• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moeleong, 2007: 247).

Selain itu data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif artinya untuk analisis data tidak diperlukan uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih diajukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan

ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Berdirinya Desa Kutambelin

Desa Kutambelin berdiri sejak tahun 1850 dan diduduki atau dipanteki oleh marga Sitepu untuk pertama kalinya. Marga Sitepu tersebut disebut sebagai Sitepu Rumah Mbelin. Maka dari itu Sitepu Rumah Mbelin inilah yang membuat nama desa ini menjadi Desa Kutambelin. Menurut anak Simanteki Kutambelin, pada saat itu penghulu pertama di desa tersebut bernama Getum Sitepu. Lalu pada tahun 1965, digantikan oleh penghulu kedua yang bernama Cukup Tarigan. Setelah itu sejak tahun 1970, Desa Kutambelin dijabat oleh Timbangan Milala.

Setelah itu, pada tahun 1971-1986 Desa Kutambelin dijabat oleh Matfat Ginting. Pada masa kepemimpinan Matfat Ginting sudah mulai diadakan pembangunan-pembangunan di desa tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dimulainya pembangunan Balai Desa Kutambelin, pembangunan kamar mandi umum, pembangunan jalan dari Desa Kutambelin sampai ke Kecamatan Naman Teran sepanjang 3 km.

Lalu pada tahun 1987 sampai 1994, kepemimpinan Desa Kutambelin dilanjutkan oleh Jangta Ginting. Setelah itu pada tahun 1995-2009, kepala Desa Kutambelin dipimpin oleh Ponten Ginting. Selanjutnya pada tahun 2009 sampai dengan sekarang, Desa Kutambelin dipimpin oleh Suarni br Sitepu. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Desa Kutambelin berjumlah 286 Kepala Keluarga.

4.2 Keadaan Geografis 4.2.1 Keadaan Alam

Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Adapun batasan-batasan Desa Kutambelin adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutan Lindung (Deleng Simacik) 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Rakyat

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Nalu 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gungpinto

Adapun jarak antara Desa Kutambelin ke kecamatan Namanteran adalah 4 km, jarak dari Desa Kutambelin ke Ibu Kota Kabupaten adalah 22 km, sedangkan jarak dari Desa Kutambelin terhadap Ibu Kota Provinsi adalah 98 km.

4.2.2 Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Kutambelin adalah sebagai berikut : Jumlah Kepala Keluarga : 310 KK

4.3 Keadaan Demografis

4.3.1 Gambaran Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Sekretaris Desa Kutambelin diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah 1163 jiwa dengan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 607 jiwa dengan persentase 52,2%, sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 556 jiwa dengan persentase 47,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) 1. 2. Laki-laki Perempuan 607 556 52.2 47.8 Total 1163 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

4.2.2 Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data jumlah penduduk menurut usia yang diperoleh oleh peneliti, maka jumlah penduduk yang terbanyak ada pada kelompok usia 26-45 tahun yaitu sebesar 32.7% sedangkan jumlah penduduk yang terkecil adalah yang berusia 61 tahun keatas dengan persentase sebesar 6,1%. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4.2 distribusi penduduk berdasarkan pengelompokkan usia

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 0-5 tahun 6-10 tahun 11-18 tahun 19-25 tahun 26-45 tahun 46-60 tahun 61 tahun keatas 99 113 211 140 380 150 70 8.5 9.7 18.1 12 32.7 12.9 6.1 Total 1163 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Dari tabel 4.2 maka komposisi penduduk di Desa Kutambelin berdasarkan usia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok usia yaitu:

1. Kelompok usia belum produktif (usia 0-15 tahun) dengan persentase 27.3%

2. Kelompok usia produktif (usia 16-60 tahun) dengan persentase 66.7% 3. Kelompok usia tidak produktif (usia diatas 61 tahun) dengan persentase

6.1%

Berdasarkan pengelompokkan usia tersebut dapat dilihat bahwa kelompok usia produktif merupakan jumlah yang paling banyak dengan 66.7%. Dengan demikian kesimpulannya adalah bahwa mayoritas penduduk yang ada di

Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo merupakan kelompok angkatan kerja.

