• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Dalam Penyelenggaraan Demokrasi Di Indonesia (Studi Pada Kpud Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Dalam Penyelenggaraan Demokrasi Di Indonesia (Studi Pada Kpud Kabupaten Karo)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologis, negara berasal dari bahasa Latin, yaitu statum atau “status” yang artiya “berdiri/ada”. Sedangkan dalam bahasa Inggris, negara berasal dari kata “state” dan dalam bahasa Belanda adalah “staat”. Perkembangan konsep negara pertama kali berasal dari Yunani Kuno pada abad IV SM, yang lahir dari konsep “polis” atau “city of state” atau “negara kota” dan lahir secara alami (menurut teori hukum alam).2

Pada zaman modern, konsep negara dipelopori oleh Rogert Saltou (1961) serta Harold J Lasky (1947), yang intinya menyatakan bahwa “negara adalah organisasi bangsa” atau “state is an organization of nation”. Negara bertujuan untuk melindungi warga negaranya berdasarkan atas kekuasaan yang dimilikinya. Berdasarkan konsep negara pada zaman modern, maka konsep negara memiliki 2 (dua) pengertian yaitu:3

1. Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.

2. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang memiliki lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.

Negara merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Di dalamnya terdapat hubungan antara rakyat, penguasa dan hukum yang mengaturnya. Negara

2

Budi Juliardi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Rajawali Pers, Jakarta, 2015, hlm 52.

3Ibid,

(2)

memiliki otoritas yang besar dalam mengatur rakyat untuk kepentingan bersama sehingga negara dapat melaksanakan kekuasaannya kepada rakyat sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama.

Konstitusi merupakan hal yang sangat penting diperlukan dalam rangka menyusun politik dan strategi nasional suatu bangsa. Konstitusi digunakan sebagai rambu-rambu untuk menetapkan serta melaksanakan politik dan strategi nasional sebuah negara. Terdapat banyak bahasa untuk istilah konstitusi, seperti dalam bahasa Inggris, yaitu constitution, dalam bahasa Belanda yaitu constitutie, dalam bahasa Jerman yaitu konstitution, dan dalam bahasa Latin yaitu constitutio, yang berarti Undang-Undang Dasar atau hukum dasar. Menurut L.J Van Apeldoorn yang menyatakan, bahwa konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.4

Konstitusi merupakan hukum dasar yang mengatur pokok-pokok dalam menjalankan negara. Konstitusi menjadi pegangan bagi warga negara dan pemerintah. Konstitusi juga menjadi sumber dasar yang dirujuk oleh setiap peraturan perundang-undangan. Di setiap negara modern, konstitusi disepakati oleh seluruh elemen bangsa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh aturan penyelenggaraan negara didasarkan pada konstitusi yang dirumuskan.5

4Ibid,

hlm 66.

5

Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 63.

(3)

sifatnya yang fundamental ini, maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka secara bertahap dan berkesinambungan diusahakan diciptakan seluruh peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan alam kemerdekaan, dan sesuai pula dengan cita-cita bangsa sendiri.6

Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat untuk menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu “revolusi grondwet” telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang memuat 37 (tiga puluh tujuh) Pasal. Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia, terdapat 4 (empat) macam Undang-Undang Dasar (konstitusi Indonesia) yang pernah berlaku, yaitu:7

1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (UUD 1945)

Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, negara muda ini belum mempunyai Undang-Undang Dasar. Sehari kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang-Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (UUD 1945)

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1945, ternyata Belanda masih belum menyerah untuk menguasai Indonesia. Belanda kembali mencoba untuk menguasai kembali Indonesia (Negara Boneka) dengan tujuan untuk memecah belah persatuan Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan diadakannya berbagai perjanjian antara Indonesia - Belanda yang kemudian melahirkan negara Republik Indonesia

6

Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hlm 17.

7

(4)

Serikat (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949 dan UUD yang berlaku kemudian adalah UUD RIS.

3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (UUDS 1950)

Indonesia sangat menghendaki sifat kesatuan, sehingga negara RIS tidak bertahan lama. Selanjutnya, dicapai kata sepakat untuk kembali mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu UUD baru sehingga dibentuklah suatu panitia bersama yang akan menyusun rancangan UUD. Rancangan UUD ini kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 dan berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950 dan berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950. UUD baru ini dinamakan dengan UUD Sementara Tahun 1950 (UUDS 50).

