Jakarta. The research was conducted in May 2011 using cross-sectional study design. Purposively selected examples (n = 32 individuals) consist of 12 gymnastic athletes and 20 swimming athletes (average age 14.5 ± 1.8 years, average weight 52.5 ± 10.6 kg, and mean height 162.8 ± 10.5 cm).
The results of this study shows that the level of nutrition knowledge is fair (40%) and the majority have normal nutritional status (96.9%). Most of the energy adequacy level examples are categorized highly deficit, while protein adequacy is normal. Iron and vitamin C adequacy are insufficient, whereas vitamin A adequacy is categorized sufficient. 68.75% of samples chose a positive perception of body image. The number of swimming athletes have more negative perceptions of body image than gymnastics athletes.
There is a difference between the two samples on actual and ideal body shape. Spearman correlation test shows no correlation between family characteristics and sampel with perceptions of body image. Knowledge of
nutrition didn’t have a significant correlation with the perception of body image (p
= 0647 and r = 0084). While there is a significant correlation between actual body shape with perceptions of body image (p = 0.001 and r = 0718). The Spearman correlation test also examines the relationship between family characteristics and examples, knowledge of nutrition, eating habits, and perceptions of body image with nutritional status. Of the total surveyed, there is no correlation with nutritional status. Based on this study, there is a need of nutrition knowledge in samples which have a negative perception of body image in order to avoid misperceptions that could lead to over nutrition and even under nutrition.
RINGKASAN
TAMIA DWI ANINDITA. Hubungan Persepsi Body Image Dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada Atlet Senam Dan Renang Di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang SMA Ragunan Jakarta. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Mengkaji karakteristik responden dan karakteristik keluarga; 2) Mengkaji body image remaja pada atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta; 3) Mengkaji kebiasaan makan dan intake energi dan zat gizi responden; 4) Mengkaji status gizi responden; 5) Mengkaji hubungan karakteristik individu dengan persepsi body image; 6) Mengkaji karakteristik keluarga dengan persepsi body image dan status gizi; 7) Mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Mei 2011. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik responden, karakteristik keluarga, persepsi terhadap body image, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, dan recall konsumsi pangan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah keadaan umum dari SMA Ragunan Jakarta dan jumlah siswa yang akan dijadikan sampel penelitian. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows. Selain itu dilakukan analisis korelasi dengan menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows untuk melihat hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi body image, karakteristik keluarga dengan persepsi body image dan status gizi, persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sebanyak 46.9% ayah contoh dan 40.6% ibu contoh hanya lulusan SMA. Pekerjaan ayah sebagai swasta sebesar 37.5% dan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar 56.3%. Tingkat penghasilan keluarga contoh berada pada kisaran Rp1.500.000-Rp 3.000.000. Contoh rata-rata berusia 14.5±1.8 tahun dengan rata-rata berat badan dan tinggi badan masing-masing yaitu 52.5±10.6 kg dan 162.8±10.5 cm.
Tingkat pengetahuan gizi contoh termasuk kedalam kategori baik sebesar 40% dengan status gizi normal (96.9%). Sebanyak 68.75% contoh memiliki persepsi body image yang positif. Jumlah contoh yang persepsi body image
negatif pada contoh atlet renang lebih banyak daripada contoh atlet senam. Pada beberapa contoh terdapat perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual dengan bentuk tubuh ideal menurut contoh.
terbesar yaitu 108.4 gram. Rata-rata konsumsi zat besi contoh adalah 6.5 mg, dengan konsumsi terendahnya yaitu 2.35 mg dan konsumsi terbesarnya adalah 18.35 mg. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh yaitu sebesar 911.87 RE, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 76.15 RE dan konsumsi tertinggi yaitu 2842.25. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh yaitu 24.4 mg, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 1.2 mg dan konsumsi tertinggi yaitu 202 mg. Secara garis besar tingkat kecukupan energi dan zat gizi termasuk defisit tingkat berat dan kurang, hal tersebut dikarenakan oleh kelemahan dari metode yang digunakan yaitu metode recall yang hanya mengandalkan daya ingat contoh dan kemampuan mengkonversi ukuran pangan yang telah dikonsumsi. Hal tersebut yang menyebabkan konsumsi sebagian besar contoh rendah.
HUBUNGAN PERSEPSI
BODY IMAGE
DAN KEBIASAAN MAKAN
DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI
SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
Oleh :
Tamia Dwi Anindita I14070018
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Judul : Hubungan Presepsi Body Image dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam dan Atlet Renang di Sekolah Atlet
Ragunan Jakarta
Nama : Tamia Dwi Anindita
NIM : I14070018
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS 19610615 198603 1 004
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berka dan
rahmat-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini dengan baik. Penulis skripsi yang berjudul Hubungan Presepsi Body Image
dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam dan Atlet Renang di
Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” ini dilakukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan,
kritikan, bantuan, motivasi, dan bimbingannya selama ini kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji
atas segala saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Achmad Djadjuli, S. Pd dan mamah Heni Usnaeni, S. Pd selaku kedua
orangtua penulis, Lystia Juliani selaku kakak penulis, dan Adhia Muharditia
selaku adik penulis yang senantiasa mendoakan, memberi motivasi,
semangat, dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih
untuk doa, kasih sayang, dan perhatian yang diberikan.
4. Agung Mangkunegara atas doa, dukungan, perhatian, semangat, dan kasih
sayang yang telah diberikan.
5. Sahabat-sahabatku Elfrida Yuliansari dan Deviani Primadewi atas bantuan,
doa, semangat, dan motivasi kepada penulis.
6. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Faiz Nur Hanum, Rizky
Agnestya Andhini, Dede Idola, Imam Saloso, dan M. Azizul Hakim I atas
semangat, bantuan, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa ini.