4.2.3 Gambaran Penduduk berdasarkan Agama

Di Desa Kutambelin terdapat 3 jenis agama yang terdapat di desa tersebut yakni agama Islam, Kristen dan Katholik. Mayoritas agama yang ada di Desa Kutambelin adalah agama Islam dengan persentase 43,1%. Adapun gambaran penduduk berdasarkan agama adalah sebagai berikut

Tabel 4.3

Distribusi Penduduk berdasarkan Agama

No. Agama Frekuensi Persentase

1. 2. 3. Islam Katholik Kristen 502 441 220 43.1 37.9 19 Total 1163 100

4.2.4 Gambaran Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan di Desa Kutambelin dapat dikatakan sudah cukup baik. Dapat dilihat jenjang pendidikan terbanyak yang diikuti oleh penduduk adalah Sekolah Dasar (SD) dengan persentase 48.5%. Adapun distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1. 2. 3. 4. 5. TK SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat Akademi/Universitas 31 131 43 57 8 11.5 48.5 16 21.1 2.9 Total 270 100

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin, 2015

4.3 Sarana dan Prasarana di Desa Kutambelin

Sarana dan prasarana yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana pendidikan dan sarana transportasi. Saat erupsi terjadi yang mengakibatkan warga Kutambelin meninggalkan desanya, sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut hancur akibat abu vulkanik yang telah menjadi lumpur. Setelah kembalinya masyarakat ke desa, mereka mulai bergotong royong memperbaiki sarana dan prasarana. Sehingga deskripsi sarana dan prasarana yang dijabarkan adalah kondisi pasca erupsi yakni setelah kepulangan warga Februari 2014.

4.3.1 Sarana Peribadatan

Tabel 4.5

Sarana Ibadah di Desa Kutambelin

No. Rumah Ibadah Jumlah

1. 2. 3. 4. Islam Katholik GBKP GPDI 1 1 1 1 Total 4

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Sarana peribadatan yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari 1 unit masjid, 1 unit Gereja Katholik, 2 unit Gereja Protestan yakni GPDI dan GBKP. Kondisi bangunan keempat sarana ibadah tersebut layak pakai sebagai tempat ibadah bagi penduduk setempat dalam menjalankan ibadahnya dan kerukunan antar tempat ibadah juga terjaga.

4.3.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Desa Kutambelin hanya terdapat 1 unit Posyandu. Sehingga jika ada masyarakat Desa Kutambelin yang sakit parah harus dibawa ke Rumah Sakit yangada di kota. Dapat dikatakan sarana dan prasarana khususnya bagian kesehatan di Desa Kutambelin masih dikatakan sangat kurang dilihat dari minimnya sarana kesehatan di desa tersebut.

4.3.3 Sarana Pendidikan

Tabel 4.6 Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Frekuensi

1. 2. TK (Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar (SD) 2 1 Total 3

Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

Sarana pendidikan yang ada di Desa Kutambelin hanya terdapat 2 unit Taman Kanak-Kanak (TK) yang hingga saat ini belum diakui oleh pemerintah. Lalu terdapat 1 unit Sekolah Dasar (SD). Jika penduduk Desa Kutambelinm ingin melanjutkan ke Sekolah Mengah Pertama (SMP) harus bersekolah di Kecamatan Namanteran. Sedangkan jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) harus melanjutkan sekolah di Kota yakni di Berastagi. Karena belum adanya fasilitas SMP dan SMA di desa Kutambelin tersebut.

4.3.4 Sarana Transportasi

Sarana transportasi yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari angkutan umum yang melintas 10-15 menit sekali. Selebihnya masyarakat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor ataupun mobil.