4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang (kembali ke UUD 1945)

UUDS 1950 dengan badan Konstituantenya tidak mampu membentuk konstitusi yang baru, hingga muncul Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku lagi dan Indonesia kembali menggunakan UUD 1945, karena dianggap UUD 1945 inilah yang paling baik untuk dijadikan sebagai sistem konstitusi Indonesia.8

Pasca amandemen kedua UUD 1945 dan ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pemerintah bersama DPRD membahas dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai Pengganti

Di samping adanya perubahan di tingkat UUD 1945, alasan yuridis lain yang mengharuskan Kepala Daerah dipilih secara langsung adalah karena pemilihan Kepala Daerah tidak lagi menjadi tugas dan wewenang DPRD. Hilangnya tugas strategis DPRD ini dapat dilihat dalam Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dijelaskan bahwa DPRD hanya diberi peran minimal yaitu sebatas mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah.

8

(5)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu tujuan dari pembentukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dibaca pada bagian konsideran menimbang, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.9

Sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diselenggarakan Pemilukada langsung. Pemilukada langsung pertama kali dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2005 di Kutai Kertanegara. Pada Tahun 2005 telah berlangsung Pilkada di 207 (dua ratus tujuh) kabupaten/kota dan 7 (tujuh) provinsi. Tahun 2006 terlaksana Pilkada di 70 (tujuh puluh) kabupaten/kota dan 7 (tujuh) provinsi. Tahun 2007 berlangsung Pilkada di 35 (tiga puluh lima) kabupaten/kota dan 6 (enam) provinsi. Tahun 2008 dilaksanakan 160 (seratus enam puluh) Pilkada di 13 (tiga belas) provinsi, 147 (seratus empat puluh tujuh) kabupaten/kota.

10

Pemilukada langsung sesungguhnya sudah diintrodusir dalam produk hukum yang mengatur pemerintahan di daerah jauh sebelum pembentukan

9Ibid.,

hlm 3.

10Ibid.,

(6)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah ditegaskan, Kepala Daerah yang karena jabatannya adalah Ketua dan Anggota Dewan Pemerintahan Daerah (DPD) yang berfungsi menjalankan roda pemerintahan dipilih menurut Undang-Undang khusus yang akan ditetapkan kemudian. Pada bahagian penyelesaian dikatakan, ketentuan demikian karena Kepala Daerah adalah orang yang dekat dan dikenal baik oleh rakyat di daerahnya, oleh karena itu harus dipilih langsung oleh rakyat. Karena bentuk proses Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah tersebut lama, untuk sementara Kepala Daerah dipilih oleh DPRD yang bersangkutan, yang kemudian disahkan oleh Presiden/Menteri Dalam Negeri. Sampai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dicabut, Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung tidak lahir.

(7)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam pilkada bertanggung jawab ke KPU RI. KPU Provinsi dan Kab/Kota melaporkan penggunaan anggaran pilkada kepada kepada pemerintah daerah. KPU RI menyusun pedoman tata cara penyelenggaraan pilkada sebagai acuan KPU di daerah. Pasangan calon dapat berasal dari unsur perseorangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang. Pilkada menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. KPU RI menjadi penanggungjawab akhir pilkada.11

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung (selanjutnya disebut pilkada langsung) diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 jo Pasal 119 dan Peraturan Mulai bulan Juli 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Walikota/Wakil Walikota, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa itu menandai babak baru dalam sejarah politik daerah Indonesia. Pemilihan secara langsung oleh rakyat 33 (tiga puluh tiga) Gubernur, 349 (tiga ratus empat puluh sembilan) Bupati, dan 91 (sembilan puluh satu) Walikota di berbagai provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

11

Gebril Daulai, Pilkada Serentak Tahun 2015,

(8)

Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkada langsung tercermin dalam cara pemilihan dan asas-asas yang digunakan dalam penyelengaraan pilkada. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasang calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pilihan terhadap sistem pemilihan langsung merupakan koreksi atas pilkada terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 151 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Digunakan sistem pemilihan langsung menunjukan pengembangan penataan format demokrasi daerah yang berkembang dalam kerangka liberalisasi politik. Liberalisasi politik digelar pada masa Presiden B. J. Habibie sebagai respon atas tuntutan perubahan sistem dan format politik menyusul kejatuhan Presiden Soeharto. Dengan demikian, sistem pemilihan langsung adalah hasil pergulatan panjang untuk menemukan format demokrasi daerah.