7. Sahabat-sahabatku di Rempati Kost: Michelia, Ajeng, Retno, Hesti, Sherly,
Artanti, Ibu Ratna beserta keluarga, dan Bibi Mariana.
8. Seluruh mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan 44 yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Bogor, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tamia Dwi Anindita, lahir pada tanggal 17 Januari 1990
di Rangkasbitung, Banten. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Achmad Djadjuli, S. Pd dan Heni Usnaeni, S. Pd. Penulis
mengawali pendidikannya pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1995 di TK
Bayangkhari, Rangkasbitung. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 01
Kejaksaan Rangkasbitung pada tahun 1995 hingga tahun 2001. Selanjutnya
penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 4
Rangkasbitung pada tahun 2001. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 1 Rangkasbitung pada tahun 2004 dan lulus pada
tahun 2007.
Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) pada Program Studi Ilmu Gizi dan
mengambil minor Manajemen Fungsional. Selama menjadi mahasiswa, penulis
mencoba aktif di berbagai kepanitiaan, diantaranya adalah panitia 2nd Espent,
Nutrition Fair, Index, Senzasional, dan lain-lain. Selain itu juga, penulis ikut
bergabung dalam kegiatan organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Gizi
(HIMAGIZI) periode 2009.
Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Presepsi Body Image dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam
dan Atlet Renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” untuk memperoleh gelar
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Persepsi Body Image pada Remaja ... 5
Persepsi Body Image ... 5
Remaja ... 7
Kebiasaan Makan ... 8
Konsumi Pangan ... 9
Food Recall 24 Jam ... 10
Energi ... 11
Protein ... 11
Zab Besi ... 12
Vitamin A ... 12
Vitamin C ... 12
Status Gizi ... 12
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 14
Besar Keluarga ... 14
Pendidikan ... 14
Pekerjaan ... 15
Pendapatan ... 15
Pengetahuan Gizi ... 15
Senam ... 16
Renang ... 17
KERANGKA PEMIKIRAN ... 19
METODE PENELITIAN ... 21
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 21
Cara Pengambilan Contoh ... 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 21
Pengolahan dan Analisis Data ... 22
Definisi Operasional ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
Gambaran Umum Lokasi ... 26
Karakterstik Keluarga ... 27
Besar Keluarga ... 27
Tingkat Pendidikan Orangtua ... 28
Pekerjaan Orangtua ... 29
Karakteristik Contoh ... 31
Jenis Kelamin ... 31
Usia ... 32
Berat Badan ... 33
Tinggi Badan... 34
Pengetahuan Gizi ... 35
Status Gizi ... 38
Kebiasaan Makan ... 40
Asupan dan Tingkat Kecukupan Gizi ... 45
Energi ... 45
Protein ... 46
Zat Besi ... 48
Vitamin A ... 50
Vitamin C ... 51
Persepsi Body Image ... 53
Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi Body Image ... 57
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Persepsi Body Image ... 58
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi ... 59
Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi Body Image dengan Status gizi... 59
Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Dengan Status Gizi ... 60
KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
Kesimpulan ... 61
Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ... 22
Tabel 2 Kategori penilaian variabel-variabel ... 22
Tabel 3 Kategori status gizi menurut IMT/U ... 23
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 28
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua... 28
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua ... 29
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan orangtua ... 30
Table 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristiknya ... 31
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia per cabang olahraga ... 32
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan berat badan per cabang olahraga .. 33
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan per cabang olahraga . 34 Tabel 12 Sebaran contoh atlet senam dan renang berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi ... 35
Tabel 13 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan cabang olahraga 37 Tabel 14 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin ... 37
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi ... 38
Tabel 16 Sebaran status gizi berdasarkan jenis kelamin ... 39
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan ... 40
Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh ... 45
Tabel 19 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin ... 46
Tabel 20 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh ... 47
Tabel 21 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin ... 48
Tabel 22 Sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh ... 49
Tabel 23 Tingkat kecukupan zat besi berdasarkan jenis kelamin ... 49
Tabel 24 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A contoh ... 50
Tabel 25 Tingkat kecukupan vitamin A berdasarkan jenis kelamin ... 51
Tabel 26 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh ... 52
Tabel 27 Tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan jenis kelamin ... 52
Tabel 28 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal ... 54
Tabel 29 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal menurut jenis kelamin ... 54
terhadap status gizi ... 55
Tabel 31 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet renang
terhadap status gizi ... 56
Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persepsi body image ... 57 Tabel 33 Sebaran contoh klasifikasi persepsi body image berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skala body image ... 7
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian ... 20
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ... 36
Gambar 4 Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh ... 45
Gambar 5 Rata-rata tingkat kecukuupan protein contoh ... 47
Gambar 6 Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh ... 49
Gambar 7 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh ... 50
Gambar 8 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.
Dorongan atau motif sosial pada manusia, mendorong manusia mencari orang
lain untuk mengadakan hubungan atau interaksi sehingga memungkinkan terjadi
interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain. Oleh karena itu setiap
individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekitarnya.
Penyesuaian diri yang baik ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan
bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas
terhadap diri sendiri dan lingkungan. Penyesuaian diri yang baik akan menjadi
salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam
masyarakat luas. Meskipun demikian, tampaknya penyesuaian diri yang baik
bukanlah hal yang mudah (Hurlock, 1999).