4.3.5 Sistem Pemerintahan

Untuk mengkoordinasi jalannya pemerintahan dan agar dapat mencapai visi dan misi Desa Kutambelin. Maka dari itu sebuah desa harus mempunyai sistem pemerintahan yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Adapun Kepala Desa Kutambelin adalah Suarni br Sitepu dan sekretaris Desa Kutambelin dijabat oleh Erpida br Ginting dan didukung oleh perangkat-perangkat desa lainnya. Untuk lebih jelas memahaminya berikut akan digambarkan struktur pemerintahan desa tersebut:

BAGAN II

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA LAKSANA DESA KUTAMBELIN KECAMATAN NAMANTERAN KABUPATEN KARO

Kepala Desa SUARNI BR. SITEPU Sekretaris Desa ERPIDA BR. GINTING Petugas Teknis Lapangan Kaur Pemerintahan ROSTANI BR. MILALA Kaur Pembangunan NGUMBAN SITEPU Kaur Umum BOKTI SINULINGGA Kepala Dusun I SEDIA SINULINGGA Kepala Dusun II KARTONO GINTING

BAB V ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui wawancara dengan informan. Peneliti berhasil mengumpulkan data dari Kepala Desa sebagai informan tambahan dan 4 orang masyarakat sebagai informan utama. Dalam hal ini, data diperoleh langsung dari masyarakat yang berada di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo.

Dari penelitian tersebut, diperoleh data umum mengenai informan melalui nama, usia, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, umur, pendidikan terakhir, agama dan suku. Setelah melakukan observasi langsung ke lapangan dan wawancara dengan informan, diperoleh juga berbagai data-data yang akan dianalisis melalalui pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data-data yang sudah terkumpul, penulis mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta menjawab permasalahan yang ada.

5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Informan 1

Nama : Suarni br Sitepu

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Simacem, 21 Desember 1954

Umur : 61 tahun

Agama : Kristen Protestan

Suku : Karo

Alasan Suarni br Sitepu menjadi seorang kepala desa karena sebelumnya suaminya yang bernama Poten Ginting menjadi Kepala Desa Kutambelin terlebih dahulu. Saat menjabat sebagai Kepala Desa ia juga mempunyai pekerjaan sampingan yakni bekerja sebagai petani di ladang orang yang berada di sekitar Merek.

Ia bercerita masyarakat Desa Kutambelin mayoritas bekerja sebagai petani namun tidak menutup kemungkinan ada juga yang bekerja sebagai guru sekolah, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pegawai Puskesmas ataupun bidan. Suarni juga mengatakan bahwa walaupun Desa Kutambelin sudah kembali dari pengungsian UKA 1 (Universitas Karo) ke desa sejak Februari 2014 namun kehidupan masyarakat belum kembali seperti sebelum terjadinya erupsi. Hal ini karena masih sering terjadinya erupsi Gunung Sinabung yang berdampak bagi keadaan perekonomian masyarakat.

Suarni menambahkan bahwa “ekonomi” adalah hal yang sangat penting dalam menjalankan kehidupan.

Ya jika tidak ada uang tidak bisa hiduplah kami disini, mau kasih makan apa untuk anak-anak kami nanti.

Ia juga menambahkan jika Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan debu vulkanik akan memberikan dampak bagi lahan pertanian mereka. Terutama bagi mereka yang berkeja sebagai petani.

Selanjutnya Suarni melanjutkan :

dulu waktu pertama kali kami dipulangkan ke desa, kami gotong royong bersihkan ladang biar bisa ditanami entah cabe tomat ataupun kentang tapi setelah 2 bulan ditanam, datang debu vulkanik hancurlah semua tanaman kami.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa erupsi Gunung Sinabung masih memberikan dampak yang serius bagi masyarakat berhubung jarak dari desa ke kaki gunung hanya berjarak 5 kilometer. Kondisi lahan pertanian yang dialami oleh masyarakat hanya akan memunculkan kerugian dan karena tidak adanya lagi hasil ladang sehingga memaksa warga untuk bekerja di ladang orang yang berada di sekitaran Kabanjahe dan Merek. Warga bekerja dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB dengan upah rata-rata perhari sebesar Rp 50.000,-.