(9)

demokrasi di tingkat lokal. Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri. Pada titik itulah, pesimisme terhadap pilkada langsung menemukan relevansinya.

Keputusan politik untuk daerah selalu lahir dalam suasana tarik-menarik antara berbagai kepentingan, seperti elit dan publik, pusat dan daerah, partai dan non partai, dan sebagainya. Implementasi pilkada langsung juga tidak lepas dari persoalan tersebut. Artinya antara harapan (das sein) dan kenyataan memiliki jarak (das sollen). Problem utamanya adalah bagaimana mendekatkan jarak tersebut dan bagaimana menemukan titik optimal. Keputusan politik di daerah juga dipengaruhi perubahan politik nasional dan bahkan perubahan hukum ketatanegaraan. Perubahan peta politik yang terjadi pada dalam Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, dan arah perubahan hukum ketatanegaraan, juga mempengaruhi proses demokrasi daerah.

(10)

serentak 2015 memiliki urgensi dan signifikansi untuk dapat dikelola dengan baik oleh KPU dengan didukung segenap elemen demokrasi di negeri ini.12

Penggabungan pelaksanaan Pilkada diperlukan selain untuk menghemat biaya, juga untuk kejenuhan masyarakat pada Pemilu. Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang paling optimal berdasar kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya merupakan alternatif yang memiliki skor terbaik, yaitu Kepala Daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan.13

Konseptualisasi penyelenggaraan Pemilu kiranya menjadi bagian penting untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh tentang Pemilu. Pemahaman dimaksud dapat dijadikan sebagai acuan kendatipun sifatnya sederhana. Pemahaman ini dibutuhkan sebagai dasar agar Pemilu yang diselenggarakan dengan energi yang sangat besar itu dipahami tidak hanya sebagai peristiwa rutin dan memberi kesan bagus. Dengan pemahaman ini setidaknya akan memberikan ruang lebih luas untuk menyempurnakan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah di masa yang akan datang.14

Sebagaimana dipahami di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada kurun waktu yang cukup lama, setidaknya selama lima dasawarsa terakhir, pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

12

Budi Santoso, Pilkada Serentak 2015 bagi Partai-Partai Terbelah,

(diakses pada

tanggal 20 Mei 2015).

13

Syafran Sofyan, Permasalahan dan Solusi Pemilukada, Lemhannas.go.id/portal/daftar-artikel/1634-permasalahan-dan-solusi-pemilukada.html (diakses pada tanggal 20 Mei 2015).

14

(11)

Daerah (DPRD) sebagai lembaga representasi rakyat di daerah. Pada kurun waktu yang cukup panjang itu, berbagai implikasi mengemuka yang intinya adalah tidak dilibatkannya rakyat secara langsung untuk memilih pemimpinnya.

Pemilukada kali ini menarik untuk dikaji dan dicermati dalam proses keberlangsungannya, khususnya di Indonesia. Penulis akan menelusuri bagaimana persoalan pemilukada Calon Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan diselenggarakan serentak di Indonesia dalam upaya mengembangkan sistem pemilukada di masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka skripsi ini diberi judul, “Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak dalam Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia (Studi Pada KPUD Kabupaten Karo).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana keefektifan pemilukada serentak di Indonesia dari segi biaya dan kinerja penyelenggaranya?