Proses penyesuaian itu dibutuhkan waktu yang cukup untuk remaja dapat
menemukan jati dirinya. Penyesuaian tersebut dapat mempengaruhi proses
pergaulannya di tempat dia bergaul. Cara penyesuaianya pun berbeda-beda tiap
individunya. Karena salah satu tahap pertumbuhan dalam siklus hidup manusia
adalah masa remaja. Masa remaja merupakan salah satu tahapan penting dalam
masa pertumbuhan seseorang karena kecepatan pertumbuhan fisik masa ini
adalah kedua tercepat setelah masa bayi. Kira-kira 20% tinggi badan (TB) dan
50% berat badan (BB) dicapai selama periode ini. Oleh sebab itu diperlukan
asupan gizi yang cukup untuk menjamin pertumbuhan yang optimal (Khomsan
2004). Selain itu juga remaja cenderung membatasi asupan makanannya karena
ingin memiliki tubuh yang ideal. Hal tersebut merupakan pengaruh yang berasal
dari lingkunganya karena tubuhnya tersebut dianggap tidak ideal atau terlalu
kurus dan terlalu gemuk. Hal tersebut yang dapat mempengaruhi salah satu
bentuk penyesuaian remaja terhadap lingkungannya yaitu cara bergaul dan
persepsi remaja tersebut terhadap bentuk tubuh. Persepsi remaja terhadap
bentuk tubuhnya itu dikenal juga dengan istilah body image.
Body image bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun
psikis. Perubahan pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa
tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Menurut
mulai memperhatikan penampilan fisik mereka dan ingin mengubah penampilan
mereka. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas
terhadap penampilan dirinya.
Body image dapat juga didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan
umum (Cash dan Deagle dalam Jones 2002). Gambaran diri berhubungan
dengan kepribadian dan cara individu memandang dirinya memiliki dampak
terhadap perkembangan psikologisnya. Banyak remaja sering merasa tidak puas
dengan penampilan dirinya sendiri, mereka ingin memiliki postur tubuh
sempurna.
Pencapaian tubuh ideal dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan
aktivitas fisik. Kebiasaan makan sehari-hari sangat mempengaruhi terhadap
pencapaian tubuh yang ideal, misalnya saja pembatasan asupan makanan agar
berat badan tidak berlebih. Menurut Sediaoetama (1991), pada usia remaja,
seorang remaja cenderung memperhatikan bentuk tubuhnya. Hal ini
menyebabkan remaja putri membatasi konsumsi pangannya demi mendapatkan
bentuk tubuh yang ideal dan indah menurut persepsinya. Selain itu juga
kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan pengetahuan gizi yang
kurang. Gaya hidup berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan seperti
mengikuti pergaulan remaja saat ini dengan mengkonsumsi fast food yang lebih praktis dan harganya pun mudah dijangkau oleh uang saku anak sekolah.
Sedangkan pengetahuan gizi yang kurang itu akan mempengaruhi perilaku
makannya dengan makan yang tidak teratur untuk mencapai tubuh yang ideal.
Hal lainnya yang dapat mempengaruhi yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik
yang dilakukan harus sesuai dengan keadaan tubuh remaja itu sendiri. Asupan
makanan yang biasa dikonsumsi oleh para remaja khususnya siswa biasanya
akan mempengaruhi kegiatannya di sekolah, seperti kegiatan belajar ataupun
kegiatan lainnya. Aktivitas fisik tersebut akan ditunjang oleh banyaknya energi
yang dikonsumsi untuk memaksimalkan aktivitasnya tersebut. Jika asupan
makannya lebih rendah dibandingakan dengan pengeluaran energinya maka
aktivitas fisik remaja tersebut akan terganggu, dan juga sebaliknya jika asupan
makannya seimbang dengan pengeluaran energinya maka aktivitas fisik remaja
tersebut akan optimal.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, persepsi yang salah tentang
makan akan dilakukan dengan harapan mereka memperoleh dan
mempertahankan bentuk tubuh sesuai dengan yang mereka inginkan.
Berdasarkan penelitian Rosen dan Gross di US dalam Dacey & Kenny (1997)
yang meliputi 1.373 putra dan putri sekolah menengah atas dalam ras, daerah
dan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa remaja
putri menghabiskan waktu mereka 4 kali lebih banyak dibandingkan pria untuk
mencoba mengurangi berat badan mereka. Cara mereka untuk mengurangi
berat badannya yaitu biasanya dengan melakukan diet.
Diet yang dilakukan oleh remaja merupakan hal yang serius. Saat umur
remaja adalah saat ketika tubuh tersebut sedang berkembang pesat dan sudah
seharusnya mendapatkan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebiasaan
diet pada remaja dapat membatasi asupan nutrisi yang mereka butuhkan untuk
pertumbuhannya.
Diet yang berlebihan akan mengakibatkan berat badan tubuh menurun
dan pertumbuhan pun terhambat. Perilaku diet ini akan berpengaruh terhadap
perubahan status gizi remaja itu sendiri. Karena dengan perubahan perilaku
makan mereka akan mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat dan
menurunnya status gizi mereka. Status gizi yang rendah pada remaja akan
mempengaruhi produktivitas dan performa seorang remaja dalam jangka
panjang yang akan berdampak pada masa dewasanya nanti.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
persepsi body image pada atlet senam dan renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta, dan sejauh mana hubungannya dengan kebiasaan makan dapat
mempengaruhi status gizi mereka.
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara
persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji karakteristik responden dan karakteristik keluarga.
2. Mengkaji body image remaja pada atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta.
4. Mengkaji status gizi responden.
5. Mengkaji hubungan karakteristik individu dengan persepsi body image. 6. Mengkaji hubungan karakteristik keluarga dengan persepsi body image
dan status gizi.
7. Mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden.
Hipotesis
Adanya hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi mengenai
berbagai hal yang terkait dengan body image dan kebiasaan makan serta pengaruhnya terhadap status gizi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para remaja untuk memilih cara yang tepat untuk memperoleh
TINJAUAN PUSTAKA
Persepsi Body Image pada Remaja Persepsi Body Image
Citra berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu
pengalaman sentral atau yang disadari (Chaplin 1995). Drever (1988) juga
mengatakan bahwa citra adalah gambaran yang didasarkan oleh pegalaman
indera. Tubuh adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara
keseluruhan dan anggota badan (Chaplin 1995). Selain itu juga tubuh
didefinisikan sebagai bagian sentral suatu organisme yang mendukung
anggota-anggota badan, dan kepala.
Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah
image (gambaran) tentang tubuh atau raga, sering disebut juga sebagai body image, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu
melihat tubuhnya pada saat bercermin dan juga pengalaman yang pernah
dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu.
Menurut Suryanie (2005) body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik
terhadap bagian-bagian tubuhnnya maupun mengenai seluruh tubuhnya,
berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan
perasaan senang atau tdak senang terhadap tubuhnya sendiri.
Honigman dan Castle dalam Melliana (2006) mengatakan bahwa body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk tubuhnya, bagaimana seseorang menilai dan memberikan penilaian atas apa yang dia
pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana
“kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya”. Sebenarnya apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar mempresentasikan keadaan yang
aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif.
Menurut Germov & Williams (2004) body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini
dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang
bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang
diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh
Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu
menurut individu itu sendiri. Menurut Thompson et all. (1999) menyatakan bahwa
body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik, dimana evaluasi
ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum
mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsikan ukuran (perkiraan
terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah kepada
kepuasaan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan serta komponen
perilaku, yang memfokuskan kepada penghindaran individu terhadap situasi
yang mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap penampilan fisiknya sendiri.
Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini
terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang
kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar
dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov & Williams 2004). Wanita yang
langsing sering kali dianggap cantik dan sehat serta menjadi idaman para
laki-laki. Sedangkan kegemukan dianggap sebagai hal yang memalukan. Gemuk itu
dianggap jelek, lemah, tidak punya kendali,malas dan tidak punya ambisi (Biber
1996).
Banyak faktor yang mempengaruhi body image yaitu pengalaman saat ini dan masa lampau, perkembangan tingkat kognitif, dan pembentukan jati diri.
Faktor lainnya adalah tingkat ketertarikan terhadap lawan jenis, besar ukuran
tubuh dan penampakan fisik, hubungan dengan saudara dan teman sebaya, dan
tingkat pencapaian individu yang ideal. Waktu dan laju kematangan juga menjadi
faktor penting dalam pembentukan jati diri (Mandleco 2004).
Penilaian body image yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dalam Bulik et al. (2001) adalah dengan menggunakan gambar sembilan siluet tubuh manusia. Gambar ini bisa digunakan untuk menganalisis persepsi contoh yang
berumur 18 tahun keatas. Dari sembilan gambar tersebut dikembangkan lima
pertanyaan: gambar yang paling mirip dengan ukuran tubuh contoh, gambar
bentuk tubuh remaja Indonesia saat ini, gambar tubuh ideal yang diinginkan,
gambar bentuk tubuh yang dianggap paling sehat dan gambar bentuk tubuh
pasangan idaman. Dari kelima pertanyaan tersebut contoh harus memilih
Berdasarkan jawaban contoh tersebut, kita dapat melihat kecenderungan
persepsi contoh terhadap konsep body image. Di bawah ini merupakan gambar dari body image.
Gambar 1 Skala body image
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka disimpukan bahwa
body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang
mengarah kepada penampilan fisik. Gambaran mental tersebut berbicara tentang
apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian
dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif
terhadap tubuh.
Remaja
Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan bilologis, kognitif,
dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun
dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun. Perubahan biologis, kognitif, dan
social-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses
berfikir abstrak sampai pada kemandirian.
Semakin banyak ahli perkembangan yang menggambarkan remaja
sebagai masa remaja awal dan akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kaira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup
kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun minat pada karir, pacaran, dan
eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang
Menurut Yusuf (2001), pada masa remaja juga berkembang sikap
“conformity” yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini,
pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman
sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan
dampak positif maupun negatif bagi dirinya.
Pertumbuhan yang cepat pada berat badan dan tinggi badan merupakan
awal dimulainya masa remaja. Pertumbuhan tubuh yang pesat disebut pula
dengan growth sprut. Kematangan (growth sprut dan menarche/spermache) sangat bervariasi pada seseorang dengan umur kronologi yang sama, karena itu
evaluasi pertumbuhan tidak dapat mengandalkan hanya pada umur kronologi
(Riyadi 2003). Pada masa remaja, terjadi pertumbuhan fisik dan pematangan
organ tubuh yang cepat sehingga untuk memenuhinya diperlukan zat-zat gizi
yang cukup baik jumlah maupun macamnya (Depkes 1997).
Laju pertumbuhan anak wanita dan anak pria hamper sama cepatnya
sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya, antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak
perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena tubuhnya memerlukan
persiapan menjelang usia reproduksi, sementara pria baru dapat menyusul dua
tahun kemudian. Puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita tercapai
pada usia masing-masing 12,9 dan 12,1 tahun, sementara pria pada 14,3 dan
14,1 tahun. Menarche akan terjadi sekitar 9-12 bulan setelah itu (Arisman 2004). Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan (food habit) merupakan cara individu atau kelompok individu dalam memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Menurut
Khumaidi (1989) kebiasaan makan didefinisikan sebagai tingkah laku manusia
atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang
meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap
makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap
makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh.
Kebiasaan makan juga merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan
dan makan, seperti tata karma makan, frekuensi makan seseorang, pola makan
yang dimakan, kepercayaan makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan
tidak suka), dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo
1989).
Kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan
yang baik adalah kebiasaan makan yang dapat mendorong terpenuhinya
kecukupan zat gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan
makan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi. Kebiasaan
terbentuk dalam diri seseorang sebagai akibat dari proses yang diperoleh dari
lingkungan yang meliputi aspek kognitif, afeksi, dan psikomotorik (Berg 1986).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan. Menurut
Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Faktror ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia yang
meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama
serta lingkungan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berasal
dari dalam diri manusia antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani, dan
kejiwaan, serta penampilan yang lebih terhadap mutu makanan.
Kebiasaan makan berubah-ubah dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti keadaan alam, tempat tinggal/lingkungan, kebudayaan, kebutuhan
biogenik, psikogenik, pengetahuan, kepercayaan, sikap dan sistem nilai
seseorang atau masyarakat sekeliling (Sastroamidjojo 1995).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang
dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam
aspek gizi tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat
gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992).
Konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor serta pemilihan jenis
maupun banyaknya pangan yang dimakan dapat berlainan dari tiap individu serta
masyarakat. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah
jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan,
serta tingkat pengetahuan gizi (Harper, Deaton & driskel 1986).
Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh
akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan
kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan
pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih.
sesuai dengan kecukupannya berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya
(Hardinsyah & Martianto 1992).
Mengukur konsumsi pangan dapat dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif. Pengukuran kuantitatif dapat menggunakan metode recall konsumsi pangan dan penimbangan makanan. Data mengenai konsumsi pangan
perorangan dapat dicapai dengan pengukuran atau recall makanan yang dimakan selama jangka waktu tertentu (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988).
Penilaian konsumsi pangan dibagi atas dua bagian besar yang
mencakup: penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif dengan metode recall
(mengingat) dan record (mencatat). Kedua penilaian tersebut sering digunakan pada penelitian yang ketepatan jumlah konsumsi zat gizi seperti pada penelitian
klinis atau penelitian intervensi. Sedangkan riwayat makan dan frekuensi makan
terutama dipakai untuk penilaian kualitatif konsumsi pangan seseorang. Kedua
cara ini bisa dipakai untuk menghitung konsumsi zat gizi. Cara ini sering
digunakan pada penelitian-penelitian epidemiologis yang melihat asosiasi antara
konsumsi pangan dalam waktu lama terhadap kesehatan atau timbulnya
penyakit (Gibson 1990).
Food Recall 24 Jam
Metode food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat
jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam
merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling
mudah digunakan (Arisman 2004). hal ini perlu diketahui bahwa dengan
menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi
pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dan teliti dengan menggunakan
alat ukur rumahtangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain
(Supariasa et al 2002).
Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka
data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan
zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik
harian individu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei
terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu
yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau ketika
mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta
kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan
ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu,
untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung
dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Arisman 2004).
Energi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat,
lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya.
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi
berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang bila dia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan
ekonomi (Almatsier 2006).
Energi dibutuhkan tubuh pertama-tama untuk memelihara fungsi dasar
tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi
total. Kebutuhan energi untuk metabolism basal adalah kebutuhan energi
minimum dalam keadaan istirahat total, tetapi dalam keadaan tidur.
Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak bisa
digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun dan memelihara sel-sel jaringan
tubuh. Fungsi protein lainnya yaitu pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi,
Akibat kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein
sering ditemukan bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan
kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier 2006).
Zat Besi
Besi merupakan zat mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa.besi mempunyai beberapa fungsi esensial bagi tubuh, yaitu sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkur electron di
dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh (Almatsier 2006).
Vitamin A
Vitamin A merupakan sala satu jenis vitamin yang dapat larut dalam
lemak. Vitamin A merupakan suatu Kristal alcohol berwarrna kuning dan larut
dalam lemak atau pelarut lemak. Vitamin A berfungsi sebagai penglihatan,
diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,
pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2006).
Vitamin C
Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam
keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C
mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena
panas. Fungsi dari vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen, sintesis karnitin,
noradrenalin, serotonin, absorpsi dan metabolism besi, absorpsi kalsium,
mencegah infeksi, dan mencegah kanker serta penyakit jantung (Almatsier
2006).
Status Gizi
Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi
baik individu maupun populasi (Khomsan 2002a).Menurut Riyadi (2001) status
gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan.
Status gizi merupakan komponen integral dan memiliki implikasi yang vital
terhadap status kesehatan individu. Status gizi anak dapat mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan terjadinya masalah kesehatan yang
Status gizi seseorang dipengaruhi oleh faktor langsung maupun faktor
tidak langsung. Faktor langsung meliputi konsumsi makanan dan keadaan
kesehatan. Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi
adalah faktor pertanian, ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan. Secara
tidak langsung pengetahuan tentang gizi berpengaruh terhadap status gizi
seseorang (Riyadi 2006).
Menurut Riyadi (2001) menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk
menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis.
Cara penilaian status gizi tersebut dapat digunakan secara tunggal (satu
indikator saja) tetapi akan lebih efektif jika digunakan secara gabungan/lebih dari
satu indikator.
Satoto (1993) menjelaskan bahwa status gizi merupakan hasil konsumsi
pangan ke dalam tubuh dengan berbagai perubahan kesehatan dalam bentuk
ukuran dan struktur tubuh manusia yang biasanya diukur dengan antropometri.
Dengan demikian pada prinsipnya status gizi dapat dipengaruhi oleh dua hal
yaitu terpenuhinya pangan yang mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh
dan peranan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan
penggunaan kebutuhan zat gizi tersebut. Menurut Berk (1993) status gizi
merupakan keadaan kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan konsumsi zat gizi yang dapat diukur dengan menggunakan
Indeks Massa Tubuh (IMT).