Selanjutnya suami dari Kepala Desa yakni Bapak Poten Ginting menambahkan:

kami kerja dari jam 8 udah dijemput pake motor dari desa, trus berladang disana pun kepikiran sama anak di rumah ya karna kami kan gak tau gimana keadaan anak di rumah entah udah makan atau belum, nyampe rumah udah malam tapi anak udah tidur, sebenarnya nangis

kami dalam hati cuma mau gimana lagi kalo kami gak kerja ke ladang orang mau ngasih makan apa anak kami nanti.

Kondisi perekonomian yang seperti itu, tidak disambut dengan adanya bantuan dari pemerintah daerah ataupun pihak swasta. Bantuan yang diberikan hanya diterima masyarakat saat berada di pengungsian. Namun setelah kembali ke desa, bantuan dari pemerintah tidak kunjung datang. Adapun bantuan yang diterima setelah kembali ke desa hanya dari caleg (calon legislatif) berupa beras 5 kilogram per KK (Kepala Keluarga). Selain itu bantuan dana yang diberikan hanya dari BNPB berupa jadup (jatah hidup) sebesar Rp 6000,- per hari yang diberikan tiap bulannya sebesar Rp 180.000 per jiwa. Serta beras sebanyak 4 ons per hari dan per jiwa yang diberikan tiap bulannya sebesar 12 kilogram.

Selanjutnya Bapak Poten Ginting juga melanjutkan kepada peneliti:

kami sangat mengharapkan kali bantuan entah kam tau nanti lembaga atau pemerintah yang mau ngasih, karna kalau kami diberikan indomie 2 bungkus dan 1 telor ataupun beras bulog pun kami sudah sujud terimakasih kali sama kalian.

Ketika Gunung Sinabung erupsi dan memaksa masyarakat Desa Kutambelin untuk mengungsi, kerusakan terjadi di rumah warga dan sarana prasarana yang ada di desa tersebut. Sarana dan prasarana yang rusak seperti sekolah, masjid, gereja dan juga Posyandu. Setelah kembali ke desa, masyarakat harus bergotong royong untuk membersihkan dan memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak salah satunya adalah sekolah yang bertujuan guna menunjang pendidikan anak di desa tersebut. Namun lagi-lagi ternyata itu semua

perbaikan sekolah, bantuan yang diterima hanya dari gereja dan stasiun televisi TV One. Setelah setahun berlangsung, barulah bantuan dari pemerintah guna perbaikan sarana dan prasarana diterima berupa seng namun jumlah yang diberikan tidak cukup.

Selain itu jika berbicara mengenai interaksi antar masyarakat masih berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti pengajian ataupun PJJ (Perpulungan Jabu-Jabu) dan juga perkumpulan-perkumpulan dari marga yang ada di desa tersebut. Namun untuk pesta atau kerja tahunan yang biasanya rutin dilakukan setahun sekali pada bulan 10, setelah masyarakat mengungsi dan keadaan ekonomi yang belum stabil, terpaksa harus dihentikan dan tidak bisa terlaksana kembali. Selain itu, Kepala Desa pun menambahkan bahwa masyarakat meminta sebaiknya dalam kondisi seperti ini tidak diadakan pesta mengingat kondisi kehidupan yang saat ini mereka rasakan.

Dalam keadaan serba terbatas seperti ini pastinya akan muncul putus asa dalam menjalani kehidupan. Mengingat belum kembalinya kehidupan yang sejahtera seperti dulu. Suami dari Kepala Desa Kutambelin, Poten Ginting mengatakan:

saya suka sedih ngeliat istri saya, kadang mau tengah malam dia nangis sendiri, nanti waktu saya tanya kenapa kam nangis, jawabnya yah gimana lah kehidupan kita ini gini-gini saja dari kemarin uangpun tak ada.