2. Bagaimana pengaturan kewenangan Kepala Daerah Sementara selama menduduki masa kekosongan Kepala Daerah?

(12)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui keefektifan pemilukada serentak di Indonesia dari segi biaya dan kinerja penyelenggaranya.

b. Untuk mengetahui pengaturan kewenangan Kepala Daerah Sementara selama menduduki masa kekosongan Kepala Daerah.

c. Untuk mengetahui kedudukan Kepala Daerah yang masa jabatannya kurang dari satu periode dan lebih dari satu periode.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat hasil penulisan skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam dunia akademis, khususnya mengenai hal yang berhubungan dengan pemilukada Gubernur, Bupati dan Walikota serentak dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

b. Manfaat praktis

(13)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir. Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak dalam Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia (Studi Pada KPUD Kabupaten Karo). Oleh karena itu, keaslian penulisan ini terjamin adanya, walaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini mengenai Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak dalam Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia (Studi Pada KPUD Kabupaten Karo). Adapun tinjauan kepustakaannya sebagai berikut: 1. Demokrasi

Secara etimologi (bahasa), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni

demos yang berarti rakyat dan cratos/cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Sehingga secara bahasa, demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Konsep pemerintahan rakyat mengandung 3 (tiga) pengertian berikut:15

15

(14)

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people), yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah (dapat pengakuan dan dukungan rakyat) dan tidak sah.

b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people), dimana kekuasaan yang dijalankan atas nama dan dalam pengawasan rakyat. c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people), dimana

kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.

Secara terminologi (istilah), pada hakikatnya demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara memperjuangkan kompetisi atas suara rakyat. Selain itu, demokrasi juga dapat diartikan dengan bentuk pemerintahan dimana keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat.

2. Konstitusi

Secara etimologi kata konstitusi diartikan sebagai segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan. Dalam Bahasa Indonesia, konstitusi dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar (UUD), meskipun keduanya tidak berarti sama. Undang-Undang Dasar hanyalah sebatas hukum dasar yang tertulis, sedangkan konstitusi memuat hukum dasar yang tertulis dan mencakup hukum dasar yang tak tertulis.16

Carl J, Friedrich sebagaimana dikutip Budiardjo mendefinisikan konstitusionalisme sebagai sebuah gagasan yang menyatakan bahwa pemerintahan merupakan sekumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama

16

(15)

rakyat, namun tetap tunduk pada beberapa pembatasan. Adanya pembatasan tersebut dengan maksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan tidak disalahgunakan oleh mereka yang dapat tugas untuk memerintah. Adanya pembatasan itulah yang tertuang dalam sebuah konstitusi.17

Pada beberapa negara, padanan dari istilah konstitusi juga berbeda-beda. Dalam bahasa Inggris disebut constitution, dalam bahasa Belanda disebut

grondwet, dalam bahasa Prancis disebut constituir, sedangkan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah dustur. Perbedaan ini hanyalah perbedaan kebahasaan saja, karena tiap-tiap negara pada kenyataannya menggunakan istilah sesuai dengan bahasa yang dipakai masyarakatnya. Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional seringkali yang dipakai adalah istilah constitution

yang dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan artinya konstitusi.18

Pengertian konstitusi dalam praktiknya dapat diartikan lebih luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan Undang-Undang Dasar. Bagi para sarjana ilmu politik, istilah constitution

merupakan suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.19

17

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm 57.

18

Sri Soemantri, Susunan Ketatanegaraan Menurut Undang-Undang Dasar 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm 29.

19

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi,

(16)

Konstitusi memiliki dua pengertian yaitu hukum dasar tertulis (konstitusi tertulis) dan hukum dasar tidak tertulis (konstitusi tidak tertulis). Hukum dasar yang tertulis disebut dengan Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis disebut dengan konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara. Satu-satunya negara yang konstitusinya tidak tertulis adalah negara Inggris karena tidak berbentuk suatu naskah. Meskipun demikian, Inggris memiliki dokumen-dokumen tertulis yang tidak membedakan Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang biasa karena parlemen sebagai badan tertinggi (parliamentary supremacy) berhak untuk melakukan perubahan konstitusional dengan Undang-Undang biasa. Ini berbeda dengan negara-negara lain, bahwa badan negara yang lebih tinggi dari parlemen yang memiliki otoritas untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar.20

3. Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung

Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk republik, demikian bunyi pasal 1 ayat (1) UUD 1945. Ini berarti sebagai Negara yang bersusunan Negara kesatuan, maka segenap kekuasaan/kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia berada di bawah kendali pemegang kekuasaan terpusat yang terdapat pada pemerintah pusat.21

20

Suharizal, Op. Cit., hlm 69.