Penilaian status gizi dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa makin
kurus seseorang, makin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Cadangan
tersebut berasal dari kelebihan energi yang berasal dari makanan. Pada orang
dewasa yang kesehatannya normal, cadangan energi tersimpan dalam bentuk
jaringan lemak atau jaringan adiposa (Khumaidi 1994). Hubungan antara
kecukupan energi dan status gizi merupakan hubungan timbal balik yang disebut
keseimbangan energi. Indeks Massa Tubuh (IMT) tersebut digunakan sebagai
indikator status gizi karena rasio berat badan dan kuadrat tinggi badan tersebut
cukup baik dipakai sebagai indikator status gizi, bila dihubungkan dengan
kesegaran dan kemampuan kegatan fisik.
Pada lokakarya antropometri gizi yang diselenggarakan oleh Departemen
Kesehatan (1975) dinyatakan tiga ukuran yang dianggap tetap secara
(Roedjito 1989). Dalam penelitian status gizi WHO menganjurkan tiga indeks
yaitu: berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur dan berat badan
terhadap tinggi badan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Besar Keluarga
Menurut BKKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah
anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga
lainnya yang tinggal bersama. Besar keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota
keluarganya, sedangkan untuk bentuk keluarga dibagi atas: keluaarga inti (terdiri
dari sepasang suami istri dengan anak-anaknya) dan keluarga dalam arti luas
(keluarga yang tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari
beberapa generasi selain orangtua dan anaknya terdapat pula kakek, nenek,
paman, bibi, saudara sepupu, menantu, dan cucu) (Suhardjo 1989). Menurut
BKKBN (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluara besar (≥ 7 orang).
Besar keluarga berkaitan dengan pendapatan perkapita keluarga yang
akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pemenuhan
kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi
makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah
(Suhardjo 1989).
Pendidikan
Pendidikan seseorang akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan
seseorang. Faktor ekonomi dan pendidikan merupakan faktor dominan yang
dapat menentukan mutu gizi yang seimbang dan derajat kesehatan yang optiml
sehingga dapat berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia yang
terbentuk (Syarif 1997 dalam Istianassari 2004).
Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Orang
yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk
memilih makanan yang lebih baik kualitasnya daripada orang yang
berpendidikan rendah (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
berkaitan dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini dimungkinkan
seseorang memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik dan
Pekerjaan
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan
berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila
mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi disbanding dengan orang yang
berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang dilakukan individu akan
berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya.
Menurut Suhardjo (1989) kemampuan individu menyediakan makanan
dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya
beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak
langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan individu.
Pendapatan
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang konsumen
dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah. Jumlah pendapatan akan
menggambarkan besarnya daya beli dari seseorang konsumen (Sumarwan
2003). Faktor pendapatan memiliki peranan penting dalam persoalan gizi dan
kebiasaan makan keluarga yaitu tergantung pada kemampuan keluarga untuk
membeli pangan yang dibutuhkan oleh keluarga tersebut.
Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Meskipun
demikian ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh
pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan
kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi
hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan (Suhardjo 1989).
Besar kecilnya pendapatan yang diterima keluarga dipengaruhi oleh pendidikan
dan pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan dan status pekerjaan, maka semakin
besar pendapatan keluarga (Suhardjo 1989).
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat
gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.
Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindar seseorang dari konsumsi pangan
yang salah. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun
informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau
mendengarkan radio dan menyaksikan siaran televisi atau melalui penyuluhan
kesehatan/gizi (Suhardjo 1996).
Individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun
pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan
(Nasoetion & Khomsan 1995). Suatu pengetahuan gizi yang kurang akan
menimbulkan anggapan bahwa makanan yang baik adalah makanan yang mahal
(Karyadi 1990).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1995).
Senam
Senam terdiri dari gerakan-gerakan yang luas/banyak atau menyeluruh
dari latihan-latihan yang dapat membangun atau membentuk otot-otot tubuh
seperti: pergelangan tangan, punggung, lengan dan lain sebagainya. Senam
atau latihan tersebut termasuk juga: unsur-unsur jungkir balik, lompatan,
memanjat, dan keseimbangan (Frank MG 1960). Sedangkan menurut Hidayat I
(1970) senam juga merupakan latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja,
disusun secara sistematik dan dilakukan secara sadar dengan tujuan
membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.
Senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang
olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya.
Berlainan dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil
aktivitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang
dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota
tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti: kekuatan,
kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan (KONI 2011).
Senam dibagi menjadi dua bagian yaitu senam artistik (artistic gymnastics) dan senam ritmik(modern rhytmic). Senam artistik terbagi menjadi dua disiplin senam yaitu senam artistik putra (man artistic gymnastic) dan senam artistik putri (woman artistic gymnastic). Masing-masing disiplin mempunyai nomor perlombaan sebagai berikut:
a. Lantai (floor exercises) b. Gelang-gelang (rings)
c. Kuda pelana (pommel horse) d. Palang sejajar (parallel bors) e. Palang tunggal (horizontal bors) f. Meja lompat (table vaulting)
2) Senam artistik putri (woman artistic gymnastic), terdiri dari empat alat, yaitu:
a. Meja lompat (table vaulting) b. Palang bertingkat 9uneven bars) c. Balok keseimbangan (balance beam) d. Lantai (floor exercise)
Senam artistik selain menarik juga dapat meningkatkan kebugaran tubuh
bagi pelakunya. Sebab, senam merupakan bentuk aktivitas fisik yang melibatkan
beberapa unsur pendukung terjadinya proses kebugaran tubuh. Aktivitas fisik
tersebut sangat mempengaruhi perkembangan seluruh komponen (organ) tubuh
manusia secara utuh. Artinya, dengan melakukan aktivitas senam tersebut,
organ tubuh dapat berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya.