Selain rasa putus asa yang muncul rasa kekhawatiran pun acapkali terbesit dalam pikiran bapak Poten Ginting. Hal ini karena kondisi Gunung

Sinabung yang tidak stabil, sehingga memunculkan rasa takut akan bencana yang dihadapi dan khawatir jika harus diungsikan kembali. Mengingat sedihnya jika harus menghabiskan masa tua di pengungsian dengan kondisi yang sangat tidak layak untuk dihuni.

Harapan dari Kepala Desa Kutambelin terhadap pemerintah daerah ialah kiranya pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat yang telah dipulangkan ke desa. Walaupun dominan masyarakat awam mengira jika telah kembali ke desa maka kehidupan sudah kembali seperti semula namun hal ini tidak terlihat pada masyarakat di Desa Kutambelin. Maka dari itu masyarakat sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah yakni Pemkab Karo ataupun lembaga yang berkenan karena walaupun kecil jumlahnya namun sangat bermanfaat bagi mereka.

Selain itu beliau juga berharap agar bencana erupsi Gunung Sinabung dijadikan bencana nasional. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Tolen Tarigan selaku ketua BPD di Desa Kutambelin agar pemerintah menjadikan erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional dan berharap mahasiswa membantu mewujudkannya. Agar kiranya pemerintah lebih fokus untuk memperhatikan masyarakat baik yang masih berada di pengungsian atau yang sudah kembali ke desanya masing-masing.

5.1.2 Informan Kedua

Nama : Nd. Gita br Karo

Tempat/Tanggal Lahir : Kutambelin

Umur : 62 tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Kristen Protestan

Suku : Karo

Informan kedua ini bekerja sebagai petani. Walaupun Nd. Gita br Karo ini sama dengan yang lain bekerja di ladang orang namun ia juga mempunyai lahan sendiri di belakang rumahnya. Saat peneliti mewawancarai, Nd. Gita sedang berada di ladang belakang rumahnya. Suaminya yang bernama Bahagia Tarigan sedang berladang bersama putranya. Sambil menggendong cucunya, ia bercerita mengenai kehidupannya setelah kembali ke desa kepada peneliti.

Pada saat mengungsi di (Universitas Karo) UKA 1, ia tidak mempunyai pekerjaan sampingan seperti warga lain. Hal ini yang menyebabkan berkurang drastisnya keadaan perekonomian keluarga karena tidak adanya pendapatan. Dalam hal pekerjaan, Nd. Gita mengatakan :

Ya kalo untuk kerja kami bagi tugas lah, saya yang jaga ladang di belakang ini sama jaga cucu, suami dan anak saya yang kerja di ladang orang di Merek sana, ya gimanalah biar ada uang kami untuk makan. Selanjutnya mengenai erupsi Gunung Sinabung yang masih sering terjadi, ia menjelaskan jika erupsi masih berdampak kepada lahan pertaniannya. Hal ini karena debu yang keluar akibat erupsi Gunung Sinabung merusak tanaman warga dan menimbulkan kerugian. Pendapatan yang diterima oleh Nd. Gita hanya kisaran Rp 50.000,- per hari dengan jam kerja dari pukul 09.00 WIB

sampai pukul 16.00 WIB. Padahal jika dibandingkan dengan keadaan pendapatan sebelumnya, Nd. Gita dapat menerima minimal Rp 2.000.000 per bulannya. Dari penuturan informan dijelaskan bahwa hasil pendapatan yang diterima menurun dan belum mencukupi kebutuhan sehari-hari karena belum kembali pulihnya perekonomian keluarga.