21

Faisal Akbar Nasution, Op. Cit., hlm 44.

(17)

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.22 Kekurangan yang dapat dicatat dari dua Undang-Undang terdahulu adalah perlunya mengatur pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung. Sebab diyakini, pemilihan langsung merupakan cara yang paling demokratis untuk benar-benar menjamin terselenggaranya aspirasi rakyat. Dengan metode pemilihan langsung kemungkinan kolusi antar DPRD untuk memenangkan calon Kepala Daerah tertentu yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat dieleminasi.23

4. Makna Pilkada Menurut Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 berimplikasi luas terhadap sistem ketatanegaraan RI. Salah satunya adalah ketentuan yang menyangkut pemerintahan daerah. Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 (Tahun 2000) menghasilkan rumusan baru Pasal-Pasal yang mengatur pemerintahan di daerah, yakni Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B.24

a. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2))

Secara sederhana dapat ditarik kesimpulan menyangkut prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal-Pasal baru Pasal 18 (hasil perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945) adalah sebagai berikut:

b. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5))

22

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia 2004 Nomor 125.

23

Daniel S Salossa, Mekanisme, Persyaratan dan Tata Cara Pilkada Langsung,

Yogyakarta, 2005, hlm. 9.

24

(18)

c. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat (1))

d. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))

e. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat (3))

f. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilu (Pasal 18 ayat (3))

g. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18A ayat (2))

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen lebih sesuai dengan gagasan daerah membentuk pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan mandiri di daerah yang demokratis. Lebih lanjut dikatakan bahwa asas dekonsentrasi adalah instrumen sentralisasi, karena itu sangat keliru kalau ditempatkan dalam sistematik pemerintahan daerah yang merupakan antitesis dari sentralisasi.25

Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Dari rumusan Pasal ini, dapat ditarik beberapa persoalan penting:26

a. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengharuskan Kepala Daerah dipilih secara langsung, dan calon Kepala Daerah tidak harus berasal dari partai politik atau gabungan partai politik.

25

Bagir Manan menurut kutipan Suharizal, Ibid, hlm 25.

26Ibid

(19)

Hal yang berbeda dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara tegas dinyatakan dalam Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 bahwa dipilih langsung oleh rakyat dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Rumusan ini dapat dibaca dalam Pasal 6A ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut:

1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

2) Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

b. Frasa “dipilih secara demokratis” tidaklah dapat ditafsirkan bahwa rekrutmen pasangan calon menjadi kewenangan mutlak partai politik sebagai salah satu lembaga yang berfungsi melakukan rekrutmen politik dalam pengisian jabatan publik melalui mekanisme yang demokratis sebagaimana dapat dibaca dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik, junto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, yang berbunyi sebagai berikut:

1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;

3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

4) Partisipasi politik warga negara indonesia; dan

5) Rekrutmen politik dalam pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memerhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

c. Rumusan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan hasil amandemen kedua (tahun 2000) dapat ditafsirkan sama dengan tata cara dan prosedural pemilu sebagaimana dinyatakan dalam beberapa Pasal amandemen ketiga (tahun 2001). Artinya, pilkada langsung, khususnya lembaga yang memiliki kewenangan melakukan rekrutmen calon Kepala Daerah, adalah lembaga yang juga menjadi penanggung jawab pelaksanaan pemilu (pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif ) yaitu KPU.

(20)

5. Tinjauan Mengenai Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara pemerintah dan daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 10 menegaskan, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang kini ditentukan menjadi urusan pemerintah.

Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal (1) ayat (2), adalah sebagai berikut: 27

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

27

Dian Chocho, Pengertian, Fungsi, dan Asas Pemerintahan Daerah,

(21)

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah di sini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah. Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan.28

Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah: 29

1. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

2. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. 3. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan

memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah, sangat bertalian erat dengan beberpa asas dalam pemerintahan suatu negara, yakni sebagai berikut:30

1. Asas sentralisasi

Asas sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.

2. Asas desentralisasi

Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Asas dekonsentrasi

Miranda Laurensi, Asas Pemerintahan Daerah,

(22)

Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal wilayah tertentu.

4. Asas tugas pembantuan

Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk tugas tertentu.

Asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, dimana terdapat penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagian hak, dengan obyek tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan obyek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan pemerintahan, dengan tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.31

Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional atau Negara secara keseluruhan.32

Dengan demikian, menurut desentralisasi merupakan asas yang menyatukan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga sendiri daerah itu. Untuk itu semua

31

Belda, Materi Pemerintahan Daerah,

32

Rio Handrio, Tugas PKN,

(23)

prakarsa, wewenang dan tanggungjawab mengenai urusan-urusan diserahkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab daerah itu.33

Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan desentralisasi yaitu tujuan politik dan tujuan administratif:34

1. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mencapai terwujudnya civil society.

2. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang dalam hal ini terkait dalam pelayanan publik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi utama, yaitu:35

1. Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk intervensi pemerintah, termasuk di dalamnya mengembangkan paradigma pembangunan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat lokal;

2. Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;

3. Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada perasaan bahwa orang pusat lebih hebat dari orang daerah dan sebaliknya.

33

Gus Priyono, Asas-Asas Pemerintahan Daerah,

tanggal 10 November 2015).

34

Yeni, Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintah

Daerah,

35

Muhammad Fahri, Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan,

(24)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penulisan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dipergunakan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu.36 Penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis. Dalam penelitian deskriptif analitis, data yang diperoleh (berupa kata-kata, gambar, perilaku) tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya dari sekedar angka dan frekuensi.37

2. Sumber data

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh

36

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, hlm 45.

37

(25)

pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun nonkomersial.38

Sumber data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.39 Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka meliputi:40

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum adat yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang masih berlaku hingga kini. Dalam penulisan ini yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan kasus-kasus yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilukada serentak dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. Dalam penulisan skripsi ini yaitu buku-buku tentang pemilukada, buku-buku tentang pemerintahan daerah, internet dan seterusnya.

38

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 33.

39Ibid.,

hlm 24.

40Ibid.,

(26)

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk- petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, kamus bahasa, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, ensiklopedia, indeks kumulatif dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan41

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan

(Library Research), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang dapat dijadikan sumber yang berkaitan dengan skripsi ini yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penulis juga melakukan riset dan wawancara di KPUD Kabupaten Karo untuk melengkapi penulisan skripsi ini.

41

(27)

saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.42

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM PEMILUKADA DAN PERATURANNYA Bab ini berisikan mengenai pemilukada dan peraturannya, tujuan dan fungsi pemilukada, dan sistem pelaksanaan pemilukada serentak di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang.

42

(28)

BAB III KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Bab ini berisikan pemilihan Kepala Daerah menurut Undang-Undang yang pernah berlaku di Indonesia, tugas dan wewenang Kepala Daerah, peran Kepala Daerah dalam menyelenggarakan demokrasi di Indonesia

BAB IV PELAKSANAAN PEMILUKADA SERENTAK DALAM

PENYELENGGARAAN DEMOKRASI DI INDONESIA (STUDI PADA KPUD KABUPATEN KARO)

Bab ini berisikan keefektifan pemilukada serentak di Indonesia dari segi biaya dan kinerja penyelenggaranya, pengaturan kewenangan Kepala Daerah Sementara selama menduduki masa kekosongan Kepala Daerah, kedudukan Kepala Daerah yang masa jabatannya kurang dari satu periode dan lebih dari satu periode.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga diumumkan melalui halaman berita di website LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Panitia

Ketika konsumen hanya mempunyai informasi dimana lokasi suatu produk dihasilkan, maka dalam pengambilan keputusan pembelian akan dipengaruhi oleh persepsi konsumen akan

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (2012) mengenai strategi pengembangan usaha budidaya ikan air tawar, dimana ancaman bagi pengembangan

Wawancara guru mata pelajaran Fisika MAN Model Palangka Raya (tanggal 13/11/2013). Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,

Selain itu, juga dibahas transisi dalam seni tradisi yang lain seperti relief dan prasi lontar. Transisi gunungan dalam wayang kulit memiliki benang merah dengan pembatas adegan

(3) There is a relationship between nutritional status and quality of physical freshness on the Penjasorkes learning outcomes in fifth grade elementary school students

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana Jawa Pos membingkai berita Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua Umum PSSI pada Surat Kabar Harian Jawa Pos