Sehingga, secara otomatis kebugaran tubuh dapat dicapai dengan baik (Aka BA
2009).
Senam ritmik adalah senam irama yang dilakukan dengan iringan musik
atau latihan bebas yang dilakukan secara berirama. Senam irama dapat
dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat. Alat yang biasa digunakan
dalam senam ritmik ini antara lain tali, bola, tongkat, simpe/hola hop, dan gada.
Manfaat senam ritmik ini adalah dapat membakar lemak berlebihan dalam tubuh,
meningkatkan daya tahan jantung, merupakan suatu program penurun berat
badan, dan memperbaiki penampilan otot paha, lengan, pinggang, perut dan
dada (Nurochim GA 2009).
Renang
Renang merupakan olahraga yang dilakukan di air dan bisa dilakukan
berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. Pada tingkat kemajuan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam olahraga saat ini, prestasi perenang tidak
semata-mata ditentukan kemahiran tekniknya saja, tetapi ditentukan kesiapan
perenang serta dipenuhi faktor pendukung yang lain secara maksimal. Adapun
yang baik adalah latihan fisik, diet, dan psikologi olahraga. Dalam renang ada
empat gaya yang dilombakan yaitu gaya crawl, gaya dada, gaya punggung, dan gaya kupu-kupu (Hendromartono 1997).
Kecepatan seorang perenang diperoleh dari 2 kekuatan, satu kekuatan
cenderung menahan disebut tahanan atau hambatan yang disebabkan air yang
didesak perenang atau yang dibawa serta. Hambatan terdiri dari tiga jenis yaitu
hambatan dari depan, hambatan yang berupa gesekan air dengan kulit (badan),
dan hambatan yang berupa kisaran air di belakang perenang atau hambatan
KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi seseorang dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebiasaan
makan (Riyadi 2003) sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan
orangtua, dan penghasilan keluarga) dan karakteristik individu (usia, tinggi
badan, berat badan, dan pengetahuan gizi). Usia remaja seperti pada contoh
umumnya akan memperhatikan bentuk tubuhnya demi mendapatkan tubuh yang
ideal dan indah seperti yang diharapkan dirinya. Hal tersebut akan memunculkan
suatu persepsi yaitu persepsi body image.Dalam penelitian ini variabel kebiasaan makan terdiri dari frekuensi konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi.
Tingkat pengetahuan gizi yang merupakan salah satu karakteristik individu dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dalam memenuhi kebutuhan
gizinya melalui kebiasaan makan. Kebiasaan makan dan persepsi body image
tersebut akan mempengaruhi kepada status gizi
Menurut Suryanie (2005) body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik
terhadap bagian-bagian tubuhnnya maupun mengenai seluruh tubuhnya,
berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan
perasaan senang atau tdak senang terhadap tubuhnya sendiri. Selain itu juga,
persepsi body image dipengaruhi juga oleh teman sebaya dan media. Seorang remaja yang menginginkan bentuk tubuh yang ideal dan indah sesuai dengan
harapan teman sebaya dan harapan keluarganya. Media pun berpengaruh dalam
pembentukan persepsi remaja terhadap bentuk tubuh yang ideal.
Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan setiap
harinya. Hal itu dapat mempengaruhi bentuk tubuh para siswa, karena adanya
pengeluaran energi yang terjadi saat aktivitas fisik tersebut berlangsung. Oleh
karena itu, kebiasaan makanan para atlet akan mempengaruhi persepsi mereka
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan :
= variabel yang diteliti
= hubungan yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang tidak diteliti Karakteristik Individu:
- Usia
- Pengetahuan gizi
Kebiasaan Makan:
- Frekuensi konsumsi pangan
- Intake zat gizi Persepsi body
image
Status gizi
Karakteristik keluarga:
- Besar keluarga
- Tingkat pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua
- Penghasilan orangtua
Teman sebaya
METODOLOGI PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Mei 2011. Pemilihan
tempat dilakukan secara purposive karena Sekolah Atlet Ragunan merupakan sekolah pembinaan untuk para atlet, khususnya senam dan renang, serta
memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di
Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan.
Cara Pengambilan Contoh
Contoh pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang terdaftar di Sekolah
Atlet Ragunan Jakarta. Contoh ditentukan secara purposive dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta
Selatan yang merupakan atlet senam dan renang. Total contoh yang digunakan
dalam penelitian ini berjumlah 32 orang yang terdiri dari 12 orang atlet senam
dan 20 orang atlet renang. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan
dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) dan
DIKLAT DKI di cabang senam dan renang. Selain itu, contoh tidak mengalami
cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama
Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif di Sekolah Atlet
Ragunan Jakarta Selatan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan
menggunakan kuesioner yang disebar dan diisi oleh responden. Data primer ini
meliputi karakteristik responden, antropometri (berat badan dan tinggi badan),
karakteristik keluarga, persepsi terhadap body image, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, dan recall konsumsi pangan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah keadaan umum sekolah yang dijadikan sebagai tempat
penelitian, yaitu Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan dan jumlah siswa untuk
olahraga senam dan renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan yang
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
No. Jenis data Variabel Cara pengumpulan data
1. Karakteristik contoh Jenis kelamin Wawancara langsung dengan contoh Usia
2. Karakteristik keluarga
Besar keluarga Wawancara langsung dengan contoh Tingkat pendidikan orangtua
Pekerjaan orangtua Penghasilan orangtua
3. Antropometri contoh dan status gizi
Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan Tinggi badan diukur
dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm IMT/U IMT/U dihitung dengan
menggunakan WHO anthroplus 2007
4. Tingkat pengetahuan gizi
Pertanyaan mengenai gizi dan gzi olahraga
Wawancara langsung dengan contoh
5. Konsumsi pangan
Kebiasaan makan Wawancara langsung dengan responden menggunakan metode recall 2x24 jam Konsumsi makan
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara statistika. Pengolahan
[image:36.595.109.515.91.416.2]data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Berikut kategori penilaian variabel-variabel yang diteliti.