Selanjutnya saat peneliti membahas mengenai bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah ataupun pihak swasta, ia mengatakan bahwa tidak ada lagi bantuan yang diberikan. Sama seperti penjelasan Kepala Desa sebelumnya, bantuan yang diterima hanya dari BNPB pada saat pemulangan warga ke desa. Bantuan yang diberikan berupa beras sebanyak 10 kilogram per jiwa dan juga jadup (jatah hidup) sebesar Rp 180.000,- per jiwa yang keduanya diberikan tiap bulan dalam jangka waktu 3 bulan. Pada saat pelaksanaannya, ia melanjutkan bahwa bantuan yang diberikan cukup membantu keluarganya karena dapat menjadi modal untuk bertahan hidup.

Jika berbicara mengenai interaksi yang dilakukan Nd. Gita dengan masyarakat sekitarnya masih terjalin dengan baik. Tidak ada yang berubah antara sebelum mengungsi, di pengungsian dan setelah mengungsi. Hal ini juga ditambahkan oleh Nd. Gita br Karo bahwa hingga saat ini ia masih mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh marganya.

Nd. Gita juga menambahkan:

Saya disini masih ikut perkumpulan marga tarigan ataupun karo yaa karna mau gimanapun mereka masih sodara kita dan juga biar menjalin silahturahmi gitu antar kami yang bersaudara, karna kan juga kami udah sama-sama merasakan susahnya di pengungsian sana.

Pada saat kembali ke desa Nd. Gita dan juga warga lainnya harus memiliki strategi guna memulihkan kembali kondisi perekonomiannya. Hal pertama yang dilakukan oleh Nd. Gita adalah dengan meminjam uang dari saudaranya, dimana pinjaman tersebut dapat digunakan untuk modal awal dalam membuka lahan pertaniannya. Jika tidak meminjam modal, ia tidak dapat membeli bibit untuk ditanam agar hasil dari lahan tersebut dapat digunakan untuk bertahan hidup.

Selama menjalani kehidupan setelah pemulangan dari pengungsian, ia masih diliputi rasa was-was dan khawatir akan hidup kedepannya karena mau bagaimanapun ia masih diliputi rasa cemas terhadap kondisi Gunung Sinabung yang belum stabil. Hal ini disebabkan jika Gunung Sinabung kembali erupsi besar dan arah angin melewati Desa Kutambelin maka akan memungkinkan mereka diungsikan dan kehilangan pekerjaan kembali.

Selain itu ia juga menambahkan:

Kalau sudah terasa gempa disini kami langsung takut karna berarti sinabung mau meletus, kami takut karna saya gak mau diungsikan lagi, ya kam tau lah kan gimana kondisi di pengungsian sana, karna nanti juga kalo saya mengungsi udah gak kerja lagi lah saya.

Saat disinggung masalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah, Nd Gita menjelaskan bahwa ia dan juga masyarakat lainnya sangat mengharapkan perhatian yang lebih besar lagi dari pemerintah daerah. Seperti diberikan lahan yang letaknya tidak jauh dari desa untuk ditanami, agar jika masyarakat ingin bekerja tidak perlu jauh-jauh ke Kabanjahe ataupun Merek karena jika tidak

pemerintah siapa lagi yang akan memperhatikan nasib warga pasca erupsi Gunung Sinabung.

5.1.3 Informan Ketiga

Nama : Monica br Tarigan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe, 09 Agustus 1994

Umur : 21 tahun

Pendidikan terakhir : SMA

Agama : Katholik

Suku : Karo

Anak kedua dari bapak Suna Tarigan saat ini sudah lulus dari bangku SMA. Guna membantu perekonomian keluarga, Monica bekerja sebagai wiraswasta yakni berjualan sedangkan orangtua dan abangnya bekerja sebagai petani di ladang orang. Alasan Monica tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi adalah jika ia tidak berjualan maka tidak ada yang membantu pendapatan keluarga. Padahal pada saat di pengungsian, keluarganya tidak mempunyai pekerjaan sampingan sehingga tidak adanya pemasukan yang didapat pada saat mengungsi. Pada saat peneliti mewawancarai informan, Monica sedang menjaga warung sedangkan ayahnya sedang pergi bekerja.

Dokumen terkait