Tabel 2 Kategori penilaian variabel-variabel
No. Variabel Kategori
1. Usia
1. < 13 tahun 2. 13-15 tahun 3. > 15 tahun
2. Tingkat pengetahuan gizi
1. Kurang (<60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (>80%)
3. Besar keluarga
1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang(5-6 orang) 3. Besar (≥ 7 orang)
4. Tingkat pendidikan oragtua
1. SD 5. D3 2. SMP 6. S1 3. SMA 7. S2 4. SMK
5. Penghasilan keluarga
1. ≤ Rp 1.500.000
Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung
dengan menggunakan kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan
menggambarkan mengenai gambaran para atlet yang dijadikan sebagai contoh.
Data antropometri contoh terdiri dari berat badan dan tinggi badan. Data
tersebut digunakan untuk memperoleh data Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai
indikator dari status gizi contoh. Data berat badan diperoleh dari pengukuran
langsung menggunakan timbangan injak. Sedangkan data tiggi badan diperoleh
dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan
microtouise berskala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan
berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia, berat badan, dan tinggi badan
dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan
menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut umur.
Tabel 3 Kategori status gizi menurut IMT/U
Severe thinness ≤ -3 SD
Thinness -2 SD ≤ z-score < -3 SD
Normal -2 SD < z-score < +1 SD
Overweight +1 SD ≤ z-score < +2 SD
Obese +2 SD ≤ z-score < +3 SD
Severe obese ≥ +3 SD
Sumber: WHO 2007
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan beberapa
pertanyaan kepada contoh melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada
contoh berjumlah 20 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan mengenai gizi
secara umum dan mengenai gizi olahraga. Dari pertanyaan tersebut kemudian
diberikan nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar dan 0 untuk jawaban yang
salah, dengan nilai minimal 0 dan nilai total 20 (dua puluh).
Data konsumsi pangan berupa berat jenis pangan dan jenis pangan yang
dikonsumsi kemudian dihitung kadar energi, protein, lemak, dan karbohidrat
dengan menggunakan Nutrisurvey dan dengan rumus: Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
Kgij = Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j dengan berat B gram
Bj =Berat bahan makann j yang dikonsumsi (gram)
Gij = Kandungan zat gizi I dalam 100 gram BDD bahan makanan j
Data intake energi dan zat gizi dibandingkan berdasarkan WKNPG 2004. Angka kecukupan energi untuk remaja yang sangat aktif seperti atlet yaitu
dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini:
AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 Keterangan:
AKE = Angka kecukupan energi (kkal)
U = Usia (tahun)
B = Berat badan (kg)
Akf = Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki-laki
1.42 dan wanita 1.31
TB = Tinggi badan (m)
Sedangkan untuk zat gizi lain seperti protein, zat besi, vitamin C, dan
vitamin A menggunakan rumus di bawah ini:
Tingkat kecukupan zat gizi = intake zat gizi x 100% Kecukupan gizi menurut AKG
Persepsi body image diukur menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai penilaian aktual contoh terhadap bentuk tubuhnya dan
harapan contoh terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian aktual dan bentuk tubuh
harapan contoh dibagi kedalam tiga kategori yaitu kurus, ideal, dan gemuk.
Penilaian bentuk tubuh aktual contoh kemudian dibandingkan dengan status gizi
contoh melalui pengkategorian IMT. Apabila penilaian aktual contoh sesuai
dengan status gizinya maka akan diberikan nilai 1 dan bila tidak sesuai diberikan
nilai 0.
Definisi Operasional
Persepsi Body Image adalah gambaran seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya berupa penilaian positif ataupun negatif
Remaja adalah sebagai masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional.
Kebiasaan Makan adalah cara individu atau kelompok individu dalam memilih pangan yang akan dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya.
Food Recall 24 Jam adalah salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan
gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
kelompok, rumah tangga, dan perorangan.
Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi
makanan.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga dikategorikan sebagai keluarga besar, sedang, dan kecil.
Pekerjaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan mengharapkan upah atau imbalan.
Pendapatan adalah imbalan yang diterima oleh seseorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah.
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.
Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktual tidak sesuai dengan status gizinya.
Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktual sesuai dengan status gizinya.
Intake zat gizi adalah besarnya jumlah zat gizi yang dikonsumsi oleh contoh dari pangan yang telah dikonsumsinya dalam satu hari.
Tingkat kecukupan gizi adalah kecukupan konsumsi pangan contoh berbanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Senam adalah gerakan-gerakan yang luas/banyak atau menyeluruh dari latihan-latihan yang dapat membangun atau membentuk otot-otot tubuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Sekolah Atlet Jakarta yang terletak di Jl. HR. Harsono Komplek Gelora
Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini merupakan sekolah khusus para
atlet remaja. Sekolah ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1977. Sekolah
ragunan mempunyai visi yaitu “Menghasilkan anak bangsa yang unggul dalam prestasi olahraga dan akademik berdasarkan iman dan takwa melalui bimbingan
dan layanan yang prima”. Semua siswa di Sekolah Atlet Negeri Ragunan Jakarta adalah seorang atlet yang mewakili daerah asal masing-masing. Untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar di Sekolah Atlet Ragunan pemerintah
sudah menyiapkan asrama khusus untuk meringankan proses belajar mengajar
siswa/siswi Sekolah Atlet Ragunan juga lapangan olahraga sesuai cabang
olahraga mereka masing-masing, diantaranya: 1 buah lapangan sepakbola,
lintasan atletik atau track dan field, 2 buah lapangan